Anda di halaman 1dari 24

Syok Hipovolemik

Oleh:

Rahmi Fitri (1210312116)

Atika Rosandali (1210313034)

Putri Juita Khairatih (1210313052)

Preseptor :

dr. Beni Indra, Sp.An

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP. DR. M. DJAMIL

PADANG

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical Science Session yang
berjudul Syok Hipovolemik. Referat ini ditujukan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Anestesiologi dan
Reamnimasi RSUP DR. M. Djamil Padang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Beni Indra, Sp.An sebagai


preseptor. Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
membaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap makalah ini
dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang
Syok Hipovolemik terutama bagi diri penulis dan bagi rekan-rekan sejawat
lainnya.

Padang, Maret 2017

Penulis

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
Daftar Isi .............................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
1.4 Metode Penulisan ............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 3
2.1. Syok Hipovolemik ................................................................................................ 3
2.1.1 Definisi ........................................................................................................ 3
2.1.2 Klasifikasi ..................................................................................................... 3
2.1.3 Etiologi ........................................................................................................ 4
2.1.4 Gejala dan tanda ......................................................................................... 4
2.1.5 Patofisiologi................................................................................................. 5
2.1.6 Diagnosis ..................................................................................................... 7
2.2 Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ ................................................... 15
BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 19

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu kasus kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera

adalah syok. Syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai tidak

adekuatnya transpor oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh gangguan

hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan

vaskuler sistemik, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel, dan

sangat kecilnya curah jantung. Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadinya,

syok dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu syok hipovolemik, syok

distributif, syok obstruktif, dan syok kardiogenik.1

Syok hipovolemik yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah

secara akut (syok hemoragik) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab

kematian tertinggi di negara-negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Salah

satu penyebab terjadinya syok hemoragik tersebut diantaranya adalah cedera

akibat kecelakaan.1

Apabila syok hipovolemik berkepanjangan tanpa penanganan yang baik

maka mekanisme kompensasi akan gagal mempertahankan curah jantung dan isi

sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi/perfusi

jaringan, hipotensi, dan kegagalan organ. Pada keadaan ini kondisi pasien sangat

buruk dan tingkat mortalitas sangat tinggi. Apabila syok hipovolemik tidak

ditangani segera akan menimbulkan kerusakan permanen dan bahkan kematian.

Perlu pemahaman yang baik mengenai syok dan penanganannya guna

menghindari kerusakan organ lebih lanjut.2


Oleh karena itu, sebagai calon dokter dan tenaga yang terampil, dokter

muda perlu membekali dirinya dengan pengetahuan yang baik berhubungan

dengan syok hipovolemik agar dokter muda dapat menangani syok hipovolemik

dengan cepat dan tepat untuk menghindari komplikasi dan bahkan kematian.

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas syok hipovolemik, mencakup didalamnya definisi,

klasifikasi, etiologi, gejala dan tanda, derajat syok, patofisiologi, diagnosis, dan

penanganan pasien syok hipovolemik

1.3 Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

tentang syok hipovolemik

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Syok Hipovolemik

2.1.1 Definisi

Syok hipovolemik adalah kehilangan akut volume peredaran darah yang

menyebabkan suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan menyebabkan

inadekuatnya hantaran oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Keadaan apapun

yang menyebabkan kurangnya oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada

dalam keadaan syok.4

2.1.2 Klasifikasi

Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik

dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau derajat:5

Tabel 2.1 Klasifikasi Syok Hipovolemik Menurut American Collegeof Surgeon

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Kehilangan darah Sampai 750 750-1500 1500-200 >2000
(mL)
Kehilangan darah Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%
(% volume darah)
Denyut nadi < 100 >100 >120 >140
Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal atau naik Menurun Menurun Menurun
(mmHg)
Frekuensi 14-20 20-30 30-40 >35
pernafasan
Produksi urin >30 20-30 5-15 Tidak
(mL/jam) berarti
CNS/status Sedikit cemas Agak Cemas, Bingung,
mental cemas bingung letargi
Penggantian Kristaloid Kristaloid Kristaloid Kristaloid
cairan (Hukum dan darah dan darah
3:1)

3
2.1.3 Etiologi

Penyebab dari syok hipovolemik dibagi menjadi dua yaitu hemoragik dan

non-hemoragik. Syok Hemoragik adalah karena perdarahan meliputi trauma,

pendarahan gastro intenstinal dan ruptur aneurisma. Non-hemoragik adalah karena

kehilangan cairan meliputi diare, muntah dan luka bakar.

Syok hipovolemik disebabkan karena tubuh :6

1. Kehilangan darah/syok hemoragik

Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal

Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks

2. Kehilangan plasma : luka bakar

3. Kehilangan cairan dan elektrolit

Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih

Internal : asites, obstruksi usus

2.1.4 Gejala dan tanda

Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat

nonperdarahan serta perdarahan adalah sama meskipun ada sedikit perbedaan

dalam kecepatan timbulnya syok.1

Gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan

darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat

dikompensasi oleh tubuh. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak

mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara

umum, syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan

nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek,

ujung-ujung ekstremitas dingin, dan pengisian kapiler lambat.1

4
Tabel 2.1 Gejala Klinis Syok Hipovolemik

Ringan Sedang Berat

Ekstremitas dingin Sama, ditambah: Sama, ditambah:


Waktu pengisian kapiler Takikardia Hemodinamik tidak
meningkat Takipnea stabil
Diaporesis Oliguria Takikardia bergejala
Vena kolaps Hipotensi ortostatik Hipotensi
Cemas Perubahan kesadaran
Sumber: Cho et al., 2008.

Perubahan dari syok hipovolemik ringan menjadi berat dapat terjadi

bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien lanjut dan memiliki

penyakit berat.7

2.1.5 Patofisiologi

Respon dini terhadap kehilangan darah adalah mekanisme kompensasi

tubuh yang berupa vasokonstriksi di kulit, otot, dan sirkulasi viseral untuk

menjaga aliran darah yang cukup ke ginjal, jantung, dan otak. Respon terhadap

berkurangnya volume sirkulasi akut yang berkaitan dengan trauma adalah

peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga cardiac output. Dalam

banyak kasus, takikardi adalah tanda syok paling awal yang dapat diukur.5

Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahanan vaskular

perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan menurunkan

tekanan nadi tetapi hanya sedikit meningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon

lainnya yang bersifat vasoaktif dilepaskan ke sirkulasi selama kondisi syok,

termasuk histamin, bradikinin, dan sejumlah prostanoid dan sitokin-sitokin

lainnya. Substansi-substansi ini mempunyai pengaruh besar terhadap

mikrosirkulasi dan permeabilitas vaskular.


5
Pada syok perdarahan yang dini, mekanisme pengembalian darah vena

dilakukan dengan mekanisme kompensasi dari kontraksi volume darah dalam

sistem vena yang tidak berperan dalam pengaturan tekanan vena sistemik. Namun

kompensasi mekanisme ini terbatas. Metode yang paling efektif dalam

mengembalikan cardiac output dan perfusi end-organ adalah dengan menambah

volume cairan tubuh/darah.5

Pada tingkat selular, sel-sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak

memadai mengalami kekurangan substrat esensial yang diperlukan untuk proses

metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada tahap awal, terjadi

kompensasi dengan proses pergantian menjadi metabolisme anaerobik yang

mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembang menjadi asidosis

metabolik. Bila syok berkepanjangan dan pengaliran substrat esensial untuk

pembentukan ATP tidak memadai, maka membran sel akan kehilangan

kemampuan untuk mempertahankan kekuatannya dan gradien elektrik normal pun

akan hilang.5

Pembengkakan retikulum endoplasma adalah tanda struktural pertama

dari hipoksia seluler, menyusul segera kerusakan mitokondria, robeknya lisosom,

dan lepasnya enzim-enzim yang mencerna elemen-elemen struktur intraseluler

lainnya. Natrium dan air masuk ke dalam sel dan terjadilah pembengkakan sel.

Penumpukan kalium intraseluler juga terjadi. Bila proses ini tidak membaik, maka

akan terjadi kerusakan seluler yang progresif, penambahan pembengkakan

jaringan, dan kematian sel. Proses ini meningkatkan dampak kehilangan darah dan

hipoperfusi jaringan.

6
2.1.6 Diagnosis

Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa

ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan (Cho et

al., 2008). Ketidakstabilan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok

hipovolemik berupa penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah,

peningkatan tahanan pembuluh darah, dan penurunan tekanan vena sentral.8

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya

syok hipovolemik tersebut dapat berupa pemeriksaan pengisian dan frekuensi

nadi, tekanan darah, pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung-ujung jari, suhu

dan turgor kulit.1

Setelah pemeriksaan fisik dilakukan, langkah diagnosis selanjutnya

tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik dan stabilitas dari

kondisi pasien itu sendiri. Pemeriksaan laboratorium awal yang mungkin

ditemukan pada keadaan syok hipovolemik, antara lain:9

1. Complete Blood Count (CBC), mungkin terjadi penurunan hemoglobin,

hematokrit dan platelet.

2. Blood Urea Nitrogen (BUN), mungkin meningkat menandakan adanya

disfungsi ginjal.

3. Kadar elektrolit dalam serum mungkin menunjukkan abnormalitas.

4. Produksi urin, mungkin <400 ml/hari atau tidak ada sama sekali.

5. Pulse oximetry, mungkin menunjukkan penurunan saturasi oksigen.

6. AGDA, mungkin mengidentifikasi adanya asidosis metabolik.

7. Tes koagulasi, mungkin menunjukkan pemanjangan PT dan APTT.

7
2.1.7 Penatalaksanaan

Langkah awal dalam mengelola syok adalah mengetahui tanda-tanda

klinisnya. Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendiagnosis syok. Diagnosis

awal didasarkan pada gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ dan

oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Definisi syok sebagai ketidak-normalan

dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi

jaringan yang tidak adekuat juga menjadi perangkat untuk diagnosis dan terapi.5

Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari

penyebab syok. Dokter yang bertanggung jawab terhadap penatalaksanaan

penderita harus mulai dengan mengenal adanya syok dengan mencari

kemungkinan penyebab dari keadaan syok tersebut.

a. Pemeriksaan jasmani

Pemeriksaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cedera yang

mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital

awal (baseline recordings) penting untuk memantau respons penderita terhadap

terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat

kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan

penderita mengijinkan.5

1) Airway dan Breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan

cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan

oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

8
2) Circulation (Sirkulasi Kontrol Perdarahan)

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang

jelas terlihat terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai

perfusi jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal)

biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat

perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan

resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat

mengendalikan perdarahan internal.5

3) Disability (Pemeriksaan neurologis)

Dilakukan pemeriksaan neurologis singkat untuk menentukan

tingkat kesadaran, pergerakana mata dan respons pupil, fungsi motorik dan

sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti

perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan

fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cedera intrakranial

tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan

perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut

dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.

4) Exposure (Pemeriksaan Tubuh Lengkap)

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan

jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai

ke jari kaki sebagai bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi

penderita, sangat penting dilakukan tindakan untuk mencegah hipotermia.

Pemakaian penghangat cairan, maupun cara-cara penghangatan internal

maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah hipotermia.5

9
5) Dilatasi lambung Dekompresi

Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya

pada anak-anak, dan dapat mengakibatkan hipotensi dan disritmia jantung

yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi

saraf vagus yang berlebihan. Distensi lambung membuat terapi syok

menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung

membesarkan risiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi

yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan

memasukkan selang/pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan

memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun,

walaupun penempatan pipa sudah baik, masih ada kemungkinan terjadi

aspirasi.

6) Pemasangan kateter urin

Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan

adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau

produksi urin.

b. Akses pembuluh darah

Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling penting

dilakuakan dengan memasukkan dua kateter intravenaukuran besar sebelum

dipertimbangkan jalur vena sentral.5

c. Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan

ini mengisi intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume

vaskular dengan cara menggantikan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial

10
dan intraselular. Larutan ringer laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl

fisiologis adalah pilihan kedua. Walupun NaCl fisiologis merupakan pengganti

yang baik namun cair ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis

hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang

baik. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus.

Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg pada anak. Respons

penderita terhadap pemberian cairan ini dipantau, dan keputusan pemeriksaan

diagnostik atau terapi lebih lebih lanjut akan tergantung pada respons ini.10

Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar

diramalkan pada evaluasi awal penderita. Perkiraan kehilangan cairan dan darah,

dapat dilihat cara menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan

oleh penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang

secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan

3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang

hilang kedalam ruang interstitial dan intraselular. Ini dikenal sebagai hukum 3

untuk 1 (3 for 1 rule).

Namun lebih penting untuk menilai respons penderita kepada resusitasi

cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya

keluaran urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi,

jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi

organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang

teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk

syok.10

11
d. Jumlah Perdarahan Dan Penanganannya

Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan

patokan berat badan. Walau dapat bervariasi, volume darah orang dewasa adalah

kira-kira 7% dari berat badan. Dengan demikian laki-laki yang berat 70 kg,

mempunyai volume darah yang beredar kira-kira 5 liter. Bila penderita gemuk

maka volume darahnya diperkirakan berdasarkan berdasarkan berat badan

idealnya, karena bila kalkulasi didasarkan berat badan sebenarnya, hasilnya

mungkin jauh di atas volume sebenarnya. Volume darah anak-anak dihitung 8%

sampai 9% dari berat badan (80-90 ml/kg).5

Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood Volume) penderita, 65 70

ml/kg berat badan. Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik.

Kehilangan 10% - 30% EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat.

Kehilangan lebih dari 30% - 50% EBV masih dapat ditunjang untuk sementara

dengan cairan saja sampai darah transfusi tersedia. Total volume cairan yang

dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar antara 1 3 x volume

yang hilang.5

Pada bayi dan anak yang dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan

darah sebanyak 10-15% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi

badan, maka cukup diberi cairan kristaloid atau koloid, sedangkan diatas 15%

perlu transfusi darah karena ada gangguan pengangkutan oksigen. Sedangkan

untuk orang dewasa dengan kadar hemoglobin normal angka patokannya ialah

20%. Kehilangan darah sampai 20% ada gangguan faktor pembekuan. Cairan

kristaloid untuk mengisi ruang intravaskular diberikan sebanyak 3 kali lipat

jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama.5,10

12
Transfusi darah umumnya 50% diberikan pada saat perioperatif dengan

tujuan untuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume

intravaskular. Kalau hanya menaikkan volume intravaskular saja cukup dengan

koloid atau kristaloid. Indikasi transfusi darah antara lain:

1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr/dL atau Ht < 30%. Pada orang tua,

kelainan paru, kelainan jantung Hb < 10 gr/dL.

2. Bedah mayor kehilangan darah > 20% volume darah.10

Konsensus telah menetapkan suatu ketentuan tentang transfusi darah:11

1. Pasien sehat dengan nilai hematokrit kurang dari 30% membutuhkan

transfusi darah perioperatif.

2. Pasien yang menderita anemia akut (seperti kehilangan darah intraoperatif)

dengan kadar hematokrit kurang dari 21% membutuhkan transfusi darah segera.

3. Pasien yang menderita anemia kronik (seperti saat gagal ginjal) dapat

mentoleransi konsentrasi hemoglobin kurang dari 7 g/dL.

Selain ketentuan transfusi seperti di atas, terdapat guideline lain yang

direkomendasikan dari American Society of Anesthesiologist, yaitu.11

1. Transfusi jarang diindikasikan saat konsentrasi hemoglobin lebih besar

daripada 10 g/dl dan hampir selalu diindikasikan saat nilai Hb 6 g/dl, terutama

pada kondisi anemia yang akut.

2. Pada pasien dengan kadar Hb 6-10 g/dL, transfusi darah bergantung pada

risiko komplikasi akibat oksigenasi yang tidak adekuat.

3. Pemberian transfusi darah perlu mempertimbangkan fisiologi tubuh dan

oksigenasi jaringan.

13
4. Jika tersedia, pemberian transfusi darah autolog prabedah, intrabedah dan

pascabedah pada hemodilusi normovolemik akut dan kehilangan darah yang

mengakibatkan hipotensi dapat memberikan manfaat pada pasien.

5. lndikasi transfusi sel darah merah autolog lebih banyak dibandingkan

dengan sel darah merah alogenik karena risiko yang lebih rendah.

Pada tahun 1998, Habibi dkk. juga merekomendasikan indikasi transfusi

darah mengikuti rule of thumb, bahwa administrasi dari 1 unit PRC akan

meningkatkan nilai Hb 1 gr/dL nilai hematokrit sebesar 3-5%:11,10

1. Kehilangan darah lebih dari 20% volum darah (>100 mL)

2. Kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dL

3. Kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl dengan penyakit mayor (misalnya

emfisema,penyakit jantung iskemik).

4. Kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dL setelah transfusi dengan darah

autolog.

5. Kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan pasien yang bergantung pada

ventilator.

e. Pengobatan dengan Obat-obat Simptomatik

Obat-obat simptomatik tidak terbukti bermanfaat pada syok hemoragik.

Alasannya adalah bahwa pada syok hemoragik, system saraf simpatis hampir

selalu telah menjadi teraktivasi secara maksimal oleh refleks sirkulasi dan ada

begitu banyak norepinefrin dan epinefrin yang bersikulasi dalam darah sehingga

obat simpatomimetik pada dasarnya tidak memberi efek tambahan yang

bermanfaat.12

14
f. Terapi Lain

Pengobatan dengan posisi kepala di bawah. Dengan menempatkan

penderita dengan kepala 12 inci lebih rendah daripada kaki akan sangat membantu

dalam meningkatkan alir balik vena dan dengan demikian menaikkan curah

jantung. Posisi kepala di bawah ini adalah tindakan pertama dalam pengobatan

berbagai macam syok.12,13

2.2 Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ

Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang

digunakan untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respons

penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi

merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke

normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak memberikan informasi

tentang perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan peredaran

kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kualitasnya sukar

ditentukan.5

Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk

perfusi ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran

darah ginjal yang cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik.

Sebab itu, keluaran urin merupakan salah satu dari pemantauan utama resusitasi

dan respons penderita.

Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau

aliran darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan

keluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada

anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam untuk bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang,

15
atau makin turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini

menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya

penggantian volume dan usaha diagnostik.

Respons penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk

menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara

berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah

pengelolaannya berdasarkan respons penderita pada resusitasi cairan awal.

Dengan melakukan observasi terhadap respons penderita pada resusitasi awal

dapat diketahui penderita yang kehilangan darahnya lebih besar dari yang

diperkirakan, dan perdarahan yang berlanjut dan memerlukan pengendalian

perdarahan internal melalui operasi. Dengan resusitasi di ruang operasi dapat

dilakukan kontrol langsung terhadap perdarahan oleh ahli bedah dan dilakukan

pemulihan volume intravaskular secara simultan.

Resusitasi di ruang operasi juga membatasi kemungkinan transfusi

berlebihan pada orang yang status awalnya tidak seimbang jumlah kehilangan

darah. Adalah penting untuk membedakan penderita dengan hemodinamik stabil

dengan hemodinamik normal. Penderita yang hemodinamik stabil mungkin tetap

ada takikardi, takipneu, dan oliguri, dan jelas masih tetap kurang diresusitasi dan

masih syok. Sebaliknya, penderita yang hemodinamik normal adalah yang tidak

menunjukkan tanda perfusi jaringan yang kurang memadai. Pola respons yang

potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok: respons cepat, respons sementara,

respons minimum atau tidak ada pada pemberian cairan.5

16
a. Respons cepat

Penderita kelompok ini cepat memberi respons kepada bolus cairan awal

dan tetap hemodinamik normal setelah bolus cairan awal selesai dan cairan

kemudian diperlambat sampai kecepatan rumatan/maintenance. Penderita seperti

ini biasanya kehilangan volume darah minimum. Untuk kelompok ini tidak ada

indikasi bolus cairan tambahan atau pemberian darah lebih lanjut. Jenis darahnya

dan crossmatch nya tetap dikerjakan. Konsultasi dan evaluasi pembedahan

diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena intervensi operatif mungkin

masih diperlukan.5

b. Respons sementara

Kelompok yang kedua adalah penderita yang berespons terhadap

pemberian cairan, namun bila tetesan diperlambat hemodinamik penderita

menurun kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsung, atau

resusitasi yang tidak cukup. Jumlah kehilangan darah pada kelompok ini adalah

antara 20 - 40% volume darah. Pemberian cairan pada kelompok ini harus

diteruskan, demikian pula pemberian darah. Respons terhadap pemberian darah

menentukan penderita mana yang memerlukan operasi segera.5

c. Respons minimal atau tanpa respons

Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, kondisi hemodinamik

pasien tetap buruk dengan respons minimal atau tanpa respons, ini menandakan

perlunya operasi segera. Walaupun sangat jarang, namun harus tetap diwaspadai

kemungkinan syok non-hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio

miokard. Kemungkinan adanya syok non-hemoragik harus selalu diingat pada

kelompok ini.5

17
BAB 3

KESIMPULAN

Syok hipovolemik adalah suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun

dan menyebabkan inadekuatnya hantaran oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel.

Keadaan tersebut ditandai dengan penurunan volume darah, akral dingin, pucat,

takikardi, hipotensi dan penurunan kesadaran.

Penyebab dari syok hipovolemik dibagi menjadi dua yaitu hemoragik dan

non-hemoragik. Syok Hemoragik adalah karena perdarahan meliputi trauma,

pendarahan gastro intenstinal dan ruptur aneurisma. Non-hemoragik adalah karena

kehilangan cairan meliputi diare, muntah dan luka bakar.

Gejala dan tanda dari syok hipovolemik meliputi peningkatan frekuensi

jantung dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan

turgor yang jelek, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan pengisian kapiler lambat.

Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi pemeriksaan jasmani, akses

pembuluh darah, terapi cairan, transfusi darah, pengobatan dengan obat

simptomati, dan terapi lain.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Hardisman. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik :

Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3); 178-182.

2. Danusantoso MM, Pudjiadi AH, Djer MM, Widodo DP, Kaban RK,

Andriastuti M. Pengukuran indeks syok untuk deteksi dini syok hipovolemik

pada anak dengan takikardi: Telaah terhadap perubahan indeks isi sekuncup.

Sari Pediatri; 2014. 15(5): 319-20.

4. Greenberg M.I. Hypovolemic Shock. In: Greenberg's Text Atlas of

Emergency Medicine. Philadelphia: Lippicott Williams & Willkins; 2005.

5. American College of Surgeons Commite On Trauma. Advanced Trauma Life.

United of States of America; 2012.

6. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Setiyohadi B, Simadibrata M, Syam AF. Syok

Hipovolemik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna

Publishing; 2014. p.4122-4144.

7. Cho CS, Rothrock SG. Circulatory emergencies: shock. Dalam: Baren JM,

Rothrock SG, Brennan JA, Brown L, penyunting. Pediatric emergency

medicine. Philadelphia: Elsevier; 2008.h.78-93.

8. Leksana, E. Dehidrasi dan Syok. CDK-228. 2015; Vol. 42 no. 5; 391-394.

9. Schub, T. and March, P. 2014. Shock, Hypovolemic. Cinahl Information

Systems.

19
10. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Fluid Management and Blood

Component Therapy. Dalam: Morgan & Mikhails Clinical Anesthesiology,

5th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2013.

11. Ratna F et al. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Universitas Indonesia, 2012.

12. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 13th ed. America:

Elsevier. 2016.

13. Muhiman, M. Thaib, M. Sunatrio, S. Dahlan, R. Anestesiologi. Jakarta :

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. FKUI; 1989.

20

Anda mungkin juga menyukai