Anda di halaman 1dari 20

BAB XII

MODAL INTELEKTUAL
DAN KEUNTUNGAN INVESTASI PENDIDIKAN

12.1. PENDAHULUAN

Peristiwa politik dan ekonomi kekinian, terutama sejak tahun 1980-an, telah
mengubah fenomena dunia menjadi sebuah pasar ziobal Kondisi sama juga
tampak pada dunia pasar di yang negara-negara terbelakang dan sedang
berkembang sekalipun. Pasar-pasar batu atau kustomer kustomer baru
mendongkrak kreasi kebutuhan untuk lahim produk-produk baru Semua ini
menjadi peluang bagi manusia kreatif dan inovatif untuk memperoleh
keuntungan balik bagi keberlangsungan pembangunan

Aneka pertumbuhan kebutuhan telah merangsang pengalokasian dana untuk


keperluan pendidikan, pelatihan dan penelitian dan pengembangan. Jumlah
keragaman pelaku ekonomi" telah berkembang secara dramatik. Kemunculan
pelaku ckonomi yang makin kompetitif telah mendorong inovasi, kreativitas,
sistem kerja yang efektif dan efisien, kemampuan berkompetisi, dan filosofi baru
dalam bekerja.

Di tengah-tengah ketidakmampuan bersaing, banyak warga negara di negara-


negara terbelakang dan sedang berkembang cenderung makin tamak pada
sumber daya alam yang jauh dari mencukupi (gresping for scarse
resources.Bahan tambang dikuras sesuka hati, tanpa memerhatikan dimensi
lingkungan.Hutan pun menjadi gundul akibat peladangan berpindah, sistem
pengusahaan hutan yang tidak memerhatikan dimensi kelestarian lingkungan,
ekspansi wilayah pemukiman dan lahan sawah menjadi lokasi pembangunan
pabrik.Bahkan, kawasan daerah aliran sungai (DAS), kawasan cagar alam, dan
cagar budaya pun ikut terlibas. Bersamaan dengan itu, alokasi dana untuk
investasi di bidang pengembangan SDM nyaris tidak pernah dinomorsatukan,
sehingga masyarakat di negara-negara terbelakang dan sedang berkembang ini
sangat jauh dari keunggulan untuk bersaing.

Jepang merupakan salah satu contoh negara yang secara demonstratif terus
mengembangkan program penelitian dan pengembangan dengan
mengalokasikan dana 2,9% dari GNP, antara lain digunakan sebagai jalan
untuk mengembangkan ta pasar Negara ini dapat menjadi pada lingkungan
yang membudayakan mutu terpadu. Perusahaan-perusahaan multinasional pun
melakukan program penelitian dan penembangan untuk mendapatkan
keuntungan secara kompetitif.

Itulah secuil gejala di balik tekanan globalisasi.Gejala fenomenal di balik isu


globalisasi direspons secara beragam oleh banyak orang, terutama bagi mereka
yang telah menjadi masyarakat intelektual.Ada orang yang tidak lebih dari
139
sebatas melafalkannya dan ada yang memang siap menghadapinya secara
intelektual, ekonomi dan sosial.Sebagian lagi berpikir realistik dengan menjalani
kehidupan ini secara bersahaja dan membangun persepsi bahwa hadirnya
ketiga merupakan rentang perjalanan waktu secara normal yang tidak hukum
alam, laksana adanya kelahiran dan kematian. Mungkin juga ada orang yang
berkontemplasi untuk mengevaluasi masa lalu mengenai dirinya dan yang telah
dikerjakannya, untuk kemudian menentukan strategi atau setidaknya strategi
alternatif dalam kerangka mengada geliat peradaban

12.2. INTEGRASI EKONOMI DAN FRAGMENTASI POLITIK

Secara makro, dari perspektif telaah kualitatif akademik, selayaknya kita


bertanya mengenai fenomena dominan yang akan terjadi pada era globalisasi
atau kesejagatan ini
Menurut Daniel Bell (1978), kehidupan era globalisasi abad ke-21 ditandai oleh
dua ranah kecenderungan besar yang bertentangan.
1. Kecenderungan untuk berintegrasi atau bersinergi dalam kehidupan ekonomi
2. Kecenderungan untuk terpecah belah atau terfragmentasi dalam kehidupan
politik.

Fragmentasi secara politik ini telah terjadi di bekas negara Yugoslavia, bekas
wilayah Uni Soviet, beberapa negara Afrika, Pakistan, Belgia, Spanyol, dan lain-
lain, bahkan di Indonesia. terfragmentasi secara politik setidaknya disebabkan
oleh empat hal, yaitu perbedaan bahasa, pengalaman sejarah, etnisitas, dan
agama. kawasan terfragmentasi secara politik, terutama di situs-situs konflik,
tragedi kemanusiaan amat mengerikan dan proses pemanusiaan mengalami
kemandegan, di samping kenelangsaan secara ekonomi.

Integrasi ekonomi menjelma dalam bentuk aneka persekutuan, seperti


European Union (EU) di Eropa, North American Free Trade Area (NAFTA) di
Amerika Utara, Asian Pacific (APEC) di Asia dan Pasifik, dan Asean Free Trade
Area (AFTA) di Asia Tenggara Integrasi ekonomi memutlakkan kemampuan
masyarakat bangsa untuk siap bermitra sekaligus berkompetisi secara sehat
dan bermutu. Persekutuan ekonomi bukanlah sebuah wacana atau retorika
untuk menunjukkan bahwa masyarakat bangsa yang tergabung atau terimbas
dengannya telah siap melainkan harus benar-benar siap.

Sebagai sebuah konsep, globalisasi menggambarkan dominasi horison


kompetitif yang mendorong orang-orang optimis untuk berpikir global dengan
tindakan-tindakan kompetitif yang meskipun menginternasional diharapkan tetap
membumi. Kehadiran era global telah mendorong kelahiran atas ide-ide baru
(competition for new ideas) dan bersamaan dengan itu, praktik-praktik baru pun
telah muncul dengan kultur dan kemampuan persaingan secara ekonomi yang
berbeda. Keunggulan-keunggulan komparatif yang selama ini dipandang

140
memadai untuk memenangi sebuah persaingan, saat ini terasa tidak lagi
memadai

Ranah berpikir kita harus didorong kuat untuk membangun tatanan keunggulan
kompetitif, meskipun keunggulan komparatif tidak selalu berarti harus
ditinggalkan.Salah satu keunggulan kompetitif adalah modal kualitas manusia
yang secara kontinu mampu merekayasa diri menjadi manusia ekonomi dan
sosial agar tetap berada pada posisi yang bersesuaian dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan dinamika sosial dan kemanusiaan pada umumnya.

12.3. NORMA PENDIDIKAN MENUJU MASYARAKAT EKONOMI PASAR

Tujuan-tujuan di atas dan sejalan dengan perkembangan IPTEK dan kemajuan


masyarakat yang terus berubah menyebebkan terjadinya sejumlah pergeseran
norma kemasyarakatan, termasuk pergeseran perilaku dalam kinerja
masyarakat pendidikan. Pergeseran norma-norma kemasyarakatan dan
pergeseran kinerja masyarakat pendidikan pada umumnya dimaksudkan agar
institusi pendidikan mampu mendukung.

Tatanan ekonomi baru pada era global yang disebut sebagai ekonomi pasar
terbuka.Beberapa pergeseran paradigm dimaksud disajikan berikut ini.
Pertama, hubungan masyarakat institusi persekolahan bergeser dari pola
adversarial, ketika antarpihak cenderung berjalan sendiri sendiri dan terkotak-
kotak kepola kooperatif yang mensyaratkan kerjasama dengan format win-win
relationship. Pada format hubungan kooperatif, tiap-tiap unsur masyarakat
institusi persekolahan dituntut memiliki kemampuan akomodatif, modifikatif,
elaborative, dan absorbtif terhadap keragaman minat, potensi, dan aspirasinya
dalam kerangka merespons tuntutan pasar global.

Kedua, unit-unit organisasi di lingkungan institusi pendidikan akan melakukan


pergeseran eksistensial dari posisinya sebagai organisasi birokratik ke
organisasi tim dengan jiwa profesionalisme yang menekankan pada pendekatan
kolegial, meminimalkan otoritas garis komando melalui pengoptimalan
hubungan koordinasi dan layanan, serta mereduksi efek buruk birokratisme. Hal
ini hanya akan menjelma secara real jika ditunjang oleh gaya kepemimpinan tim
atau kepemimpinan demokratik yang menekankan pada keseimbangan antara
otonomi dan akuntabilitas.

Ketiga, kultur kerja akan bergeser dari kecendrungan complain, berstandar


ganda, menunggu isyarat, dan serba takut melakukan prakarsa menuju formula
yang menekankan inisiatif, percaya diri, dan otonom dibawah paying
manajemen institusi. Disini , ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
oleh SDM lembaga pendidikan, seperti kedewasaan, keluasan wawasan, dan
kemampuan menggali potensi lembaga agar menjadi otonom, tanpa menafikan

141
subsidi pemerintah dalam aneka bentuk, termasuk bantuan sponsor dalam
kerangka kerja sama antarlembaga.

Pada tatanan praksis, untuk menghasilkan lembaga pendidikan yang bermutu,


refitalisasi kinerja guru/dosen dan siswa/mahasiswa, termasuk system lain
sebagai pendukungnya, tampaknya tidak terhindarkan.

Pertama, guru/dosen dan siswa/mahasiswa harus mampu menciptakan proses


pembelajaran dari penguasaan materi ke belajar berdasarkan hasil akhir, yaitu
bukan semata mata berapa banyak materi yang harus dikuasai oleh
siswa/mahasiswa yang menjadi titik tekan, melainkan apakah materi itu
bermaslahat bagi kehidupannya kelak secara social dan ekonomi.

Kedua, penilaian hasil belajar siswa/mahasiswa harus bergeser dari asesmen


tidak otentik ke asesmen yang berbasis kinerja.Apa yang diases oleh
guru/dosen bukan semata apa yang diakuasai oleh siswa/mahasiswa,
melainkan apakah penguasaannya itu dapat ditampilkan dalam perbuatan nyata
di dunia kerja atau di masyarakat.

Ketiga, pergeseran pembelajaran dari deliveri isi berbasis kelompok ke rencana


studi yang bersifat personal, yaitu siswa/mahasiwa diberi kelulusan untuk
merencanakan studinya sendiri untuk periode waktu tertentu.

Keempat, pergeseran proses pembelajaran dari belajar adversarial ke belajar


kooperatif, dengan titik tekan pada pemecahan masalah. Aktivitas belajar tidak
selalu harus terpaku diruang kelas, melainkan di pusat pusat sumber belajar,
antara lain memanfaatkan potensi yang ada di masyarakat.

Kelima, guru/dosen tidak mungkin lagi hanya berkedudukan sebagai mesin


penjual pengetahuan,melainkan harus mampu tampil sebagai pelatih atau
fasilitator belajar yang andal. Siswa/mahasiswa tidak hanya diajak mengingat
fakta karena yang lebih penting adalah mengupayakan agar mereka memiliki
kemampuan berfikir , terampil memecahkan masalah, dan membuat makna
yang bernilai ekonomi dan social.

Keenam, sumber-sumber belajar konvensional tidak akan memadai lagi


walaupun tetap diperlukan. Dimasa datang, bahkan sejak saat ini, guru/dosen
harus mampu menggunakan sumber belajar berteknologi tinggi, seperti
internet , cd-rom, email dan sebagainya. Dengan proses pembelajaran
semacam ini , mutu lulusan institusi pendidikan diharapkan dapat ditingkatkan,
dalam makna mampu dan siap bersaing, baik dalam kancah local maupun
global.

Kita dan semua masyarakat harus semua membangun dan menumpukan


harapan pada pendidikan.Kebanyakan ekspektasi pendidikan datang dari
pengalaman personal.Orang tua dan anggorta masyarakat bekerja pada
142
lingkungan ekonomi yang sedang mengalami pergeseran (shifting economic
environment). Saat ini, mereka sedang berbelok arang untuk menentukan jenis
pendidikan bagi anak anaknya yang dapat menggaransi lulusan secara lebih
kompetitif dipasar kerja secara nasional dan internasional (nationally and
internationally competitive workplace), saat pekerja yang terampil sudah
menjadi sebuah norma. Bagaimanapun, banyak orang tua dan anggota
masyarakat yang merasa tidak puas dengan hasil hasil yang dicapai oleh
institusi pendidikan, sebagaimana yang mereka saksikan sekarang.

Table 12.1
Transformasi Pembelajaran Era Kompetisi Ekonomi

Lama Baru
Berpusat pada dosen Berpusat pada mahasiswa
Dosen sebagai sumber dan penjual Dosen sebagai fasilitator
pengetahuan
Mahasiswa pasif Mahasiswa aktif
Kerja individual Kerja tim atau kolaborasi
Homogenitas materi bahan ajar Dipersifikasi materi bahan ajar
Materi yang statis Materi yang dinamis
Bahan ajar dipelajari diruang Bahan ajar dipelajari dalam konteks
abstrak
Pemerolehan ketrampilan dasar Pemerolehan dan kompetensi
pemecahan masalah
Pengembangan sikap berbasis Pengembangan sikap berbasis belajar
bahan ajar sepanjang hayat atau leterampilan

Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah pakar mengindikasikan bahwa


kebanyakan generasi muda tidak menemukan cara yang paling cocok untuk
memasuki dunia kerja sebelum mereka berusia 20 tahunan. Disinilah esensi
transformasi pendidikan dan pembelajaran. Paradigm baru tranformasi
pendidikan ( transformation of education asa new educational paradigm)
transformasi proses pendidikan dan pembelajaran ini, langsung atau tidak
langsung, merupakan respons atas tuntutan yang tinggi pada kompetisi
ekonomi.

143
12.4. MODALINTELEKTUAL DAN KOMODITASI AKADEMIK

Institusi pendidikan persekolahan, terutama institusi pendidikan tinggi tidak akan


luput dari landasan globalisasi ini, terutama dalam kapasitasnya menyiapkan
SDM yang bermutu. Tahun tahun terakhir ini, dinamika perubahan yang terjadi
di universitas menunjukkan bahwa kita tengah memasuki agenda kerja yang lain
dari sebelumnya, berupa era baru perguruan tinggi laksana sebuah hall
akademik yang tumbuh pada abad otomasi.

Otomasi merupakan distribusi bahan ajar melalui media online secara digital.
Istilah online bermakna bahwa material bahan ajar dapat diakses melalui
komputer yang menggunakan jaringan atau instrumen telekomunikasi.  Skema
proses pembelajaran semacam ini melahirkan manimalisasi interaksi dosen
dengan mahasiswa seiring dengan dijustifikasi sebagai bagian yang tidak te
based knowledne)  baru berbasis pengetahuan (the new community based
knowledge) dan Otomasi diasumsikan akan dapat memperbaiki kinerja
pembelajaran pemekaran akses secara lebih luas

Meskipun begitu , praktik otimatis sering kali memaksa lahirnya praktik otomasi
sekali dalam sikap kecenderungan-kecenderungan komersial trends tinggi.
Pada mental kelangan pengajar dan manajemen perguruan tataran kehidupan
masyarakat dan peserta didik,  secara kua memberikan tekanan ekonomi dan
pembiayaan pendidikan d Gerakan ini akan melahirkan kutub antagonis antara
mahasiswa Juga dosen pada satu sisi dan manajemen perguruan tinggi pada
sisi lain.  kutub antagonis administrasi universitas dan perusahaan dengan
produk(edycational products)  akan dijual.  Fenomena ini bukanlah sebuah
kecenderungan progresif menuju era baru secara keseluruhan,  melainkan
sebuah kecenderungan regresif menuju era agak kolot,  yaitu universitas
memasuki era produksi massa,  menu sajian terstandardisasi,  dan minat-minat
yang bersifat komersial secara sungguhan

Sekitar tahun 1998,  dua universitas besar di Amerika Uta mendeklarasikan


sinyal secara dramatik berupa era baru pendidikan tinggi ditandai oleh
kehadiran universitas sebagai balls of academ yang memasuki era otomasi.
Pada pertengahan musim Summer tahun 1998 manajemen University California
of Las An(UCLA)  mengumumkan peristiwa historik,  yaitu Inisiatif Perbaikan
Pengajaran(Instructional Enhancement Initiativc)  dengan menggunakan berupa
jaringan komputer untuk seluruh mata ajaran di bidang seni dan sains
Musim gugur tahun 1998 merupakan tonggak sejarah bagi UCLA dalam
penggunaan teknologi telekomunikasi komputer(computer telecommunications
technology untuk memberikan layanan pendidikan tinggi.  Bekerja sama dengan
beberapa korporasi swasta,  seperti The Tim Mirror Company(bapak angkat Los
Angeles Times UCLA menggelar proses pendidikan dengan pendekatan online
sehingga UCLA menjelma sebagai Jaringan Pendidikan Rumah atau Home

144
Education Network Kebijakan yang sama juga dilakukan oleh York University.
Meskipun demikian,  kebijakan ini tidaklah menyenangkan seluruh mahasiswa

Anggapan awal bahwa dengan kebijakan UcLA dan York University para
mahasiswa akan menyenangi cyber ternyata sebaliknya.  Ada indikasi kuat
bahwa mahasiswa tidak secara eksak memiliki antusiasme tenta prospek masa
depan akademik berbasis teknologi tinggi.  Lalu lahirlah protes dari Federasi
Mahasiswa York University(York Federation of Students), dan mereka secara
tahunan mendistribusikan buku-buku teks sebagai satu bentuk peringatan
tentang bahaya pendidikan online.

Kerja sama antara universitas dan mitra kerja perusahaan swasta untuk
menjelmakan sebuah obsesi lahirnya era baru perguruan tingg bukanlah hal
sulit. Namun demikian, hal ini dapat menghilangkan kesejatian proses
pendidikan, berupa interaksi antara mahasiswa dan dosen di ruang kelas
karena mahasiswa tidak cukup hanya berinteraksi dengan papan tulis atau
monitor komput

Mahasiswa tidak cukup hanya mengakses Web site, melainkan harus mampu
melakukan proses interaktif dengan dosennya. Lalu, lahirlah prakarsa
membangun Virtua College atau Virtual University, yaitu interaktif dengan
dosennya melalui mahasiswa dapat melakukan interaktif sehingga lahirlah
fenomena telelecture layar komputer atau televis ikut terdongkrak teleconfrence,
teleworking, dan sebagainya. Fenomena ini i sejalan dengan makin kuatnya
gerakan revolusi di bidang industri. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari
laju perkembangan abad industri dan informasi, termasuk kecenderungan
kehidupan abad ke 21.

Kondisi ini makin menuntut pengelolaan pendidikan berbasis pada teknologi,


yang di Indonesia belum secara serius dijadikan sebagai agenda
kerja.Penerapan kebijakan akademik berbasis teknologi tinggi yang terjadi di
UCLA dan York University rnendapat respons negatif dari mahasiswa dan
dosen.
1. Pertama, kebijakan itu mendongkrak secara signifikan beban biaya yang
harus ditanggung oleh mahasiswa.
2. Kedua, kebijakan itu digariskan secara dari atas ke bawah (top down), dalam
makna tidak melibatkan dosen dan mahasiswa.
3. Ketiga, aplikasi teknologi baru mereduksi sedemikian rupa interaksi
pedagogis antara dosen dan mahasiswa.
4. Keempat, bersamaan dengan itu, lahir praktik ekonomi biaya tinggi.
5. Kelima, dengan teknologi pembelajaran semacam itu, dosen dan mahasiswa
mengalami alienasi atau keterasingan

Fenomena tersebut membuktikan bahwa di negara-negara maju sekali pun,


aplikasi teknologi informasi untuk kepentingan akademik tidaklah mudah dan
tidak pula selalu murah.Lahirlah tudingan bahwa universitas melakukan
145
kamuflase, yang sesungguhnya tidak lebih dari komersialisasi pendidikan, tinggi
(commercialization of higher education). Mungkin kebijakan ini akan direspons
positif oleh dosen dan mahasiswa manakala dikemas secara serba gratis dan
sifatnya sebagai penunjang akademik Perubahan-perubahan yang menonjol
pada tubuh universitas, setidaknya untuk dua dekade terakhir adalah terjadinya
akumulasi kapital secara signifikan. Lembaga perguruan tinggi telah mengalami
konversi secara sistematik dari aktivitas intelektual ke modal intelektual
(intellectual capital) dan hak-hak atas kekayaan intelektual (intellectual property)

Ada dua fase umum dari transformasi ini.

1. Pertama, terjadinya komoditisasi fungsi penelitian (commoditization of the


research function) di universitas, transformasi ilmiah, dan pengetahuan
kerekayasaan bergeser ke hak-hak atas kekayaan intelektual komersial,
yang dapat dibeli atau dijual dipasar.Tabel 5.2 memuat data tentang
anggaran penelitian dan Pengembangan Departemen Energi di Amerika
Serikat.  Data ini disajikan untuk menggambarkan beerapa serius
masyarakat Amerika Serikat dalam memprogramkan kegiatan penelitian dan
pengembangan,  yang di dalam sebagian melibatkan pakar dari perguruan
tinggi
2. Kedua,  terjadinya komoditisasi fungsi pendidikan universitas dan
transformasi bahan ajar ke perangkat lunak bahan ajar (transforming atas
pembelajaran itu dibobot sebagai produk intelektual bernilai komersial yang
dapat diperjualbelikan di pasar-pasar atau kios.  Fenomena ini setidaknya
tampak pada dua hal.  Pertama,  universitas menjadi situs produksi,
penjualan paten,  dan lisensi ekonomi Kedua, universitas menjadi situs
produksi yang mendominasi pasar,  semisal CD-ROM dan hak cipta video,
perangkat lunak bahan ajar(coursew Web sites.

Komoditisasi fungsi penelitian di universitas,  transformasi ilmiah dan


pengetahuan kerekayasaan bergeser ke hak-hak atas kekayaan intelektual
komersial,  ketika hal itu dibeli atau dijual di pasar muncul pada kisaran tahun
1970-an,  yaitu tatkala terjadi kirisis minyak dan pengintensifan kompetisi
internasional.  Pada saat itu,  pemimpin politik dan perusahaan di negara-
negara industri menerima kenyataan bahwa mereka kehilangan monopoli
industr industri besar dunia,  dan kemudian di masa depan,  supermasi akan
bergantung pada monopoli mereka di bidang pengetahuan yang disebut
sebagai industri berbasis pengetahuan("knowledge-based industries seperti
teknologi ruang angkasa elektronik,  komputer,  material,  telekomunikasi,  dan
rekayasa biologi.

146
Tabel 12.2
Anggaran penelitian dan pengembangan
Departemen energy ($ million) Amerika Serikat

Jenis Kegiatan FY2000 FY2001


Sumber-sumber energy 1372,5 1509,9
Teknologi pembersihan batubara 146,0 155,0
Energy fosil 403,9 384,6
Energy nuklir 116,1 119,8
Energy terbarukan 310,1 409,5
Konservasi 545,4 596,0
Sains 2788,1 3200,5
Fisika energy tinggi 6697,8 714,7
Fisika nuklir 347,7 369,9
Sains energy dasar 771,6 1015,8
Ilmu komputasi 127,9 182,0
Biologi dan lingkugan 432,9 445,3
Fusion energy sainces 244,7 247,3
Lainnya 165,7 175,8
Program pertahanan 3100,8 3091,7
Senjata nuklir 2200,6 2181,1
Non prolif dan verifikasi 225,0 223,0
Naval reakor 675,1 677,6
Kualitas lingkungan 229,4 196,6
Sains dan teknologi 229,4 196,6
Total 7478,4 7987,2

Fokus pada modal intelektual(inteilectual capital menjadi perhatian pemimpin


politik dan bisnis sehingga mereka membangun prakarsa hubungan secara
partnership dengan universitas,  misalnya dengan membentuk Business.
Higher Education Forum.  Pada sisi lain,  regulasi antitrust dan membengkaknya
insentif pajak bagi pendanaan korporat untuk penelitian universitas,  m
reformasi undang-undang paten pada tahun 1980-an,  pada saat hasil-hasil
penelitian yang didanai melalui grant pemerintah menjadi hak milik otomatis
universitas

Sebagai holding companies pemegang paten,  universitas kodifikasi kebijakan


hak atas kekayaan intelektual,  mengembangkan infrastruktur untuk
menyelenggarakan penelitian-penelitian komersial,  termasuk mengkreasi
mekanisme pemasaran atas komoditas-komoditas mereka,  dan lisensi ekslusif
atas paten-patennya.  Seperti ditulis oleh Noble(2001), "The chief
accomplishment of the combined effort,  in patentlaw which grants"Dampak
yang timbul f patentsresulting from federal Rovernment terjadinya komodit

147
akibat perkembangan pada fase ini adalah akademik di universitas,  berupa
alokasi penjualan atas sumber-sumbe universitas untuk menyelenggarakan
fungsi penelitian dan melakukan ekspansi atas fungsi fungsi pendidikannya

Konsekuensinya,  jumlah mahasiswa perkelas menjadi membengkak Disamping


itu,  staf pengajar dan sumber-sumber belajar direduksi,  terjadi penyunatan
gaji,  dan program-program kurikuler yang ditawarkan mengalami pembonsaian.
Pada waktu yang sama,  uang kuliah yang makin mahal itu dialokasikan untuk
menyubsidi pemanfaatan dan krisis di infrastruktur komersial,  namun
bersamaan dengan itu terjadi kampus

Fase kedua,  yaitu komersialisasi akademik dan komoditisasi pengajaran


dijadikan instrumen untuk memecahkan krisis di atas Konsekuensi logisnya,
teriadilah atas infrastruktur scmentara pengajaran berbasis membengkaknya
biaya administrasi komputer menuntut pada perhatian mereka untuk
meningkatkan efisiensi pembelajaran,  membuat tugas-tugas dosen makin
berat.
Akhirnya,  mereka mengabaikan fakta bahwa hal itu melahirkan distorsi
pembelajaran dan mereduksi satuan waktu dosen berinteraksi dengan
mahasiswa.  Bersamaan dengan itu,  terjadi pembengkakan dalam penyediaan
dan pemeliharaan alat,  biaya administrasi, dan tugas-tugas teknikal lainnya.
Muncul fenomena bahwa meskipun terjadi reduksi atas jumlah dosen dan
karyawan, beban biaya mahasiswa tidak berkurang karena harus membiayai
teknologi.

12.5.  LIMA DIMENSI MATERIAL MANUSIA

Era global meaniscayakan kehadiran SDM yang bermutu jauh lebih baik
ketimbang periode sebelumnya.  Masyarakat masa depan akan terlibat dalam
sebuah atau banyak faset kompetisi secara ketat.  Sebuah kompetisi antardua
kelompok akan berakhir sama-sama menang jika satu sama lain berkekuatan
sama.  Ketika kelompok kaya berkompetisi dengan kelompok miskin,  pasti ada
kelompok yang kalah.  

Siapa pihak-pihak yang kalah itu? "Pihak-pihak yang kalah pada era milenium
ini adalah penduduk miskin",  demikian pendapat Jacques Attali dalam bukunya
Millenium: Winners and Losers in the Coming World Order,  tahun 1991.  Di
planet bumi ini,  penduduk miskin dengan aneka bentuk ”kemiskinannya”
mencapai miliaran jumlahnya. Menurut Attali (1991), di kisaran tahun ini, sekitar
empat miliaran manusia di luar kawasan Pasifik dan Eropa hidup dan berjalan
terhuyung – huyung tidak bertenaga memasuki masyarakat demokrasi pasar
atau yang amat populer disebut sebagai masyarakat pasar bebas. Dengan
keterhyungan itu, mereka amat rentan berperilaku di luar kerangka kehidupan
normal selaku pemegang mandat Ilahiat dan kultural secara ekonomi, sosial-
kultural, politik, dan kemanusiaan. Perut lapar berpotensi besar melahirkan

148
kebiasaan meminta-minta, dan tenaga yang loyo menyebab kan tidak dapat
berproduksi baik.

Era pasar bebas sangat mungkin dapat menjadi lahan empuk bagi masyarakat
bangsa yang siap berminta dan berkompetensi pada aneka pelataran
kehidupan dan penghidupan.Akan tetapi, tidak untuk sebaliknya. Mengapa
demikian ? Pasar beas nyaris tidak memberi sumbangsih apapun bagi
pembangunan infrastruktur pendidikan dan kesehatan secara mendasar, dan
tidak pula berdampak pada peningkatan produksi bahan-bahan mentah yang
menguntungkan. Bahkan, menurut Jacques Attali, demokrasi pasar tidak
mampu menutup jurang yang lebar antara kawasan-kawasan maju dengan
wilayah kumuh dan lumpuh.Penduduk miskin yang dimaksudkan oleh Jacques
Attali dalam bukunya yang diberi pengantar oleh futurolog Alvin Toffler itu
adalah mereka yang menjalani kehidupan dibawah kebutuhan hidup
minimal.Mereka inilah kelompok masyarakat yang dilihat dari perspektif
kemiskinan harus dientaskan secara ekonomi.

Kemiskinan ekonomi hanya satu capter saja dari problema yang kita hadapi.
Dengan membedakan antara dimesi material dan dimensi batin, manusia dapat
dikelompokkan menjadi lima kategori. Pertama, manusia yang kaya materi, kaya
batin atau nurani.Kedua, manusia yang kaya materi, miskin batin atau
nurani.Ketiga, manusia yang miskin materi, kaya batin atau nurani.Keempat,
manusia moderat secara materi dan abatin atau nurani.Kelima, manusia yang
miskin materi, miskin pula batin dan nuraninya.

12.6. KEMISKINAN NIRMATERI

Pada multitataran perilaku social dan kemanusiaan, sebagai bangsa kita benar-
benar miskain secara nirmateri (nonmaterial), ditandai oleh perilaku
mengabnormalkan normalitas atau sebaliknya menormalkan abnormalitas.

Beberapa diantaranya,
1. Pertama, telah muncul standar ganda (double standart) pada pelbagai
lapisan masyarakat. Misalnya, kita lihat dalam diskursus tindakan
pemberantasan korupsi, disiplin kerja, peran-peran bernuansa agamais,
seruan berprilaku secara moral, kebersamaan, kesetaraan jender,
penegakan hokum, pembaruan, perilaku berbungkus semangat kerakyatan,
dan sebagainya. Pesan-pesan semacam itu pada banyak kasus lebih
menjelma sebagai utopia ketimbang realitas.

“Pasar bebas itu nyaris tidak member sumbangsih apa pun bagi
pembangunan infrastruktur pendidikan dan kesehatan secara mendasar.
Pasar bebas juga tidak berdampak pada peningkatan produksi bahan-
bahan mentah yang menguntungkan.Demokrasi pasar tidak mampu
menutup jurang yang lebar anatara kawasan-kawasan maju dan wilayah-
wilayah kumuh dan lumpuh.”
149
Korupsi yang terus merajalela, disiplin kerja yang melorot, penegakan
hokum yang tumpul dan tidak konsisten, distorsi perilaku pda kalangan
orang yang mengaku sebagai agamawan, pelanggaran moral di mana-
mana, sikap egoistic mementingkan kekeuasaan dan kelompoksendiri,
kekerasan terhadap perempuan, tindakan mempertahankan tradisi atau
status quo, politisi local yang sesuka-hati mengalokasikan pendapat asli
daerah, dan sebagainya, cenderung makin subur di sekitar kita.
2. Kedua, padan tataran pendidikan dan pembelajaran terjadi penjungkirbalikan
norma edukasi dan akademik, ditandai pemalsuan nilai oleh siswa dan
mahasiswa, kebiasaan anak didik dan mahasiswa untuk sekadar
mendapatkan ijazah, dosen yang membuat skripsi untuk mahasiswanya
dengan bonus khusus, dosen yang tidak pernah mneulis karya publikasi,
guru dan dosen yang tidak mau dikritik secara akademik oleh siswa atau
atau mahasiswanya, pemalsuan bukti fisik kenaikan pangkat, dosen yang
lebih ingin bercokol secara terus-menerus di kursi birokrasi kampus
ketimbang mengejar prestasi sebagai ilmuwan, nyontek pada saat ujian,
tradisi belajar yang lemah, dan masyarakat belajar yang belum lagi
terbentuk.
3. Ketiga, penjungkirbalikan atas makna nilai-nilai sejati hak-hak asasi
manusia, seakan-akan identik dengan hak pribadi secara tidak peduli
dengan hak-hak orang lain.
4. Keempat, ketertiban umum yang makin tidak terbentuk, baik di pasar-pasar,
jalan-jalan raya, objek-objek rekreasi, tempat-tempat fasilitas umum, dan
sebagainya.
5. Kelima, ketidakpedulian elit kekuasaan dan elit politik atas kepentingan
rakyat, ditandai tampilan mereka sebagai pangreh, bukan pamong praja.
6. Keenam, etos kerja pamong praja yang masih relative rendah. Bersamaan
dengan itu, banyak dianatara mereka yang menuntut hak-hak istimewa
seakan-akan telah mengabdi secara total untuk pekerjaan utama dan
masyarakat.
7. Ketujuh,  perampokan,  pengompasan,  pencurian merajalela yang
menyebabkan suasana hidup menjadi benar-benar tidak nyaman.
8. Kedelapan banyak media massa yang mengemas pesan-pesan secara
sesuka tahu waktu,  pribadi orang lain,  dan sebagainya,  di balik isu
kebebasan p Inilah sebagian sosok wajah suram dari sosok kemisninan
nirmateri masyarakat kita,  yang menuntut kita untuk,  dalam waktu yang
cukup lama,  berkontemplasi dalam kerangka menemukan kesejatian (good
spot),  kembali ke fitrah,  dan membangun kecerdasan emosional dan
spiritual secara signifikan.  Dalam banyak kasus perilaku kehidupan dan
penghidupan kemiskinan nirmateri tidak lebih baik dibandingkan dengan
kemiskinan secara material

12.7. ARAH KEBIJAKAN DAN BIAYA INVESTASI SDM

Institusi pendidikan kita harus mampu merespons tuntutan globalisasi sehingga


harus dikemas dengan arah benar.  tidak dan untuk mendongkrak kemampuan
150
ekonomi individu masyarakat,  melainkan juga untuk memerangi kemiskinan
jiwa atau kemiskinan nirmateri seperti telah dijelaskan di muka.  Arah
pembangunan pendidikan di suatu negara banyak "dipandu"  oleh negara,
pengelolaannya makin cenderung bersifat desentralisasi.  Merujuk pada
program pembangunan nasional (Propenas)  dan Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN),  dan waktu ke waktu,  arah pembangunan pendidikan di
Indonesia disajikan berikut ini.
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan memperoleh pendidikan yang
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia
Indonesia yang berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan
yang berarti.  
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan
jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik
mampu berfungsi secara optimal,  terutama dalam peningkatan pendidikan
watak dan budi pekerti untuk mengembalikan wibawa dan tenaga
kependidikan
3. Melakukan pembaruan sistem pendidikan,  termasuk pembaruan kurikulum
berupa diversifikasi kurikulum untuk melayan keberagaman peserta didik,
kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan
setempat,  serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
4. Memberdayakan pendidikan,  baik sekolah maupun luar sekolah,  sebagai
pusat pembudayaan nilai,  sikap,  dan kemampuan,  serta meningkatkan
partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan
prasarana yang memadai
5. Melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan nasional
berdasarkan prinsip desentralisasi,  otonomi keilmuan,  dan manajemen
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan,  baik oleh
masyarakat maupun pemerintah,  untuk memantapkan sistem pendidikan
yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu
pengetahuan,  teknologi,  dan seni.
7. Mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin secara terarah,  terpadu,
dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh
komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal
disertai hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.  
8. Meningkatkan penguasaan,  pengembangan,  dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi,  termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia
usaha,  terutama usaha kecil,  menengah,  dan koperasi guna meningkatkan
daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal
9. Arah kebijakan pendidikan di Indonesia,  seperti tersaji di atas,  akan
menjadi acuan dalam kerangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Adalah realitas apabila institusi pcndidikan pcrsekolahan mempunyai tujuan
dengan penekanan substantif yang berbeda-beda,  meskipun deskripsi
naratifnya relatif sama.  Pada umumnya,  tuuan pendidikan persekolahan
adalah menyiapkan anak didik memasuki jenjang pendidikan yang lebih
tinggi dan/atau terjun ke sektor produktif di masyarakat.

151
Meskipun tujuannya dirumuskan seperti itu,  pendidikan umum memiliki titik
tekan tujuan yang berbeda dengan pendidikan kejuruan Pendidikan dasar
memiliki titik tekan tujuan yang berbeda dengan pendidikan menengah.
Pendidikan menengah memiliki titik tekan tujuan yang berbeda dengan
pendidikan tinggi.  Pendidikan tinggi yang mengasuh program profesional
berbeda dengan program akademik,  dan seterusnya.  

Tujuan pendidikan yang bersifat mengarahkan anak didik memasuki sektor


produktif di masyarakat berarti mendekatkan proses pendidikan itu dengan nilai-
nilai ekonominya dalam jangka pendek.  Makin pendek waktu belajar anak
dididik,  makin pendek pula waktunya tertahan untuk bekerja pada sektor
produktif dan mendapatkan uang atau imbalan lain.  Meskipun begitu,  tidak
berarti bahwa tujuan pendidikan persekolahan yang bermuara Pada anak didik
untuk melanjutkan ke enjang pendidikan yang lebih tinggi memiliki nilai ekonomi
yang rendah. Karena pendidikan itu merupakan fngsi nilai tambah atas
pengetahuan , keterampilan, sikap emosi dan sprit pada diri seseorang yang
kelak akan bernilai ketiak dia memasuki sector produktif.
Tolak ukur yang dirumuskan untuk dimensi ekonomi dan pendidikan telah
berkembang , baiksebagai justifikasi maupun konsekuensi dari perkembangan
teori penerimaan dan penanaman modal dalam ESDM sejak awal 1950-an.
Tabel 12.3 menyajikan dana investasi SDM di amerika serikat tahun 1993
sampai tahun 1997 yang didanani oleh pemerintah federal dan Negara bagian.
Pendidikan secara luas dipandang sebagai alat untuk mencapai ambisi ekonomi
individual, kelompok bahkan bangsa. Pada tingkat individual , ambisi ekonomi
itu bersifat jangka panjang karena ambisi jangka pendeknya adalah segera
mendapatkan pekerjaan.
Tabel 12.3
Biaya Investasi Sumber Daya Manusia

Tahun Federal Negara bagian/local


1993 $254,623,584 $862,767,320
1994 $254,624,000 $902,166,597
1995 $252,345,000 $956,152,181
1996 $247440,000 $979,302,880
1997 $340,339,000 $1,037,879,288
TOTAL 1,349,422,584 4,738,268,266

12.8. FORMULA DAN EVALUASI SISTEMATIK ROI PENDIDIKAN

Ambisi ekonomi yang muncul dari dalam diri lulusan merupakan fenomena
universal. Kemampuan, keterampilan, sikap, nilai,emosi,dan spirit yang di
peroleh anak didik selama menempuh pendidikan adalah sasaran antara.
Tujuan yang lebih sejati adalah berupaya agar dengan semua perolehan itu,

152
mereka dapat hidup layak.Disini pulalah, kesejatian marjin keuntungan yang
diperoleh subjek dari pendidkan yang ditekuninya.
Untuk mengetahui marjin keuntungan itu, perlu dilakukan pengukuran mengenai
hubungan antara pendidikan dan pendapatan pekerja(relationship between
education and earning for employes), termasuk mengukur pendapatan
manakala yang bersangkuan melakukan swausaha. Pengukuran keuntungan
internal pendidikan dilakukan dengan enggunakan formula mincer seperti
berikut.
Rumus :
n c−1

∑ ( benefit ( s +∂ ) −benefit ( s ) ) ¿t X ( 1+r ) ¿−t =¿ ∑ cost ( s +∂ ) ¿t × (1+r ) ¿−t ¿


t −c t−0

Ә = biaya , s = keuntungan, r = kentungan yang tidak di hitung dari ekstra


pendidikan. Bagaimanapun, keuntungan internal pendidikan tidak mudah
dihitung , karena menuntut data yang lengkap dan berurusan denga
pendapatan orang sepanjang hidupnya.

Diluar kerangka itu, keuntungan investasi pendidikan dapat dilihat dari


aspekmarjinnya.Keuntungan di maksud lebih menggambarkan untuk tentang
waktu tertentu ketimbang keuntungan yang diperoleh sepanjang rentang
kehidupan berusaha. Analisis keuntungan marjinal pada skala individual
dilakukan dengan menggunakan formula miacer berikut :

RUMUS Marginal Benefit of Education (MBE)

benefit ( s +∂ ) −benefit (s)


MBE =
cost (∂)

Dalam mengukur dampak pendidikan pekerja dan pendapatan yang diperoleh


melalui aktivitas swausaha, perlu diperhitungkan bebrapa variable lain yang
tergamit lainnya, seperti lamanya pendidikan pengalaman kerja , status marital,
jumlah anak, dan lain lain. Formula yangdipakai untuk di kemukakan oleh
mincer sebagai berikut :

RUMUS
In Y Gi = α + β 1 S + β 2 e + β 3 e + β . X i +δ i
i i
2
1

Keterangan
s = lama pendidikan dalam satuan tahun,
∂ = potential number of years off experience [usia –(jumlah tahun bersekolah +
6)],
YG = pendapatan kotor dan
X = factor lain seperti status marital dan jumlah anak. Angka +6 dengan asumsi
bahwa seorang anak bersekolah pada jenjang SD pada usia 7 tahun.

153
Data pada tabel 12.4 menyajikan koefisien pendidikan dan pengalaman pada
persamaan pada persamaan upah spesifik menurut jender berdasarkan nilai
logaritma pendapatan sebagai pekerjaan secara swusaha untuk beberapa
negara. Koefisien persamaan pendapatan pekerja (coefficients of the
employment earnings equations) adalah semua format yang diharapkan dengan
koefisien positif menurut tahun menjalani pendidikan dan pengalaman, dan
koefisien negatif berdasarkan koefisien pengalaman yang diakarkuadratkan
seperti telah disebutkan di atas, data pada Tabel 5.4 memuat koefisien
persamaan pendapatan karyawan pada beberapa negara terpilih menurut
pendidikan, pengalaman, dan pengalaman lain.

Tabel 12.4.
Koefisien Pendidikan Dan Pengalaman Menurut Jender Pada Beberapa Negara
  Jerman Irlandia Italia Britania Raya
Variabel L P L P L P L P
Pendidikan 78 71 81 99 9 92 10 13
Pengalama
94 0.088 63 65 66 475 54 45
n
Pengalama
-17 -0.0016 -1 -14 -1 -49 -1 -1
n

Lain                

Pada tatanan untuk mengestimasi keuntungan bersih dari pendidikan dan


pelatihan (net return to education atau net raturn on investment ROI in
education or training), seseorang perlu estimasi efek pendidikan dan pelatihan
pada pekerjaan.Efek marjinal pendidikan dan pelatihan (marginal effect of
education and training) umumnya memengaruhi peningkatan
penyediaankebutuhan tenaga kerja. Hal ini dapat muncul dari peningkatan
partisipasi atau peningkatan jumlah jam bekerja per tahun.

Pemikiran di atas tidak mereduksi kedudukan pendidikan yang diposisikan


kustomernya sebagai konsumsi.Dengan fungsi konsumsi pendidikan
dimaksudkan bahwa ada saja orang yang menempuh pendidikan tidak lebih dari
upaya mendapatkan pengetahuan, mengisi waktu luang, memperluas
pergaulan, mengangkat citra diri secara sosial, dan lain-lain.
Tujuan pendidikan persekolahan yang mengarah pada penyiapan lulusan untuk
memasukisektor ekonomi produktif merupakan topik yang banyak
diperbincangkan dalam dunia pendidikan, baik di negara berkembang maupun

154
di negara maju, yang kaum muda, kelompok sosial, dan kelompok tertentu
mengalami pengangguran. Naiknya angka pengangguran tidak dapat dipersepsi
sebagai kesalahan pendidikan secara total dalam menyiapkan lulusan yang
bermutu, melainkan juga disebabkan oleh resesi ekonomi, kelangkaan sumber
daya alam, faktor-faktor struktural.

Tabel 12.5.
Model evaluasi sistimatik

Meskipun tidak dapat secara eksak menghitungnya adalah mungkin


mengembangkan metodologi untuk mengevaluasi pendidikan dan pelatihan dan
mengkalkulasi ROI nya.
Kalkulasi atas nilai ROI akan menguatkan kita untuk menerima bahwa
pendidikan dan pelatihan sebagai sebuah investasi. Tabel 125.5 memuat
langkah-langkah evaluasi sistemik untuk menentukan nilai ROI Formula dasar
secara matematikal untuk menghitung ROIadalah:

ROI = P/I
Keterangan :
P = profit atau keuntungan
I = Investmen atau modal yang ditaman

155
Formula matematikal di atas dapat juga dipakai dalam kerangka menilai
keuntungan investasi pada pengembangan SDM atau PSDM Rol on human
resourses development.
Gambar 12.1 memuat Model Phillips untuk menilai ROI dalam kerangka
PSDM.Model ini dan langkah- langkah di atas telah dipilih oleh Masyarakat
Amerika untuk Pendidikan dan Pelatihan (American Society of Training and
Development, ASTD.Mereka telah mengedit dua volume hasil studi kasus
tentang ROl dalam pelbagai bentuk pelatihan.Jack Phillips sendiri merupakan
pionir dari usaha-usaha untuk mengembangkan, menyistematisasikan, dan
meningkat.kan metode metode praktikal yang dapat digunakan dalam pelatihan-
pelatihan bagi tenaga profesional dan manajer dalam banyak bidang Langkah-
langkah untuk menilai ROI yang dikemukakannya merupakan pendekatan
sistematik dalam evaluasi pelatihan (systemic approach to training evaluation).
Pendekatan ini dipandang layak untuk diterapkan pada pelbagai jenis
kepelatihan.

Gambar 12.1 : Sistematik Dalam Evaluasi Pelatihan (Systemic Approach To


Training Evaluation)

156
RANGKUMAN

Hubungan antara pendidikan dan akses untuk memasuki lapangan kerja dapat
dijelaskan secara ilmiah meskipun tidak selalu dapat meng- gambarkan
kepastian (Hinchliffe, 1978).Satu penjelasan biasanya hanya mewakili satu
asumsi.Dengan kata penjelasan atau prediksi mengenai kaitan antara
pendidikan dan lapangan kerja, khususnya dilihat dari pendekatan kuantitatif
sangat mungkin hanya berlaku atas dasar asumsi tertentu.Titik tekannya adalah
pada ciri-ciri khusus pekerjaan yang dapat atau tidak dapat dimasuki oleh
lulusan lembaga persekolahan.Fakta menunjukkan, baik dari negara-negara
maju maupun negara-negara terbelakang, hubungan antara latar belakang
pendidikan, status pekerjaan, dan pendapatan dibahas secara cukup intensif
meskipun tidak otomatis membuat persoalan menjadi jelas.

157
Bagaimana lulusan sekolah memasuki lapangan kerja? Pertanyaan ini
merupakan satu topik ekonomi pendidikan yang berkaitan dengan teori-teori
tentang bursa tenaga kerja dan peranan yang dimainkan oleh publik di dalam
dan di antaranya. Umumnya, publik tidak hanya berbicara mengenai
pengemasan isi dan proses pendidikan atau pengadaan bursa tenaga kerja
secara saling menafikan satu sama lain, melainkan interaksi antara kapasitas
lulusan sekolah memasuki lapangan kerja dan ketersediaan lapangan kerja itu
sendiri.

Diskusi mengenai topik ini kerap kali melahirkan banyak kontroversi antara
permintaan pada satu sisi dan penawaran pada sisi lain, serta dinamika yang
berkembang pada masa depan pada sudut pandang yang m lagi. Termasuk
dalam kerangka ini, para ekonom pendidikan yang banyak mendiskusikan
penyediaan tenaga terpelajar dan usaha-usaha yang telah ditempuh untuk
menjelaskan dan memprakirakan penyediaan ursa tenaga keria, termasuk cara
mengelola lulusan institusi pendidikan menganggur.

158

Anda mungkin juga menyukai