Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HPP DAN BEBAN OPERASIONAL

(DiajukanuntukMemenuhiTugas Mata KuliahAkuntansiPajak yang


diampuolehIbuHartatiTuliSE.Ak, M.Si)

Oleh

Kelompok 14

MERCI LAMUSI 921418155

AGRIL MASRI 921418156

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya serta hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas HPP DAN BEBAN
OPERASIONALpada mata kuliah AkuntansiPajak ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya hingga pada umatnya sampai akhir zaman.

Kami berharap semoga makalah ini bisa memenuhi tugas AkuntansiPajak dan dapat
menambah pengetahuan para pembaca.Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat memberi bermanfaat bagi para pembaca dan
khususnya padakami selaku penulis.

Gorontalo, Desember 2020

Kelompok 14
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................

1.1. LATAR BELAKANG......................................................................................

1.2. RUMUSAN MASAALAH...............................................................................

1.3. TUJUAN PENULISAN...................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................

2.1.HARGA POKOK PENJUALAN.....................................................................

2.2.BEBAN OPERASIONAL.................................................................................

2.3.BEBAN YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN PAJAK.................................

BAB III PENUTUP.............................................................................................................

3.1 KESIMPULAN..................................................................................................

3.2. SARAN..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam menjalankan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi tujuan
utama dari perusahaan tersebut adalah mencari laba.Untuk memenuhi tujuan tersebut,
perusahaan harus memperhitungkan dengan benar biaya-biaya yang dikeluarkannya untuk
menghasilkan produk. Perhitungan harga pokok produksi merupakan hal yang sangat penting
yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam setiap produknya, sehingga harga pokok
produksi sangat berperan dalam penentuan harga pokok produk yang dihasilkan. Apabila
terdapat kesalahan dalam penentuan harga pokok produksi, maka akan mempengaruhi harga jual
produk yang bersangkutan dan pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat penjualan produk dan
laba yang dihasilkan oleh perusahaan.

Berkaitan dengan salah satu tujuan akuntansi biaya yaitu penentuan harga pokok produk
atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan dengan tepat dan teliti. Harga pokok produksi dapat
diartikan sebagai suatu nilai pengorbanan yang dilakukan guna memperoleh manfaat. Dalam
akuntansi keuangan, pengorbanan yang dilakukan pada tanggal perolehan dinyatakan dengan
pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat ini atau dimasa yang akan datang. Apabila harga
pokok produksi yang di tetapkan perusahaan terlalu tinggi dan digunakan sebagai penentuan
harga jual, maka akan mengakibatkan barang-barang yang diproduksi memiliki harga jual yang
tinggi sehingga tidak mampu bersaing dipasaran, dan ini akan menyebabkan laba yang
diharapkan perusahaan tidak akan tercapai. Begitu pula sebaliknya jika harga pokok produksi
dinilai terlalu rendah, hal ini akan menyebabkan laba yang diperoleh perusahaan dalam laporan
laba rugi tidak menggambarkan laba yang sebenarnya terjadi. Harga pokok produksi ini
memberikan imformasi untuk pengambilan keputusan, perencanaan laba, pengendalian biaya,
penyusunan pengganggaran dan sebagainya yang dapat memberikan pengaruh terhadap
keputusan yang diambil oleh pihak manajemen nantinya.
1.2 Rumusan Masalah

Dari latarbelakang yang telahdiuraikansecarasederhanadiatas, rumusanmasalah yang


munculyaitu:
1. Apa yang dimaksuddenganhppdanbebanoperasional ?
2. Bagaimanacarapengitunganhpp ?
3. Apasaja yang termasuk di dalambebanoperasinal ?
4. Beban-bebanapasaja yang tidaktermasukdalampajak ?

1.3Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, dapat diketahui tujuan penelitian yaitu:

1. UntukmengetahuiApa yang dimaksuddenganhppdanbebanoperasional ?


2. UntukmengetahuiBagaimanacarapengitunganhpp ?
3. UntukmengetahuiApasaja yang termasuk di dalambebanoperasinal ?
4. Untuk mengetahui Beban-beban apa saj yang tidak termasuk dalam pajak
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Harga Pokok Penjualan

Beban pokok usaha Harga Pokok Penjualan (HPP) diakui mengggunakan pendekatan
kausalitas, yaitu mengaitkan beban secara langsung dengan penghasilan. Oleh karena itu, HPP
diakui pada saat persediaan itu dijual.

HPP dipengaruhi oleh sistem pencatatan dan penilaian persediaan. Menurut Weygandt,
Kimmel dan Kieso (2011: 202-203), ada dua sistem yang dikenal dengan pencatatan persediaan,
yaitu sebagai berikut.

1. Sistem periodik
Dalam sistem periodik, persediaan dan HPP tidak dapat diketahui sewaktu – waktu.
Persediaan dihitung dengan melakukan perhitungan fisik (stock opname) pada setiap
akhir periode. Hasil penghitungan tersebut dipakai untuk menghitung HPP.
2. Sistem perpetual
Sistem perpetual menyajikan informasi mengenai persediaan dan HPP setiap saat
tanpa melakukan perhitungan fisik (stock opname).
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, sistem pencatatan persediaan tidak
diatur secara jelas. Selama sistem dapat menunjukkan kebenaran pencatatan maka
ketentuan perpajakan dapat menerimanya.
Menurut Wild dan Kwok (2011: 201-220), penilaian persediaan barang dagang
dibagi atas berikut.
a. Specific Identification Method
b. Cost Flow Method → first-in, First-out (FIFO) dan average-cost
c. Estimasi persediaan → Gross Profit Method dan Retail Inventory Method

Masuk-Pertama dan Keluar-Pertama (FIFO)


Metode masuk-pertama dan keluar-pertama (first in first out-FIFO) ini berasumsi bahwa
persediaan yang pertama kali dijual adalah persediaan yang pertama kali dibeli. Dengan
demikian, biaya atas persediaan yang dibebankan sebgai HPP berasal dari Persediaan yang dibeli
pertama kali.

Metode Rata-Rata (Average-Cost)


Dalam metode ini, Hpp ditentukan dari biaya rata–rata per unit untuk masing–masing
persediaan setiap kali pembelian dilakukan. Menurut Pasal 10 ayat (6) UU PPh, penilaian
pemakaian persediaan untuk menghitung HPP menurut pajak haynya boleh dilakukan dengan
metode FIFO dan metode average. Pemilihan metode tersebut harus dilakukan secara taat
asas.WP tidak diperkenakan menggunakan metode penilaian mana yang lebih rendah antara
harga perolehan dengan harga pasar.

Contoh:

Perusahaan pada awal tahun 2011 mempunyai persediaan awal bahan baku sebanyak 1.000 unit
dengan harga satuan Rp1.000. Selama tahun 2011 perusahaan membeli bahan baku sebagai
berikut. 50.000 unit, 75.000 unit, 100.000 unit, dan 125.000 unit dengan harga per unit adalah
sebesar Rp900, Rp1000, Rp1.100 dan Rp1.200. selama tahun 2011 perusahaan mengeluarkan
bahan baku untuk produksinya sebagai berikut. 45.000 unit, 70.000 unit, 100.000 unit, dan
30.000 unit.
Besarnya bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi dan besarnya persediaan
bahan baku akhir yangakan dicatat oleh perusahaan adalah sebagai berikut.

Metode FIFO
Persediaan akhir (unit) = Persediaan awal + Pembelian – Produksi
= 1.000 + (50.000 + 75.000 + 100.000 + 125.000 )
– (45.000 + 70.000 + 100.00 + 30.000) = 16.000 unit
Persediaan akhir (Rp) = 16.000 unit x Rp1.200 = Rp 19.200.000
Persediaan awal = 1.000 unit x Rp 1.000 = Rp 1.000.000
Pembelian = 50.000 unit x Rp900 = Rp 45.000.000
75.000 unit x Rp1.000 = Rp 75.000.000
100.000 unit x Rp1.100 = Rp110.000.000
125.000 unit x Rp1.200 = Rp150.000.000
= Rp380.000.000

Harga Pokok Produksi = Persediaan awal + Pembelian – Persediaan akhir


= Rp 1.000.000 + Rp380.000.000 – Rp19.200.000
= Rp361.800.000
Metode Average
Persediaan awal = 1.000 unit x Rp1.000 = Rp 1.000.000
Pembelian = 50.000 unit x Rp 900 = Rp 45.000.000
75.000 unit x Rp1.000 = Rp 75.000.000
100.000 unit x Rp 1.100 = Rp110.000.000
125.000 unit x Rp1.200 = Rp150.000.000
351.000 unit Rp381.000.000

Harga per unit = Rp381.000.000/351.000 unit = Rp1.085 per unit


Persediaan akhir (Rp) = 16.000 unit x Rp 1.085 = Rp 17.360.000
Harga Pokok Produksi =(45.000 + 70.000 + 100.000 + 30.000) x Rp1.085
=245.000 unit x Rp1.085 = Rp265.825.000

2.2 Beban Operasional

Beban yang Boleh Dikurangkan


Dalam akuntansi komersial, semua biaya termasuk kerugian (losses) dapat dikurangkan
dalam menghitungkan penghasilan neto (net income). Untuk tujuan perpajakan, tidak semua
biaya dapat dikurangkan. Selama suatu biaya dapat dibuktikan/dikeluarkan dalam usaha
memperoleh penghasilan, ketentuan perpajakan mengakuinya sebagai biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan.
Sesuai dengan ketentuan [asal 6 ayat (1) UU PPh, beban yang dapat dikurangkan
(deductible expenses) adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk berikut ini.
a. Biaya secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
biaya pembelian bahan; bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk
uang; bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi
asuransi, biaya promosi penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
PMK-02/PMK.03/2010; biaya administrasi; dan pajak kecuali PPh. Biaya harus valid,
reliable dan wajar.
Dengan demikian, semua pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahany
selain PPh, misalnya Pajak Bumi dan Bangungan (PBB), dan Bea Materai (BM), dapat
dibebankan sebagai biaya.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 tahun, sepanjang harta yang disusutkan/diamortisasi tersebut digunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
Untuk tahun 2008 dan sebleumnya, apabila WP membukukan transaksi dengan kurs
tetap (kurs historis) → kurs yang benar – benar terjadi sesuai dengan kurs yang diakui
oleh bank yang berkaitan atas realisasi perkiraan mata uang asing yang bersangkutan,
maka selisih kurs diakui pada saat terjadinya realisasi pembayaran. Sedangkan, apabila
WP membukukan transaksi dengan kurs tengaj BI → kurs yang benar – benar berlaku
pada akhir periode menurut Bank Indonesia, maka selisih kurs diakui pada akhir tahun.
Mulai tahun 2009, penggunaan kurs tetap sudah tidak diperkenakan, sesuai dengan
Pasal 4 ayat 1 huruf I UU PPh. Dalam penjelasan pasal tersebut, mengungkapkan bahwa
sistem penilaian yang sesuai dengan SAK dalam pengakuan keuntungan selisih kurs
sehingga tidak akan ada lagi perbedaan antara akuntansi dengan fiskal.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan. Biaya tersebut dikeluarkan dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan memperhatikan kewajaran dan
kepentingan perusahaan (PMK-246/PMK.03/2008 jo. PMK-154/PMK.03.2009).
h. Piutang yang nyata – nyata tidak dapt ditagih, dengan syarat:
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. WP harus menyerahkan daftar pitang yang tidak dapat ditagih kepada Dirjen Pajak.
3. Telah diserahkan perkara penangihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkuran; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang
tertentu; dana
4. Syarat pada angka 3 tidak berlaku untuk menghapus piutang tak tertagih debitut kecil.
Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
PMK-105/PMK.03/2009 jo. PMK-57/PMK.03/2010.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan PP
93 Tahun 2010.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun 2010.
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun
2010.
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun 2010.
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan PP 93
Tahun 2010.

Penghasilan bruto selain dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan (ayat 1), juga boleh dikurangi dengan kerugian perusahaan yang
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut – turut sampai
dengan 5 tahun (ayat 2). Sedangkan untuk WP orang pribadi dalam negeri diberikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) (ayat 3).
Selain itu, beban – beban berikut ini juga merupahkan beban yang dapat dikurangkan
(deductible expenses) yaitu:
1) Pembentukan dana cadangan.
Sesuai dengan PMK-81/PMK.03/2009, diatur bahwa besarnya dana cadangan yang
boleh dikurangkan sebagai beban untuk:
 Usaha bank dan badan lain yang menyalurkan kredit, SGU dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang,
 Usaha asuransi
 Lembaga Penjamin Simpanan,
 Biaya reklamasi usaha pertambangan,
 Biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan,
 Biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri.
2) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, seperti penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diteteapkan dengan
PMK-83/PMK.03/2009 adalah sebagai berikut.
Keterangan Bagi Perusahaan Bagi Pegawai
1. Fasilitas pengobatan
a. di klinik/rumah sakit milik perusahaan Non-deductible Non- taxable income
Expense
b. di klinik/rumah sakit milik pihak ketiga Deductible Expense Taxable income
2. Fasilitas mendiami rumah milik perusahaan
a. bukan di daerah terpencil Non-deductible Non- taxable income
Expense
b. di daerah terpencil Deductible Expense Non- taxable income
3. Perlengkapan keselamatan kerja yang Deductible Expense Non- taxable income
diwajibkan oleh peraturan keselamatan
kerja
4. Fasilitas rekreasi dan olahraga
Non-deductible Non- taxable income
a. dekat atau dalam kota Expense
Deductible Expense Non- taxable income
b. jauh dari kota
5. Biaya perjalanan dalam rangka dinas Deductible Expense Non- taxable income
6. Fasilitas pelatihan dam pendidikan Deductible Expense Non- taxable income
7. Fasikitas kafetarian Deductible Expense Non- taxable income
8. Fasilitas kendaraan dan Telepon genggam
a. tidak dibawa pulang ke rumah Deductible Expense Non- taxable income
b. dibawah pulang ke rumah Deductible Expense Non- taxable income
hanya 50% nya hanya 50% nya
9. Premi asuransi yang dibayar oleh pemberi Deductible Expense Taxable income
kerja
0
3) Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan yang antara pemberi dan penerimanya
memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan seperti terlihat pada
tabel berikut ini.
Hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pemberi dan penerima
Jenis Penghasilan
Ada Hubungan Tidak Ada Hubungan
Pemberi Penerima Pemberi Penerima
 Bantuan atau sumbangan,
termasuk zakat atau
sumbangan keagamaan  Non
yang sifatnya wajib, Deductible  Objek Pajak Deductible Bukan Objek pajak
diterima oleh badan atau Expense Expense
orang pribadi. (PP-18/2009)
 Harta hibah, bantuan, atau  Deductible  Objek Pajak Non  Bukan Objek
sumbangan yang di terima Expense Deductible pajak
oleh keluarga, badan Expense
(keagamaan; pendidikan; (PMK-245/
social) dan orang pribadi PMK.03/2008)
yang menjalankan usaha
mikro dan kecil.
 Bantuan atau santunan  --------  -------  Non  Bukan Objek
yang diterima WP tertentu Deductible pajak
(tidak mampu, sedang Expense
mengalami bencana alam, (PMK-247/
tertimpa masalah) yang PMK.03/2008)
dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan
Sosial.

4)  Bantuanatausumbangan, termasuk zakat (  zakat yang


diterimaolehbadanAmilataulembagaamil  zakat yang dibentukataudisahkanolehpemerintah). Dan
sumbangankeagamaan(  ansumbangankeagamaan yang diterimaolehlembagakeagamaan yang
dibentukolehpemerintah) Yang sifatnyawajibbagipemeluk agama yang diakui di Indonesia
dikecualikansebagaiobjek PPH sepanjangtidakadahubunganusaha,
pekerjaankepemilikanataupenguasaan di antarapihak yang bersangkutan:  sesuaiDengan PP
tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.
bantuan  atau sumbangan dalam bentuk  uang atau barang kepada orang pribadi atau badan
 contoh:
 PT Dimdim  membayar zakat 2,5% dari hartanya senilai Rp.10.000.000 Kepada lazis “amanah”
yang pendiri pendiriannya telah disetujui oleh pemerintah dan atas zakat tersebut diberikan tanda
terima maka untuk lazis “amanah” zakat tersebut bukanlah merupakan penghasilan tetapi untuk
Pt Dimdim  merupakan beban yang dapat dikurangkan

5) Biaya berlangganan atau pengisian uang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya. pembebanan
sebagai biaya perusahaan hanya sebesar 50% dalam tahun pajak yang bersangkutan melalui
penyusutan aset tetap kelompok 1 dan atas beban berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan
perbaikan telepon seluler tersebut dapat dibebankan sebagai beban rutin perusahaan .( KEP-
220/PJ./2002 jo SE-09/PJ.42/2002)
contoh :
Atas pembelian handphone oleh PT Asia selama 2 tahun 2010 telah dibayar langganan Kartu
Halo sebesar Rp.7.000.000  maka biaya yang boleh dibebankan adalah sebesar 50% *
Rp.7.000.000 = Rp3.500.000 pembebanan tersebut antara fisikal dengan akuntansi harus
dilakukan koreksi secara fiskal positif.

6) Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis, termasuk juga
pengeluaran rutin untuk pembelian atau pemakaian bahan bakar yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya. pembebanan sebagai biaya
perusahaan hanya sebesar 50% dalam tahun pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan melalui
penyusutan aset tetap kelompok 2 dan atas beban pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan
tersebut dapat dibebankan sebagai beban rutin perusahaan. ( KEP-220/PJ./2002 jo
SE-09/PJ.42/2002)
 
7) Bunga pinjaman dapat dibebankan Sebagian apabila rata-rata tertimbang pinjaman per bulan
>  Rata-rata tertimbang deposit atau tabungan per bulan.  besarnya bunga pinjaman yang dapat
dibebankan tersebut adalah sebesar jumlah bunga yang terutang atas rata-rata jumlah pinjaman
yang melalui rata-rata jumlah deposit/ tabungan ( SE-46/PJ.4/1995 berlaku  5 Oktober 1995)
bunga pinjaman yang dapat di bebenakan 

tingkat bunga pinjaman X ( rata-rata tertimbang saaldo pinjaman perbulan - rata-rata tertimbang
saldo deposito perbulan )
 contoh : 
PT mochi meminjam uang dari bank Amanda sebesar Rp.  250.000.000   dengan Bunga 20% per
tahun Namun demikian PT mochi juga mempunyai tabungan berupa deposit sebesar 100 juta
dengan bunga 15% pertahun besarnya biaya yang seluruh pinjaman tersebut Dibelikan saham PT
Pasifik bunga bank sebesar Rp. 25. 000.000  * 20% = Rp. 5.000.000  tidak dapat diperlakukan
sebagai pengurangan penghasilan kena pajak ( PhKp)  tetapi dikapitalisasi  pada nilai saham
sehingga nilai saham menjadi Rp. 25.000.000 + Rp. 5.000.000 = Rp. 30.000.000 
8) pajak masukan yang tidak dapat dikredit sesuai dengan pasal 9 ayat (8)  UU PPN  sepanjang
daapat dibuktikan bahwa pajak masukan tersebut telah benar-benar dibayar dan berkenan dengan
pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan , menagih dan memelihara.

2.3 Beban Yang Tidak Diperbolehkan Pajak

Beban dengan akuntansi komersial, untuk tujuan perhitungan PhKp tidak semua biaya yang
dikeluarkan perusahaan dapat dikurangkan dari penghasila bruto.  Pasal 9 ayat 1 UU PPh
menyebutkan jenis-jenis biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah
sebagai berikut:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk
deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
 deviden dengan segala bentuknya pada prinsipnya merupakan bagian laba dari
perusahaan tersebut yang akan dikenakan PPh sehingga bukan merupakan biaya untuk
mendapatkan PhKp. Demikian juga dengan sisa hasil uang pada koperasi, yang pada
dasarnya merupakan bagian atas kelebihan dari pendapatan dikurangi biaya yang
merupakan objek PPh sehingga bukan merupakan biaya untuk mendapatkan PhKp. 
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu atau anggota. Hal ini seperti perbaikan rumah pribadi, perjalanan pribadi, premi
asuransi yang dibayarkan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang
saham atau keluarganya.
 contoh :
 Perjalanan dinas yang dikeluarkan oleh perusahaan selama tahun 2011 sebesar Rp.
500.000. 000 rupiah di mana terdapat perjalanan pemegang saham beserta keluarganya
dalam rangka rekreasi ke Australia. Atas beban perjalanan tersebut yang dapat menjadi
pengurangan untuk mendapatkan PhKp adalah sebesar Rp. 200 000 000 rupiah
sedangkan Rp. 300.000.000 harus dilakukan koreksi fisikal. 
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan (PKM-81/PKM.03/2009) kecuali : 
 Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, SGU Dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen
dan perusahaan anjak piutang .
 Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh badan penyelenggaraan jaminan sosial.
 Cadangan peminjaman untuk lembaga penjamin simpanan
  cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan pertambangan
  biaya Penanaman kembali untuk usaha Kehutanan dan
  cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri.
contoh : 
PT Destri dalam laporan laba rugi komersilnya  telah membebankan dana
cadangan piutang tak tertagih sebesar 2% dari rata-rata piutang yaitu Rp.
100.000.000. Secara fisikal, dana cadangan piutang tak tertagih tersebut harus
dilakukan koreksi fiskal. 
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan
asuransi beasiswa, yang dibayar oleh WP orang pribadi, Kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WP yang
bersangkutan ( wajib dipotong PPh 21)
e. penggantian atau  imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan Kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan PMK-83/PMK.03/2009
Contoh :
Pt Edson memberikan biaya makanan ditempat kerja untuk seluruh karyawannya sebesar
Rp. 300.000.000. di mana hanya Rp. 100.000.000. adalah biaya makan yang dilakukan di
hotel, maka biaya makan yang diperbolehkan secara fisikal adalh Rp.200.000.000. dan
koreksi fisikal sebesar  Rp. 100.000.000 hal tersebut merupakan koreksi positif  karena
merugikan beban yang akan menambah laba secara fisikal. 
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang Dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan.
 Contoh: 
1. PT wajib membayar gaji kepada Ronron. Salah satu pemegang saham yang juga
menjabat sebagai salah satu direktur sebesar Rp.100.000.000. per bulan. pada
tingkat jabatan yang sama diperusahaan sejenis, gaji untuk direktur rata-rata 
hanya sebesar Rp.70.000.000.  dengan demikian Rp. 30.000.000. merupakan
jumlah yang melebihi kewajaran tersebut, bukanlah merupakan biaya untuk
mendapatkan PhKp. 
2. Pt Boki dalam gajinya terdapat Pembayaran gaji untuk salah satu direkturnya dan
ternyata adalah anak dari salah satu pemegang saham perusahaan tersebut sebesar
Rp. 100.000.000. Dari data perusahaan dan juga dibandingkan dengan data
perusahaan lainnya yang sejenis bahwa gaji Direktur yang wajar adalah Rp
50.000.000. Untuk mengurangi besarnya beban adalah menambah penghasilan
menurut pajak.
g. Harta yang dibebankan,  bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 4 ayat (3)  huruf a dan huruf b  UU PPh,  kecuali sumbangan
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf M. Serta zakat yang
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia,  diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PP 18 tahun 2009.
contoh :
1. PT Dimjati memberikan bantuan kepada PT Matthew Sebesar 
Rp.100.000.000.Karena kedua perusahaan tersebut tidak mempunyai hubungan
usaha dan hubungan kepemilikan maka untuk PT Matthew Bukanlah merupakan
penghasilan dan untuk PT dimjati bukan juga merupakan biaya untuk
mendapatkan PhKp. 
2. PT pop kimochi telah membebankan sumbangan yang diberikan kepada Yayasan
keagamaan Yang tidak disahkan oleh pemerintah sebesar Rp.50.000.000.  sebagai
biaya.  ya biaya tersebut haruslah dikoreksi karena biaya tersebut tidak
diperbolehkan mengurangi PhKp, sehingga harus ada di koreksi fiskal positif .

 h. Pajak penghasilan.


PPH tidak boleh dikurangi sebagai biaya karena bukan merupakan biaya untuk
memperoleh atau menagih penghasilan.

i.  biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang
menjadi tanggungannya
.
j.  gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham. 

k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
 contoh:
 PT Margaret pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 telah diterbitkan surat tagihan
pajak (SPT) sebesar Rp.312.000.000. dengan rincian Rp. 300.000.000. merupakan pokok
PPh 25, dan Rp. 12.000.000 Merupakan sanksi bunganya. atas SPT Sebut baik pokok
maupun sangsinya tidak diperkenankan sebagai pengurang PhKp tetapi pokok STP
tersebut merupakan kredit pajak
Selain itu, biaya-biaya sebagai berikut  juga tidak dapat dikurangkan. 
 1).  pajak masukan yang tidak dapat Dikreditkan sebagaimana Dimaksud pasal 9 ayat 8 UU PPN
barang dan atau jasa dan dan PPnBMSepanjang dapat dibuktikan benar telah dibayar.
2).  pajak masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam
menentukan besarnya PhKp sebagaimana pasal 9 ayat 1 UU PPhsesuai dengan PP 94 tahun
2010.
3). Kerugian dari pengalihan harta atau hutang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam
usaha/ kegiatan untuk mendapatkan kan, menagih, dan memelihara objek pajak (PP 94 tahun
2010) 
contoh : 
Perusahaan mempunyai sebuah Villa yang kemudian dijual. apabila laba, maka laba tersebut
merupakan objek pajak, tetapi apabila rugi, maka kerugiannya tidak dapat dibiayakan oleh pajak.
4)  dalam hal pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya maka keuntungan berupa selisih
antara harga pasar  harga tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan bagi
perusahaan.( PP 94 tahun 2010)
5) biaya Entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya, sepanjang tidak ada
hubungannya dengan kegiatan usaha WP atau yang tidak dibuatkan daftar nominatif untuk
dilampirkan pada SPT tahunan PPh. (SE-27/PJ.22/1986) 
6) Biaya untuk mendapatkan,  menagih, dan memelihara (3M) yang bukan merupakan objek
pajak, atau yang penghasilannya dikenakan PPh bersifat final ( deemed tax) Atau pengenaan
pajak berdasarkan norma perhitungan penghasilan neto dan norma penghitungan kasus (deemed
profit)  sesuai dengan PP 94 tahun 2010
7)  biaya yang tidak dapat dibuktikan pengeluarannya, seperti biaya tanpa didukung bukti atau
dokumen.
8)  PPH yang ditanggung pemberi penghasilan (PP 94 tahun 2010)
9)  bunga pinjaman seluruhnya tidak dapat dibebankan, apabila rata-rata tertimbang pinjaman per
bulan, kurang dari rata-rata tertimbang  deposit atau tabungan per bulan  (SE-46/PJ.4/1995)
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Harga pokok penjualan (HPP) dipengaruhi sistem pencatatan dan penilaian
persediaan seperti metode FIFO dan metode rata-rata. Beban operasional terbagi
menjadi dua kategori yaitu biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan dan
biaya yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan.Jika terdapat perbedaan antara
pencatatan akuntansi dan pajak (fiskal) maka perlu perlu dilakukankoreksi fiskal.
Koreksi fiskal fiskal terbagi dua, yaitu koreksi fiskal positif, artinya yang menambah
pengahsilan, dan koreksi fiskalnegatif yang mengurangi penghasilan.
1.2 Saran
Tulisandalammakalahinibanyakterdapatkesalahandankekurangan. Olehsebabitu,
diharapkandapatmelanjutkandanmengembangkanreverensimengenaihppdanbebanoperasiona
l
DAFTAR PUSTAKA

 Agoes, SukrisnodanEstralitaTrisnawati. 2018. AkuntansiPerpajakan edisi 3.


SalembaEmpat:Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai