Tinjauan Teori
A. Konsep Teori
a. Populasi Rentan
Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam
peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3)
Undang-Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang
yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam
penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok
masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anakanak, fakir
miskin, wanita hamil dan penyandang cacat.
Sedangkan menurut Human Rights Reference disebutkan, bahwa yang
tergolong ke dalam Kelompok Rentan adalah:
a) Refugees (pengungsi)
b) Internally Displaced Persons (IDPs) (orang orang yang terlantar)
c) National Minoritie (kelompok minoritas)
d) Migrant Workers (pekerja migran )
e) Indigenous Peoples (orang pribumi/penduduk asli dari tempat
pemukimannya)
f) Children (anak)
g) Women (wanita)
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok
rentan adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan
dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku
umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat
didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan perlindungan dari
pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.
Menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 yang dimaksud dengan
penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau
mental, yang dapat mengganggu atau 4 merupakan rintangan dan hambatan
baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. Dari sisi
pengelompokkannya, maka penyandang cacat dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) hal : Penyandang cacat fisik, Penyandang cacat mental, Penyandang
cacat fisik dan mental.
b. Gangguan Mental (Mental Disorder)
a) Definisi Gangguan Mental (Mental Disorder)
Istilah gangguan mental (mental disorder) atau gangguan jiwa
merupakan istilah resmi yang digunakan dalam PPDGJ (Pedoman
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa). Definisi gangguan mental
(mental disorder) dalam PPDGJ II yang merujuk pada DSM-III adalah:
“Gangguan mental (mental disorder) atau gangguan jiwa adalah sindrom
atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup
bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
(distress) atau hendaya (impairment/disability) di adalm satu atau lebih
fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa
disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau
biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan
orang dengan masyarakat”. (Maslim, tth:7). Dari penjelasan di atas,
kemudian dirumuskan bahwa di dalam konsep gangguan mental (mental
disorder) terdapat butir-butir sebagai berikut:
1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa: Sindrom atau pola
perilaku Sindrom atau pola psikologik.
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain
berupa: rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi
organ tubuh, dll.
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk
perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, dll).
(Maslim, tth:7). Secara lebih luas gangguan mental (mental disorder)
juga dapat didefinisikan sebagai bentuk penyakit, gangguan, dan
kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental, disebabkan oleh kegagalan
mekanisme adaptasi dari fungsifungsi kejiwaan/mental terhadap stimuli
ekstern dan ketegangan-ketegangan; sehingga muncul gangguan fungsional
atau struktural dari satu bagian, satu orang, atau sistem kejiwaan/mental
(Kartono, 2000:80). Pendapat yang 5 sejalan juga dikemukakan Chaplin
(1981) (dalam Kartono, 2000:80), yaitu: “Gangguan mental (mental
disorder) ialah sebarang bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri yang
serius sifatnya terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang
mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. Sumber gangguan/kekacauannya
bisa bersifat psikogenis atau organis, mencakup kasuskasus reaksi
psikopatis dan reaksi-reaksi neurotis yang gawat”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gangguan mental (mental
disorder) adalah ketidakmampuan seseorang atau tidak berfungsinya segala
potensi baik secara fisik maupun phsikis yang menyebabkan terjadinya
gangguan dalam jiwanya.
1. Macam-Macam Gangguan Mental (Mental Disorder).
Dalam menjelaskan macam-macam gangguan mental (mental disorder),
penulis merujuk pada PPDGJ III (dalam Rusdi Maslim, tth:10), yang
digolongkan sebagai berikut:
1) Gangguan mental organik dan simtomatik;Gangguan mental
organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit
atau gangguan sistematik atau otak yang dapat di diagnosis secara
tersendiri. Sedangkan gangguan simtomatik adalah gangguan yang
diakibatkan oleh pengaruh otak akibat sekunder dari penyakit atau
gangguan sistematik di luar otak (extracerebral). (Maslim, tth:22).
2) Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif. Gangguan
yang disebabkan karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif
(dengan atau tidak menggunakan resep dokter). (Maslim, tth:36).
3) Gangguan skizofrenia dan gangguan waham. Gangguan skizofrenia
adalah gangguan yang pada umumnya ditandai oleh penyimpangan
yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta
oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).”
(Maslim, tth:46). Sedangkan gangguan waham adalah gejala
ganguan jiwa di mana jalan pikirannya tidak benar dan penderita itu
tidak mau di koreksi bahwa hal itu tidak betul; suatu jalan pikiran
yang tidak beralasan. (Sudarsono, 1993:272).
4) Gangguan suasana perasaan (mood/afektif). Gangguan suasana
perasaan (mood/afektif) adalah perubahan suasana perasaan (mood)
atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang
menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang
meningkat). (Maslim, tth:60).
5) Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stres. Gangguan
neurotik, somatoform dan gangguan stes merupakan satu kesatuan
dari gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor psikologis.
(Maslim, tth:72).
6) Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis
dan faktor fisik. Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan
mengurangi berat badan dengan segaja, dipacu dan atau
dipertahankan oleh penderita (Maslim, tth:90).
7) Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa Suatu kondisi
klinis yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung menetap,
dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang
dan cara-cara berhubungan dengan diri-sendiri maupun orang lain
(Maslim, tth:102).
8) Retardasi mental Retardasi mental adalah keadaan perkembangan
jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh
terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan
sehingga berpengaruh pada tingkat keceradsan secara menyeluruh
(Maslim, tth:119).
9) Gangguan perkembangan psikologis. Gangguan yang disebabkan
kelambatan perkembangan fungsifungsi yang berhubungan erat
dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan
berlangsung secara terus menerus tanpa adanya remisi dan
kekambuhan yang khas. Yang dimaksud “yang khas” ialah
hendayanya berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia
anak (walaupun defisit yang lebih ringan sering menetap sampai
masa dewasa) (Maslim, tth:122).
10) Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanakkanak.
Gangguan yang dicirikan dengan berkurangnya perhatian dan
aktivitas berlebihan. Berkurangnya perhatian ialah dihentikannya
terlalu dini tugas atau suatu kegiatan sebelum tuntas/selesai.
Aktivitas berlebihan (hiperaktifitas) ialah bentuk kegelisahan yang
berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan yang
relatif tenang (Maslim, tth:136).
Berkaitan dengan pemaparan di atas, Sutardjo A. Wiramihardja
(2004:15-16), mengungkapkan bahwa gangguan mental (mental
disorder) memiliki 7 rentang yang lebar, dari yang ringan sampai
yang berat. Secara ringkas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Gangguan emosional (emotional distubance) merupakan
integrasi kepribadian yang tidak adekuat (memenuhi syarat) dan
distress personal. Istilah ini lebih sering digunakan untuk
perilaku maladaptive pada anak-anak.
b) Psikopatologi (psychopathology), diartikan sama atau sebagai
kata lain dari perilaku abnormal, psikologi abnormal atau
gangguan mental.
c) Sakit mental (mental illenes), digunakan sebagai kata lain dari
gangguan mental, namun penggunaannya saat ini terbatas pada
gangguan yang berhubungan dengan patologi otak atau
disorganisasi kepribadian yang berat.
d) Gangguan mental (mental disorder) semula digunakan untuk
nama gangguan gangguan yang berhubungan dengan patologi
otak, tetapi saat ini jarang digunakan. Nama inipun sering
digunakan sebagai istilah yang umum untuk setiap gangguan
dan kelainan.
e) Ganguan prilaku (behavior disorder), digunakan secara khusus
untuk gangguan yang berasal dari kegagalan belajar, baik gagal
mempelajari kompetensi yang dibutuhkan ataupun gagal dalam
mempelajari pola penanggulangan masalah yang maladaptif.
f) Gila (insanity), merupakan istilah hukum yang
mengidentifikasikan bahwa individu secara mental tidak
mampu untuk mengelolah masalahmasalahnya atau melihat
konsekuensikonsekuensi dari tindakannya. Istilah ini menunjuk
pada gangguan mental yang serius terutama penggunaan istilah
yang bersangkutan dengan pantas tidaknya seseorang yang
melakukan tindak pidana di hukum atau tidak.