Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan infeksi virus yang

menyebabkan kegagalan sistem kekebalan tubuh pada manusia. Virus akan

terus merusak sel-sel darah putih dan akan menimbulkan penyakit yang

dikenal dengan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Menurunnya

kekebalan tubuh akibat infeksi virus manusia akan lebih mudah terpapar

berbagai penyakit infeksi atau di sebut juga dengan infeksi oportunistik

(Kementrian Kesehatan RI, 2014). Data yang dilaporkan UNAIDS (United

Nations Acquired Imune Deficiency Syndrome) tahun 2017, di seluruh dunia

tercatat 36.900.000 orang yang terinfeksi HIV. Indonesia menyumbang angka

620.000 dari total 5,2 juta jiwa di Asia Pasifik yang terjangkit HIV/AIDS

(UNAIDS, 2017). Jumlah penderita HIV dari data Kementrian Kesehatan RI

pada bulan Oktober sampai dengan Desember jumlah orang yang terinfeksi

HIV yang dilaporkan sebanyak 14.640 orang (Kementrian Kesehatan RI,

2017).

Komplikasi neurologi pada penderita hiv dapat mengenai susunan

saraf tepi dan susunan saraf pusat. Komplikasi yang dapat mengenai susunan

saraf pusat bermanifestasi sebagai demensia terkait HIV (7% dari penderita

1
2

HIV) dengan gejala didapatkan gangguan kognitif, motoric, dan gangguan

perilaku

2
3

(Antinori et al., 2007). Gangguan neurokognitif tersebut dikenal dengan

HAND (HIV-Associated with Neurocognitive Disorder) berupa Asymptomatic

Neurocognitive Impairment (ANI), Mild Neurocognitive Disorder (MND), dan HIV-

Associated Dementia (HAD) (Antinori et al., 2007). Kondisi klinis dari keadaan

gangguan kognitif yang bersifat sedang sampai berat biasanya muncul pada fase akhir

dari infeksi HIV sementara gangguan kognitif yang lebih ringan, dapat timbul sejak

kondisi asimtomatik atau kondisi awal dari infeksi HIV (Wilkie et al.,1998).

HIV yang terkait dengan dengan gangguan neurocognitive (HAND)

merupakan isu utama yang disorot diseluruh dunia, sebagai akibat dari pengenalan

Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART) dan meningkatnya usia harapan

hidup. Walaupun sudah menggunakan antiretroviral, angka kejadian gangguan

kognitif pada pasien HIV masih cukup tinggi (>50%) dan HAND (HIV-Associated

with Neurocognitive Disorder) sudah bergeser dari gejala yang berat menjadi ringan

(Cysique et al., 2010). Prevalensi ini terus meningkat bahkan didaerah dengan akses

yang baik ke HAART (Heaton et al., 2010). Bukti telah menunjukan bahwa ada

perubahan neurobiologis dan kelainan otak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif

(Jiang et al., 2015). Gangguan neurocognitive memiliki dampak signifikan pada

kematian dini (Vivithanaporn et al., 2012), kesulitan dalam kegiatan kehidupan

sehari-hari (Fazeli et al., 2014; Nakku, Kinyanda, & Hoskins, 2013), dan

meningkatkan biaya perawatan kesehatan (Yeung et al., 2006). Faktor independen

dari HAND yaitu bisa karena terinfeksi oleh HIV dan bertambahnya usia (Antinori et

al., 2007; Hazleton, Berman, & Eugenin, 2010; Talukdar et al, 2013). Walaupun

demikian, masih ada efek HAART yang belum jelas, apakah factor protektif atau

factor resiko HAND dan konsekuensinya pada kualitas hidup di antara pasien dengan

HIV/AIDS.
4

Keberhasilan HAART memiliki dampak positif pada harapan hidup yang lebih

panjang, pada usia 20 tahun meningkat dari 36,1 tahun menjadi 49,4 tahun (Hogg,

2008). Prevalensi HAND di prediksi akan terus meningkat seiring dengan

meningkatnya usia harapan hidup. Studi-studi melaporkan bahwa orang yang lebih

tua dengan HIV berisiko tinggi mengalami kerusakan neurokognitif yang lebih buruk

(Fazeli et al., 2014; Mindt et al., 2014). Dalam studi cross sectional, prevalensi

HAND (HIV-Associated with Neurocognitive Disorder) berkisar antara 7% hingga

70% baik di negara maju maupun berkembang (Leung, Lee, Lam, Chan, & Wu, 2011;

Meade, Towe, Skeede, & Robertson, 2015; Nakku et al. 2013; Yusuf et al., 2014; T.

Zhao et al., 2015). HAND (HIV-Associated with Neurocognitive Disorder)

merupakan seluruh domain yang terjadi pada penuaan normal, seperti fungsi kognitif

global, kecepatan pemrosesan, memori, fungsi eksekutif, dan memori kerja (Fialho et

al., 2015; Meade et al., 2015). Dengan mempertimbangkan masalah utama di atas,

pasien dengan HIV/AIDS merupakan populasi yang rentan untuk mengembangkan

HAND (HIV-Associated with Neurocognitive Disorder) yang mungkin kurang

dilaporkan dalam penelitian sebelumnya.

Bukti menunjukkan ketidakpatuhan terhadap HAART mengakibatkan

penekanan virus yang tidak lengkap di sistem saraf pusat yang mengarah pada

penurunan fungsi kognitif (Hazleton et al., 2010; Meeker, Asahchop, & Power, 2014;

Nightingale et al., 2014; Woods, Moore, Weber, & Gran, 20019). Selain itu, tahapan

HAART dengan penggunaan jangka panjang juga menghasilkan gangguan kognitif

(Watkins et al., 2015). Penelitian neuroimaging menyoroti bahwa HAART telah

dikaitkan dengan peradangan pada korteks temporal dan hippocampus, sehingga

menyarankan suatu hubungan dengan memori kerja (Letendre et al., 2008; Sacktor et

al., 2005). Berbeda dengan penelitian di atas, penelitian lain menemukan bahwa
5

HAART dapat melindungi otak dari demensia. Setelah HAART diterapkan, demensia

terkait HIV telah menurun secara signifikan (Heaton et al., 2010).

Kualitas hidup adalah hasil inti dari perawatan HIV/AIDS. Kualitas hidup

dalam infeksi HIV telah terbukti berhubungan langsung dengan stadium penyakit,

jumlah CD4, dan gejala (Degroote, Vogelaers, D., & Vandijck, 2014). Penelitian telah

membuktikan dampak HAART pada peningkatan kualitas hidup di antara pasien

dengan HIV/AIDS (da Silva, Bunn, Bertoni, Neves, O. A., & Traebert, 2013).

Namun, dampak HAND pada kualitas hidup hanya menerima sedikit perhatian dalam

literature dan tetap tidak konsisten. Beberapa studi menemukan dampak HAND pada

kualitas hidup yang buruk (Sassoon et al., 2012). Penelitian lain gagal meniru efek

signifikan HAND (HIV-Associated with Neurocognitive Disorder) pada kualitas

hidup (Thein et al., 2007). Oleh karena itu, penilaian kualitas hidup perlu

dipertimbangkan ketika menilai HAND (HIV-Associated with Neurocognitive

Disorder) di era HAART.

Hasil penelitian mengenai gangguan neurocognitive pada populasi penelitian

sebesar 52,1% dengan domain kognitif yang paling banyak terganggu adalah domain

memori (Silvi et al., 2015). Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan di RS. Dr.

Saiful Anwar Malang didapatkan hasil penderita HIV/AIDS yang mengalami

gangguan kognitif sebanyak 9 orang, jumlah penderita yang probabel mengalami

gangguan kognitif sebanyak 25 orang, dan penderita yang memiliki fungsi kognitif

normal sebanyak 7 orang (Harahap & Rianawati, 2014). Penelitian ini sebelumnya di

Indonesia pernah dilakukan tetapi hanya berfokus pada setiap variabel saja,

sedangkan di penelitian ini saya akan melakukan penelitian tentang hubungan dua

variabel tersebut.
6

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, pasien HIV/AIDS

dengan berbagai factor bisa memicu HAND (HIV-Associated with Neurocognitive

Disorder) yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup dan

bisa berpengaruh pada kualitas hidup pasien HIV/AIDS, maka permasalahan

dirumuskan sebagai berikut :

Apakah terdapat hubungan HAND (HIV-Associated with Neurocognitive Disorder)

terhadap kualitas hidup pasien HIV/AIDS ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan HAND (HIV-Associated with

Neurocognitive Disorder) terhadap kualitas hidup pasien HIV/AIDS

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini yaitu :

a. Mengidentifikasi HAND (HIV-Associated with Neurocognitive Disorder)

pasien HIV/AIDS

b. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien HIV/AIDS

c. Mengidentifikasi keeratan hubungan HAND (HIV-Associated with

Neurocognitive Disorder) terhadap kualitas hidup pasien HIV/AIDS

D. Manfaat Penelitian
7

1. Manfaat Praktis

a. Bagi institusi kesehatan

Hasil penelitian ini dapat menambah pemahaman dan pengetahuan

bagi institusi kesehatan agar senantiasa memberikan edukasi dan motivasi

terkait penyakit HIV/AIDS agar pasien lebih percaya diri untuk dapat

mengatasi masalah yang timbul akibat penyakitnya.

b. Bagi profesi keperawatan

Memberikan informasi bagi perawat tentang pentingnya mengenali

HAND (HIV-Associated with Neurocognitive Disorder) untuk mengetahui

bagaimana kualitas hidup pasien tersebut.

2. Manfaat Akademis

a. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang

berguna untuk dijadikan acuan bagi civitas akademika, mengenai hubungan

HAND (HIV-Associated with Neurocognitive Disorder) terhadap kualitas

hidup pasien HIV/AIDS.

b. Bagi keilmuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

meningkatkan pemahaman terhadap keilmuan kesehatan tentang hubungan

HAND (HIV-Associated with Neurocognitive Disorder) terhadap kualitas

hidup pasien HIV/AIDS.

Anda mungkin juga menyukai