Anda di halaman 1dari 5

Dari sisi praktik akuntansi komersial dan akuntansi pajak, tidak ada perbedaan prinsip dalam

metode pencatatannya, sehingga metode pencatatan yang dapat digunakan adalah sistem
perpetual, baik rata-rata maupun fifo, atau metode pencatatan fisikal yang ada pada
penjelasan pada pasal 10 ayat (6) Undang Undang Pajak Penghasilan. Namun demikian
mengacu pada pasal10 ayat (6) Undang Undang Pajak penghasilan tersebut bahwa
persediaan dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan
harga perolehan :
1. Average
2. Fifo
Untuk kepentingan perhitungan pajak penghasilan, Pasal 10 ayat (6) Undang Undang Pajak
Penghasilan menyatakan bahwa persediaan harus dinilai berdasarkan harga perolehan. Oleh
karena itu bila wajib pajak melakukan penilaian berdasarkan metode selain harga perolehan
maka diperlukan penyesuaian. Penetapan besarnya nilai persediaan atau nilai pemakaian
menjadi sangat penting karena berpengaruh ke harga pokok produksi.
Sebagai contoh, pada bulan Desember 2007 PT A telah melakukan pembelian barang
dengan perjanjian dengan harga Rp.300.000.000. barang tersebut diterima pada bulan
maret tahun 2008 dan pada Desember 2007 harga turun menjadi Rp. 100.000.000 . sesuai
praktik akuntansi komersial kerugian sebesar Rp.100.000.000 dibebankan sebagai kerugian
tahun 2007 dengan ayat jurnal : Persediaan akhir menurut harga pokok Persediaan akhir
menurut eceran Barang sedia dijual menurut harga pokok Barang sedia dijual
Kerugian Perubahan Harga 200.000.000
Persediaan 200.000.000
Praktik akuntansi pajak tidak mengakui kerugian sebesar 200.000.000 karena pajak melihat
fakta riil dan tidak menerima antisipasi kerugian. Pajak akan mengakui sebagai kerugian
apabila barang yang dijual tersebut benar-benar mengalami kerugian.
Metode Perhitungan Persediaan
Tn. Hendy memiliki transaksi persediaan pada tahun 2014 sebagai berikut:

Tn. Hendy menggunakan metode pencatatan sistem periodical. Pada 31 Desember 2014 Tn.
Hendy memiliki 50 unit persediaan akhir di gudang. Sehingga persediaan yang terjual
sebanyak 850 unit. Berdasarkan contoh di atas, berikut penjelasan dari masing-masing
metode perhitungan persediaan:
1. Metode rata-rata (Average)
a. Total Pembelian :

Perhitungan:
1. Harga rata-rata perunit = Rp 785.000/ 900 unit = Rp 872,22
2. Harga Pokok Penjualan = 850 unit x Rp 872,22 = Rp 741.388
3. Persediaan Akhir = 50 unit x Rp 872,22 = Rp 43.612
Berdasarkan metode Average, nilai persediaan yang diperoleh adalah nilai rata-rata
persediaan yang diperoleh. Jadi harga pokok penjualan dan persediaan akhir per 31
Desember 2014 dengan sistem periodik adalah sebesar Rp 741.388 dan Rp 43.612.
2. Metode masuk pertama keluar pertama (First In First Out – FIFO)
a. Total Pembelian :

b. Perhitungan Harga Pokok Penjualan :

c. Persediaan Akhir = 50 unit x Rp 950 = Rp 47.500.


Berdasarkan metode FIFO, persediaan yang terjual adalah persediaan yang diperoleh lebih
awal, mulai dari bulan Februari sampai dengan Agustus secara berturut-turut, namun pada
bulan Agustus yang baru terjual 250 unit maka masih tersisa 50 unit. Jadi harga pokok
penjualan dan persediaan akhir per 31 Desember 2014 dengan sistem periodik adalah
sebesar Rp 737.500 dan Rp 47.500.

3. Metode masuk terakhir keluar terakhir (Last In First Out – LIFO)


a.Total Pembelian :

b. Perhitungan Harga Pokok Penjualan :


c. Persediaan Akhir = 50 unit x Rp 800 = Rp 40.000.
Berdasarkan metode LIFO, persediaan yang terjual adalah persediaan yang diperoleh paling
akhir, mulai dari bulan Agustus sampai
dengan Februari secara berturut-turut mundur ke belakang, namun pada bulan Februari
yang baru terjual 150 unit maka masih tersisa 50 unit. Jadi harga pokok penjualan dan
persediaan akhir per 31 Desember 2014 dengan sistem periodik adalah sebesar Rp 745.000
dan Rp 40.000.

Perbandingan Ketiga Metode Perhitungan Persediaan.


Berdasarkan perhitungan diatas, berikut adalah hasil perbandingan perhitungan metode
Average, FIFO, dan LIFO. Pendapatan dan Tarif Pajak Penghasilan diasumsikan sebesar Rp
1.000.000,00 dan 25%.

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan menggunakan metode
perhitungan persediaan LIFO, maka perusahaan dapat memperkecil laba sebelum pajak atau
laba kotor, sehingga pembayaran pajak penghasilan menjadi lebih sedikit.

Dari uraian diatas sudah dapat terjawab mengapa pajak tidak mengakui metode LIFO?
Karena dengan menggunakan metode LIFO perusahaan dapat meminimalkan laba sehingga
memperkecil biaya pajak penghasilan. Seiring dengan berjalannya waktu harga pembelian
persediaan terus mengalami peningkatan yang dapat disebabkan oleh inflasi, maka jika
perusahaan menggunakan metode LIFO akan mengakibatkan kerugian bagi negara karena
setoran ke kas negara semakin sedikit. Oleh karena itu, metode yang boleh digunakan
berdasarkan ketentuan perpajakan di Indonesia hanya metode Average atau FIFO.

Anda mungkin juga menyukai