Anda di halaman 1dari 12

HARGA POKOK PENJUALAN

Beban pokok usaha Harga Pokok Penjualan (HPP) diakui menggunakan pendekatan kausalitas, yaitu
mengaitkan beban secara langsung dengan penghasilan. Oleh karena itu, HPP diakui pada saat
persediaan itu dijual.

HPP dipengaruhi oleh system pencatatan dan penilaian persediaan. Menurut Weygant, Kimmel dan
Kieso (2011: 202-203), ada dua system yang dikenal dengan pencatatan persediaan, yaitu sebagai
berikut.

1. Sistem Periodik
Dalam system periodic, persediaan dan HPP tidak dapat diketahui sewaktu-waktu.
Persediaan dihitung dengan melakukan perhitungan fisik (stock opname) pada setiap
akhir periode. Hasil perhitungan tersebut dipakai untuk menghitung HPP.
2. Sistem Perpetual
Sistem perpetual menyajikan informasi mengenai persediaan dan HPP setiap saat
tanpa melakukan perhitungan fisik (stock opname).
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, sistem pencatatan persediaan tidak
diatur secara jelas. Selama sistem dapat menunjukan kebenaran pencatatan maka
ketentuan perpajakan dapat menerimanya.
Menurut Wild dan Kwok (2011:201-220), penilaian persediaan barang dagang
dibagi atas berikut.
a. Specific Identification Method
b. Cost Flow Method: First-in, First-out (FIFO) dan Average-cost
c. Estimasi Persediaan: Gross Profit Method dan Retail Inventory Method

Untuk Spesific Identification Method, Gross Profit Method dan Retail Inventory
Method telah dibahas dalam Bab 5 Persediaan.

Metode Masuk-Pertama dan Keluar-Pertama (FIFO)


Metode masuk-pertama dan keluar-pertama (First in First out-FIFO) ini berasumsi
bahwa persediaan yang pertama kali dijual adalah persediaan yang pertama kali dibeli.
Dengan demikian, hanya ada persediaan yang dibebankan sebagai HPP berasal dari
persediaanyang dibeli pertama kali.

Metode Rata-Rata (Average-Cost)


Dalam metode ini, HPP ditentukan dari biaya rata-rata per unit untuk masing-masing
persediaan setiap kali pembelian dilakukan. Menurut Pasal 10 ayat (6) UU PPh,
penilaian pemakaian persediaan untuk menghitung HPP menurut pajak hanya boleh
dilakukan dengan menggunakan metode FIFO dan metode Average. Pemilihan
metode tersebut harus dilakukan secara taat asas. WP tidak diperkanankan
menggunakan metode penilaian mana yang lebih rendah antara harga perolehan
dengan harga pasar.

Contoh:
Perusahaan pada awal tahun 2011 mempunyai persediaan awal bahan baku sebanyak
1000 unit dengan harga satuan Rp.1.000. selama tahun 2011 perusahaan membeli
baban baku sebagai berikut. 50.000 unit, 75.000 unit, 100.000 unit dan 125.000 unit
dengan harga per unit adalah sebesar Rp900, Rp1.000,Rp1.100 dan Rp1.200. Selama
tahun 2011 perusahaan mengeluarkan bahan baku untuk produksinya sebagai berikut.
45.000 unit, 70.000 unit, 100.000 unit dan 30.000 unit.
Besarnya bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi dan besarnya
persediaan bahan baku akhir yang akan dicatat oleh perusahaan adalah sebagai
berikut.
Metode FIFO
Persediaan akhir (unit) = Persediaan Awal + Pembelian – Produksi
= 1.000 + (50.000 + 75.000 + 100.000 + 125.000)
- (45.000 + 70.000 + 100.000 + 30.000)
= 16.000 unit
Persediaan akhir (Rp) = 16.000 unit x Rp 1.200 = Rp. 19.200.000
Persediaan Awal = 1.000 unit x Rp 1.000 = Rp. 1.000.000
Pembelian = 50.000 unit x Rp 900 = Rp. 45.000.000
75.000 unit x Rp. 1.000 = Rp. 75.000.000
100.000 unit x Rp. 1.100 = Rp. 110.000.000
125.000 unit x Rp. 1.200 = Rp. 150.000.000
= Rp. 380.000.000
Harga Pokok Produksi = Persediaan awal + pembelian – persediaan akhir
= Rp. 1.000.000+Rp. 380.000.000–Rp. 19.200.000
= Rp. 361.800.000
Metode Average
Persediaan awal = 1.000 unit x Rp. 1.000 = Rp 1.000.000
Pembelian = 50.000 unit x Rp 900 = Rp 45.000.000
75.000 unit x Rp. 1.000 = Rp 75.000.000
100.000 unit x Rp. 1.100 = Rp110.000.000
125.000 unit x Rp. 1.200 = Rp150.000.000
351.000 unit = Rp381.000.000

Harga per unit =Rp381.000.000/351.000 unit = Rp1.085 per unit


Persediaan akhir (Rp) = 16.000 unit x Rp1.085 = Rp17.360.000
Harga Pokok Produksi = (45.000+70.000+100.000+30.000) x Rp1.085
= 245.000 unit x Rp1.085 = Rp265.825.000

BEBAN OPERASIONAL
Beban yang Boleh Dikurangkan
Dalam akuntansi komersial, semua biaya termasuk kerugian (losses) dapat
dikurangkan dalam menghitung penghasilan neto (net income). Untuk tujuan
perpajakan, tidak semua biaya dapat dibuktikan/dikeluarkan dalam usaha memperoleh
penghasilan, ketentuan perpajakan mengakuinya sebagai biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, beban yang dapat
dikurangkan (deductible expenses) adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan, termasuk berikut ini.
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain: biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang,
bunga, royalti dan sewa; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi
asuransi; biaya promosi penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan PMK-
02/PMK.03/2010; biaya administrasi; dan pajak kecuali PPh. Biaya harus valid,
reliable dan wajar.
Dengan demikian, semua pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka
usahanya selain PPh, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai
(BM), dapat dibebankan sebagai biaya.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun, sepanjang harta yang disusutkan/diamortisasi tersebut
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing
Untuk tahun 2008 dan sebelumnya, apabila WP membukukan transaksi dengan
kurs tetap (kurs historis) atau kurs yang benar-benar terjadi sesuai kurs yang
diakui oleh bank yang berkaitan atas realisasi perkiraan mata uang asing yang
bersangkutan, maka selisih kurs diakui pada saat terjadinya realisasi pembayaran.
Sedangkan, apabila WP membukukan transaksi dengan kurs tengah BI atau kurs
yang benar-benar berlaku pada akhir periode menurut Bank Indonesia, maka
selisih kurs diakui pada akhir tahun.
Mulai tahun 2009, penggunaan kurs tetap sudah tidak diperkenankan, sesuai
dengan Pasal 4 ayat 1 huruf l UU PPh. Dalam penjelasan pasal tersebut,
mengungkapkan bahwa system penilaian yang sesuai dengan SAK dalam
pengakuan keuntungan selisih kurs sehingga tidak aka nada lagi perbedaan antara
akuntansi dan fiscal.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan. Biaya tersebut dikeluarkan dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan memperhatikan kewajaran
dan kepentingan perusahaan (PMK-246/PMK.03/2008 jo. PMK-
154/PMK.03/2009).
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Dirjen
Pajak;
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang Negara; atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah
dihapuskan untuk jumlah uang tertentu; dan
4. Syarat pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih
debitur kecil.
Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK-
105/PMK.03/2009 jo. PMK-57/PMK.03/2010.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan
dengan PP 93 Tahun 2010.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan PP93 Tahun 2010.
k. Biaya pembangunan infrastruktur social yang ketentuannya diatur dengan PP 93
Tahun 2010
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun
2010.
m. Sumbangan dalam rangka pembianaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
PP 93 Tahun 2010.

Penghasilan bruto selain dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan (ayat 1), juga boleh dikurangi dengan kerugian perusahaan
yang dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-
turut sampai dengan 5 tahun (ayat 2). Sedangkan untuk WP orang pribadi dalam
negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) (ayat 3).

Selain itu, beban-beban berikut ini juga merupakan beban yang dapat dikurangkan (deductible
expenses) yaitu:

1) Pembentukan dana cadangan


Sesuai PMK-81/PMK.03/2009, diatur bahwa besarnya dana cadangan yang boleh dikurangkan
sebagai beban untuk:

 Usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, SGU dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang,
 Usaha asuransi,
 Lembaga Penjamin Simpanan,
 Biaya reklamasi usaha pertambangan,
 Biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan,
 Biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri.
2) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, seperti penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu
dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan PMK-
83/PMK.03/2009 adalah sebagai berikut:
Keterangan Bagi Perusahaan Bagi Pegawai
1. Fasilitas pengobatan
Non-deductible Non-taxable Income
a. Di klinik/rumah sakit milik perusahaan
Expense
Deductible Expense Taxable Income
b. Di klinik/rumah sakit milik pihak ketiga
2. Fasilitas mendiami rumah milik
Non-deductible Non-taxable Income
perusahaan
Expense
a. Bukan di daerah terpencil Deductible Expense Non-taxable Income

b. Di daerah terpencil
3. Perlengkapan keselamatan kerja yang Deductible Expense Non-taxable Income
diwajibkan oleh peraturan keselamatan
kerja
4. Fasilitas rekreasi dan olahraga
Non-deductible Non-taxable Income
a. Dekat atau dalam kota
Expense
Deductible Expense Non-taxable Income
b. Jauh dari kota
5. Biaya perjalanan dalam rangka dinas Deductible Expense Non-taxable Income
6. Fasilitas pelatihan dan pendidikan Deductible Expense Non-taxable Income
7. Fasilitas kafetaria Deductible Expense Non-taxable Income
8. Fasilitas kendaraan dan telepon Deductible Expense Non-taxable Income
Deductible Expense Non-taxable Income
genggam
hanya 50% nya hanya 50% nya
a. Tidak dibawa pulang ke rumah
b. Dibawa pulang ke rumah
9. Premi asuransi yang dibayar oleh Deductible Expense Taxable Income
pemberi kerja

3) Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan yang antara pemberi dan penerimanya
memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan seperti terlihat pada
table berikut ini.
Hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
di antara pemberi dan penerima
Jenis Penghasilan
Ada Hubungan Tidak Ada Hubungan
Pemberi Penerima Pemberi Penerima
Bantuan atau sumbangan, Deductible Objek Non- Bukan Objek Pajak
termasuk zakat atau Expense Pajak deductible (PP-18/ 2009)
sumbangan keagamaan yang Expense
sifatnya wajib, diterima oleh
badan atau orang pribadi
Harta hibah, bantuan, atau Deductible Objek Non- Bukan Objek Pajak
sumbangan yang diterima Expense Pajak deductible (PMK-
oleh keluarga, badan Expense 245/PMK.03/2008)
(keagamaan; pendidikan;
sosial) dan orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan
kecil.
Bantuan atau santunan yang --- --- Non- Bukan Objek Pajak
diterima WP tertentu (tidak deductible (PMK-
mampu, sedang mengalami Expense 247/PMK.03/2008)
bencana alam, tertimpa
masalah) yang dibayarkan
oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial

4) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat (zakat yang diterima oleh badan amil atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah) dan sumbangan
keagamaan (sumbangan keagamaan yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
oleh Pemerintah) yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
dikecualikan sebagai objek PPh sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan; sesuai dengan PP 18
Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.
Bantuan atau sumbangan dalam bentuk uang atau barang kepada orang pribadi atau badan.

Contoh:

PT Dimdim membayar zakat 2,5% dari hartanya senilai Rp10.000.000 kepada Lazis “Amanah” yang
pendiriannya telah disetujui oleh pemerintah, dan atas zakat tersebut diberikan tanda terima, maka
untuk Lazis “Amanah” zakat tersebut bukanlah merupakan penghasilan tetapi untuk PT Dimdim
merupakan beban yang dapat dikurangkan.

5) Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki
dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
Pembebanan sebagai biaya perusahaan hanya sebesar 50% dalam tahun pajak yang
bersangkutan melalui penyusutan asset tetap kelompok 1 dan atas beban berlangganan atau
pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler tersebut dapat dibebankan sebagai
beban rutin perusahaan. (KEP-220/PJ./2002 jo. SE-09/PJ.42/2002).
Contoh:

Atas pembelian handphone oleh PT Yesia selama tahun 2010 telah dibayar langganan kartu Halo
sebesar Rp7.000.000 maka biaya yang boleh di bebankan adalah sebesar 50% x Rp7.000.000 =
Rp3.500.000. perbedaan tersebut antara fiskal dengan akuntansi harus dilakukan koreksi fiskan
positif.

6) Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis, termasuk juga
pengeluaran rutin untuk pembelian atau pemakaian bahan bakar, yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
Pembebanan sebagai biaya perusahaan hanya sebesar 50% dalam tahun pajak yang
bersangkutan melalui penyusunan asset tetap kelompok 2 dan atas beban pemeliharaan
atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan sebagai beban rutin perusahaan.
(KEP-220/PJ./2002 jo. SE-09/PJ.42/2002)
7) Bunga pinjaman dapat dibebankan sebagian apabila rata-rata tertimbang pinjaman per
bulan > rata-rata tertimbang deposito atau tabungan per bulan. Besarnya bunga pinjaman
yang dapat dibebankan tersebut adalah sebesar jumlah bunga yang terutang atas rata-rata
jumlah pinjaman yang melebihi rata-rata jumlah deposito/tabungan (SE-46/PJ.4/1995
berlaku 5 Oktober 1995). Bunga pinjaman yang dapat di bebankan:
Tingkat x ( rata-rata tertimbang – rata-rata )
bunga saldo pinjaman per tertimbang saldo
pinjaman bulan deposito per bulan
Contoh:

PT Moci meminjam uang dari bank Amanda sebesar Rp250.000.000 dengan bunga 20% per tahun.
Namun demikian, PT Moci juga mempunyai tabungan berupa deposito sebesar Rp100.000.000
dengan bunga 15% per tahun. Besarnya biaya yang seluruh pinjaman tersebut dibelikan saham PT
Poki. Bunga bank sebesar Rp250.000.000 x 20% = Rp5.000.000 tidak dapat diperlakukan sebagai
pengurang Penghasilan Kena Pajak (PhKP) tetapi dikapitalisasi pada nilai saham sehingga nilai saham
menjadi Rp25.000.000 + Rp5.000.000 = Rp30.000.000.

8) Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) UU PPN
sepanjang dapat dibuktikan bahwa pajak masukan tersebut telah benar-benar dibayar dan
berkenaan dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan,
menagih, dan memelihara.

Beban yang Tidak Dipebolehkan Pajak

Berbeda dengan akuntansi komersial, untuk tujuan perhitungan PhKP tidak semua biaya yang
dikeluarkan perusahaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pasal 9 ayat (1) UU PPh
menyebutkan jenis-jenis biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai
berikut:

a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
Dividen dengan segala bentukknya, pada prinsipnya merupakan bagian laba dari perusahaan
tersebut yang akan dikenakan PPh sehingga bukan merupakan biaya untuk mendapatkan
PhKP. Demikian juga dengan sisa hasil usaha pada koperasi, yang pada dasarnya merupakan
bagian atas kelebihan dari pendapatan dikurangi biaya, yang merupakan objek PPh sehingga
bukan merupakan biaya untuk mendapatkan PhKP. Begitu pula dengan pengeluaran untuk
kepentingan pemegang saham, sekutu, dan anggota dipersamakan, dengan pembagian laba
dan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan badan. Pengembalian sebagian premi oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis yang biasa disebut dengan dividen juga
disamakan dengan dividen saham dan tidak dapat dikurangkan sebagai penghasilan kena
pajak perusahaan asuransi.

b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu atau anggota. Hal ini seperti perbaikan rumah pribadi, perjalanan pribadi, premi
asuransi yang dibayarkan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham
atau anggota keluarganya.
Contoh:

Perjalanan dinas yang dikeluarkan oleh perusahaan selama tahun 2011 sebesar Rp
500.000.000 di mana terdapat perjalanan pemegang saham beserta keluarganya dalam
rangka rekreasi ke Australia. Atas beban perjalanan tersebut yang dapat menjadi pengurang
untuk mendapatkan PhKP adalah sebesar Rp 200.000.000 sedangkan Rp.300.000.000 harus
dilakukan koreksi fiskal.

c) Pembentukkan atau pemupukan dana cadangan (PMK-81/PMK.03/2009), Kecuali:


 Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, SGU dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang;
 Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
 Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
 Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
 Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
 Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri.
Berbeda dengan akuntansi komersial yang menganut prinsip konservatif, dalam
perpajakan prinsipnya adalah pendekatan realisme. Hanya kerugian yang betul terjadi
yang dapat diakui sebagi pengurangan penghasilan.

Contoh:

PT Diestri dalam laporan laba rugi komersialnya telah membebankan dana cadangan
piutang tak tertagih sebesar 2% dari rata-rata piutang yaitu sebesar Rp 100.000.000.
Secara fiskal, dana cadangan piutang tak tertagih tersebut harus dilakukan koreksi fiskal
d) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
beasiswa yang dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WP bersangkutan (wajib dipotong PPh
Pasal 21). Premi asuransi jiwa dianggap merupakan pemakaian penghasilan wajib pajak, oleh
karena itu premi tersebut bukan merupakan beban penghasilan.

e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penyediaaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan PMK-83/PMK.03/2009.
Contoh:

PT Edson membebankan biaya makan di tempat kerja untuk seluruh karyawannya


sebesar Rp 300.000.000 di mana Rp 100.000.000 adalah biaya makan yang dilakukan di
hotel, maka biaya makan yang diperbolehkan secara fiskal adalah sebesar Rp 100.000.000
hal tersebut merupakan koreksi positif karena mengurangi beban yang akan menambah laba
secara fiskal.

f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan.
Contoh:

i) PT Woci membayar gaji kepada Ronron, salah satu pemegang sahamnya yang juga
menjabat sebagai salah satu direktur sebesar Rp 100.000.000 per bulan. Pada tingkat
jabatan yang sama dan di perusahaan yang sejenis gaji untuk direktur rata-rata hanya
sebesar Rp 70.000.000. Dengan demikian, Rp 30.000.000 merupakan jumlah yang
melebihi kewajaran tersebut, bukanlah merupakan biaya untuk mendapatkan PhKP.
ii) Pt Boki, dalam gajinya terdapat pembayaran gaji untuk salah satu direkturnya, dan
ternyata adalah anak dari salah satu pemegang saham perusahaan tersebut sebesar Rp
100.000.000. Dari data perusahaan dan juga dibandingkan dengan data perusahaan
lainnyayang sejenis bahwa gaji direktur yang wajar adalah Rp50.000.000. Beban gaji
haruslah dikoreksi fiskal Rp 50.000.000 untuk mengurangi besarnya beban atau
menambah penghasilan menurut pajak.
g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan dalam pasal 6 ayat (1) huruf
i, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah berdasarkan ketentuannya diatur dalam PP 18
Tahun 2009.

Contoh:

(1) PT Dimjati memberikan bantuan kepada PT Matthew sebesar Rp 100.000.000


karena kedua perusahaan tersebut tidak mempunyai hubungan usaha dan
hubungan kepemilikan maka untuk PT Matthew bukanlah merupakan
penghasilan dan untuk PT Dimjati, bukan juga merupakan biaya untuk
mendapatkan PhKp
(2) PT Pokimoci telah membebankan sumbangan yang diberikan kepada yayasan
keagamaan yang tidak disahkan oleh pemerintah sebesar Rp 50.000.000
sebagai biaya. Biaya tersebut haruslah dikoreksi karena biaya tersebut tidak
diperbolehkan mengurangi PhKP, sehingga haruslah dikoreksi fiskal positif.
h) Pajak Penghasilan.

PPh tidak boleh dikurangkan sebagai biaya karena bukan merupakan biaya untuk
memperoleh atau menagih penghasilan.
i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang
yang menjadi tanggungannya.
j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikkan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangan-undangan di bidang
perpajakan.
Contoh:
PT Margaret pada bulan Januari samapai dengan Maret 2012 telah diterbitkan Surat
Tagihan Pajak (STP) sebesar Rp 312.000.000 dengan rincian Rp 300.000.000
merupakan pokok PPh 25, dan Rp 12.000.000 merupakan sanksi bunganya. atas STP
tersebut baik pokok maupun sanksinya tidak diperkenankan sebagai pengurang PhKP,
tetapi pokok STP tersebut merupakan kredit pajak.
Selain itu, biaya-biaya sebagai berikut juga tidak dapat dikurangkan.
1) Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pasl 9 ayat
(8) UU PPN barang dan/atau jasa dan PPnBM sepanjang dapat dibuktikan benar
telah dibayar.
2) Pajak masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan
dalam menentukan besarnya PhKP sebagaimana pasal 9 ayat (1) UU PPh sesuai
dengan PP 94 Tahun 2010.
3) Kerugian dari pengalihan harta atau utang yang tidak memiliki dan tidak
dipergunakan dalam usaha/kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara objek pajak (PP 94 Tahun 2010).
Contoh:
Perusahaan mempunyai sebuah villa yang kemudian dijual. Apabila laba, maka
laba tersebut merupakan objek pajak, tapi apabila rugi, maka kerugiannya tidak
dapat dibiayakan oleh pajak.
4) Dalam hal pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya maka keuntungan
berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan
penghasilan nbagi perusahaan.
5) Biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya, sepanjang tidak
ada hubungannya dengan kegiatan usaha WP atau yang tidak dibuatkan daftar
nominatif untuk dilampirkan pada SPT Tahunan PPh.
6) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak,atau yang penghasilannya dikenakan PPh bersifat final,
atau pengenaan pajaknya berdasarkan Norma Penghitungan Pengahsilan Neto dan
Norma Penghitungan Khusus sesuai dengan PP 94 Tahun 2010.
7) Biaya yang tidak dapat dibuktikan pengeluarannya, seperti biaya tanpa didukung
bukti/dokumen.
8) PPh yang ditanggung pemberi penghasilan (PP 94 Tahun 2010)
9) Bunga pinjaman seluruhnya tidak dapat dibebankan, apabila rata-rata tertimbang
bunga pinjaman per bulan ≤ rata-rata tertimbang deposito/tabungan per bulan.
(SE-46/PJ.4/1995)

Anda mungkin juga menyukai