Anda di halaman 1dari 7

2.

13 MEMBANGUN BUDAYA KEPEMIMPINAN

Dalam konteks ilmu perilau organisasi modern adalah pembahasan yang sering di bicarakan
yaitu suatu organisasi yang baik adalah dimana organisai tersebut mampu membangun
leadership culture (budaya kepemimpinan) di organisasi tersebut. Dan suatu organisasi yang
dianggap gagal adalah jika tidak adanya leadership culture di organisasi tersebut.

Budaya kepemimpinan menggambarkan terbangunnya kaderisasi di organisasi tersebut secara


terencana. Artinya pihak pemimpin di organisasi tersebut bersedia penuh untuk mempercayakan
dan mengedepankan sikap yang yakin bahwa para karyawannya mampu dalam mengambil
keputusan tanpa harus menungggu keputusan dari pimpinan. Sehingga kultus keputusan tidak
akan terjadi, dan bentuk manajemen di organisasi tersebut bisa lebih leading atau datar. Yaitu
jika keputusan terlalu bersifat kultus artinya selalu harus bersumber dari atas dan sangat
birokratis maka piramida keputusan akan semakin tinggi untuk dijangkau.

Beberapa sebab perusahaan mengalami kebangkrutan atau mengalami perlambatan dalam


menjalankan aktivitas bisnisnya disebabkan oleh faktor ketidakberanian mereka yang berada di
level middle management dalam mengambil keputusan bahkan jika semakin lemah maka di
tingkat lower management ini juga bisa terjadi.

Kasus ini berbahaya karena bukan terbangunnya budaya kepemimpinan namun malah sebaliknya
tumbuhnya “budaya ragu-ragu.” Ragu-ragu dalam mengambil keputusan walaupun SOP (Standar
Operasional Prosedur) sudah ada atau lebih jauh ada bagian-bagian yang tidak lengkap dari SOP
namun dibutuhkan interpretasi yang lebih jauh dan pihak manajer serta karyawan tidak berani
mengambil keputusan disebabkan karena takut menyalahi aturan dan bahkan diperkirakan bisa
menimbulkan kerugian pada perusahaan itu sendiri. Ini adalah suatu masalah, dan jika dibiarkan
maka akan merugikan perusahaan sendiri.

Oleh karena itu, jika suatu perusahaan ingin tumbuh menjadi besar maka konsep pengembangan
organisasi adalah bersifat membangun budaya kepemimpinan. Dengan kata lain kaderisasi akan
tumbuh di organisasi tersebut. Dan lebih jauh jika suatu oraganisasi mampu membangun kader
pemimpin maka jika suatu saat karyawan tersebut keluar dari organisasi tersebut dan ia
mendirikan sebuah organisasi baru dan ternyata organisasi tersebut sukses maka tentunya ia akan
selalu mengingat tempat lama ia bekerja yang telah membangunnya menjadi sukses seperti
sekarang ini.

Dampak lain pihak organisasi bisa bermitra dengan organisasi tersebut dan mereka bisa sama-
sama mempertahankan organisasi mereka dari setiap masalah, seperti pada saat terjadinya krisis
moneter atau berbagai krisis ekonomi dan dampak krisis politik lainnya. Dengan kata lain
hubungan yang baik adalah hubungan yang bersifat jangka panjang atau persahabatan yang baik
adalah yang saling mengisi dan saling memberi motivasi.
2.14 HUBUNGAN PEMIMPIN DAN KARYAWAN

Dalam konteks hubungan antara pemimpin dan karyawan/pegawai, sangat dipengaruhi oleh gaya
pemimpin yang dimiliki. Ini disebabkan pemimpin memiliki kekuasaan dan otoritas lebih dalam
usaha membentuk terwujudnya suatu model manajemen organisasi yang diharapkan. Dari
berbagai literatur dalam konteks hubungan antara pemimpin dan karyawan ada dua gaya
kepemimpinan yang diterapkan, yaitu :

a. Pemimpin dengan gaya orientasi tugas (task-oriented), dan


b. pemimpin dengan gaya orientasi pegawai (employee-oriented).

Pemimpin dengan gaya kepemimpina yang lebih mengutamakan berorientasi tugas (task-
oriented) adalah cenderung sangat mengejar target penjualan atau pengerjaan project dengan
hasil maksimal, dan menempatkan para karyawan serta seluruh sumber daya yang dimiliki demi
tercapainya target. Pada pemimpin dengan gaya orientasi tugas ini akan terlihat pada ciri-ciri
sebagai berikut,

a. Menghindari sifat suka melalaikan tugas,


b. Mengedepankan profesionalitas hasil kerja sesuai dengan target,
c. Berusaha memberikan kepuasan kepada klien, mitra bisnis, birokrat, konsumen dan lainnya
sesuai dengan permintaan,
d. Menghindari cacat kerja atau produk yang tidak sempurna,
e. Mengedepankan service purna jual kepada para konsumen, klien, dan lainnya,
f. Menjunjung tinggi terwujudnya reputasi perusahaan sesuai dengan amanat visi dan misi
perusahaan, termasuk memberikan kepuasan kepada para pemegang saham.

Adapun pemimpin dengan gaya orientasi pegawai (employee-oriented), adalah pemimpin yang
memiliki pandangan dan konsep kaderisasi. Konsep kaderisasi tersebut terlihat dengan cara
pemimpin berusaha membesarkan para karyawan yang dianggap memiliki potensi untuk dididik
dan diberi pelatihan kepemimpinan, dengan tujuan pegawai tersebut suatu saat diharapkan akan
mampu memberi pengaruh bagi kemajuan organisasi serta dapat meningkatkan penjualan
perusahaan. Hingga akhirnya pegawai tersebut diberi kesempatan untuk memimpin organisasi
secara legatimit. Konsep gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai (employee-
oriented) dianggap lebih demokratis.

Secara kenyataan ada beberapa pemimpin yang sulit menerapkan konsep demokrasi dalam
organisasi bisnis yang dimilikinya. Konsep demokrasi artinya kepemimpinan dan beberapa
jabatan strategis boleh dan hanya layak dipimpin oleh mereka yang memiliki kredibilitas serta
reputasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Ukurannya adalah secara jangka pendek dan jangka
panjang, yaitu dengan tetap mengutamakan dua sisi keinginan organisasi bisnis pada umumnya,
yaitu:
a. Profit
b. Keberlanjutan usaha

mengapa profit diutamakan, karena profit mampu memberi kepuasan kepada para pemegang
saham, serta kesejahteraan kepada para karyawan. Kesejahteraan pada karyawan akan
tergambarkan dalam bentuk bonus yang diterima serta berbagai fasilitas lainnya, tentunya
termasuk kenaikan gaji yang lebih dari perusahaan pesaing.

Adapun keberlanjutan usaha menyangkut dengan keyakinan para pihak manajemen serta investor
khususnya, dengan menjadikan organisasi tersebut sebagai tempat yang menjamin bagi masa
depan. Karena pada prinsipnya setiap manusia menginginkan kondisi yang terjamin dalam
menjalani kehidupan termasuk jaminan dalam bekerja.

2.15 SOLUSI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH DALAM BIDANG


KEPEMIMPINAN

Ada beberapa solusi secara umum yang dapat diterapkan dalam menylesaikan masalah dalam
bidang kepemimpinan, yaitu:

a. Membangun dan menghilangkan semangat kemalasan di kalangan para karyawan. Karena


dengan memiliki karyawan yang rajin memungkinkan pimpinan untuk menggerakkan
organisasi mencapai tujuan visi dan misi yang diharapkan.
b. Bagi para pimpinan agar selalu melakukan up grade pada ilmu yang dimiliki. Dengan tujuan
agar perkembangan ilmu yang terjadi di setiap waktu dapat terus diterapkan di perusahaan.
Dan dengan memiliki ilmu yang maksimal memungkinkan bagi pihak pimpinan perusahaan
untuk memiliki wibawa yang tinggi di mata para karyawannya.
c. Pemimpin yang bijaksana adalah pemimpin yang memiliki jiwa temperamen yang rendah.
Seorang pemimpin yang memiliki jiwa temperamen yang tinggi cenderung sulit untuk bisa
memimpin secara baik, karena memimpin suatu organisasi haruslah dilakukan secara tenang
dan sabar.
d. Pemimpin yang dipilih adalah pemimpin yang jauh dari mental korupsi, kolusi, dan nepotisme

(KKN). Bagi pihak perusahaan sangat menjadi penting untuk menempatkan pemimpin yang
memiliki jiwa dan semangat anti pada KKN. Karena jika seorang pemimpin anti pada KKN
diharapkan clean organization akan berhasil diwujudkan.
e. Pemimpin yang dipilih adalah yang memiliki jiwa semangat dan tidak mabuk atau terlalu cinta

pada kekuasaan. Pemimpin yang cinta pada kekuasaan cenderung akan bersikap otoriter dalam

memimpin.
2.16 DEFINISI PENGAWASAN

Pengawasan secara umum dapat didefinisikan sebagai cara suatu organisasi mewujudkan kinerja
yang efektif dan efisien, serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi. Untuk
memahami lebih dalam pengertian dari pengawasan ada baiknya kita lihat pendapat dari para
ahli di bawah ini, yaitu:

a. Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig : Pengawasan adalah tahap proses manajerial
mengenai pemeliharaan kegiatan organisasi dalam batas-batas yang diizinkan yang diukur dari

harapan-harapan. Lebih jauh Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig mengatakan bahwa,
teori pengawasan itu seperti halnya teoriumum lainnya, lebih banyak merupakan keadaan
pikiran (state of mind) daripada gabungan spesifik dan metode matematis, ilmiah atau
teknologis.
b. G.R. Terry : controlling can be defined as the process of determining what is to be
accomplished that is the standard; what is being accomplished, that is the performance and if
necessary applying corrective measure so that performance take place according to plans,
that is, in conformity with the standard (Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses
penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu
pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, sehingga
pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.)
c. T. Hani Handoko : Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk “menjamin” bahwa
tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai.
d. Hadibroto mengataan bahwa pengawasan adalah kegiatan penilaian terhadap
organisasi/kegiatan dengan tujuan agar organisasi/kegiatan tersebut melaksanakan fungsinya
dengan baik dan dapat memenuhi tujuannya yang telah ditetapkan.
e. Brantas : Pengawasan ialah proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan rencana atas
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih
lanjut.

Pengawasan dan pengendalian memiliki perbedaan penafsiran, dan selama ini telah terjadi
penafsiran yang menganggap sama kedua ini. Soemardjo Tjitrosidojo juga membedakan arti
istilah pengawasan dan istilah pengendalian. Menurutnya :

Pengawasan adalah suatu bentuk pengamatan yang umumnya dilakukan secara menyeluruh,
dengan jalan mengadakan perbandingan antara yang dikonstrasir dan yang seharusnya
dilaksanakan. Sedangkan istilah pengendalian merupakan sarapan dari istilah dalam bahasa
inggris control.
Black Law Dictionary memberikan definisi control dalam fungsinya sebagai kata kerja atau verb
adalah sebagai berikut :

a. to exercise power or influence over


b. to regulate or govern
c. to have a controlling interest some institution.

Untuk memahami perbedaan kedua ini baik pengawasan dan pengendalian Jusuf Anwar
mengatakan, “Secara formal, pengawasan hanya bersifat memberikan saran, sedangkan tindakan
lebih lanjut merupakan wewenang dari orang-orang yang mempunyai fungsi pengendalian.”
Sehingga disini menjadi sangat jelas jika pengawasan dan pengendalian menempati posisi
berbeda,artinya pengawsan yang utama dan pengendalian menjalankan keputusan pengawasan.
Dan jika keputusan pengawasan salah maka kita tidak bisa menyalahkan kesalahan itu semata
karena factor pengendalian yang tidak tepat, namun konsep pengawasan yang diterapkan juga
mungkin harus dilakukan perbaikan. Karena dengan konsep pengawasan yang berkualitas dan
didukung oleh orang-orang yang memiliki kualitas tinggi terutama mampu memikirkan dampak-
dampak yang akan terjadi nantinya, maka pekerjaan bagian pengendalian menjadi jauh lebih
ringan dan simple.

Pengawasan ini berkaitan erat dengan fungsi perencanaan dan kedua fungsi ini merupakan hal
yang saling mengisi, karena :

a. Pengawasan harus terlebih dahulu direncanakan.


b. Pengawasan baru dapat dilakukan jika ada rencana
c. Pelaksanaan rencana akan baik, jika pengawasan dilakukan dengan baik.
d. Tujuan dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah pengawasan atau penilaian
dilakukan (Hasibuan, 2001:241).

2.17 TIPE-TIPE PENGAWASAN

Secara konsep pengawasan tersebut memiliki banyak tipe. Menurut T. Hani Handoko ada tiga
tipe pengawasan, yaitu

a. Pengawasan pendahuluan
b. Pengawasan “concurrent,” dan
c. Pengawasan umpan balik.

Untuk memahami secara lebih dalam Hani Handoko menjelaskan bahwa, “Pengawasan
pendahuluan, atau sering disebut steering controls, dirancang untuk mengantisipasi masalah-
masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi
dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan.” Untuk pengawasan “concurrent”
Hani Handoko mengatakan, “ Tipe pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari
suatu prosedur harus disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-
kegiatanbisa dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan “double-check” yang lebih menjamin
ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.” Dan lebih jauh Hani Handoko “Pengawasan umpan
balik, juga dikenal sebagai past-action controls, mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang
telah diselesaikan.”

Kegiatan belum Kegiatan sedang Kegiatan telah


dilaksanakan dilaksanakan dilaksanakan

Feedforward control Concurrent control Feedback control

Ada yang harus diingat dalam memahami tipe pengawasan adalah semua itu sangat tergantung
siapa dan dimana diterapkannya tipe pengawasan tersebut. Karena kesuksesan suatu tipe
pengawasan sangat tergantung kepada siapa yang ditugaskan untuk menjadi pengawasan dari
suatu pekerjaan tersebut. Jika yang bersangkutan memiliki keseriusan tinggi maka artinya
pengawsan itu akan sukses, namun itu juga menjadi sebaliknya.

2.18 PEMIMPIN DAN PENGAWASAN DI ORGANISASI

Dalam pelaksanaannya sering seorang pemimpin menemukan tindakan pada bentuk penolakan
terhadap suatu kebijakan yang dijalankan, dan tindakan yang berbentuk penolakan pada
kebijakan tersebut dapat dianggap sebagai sebuah hambatan. Dan lebih jauh pimpinan harus
melihat sebab musabab penolakan itu bisa terjadi, karena jika dibiarkan tanpa ada penanganan
serius maka ini bisa merusak sistem yang ada bahkan bisa berdampak pada sistem yang lainnya.

Untuk mengatasi agar terciptanya pengawasan yang berlangsung secara baik, maka setiap
hambatan dalam bidang pengawsan harus dicarikan solusi. Adapun bentuk solusi tersebut adalah:

1) Menciptakan hubungan antara tingkat atas dan bawah agar terbentuknya suatu control yang
maksimal sampai dengan tingkat sub sistem. Ini sebagaimana dinyatakan oleh Fremont E.
Kast dan James E. Rosenzweig bahwa, “ada saling hubungan (interface) dengan pengawasan
tingkat tinggi di mana tujuan ditentukan. Juga terdapat saling hubungan dengan pengawasan
tingkat rendah dimana pekerjaan dilaksanakan oleh sistem dan berbagai sub-sistem.”
2) Memahami konsep efektivitas. Konsep efektvitas melihat dari segi waktu dan sebaliknya
pengawasan yang dilakukan melihat pada konsep time schedule, dengan tujuan agar setiap
pengerjaan tugas dapat diselesaikan sesuai dengan target yang diinginkan. Karena jika suatu
pekerjaan selesai di atas target maka artinya terjadi pemborosan dari segi waktu dan lebih
jauh pada biaya (cost), sementara manajer perusahaan sering mengedepankan persoalan
efisiensi.

3) Perusahaan perlu mengembangkan suatu standar acuan kerja yang representative dan modern.
Dengan tujuan setiap pihak yang bekerja di organisasi tersebut harus mematuhi dan
menerapkan standar acuan kerja tersebut, sehingga jika suatu saat ada teguran, sanksi dan
berbagai bentuk penegakan aturan lainnya semua itu telah bersumber pada standar tersebut,
dengan begitu diharapkan kondisi homogen akan berlangsung secara stabil. Ini sebagaimana
dinyatakan oleh Fremont E. Kast dan James rosenzsweig bahwa, “sistem nilai homogen,
penghayatan norma-norma kelompok, dan pengetahuan serta penerimaan hukum, tentulah
akan membawa kepada mawas diri dan perilaku yang berada dalam batas-batas yang sesuai
untuk situasi tertentu.”

4) Menerapkan konsep “the right man and the right place.” Konsep the right man and the right
place artinya menempatkan seseorang sesuai dengan posisinya. Dengan begitu diharapkan
setiap pekerjaan ditangani oleh mereka yang benar-benar mampu untuk menyelesaikannya.

Dalam konteks pengawasan lebih jauh seorang pemimpin perusahaan bukan hanya bertugas
mengawasi jalannya usaha perusahaan dan karyawannya. Namun ia juga harus mengawasi
dirinya sendiri untuk selalu sesuai dengan konsep. Sehingga ia selalu dapat memberi contoh
tauladan kepada para karyawannya.

Dalam konteks ilmu perilaku organisasi artinya dapat kita pahami jika perilaku dan sikap
pemimpin mempengaruhi terbentuknya pola perilaku organisasi. Dengan kata lain perilaku
organisasi adalah bagian dari cerminan perilaku pimpinan. Pendapat ini sering menjadi pendapat
umum yang berlaku di masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai