Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

“SKEMA MODEL PREDIKSI KEUANGAN”

oleh : kelompok 13

1. Ni Kadek Anika Murjani (17 / 1702622010270)


2. Ni Ketut Ari Ulandari (23 / 1702622010276)
3. Ni Made Anik Marsini (27 / 1702622010280)
4. Putri Dwi Ekayanti (37 / 1702622010290)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2020
A. MODEL PREDIKSI KEUANGAN
Model prediksi ini dapat juga dimasukan sebagai bagian dari bidang analisa laporan
keuangan karena salah satu tujuan dari analisa laporan keuangan itu adalah meramalkan
kondisi keuangan perusahaan dimasa yang akan datang. Dalam rumus atau model ini bahkan
banyak digunakan angka-angka laporan keuangan dan rasio-rasio keuangan.
Dalam prediksi keuangan kita mengenal beberapa model antara lain:
1. Linear Programming.
2. Delphi Forcasting.
3. Time Series Forcasting (trend).
4. Break Even Analisys.
5. Just In Time (JIT).
6. Economic Order Quantity (EOQ).

B. MENGHITUNG JUST IN TIME MODEL (JIT)


Upaya untuk meningkatkan produktifitas dan menekan pemborosan dan ketidak-
efesienan lainya adalah JIT Model. Model ini menunjukan bahwa konsep cost management
yang lama sudah ketinggalan zaman dan perlu diubah. Model ini sudah banyak diminati oleh
para pengusaha akhir-akhir ini sehingga dikenal sebagai golden ring of manufacturing
efficiency. Menurut Johanson (1990) dalam artikel Management Accounting dengan judul
Preparing For Accounting System Changes, bahwa konsep JIT adalah merupakan model/
filosofi yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Penekanan pada prinsip visibility sehingga dengan demikian setiap masalah yang
memerlukan perbaikan menjadi jelas dan dianggap sebagai kesempatan/ atau peluang.
2. Output selalu disesuaikan dengan permintaan sehingga kegiatan produksi harus
disesuakan dengan upaya menyeimbangkan keduanya.
3. JIT menghendaki kesederhanaan / kemudahan bukan kerumitan.
4. Pendekatan yang dilakukan bersifat “holistick” atau global. Konsep harus diterima
secara umum dan melibatkan semua pihak serta sumber perusahaan yang dimiliki.
5. JIT menganut konsep perbaikan terus-menerus. JIT merupakan filosofi perusahaan
dalam beroperasi yang hakikatnya berupaya menghilngkan “pemborosan”. Dengan
konsep JIT maka setiap resources seperti peralatan, bahan, alat, fungsi tenaga kerja
digunakan secara minimal dan yang digunakan hanya yang benar-benar diperlukan
untuk menambah nilai produk.

JIT bukan merupakan:


a. Program / kebijaksanaan persediaan.
b. Hanya upaya melibatkan supplier dalam kegiatan perusahaan.
c. Fenomena kebudayaan.
d. Proyeksi penggunaan bahan.
e. Proyeksi kebutuhan bahan.
f. Obat mujarap bagi manajer yang lemah.

Beberapa unsur yang selalu dianut dalam konsep JIT ini adalah:
1. Sikap Awareness/Education
Setiap orang harus mencoba memperbaiki keadaan walaupun pada mulanya salah
namun harus terus dicoba sehingga merupakan proses pendidikan bagi personel.
Mencoba dan salah lebih bagus dari pada tidak dicoba sama sekali.
2. House-Keeping
Setiap orang harus bertanggung jawab pada setiap peralatan atau harta perusahaan
baik yang dibawah pengawasan maupun yang diluarnya.
3. Quality Improvement
Kualitas harus terus ditingkatkan untuk menuju “zero defects” (tidak ada kerusakan).
Kapan saja ditemukan kesalahan operator harus segera menyetop operasi dan langsung
melakukan koreksi.
4. Uniform Plant Load (UPL)
Artinya jika kita menjual harian maka produksi harus harian pula. Produksi sesuai
demand, tidak perlu ada persediaan.
5. Redesign Process Flow
Untuk memenuhi konsep UPL diatas maka kegiatan produksi harus didesain
sedemikian rupa sehingga seluruh peralatan digunakan untuk memproduksikan barang
secara group bukan per departemen.
6. Set up Reduction
Dengan melakukan redesign maka dapat saja terjadi peralatan yang dimiliki dikurangi
sehingga produk benar-benar sesuai kebutuhan.
7. Supplier Net Work
Jaringan permasalahan harus dapat diatur sedemikian rupa sehingga barang yang
dibutuhkan datang pada saat yang tepat, barang hanya diterima pada saat diperlukan.
Dengan menjalankan konsep JIT maka peralatan yang diperlukan hanya 1 unit, jangka
waktu antara kegiatan tidak lowong, kerusakan tidak ada, waktu berhenti tidak ada,
operasi mesin seimbang dengan baik, work in process (WIP) berada dalam jumlah
minimum dan alat-alat tidak pernah berhenti percuma.
1. Titik Impas
Titik impas adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak mendapat laba maupun
rugi.jadi dapat dikatakan kondisi pendapatan perusahaan dalam keadaan seimbang.
a. Sistem Konvensional

X=(I+F)/(P-V)
Dalam hal ini:
X = Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I = Laba sebelum pajak penghasilan
F = Total biaya tetap
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
b. Sistem JIT

X1=(I+F1+X2V2)/ (P-V1)

Dalam hal ini:


X1 = Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I = Laba sebelum pajak penghasilan
F1 = Total biaya tetap
X2 = Jumlah kuantitas berbasis nonunit V2 = Biaya variabel per basis non unit
P = Harga jual per unit
V1 = Biaya variabel per unit
Illustrasi :

PT.KIRANA, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang perakitan


suku cadang menggunakan dua sistem biaya yang berbeda yaitu:
1. Sistem biaya konvensional
2. JIT
Sistem biaya konvensional membebankan BOP menggunakan pengarah biaya (cost
driver) berbasis unit. Sistem JIT menggunakan pendekatan yang terfokus pada
penelusuran biaya dan penentuan harga pokok berbasis aktivitas untuk biaya yang tidak
dapat dihubungkan secara langsung dengan suatu sel pemanufakturan. Untuk
mengetahui perbedaan antara kedua metode, berikut ini disajikan data biaya produksi
untuk bulan desember 1997 :

SISTEM BIAYA
ELEMEN BIAYA
KONVENSIONAL JIT
Bahan Baku Rp 800 Rp 800
Tenaga kerja langsung 70 100
BOP Variabel berbasis unit 90 20
BOP Variabel berbasis non - 30
unit 30 30

BOP tetap langsung 100 20

BOP tetap bersama Rp 1.090 Rp 1.000


Diminta:

1. Hitunglah jumlah maksimum dari masing-masing sistem biaya yang harus dibayar
seandainya perusahaan memutuskan untuk membeli pada pemasok luar.
2. Bila diketahui perusahaan berproduksi pada kapasitas 1500 unit dengan harga jual
Rp 1.100, susunlah laporan L/R untuk periode yang bersangkutan
3. Lakukan analisis terhadap kasus tersebut.
Penyelesaian :
1. Jumlah maksimum yang harus dibayar kepada pemasok luar, biasa
dianggap sebagai biaya terhindarkan yang harus diputuskan oleh
perusahaan tersebut.
Biaya yang dapat dihindarkan:
- Sistem biaya konvensional = Rp800 +70 + 90 + 30 = Rp 990

- Sistem biaya JIT= Rp 800+ 100+30 +20 +30 = Rp 980


2. Laporan L/R

SIST.
KETERANGAN SIST. JIT
KONVENSIONAL
Penjualan :
Rp1.650.000 Rp1650.000
( 1500 u x Rp 1.100)

Biaya Variabel :
1)
(Rp 960 x 1.500 u) 1.440.000 1.230.000
2)
(Rp 820 x 1.500 u) 210.000 420.000
Laba Kontribusi
Biaya Tertelusur : - 45.000 3)

Bi. variabel berbasis non unit 45.000 195.00 4)

Bi. tetap langsung 45.000 240.000

Jumlah Biaya Tertelusur 165.000 180.000

Laba Langsung Produk

1) Rp 800 + Rp 70 + Rp 90 = Rp 960
2) Rp 800 + Rp 20 = Rp 820
3) Rp 30 x 1.500 u = Rp 45.000
4) (Rp 100 + Rp 30) x 1.500 u = Rp 195.000
3. Sistem penentuan harga pokok konvensional menyediakan laporan yang
menunjukkan profitabilitas produk sedangkan sistem JIT menunjukkan
adanya efisiensi karena JIT dapat mengubah beberapa jenis biaya mis: Biaya
tenaga kerja langsung menjadi biaya tetap langsung.
C. ECONOMIC ORDER QUANTITY
Model ini dapat memberikan angka berapa order pembelian sehingga kita mendapatkan
biaya yang optimal. Model ini akan memberikan angka berapa pesanan sebaiknya dilakukan
untuk sekali pesanaan sehingga kita mencapai titik optimum biaya yang paling efisien.
Kebijakan – kebijakan EOQ sebelum menentukan EOQ, safety stock, dan reorder point.

1. Menentukan jumlah bahan baku yang ekonomis (EOQ)


Rumusnya:
EOQ =  (2 x D x P) : (C)
Keterangan:
EOQ = jumlah pembelian optimal yang ekonomis
P = biaya pemesanan per pesanan
D = pemakaian bahan periode waktu
C = biaya penyimpanan per unit per tahun

2. Safety stock  (persediaan bahan pengaman)


Berikut faktor yang mempengaruhi besar kecilnya safety stock bahan baku yaitu:
a. Keterlambatan dalam penyerahan bahan baku 
b. Pembelian bahan baku dalam skala kecil maupun besar setiap saat
c. Kemudahan dalam menduga bahan baku yang diperlukan
d. Adanya keterkaitan biaya penyimpanan dengan biaya ekstra kekurangan
persediaan
Rumus menghitung safety stock:
Persediaan Bahan Pengaman = (Pemakaian Maks – Pemakaian Rata-Rata) X
Lead Time

3. Titik pemesanan kembali (Reorder point)


ROP sangat memperhatikan dalam hal persediaan tersisa di gudang baru
kemudian dilakukan pemesanan kembali.
Rumus menghitung Reorder point:

Reorder point = (LD xAU) + SS

Keterangan:
LD = lead time (waktu tunggu)
AU = rata – rata pemakaian selama satuan waktu tunggu
SS = Safety stock

4. Penentuan persediaan maksimum


Tujuan agar kuantitas persediaan yang ada di gudang tidak terjadi penumpukan
barang yang menyebabkan kelebihan modal kerja.
Rumus:
TIC = 2 x D x S x H
Keterangan:
D = EOQ
S = Biaya pemesanan rata-rata
H = Biaya penyimpanan per unit
Contoh soal

1. PT Jati pada tahun mendatang membutuhkan bahan baku sebanyak 24.000 unit.
Harga beli bahan baku per unit Rp 2.000. Biaya pemesanan untuk setiap kali
melakukan transaksi pemesanan kisaran Rp. 100.000, sedangkan carrying cost sebesar
20% dari nilai rata – rata persediaan.
Pertanyaannya: 
a. Berapakah jumlah pemesanan yang paling ekonomis (EOQ) ?
b. Berapakah kali pemesanan yang harus dilakukan dalam setahun ?
c. Berapa hari sekali perusahaan melakukan pemesanan (note: 1 tahun = 365 hari) ?
Jawabannya:

a. EOQ = √(2 x 24.000 x 100.000) : (2.000x20%) = √12.000.000 = 3.464 unit


b. Pemesanan yang dilakukan dalam setahun terakhir = 24.000/ 3.464 = 7 X
Pemesanan
c. Jika setahun = 365 hari, maka pemesanan dilakukan = 365/7 = 52 Hari

2. Perhitungan EOQ terhadap penjualan dengan memakai diskon, contoh soal yaitu
Perusahaan alumunium PT Yoyo menggunakan bahan sebesar 6.000 kg/tahun. Biaya
pemesanan Rp 59.000 setiap kali pembelian dan biaya simpan Rp 2.000 per kg.
Seorang menawarkan harga diskon seperti dalam table. Apakah peraturan pemesanan
perlu diubah dengan adanya tawaran supplier tersebut? jika diubah, bagaimana
semestinya jumlah pesanan yang baru?

Jumlah pemesanan Harga per unit

0 – 999 Rp 6.000

1.000 – 2.499 Rp 5.850


Lebih dari 2.500 Rp 5.250

 
Jawab:
1. Perhitungan EOQ berdasarkan keadaan saat ini (tanpa diskon). Jika EOQ masuk
dalam kategori diskon, maka EOQ akan dipertahankan dan harga diskon dapat
dimanfaatkan sebagai berikut:
EOQ = √(2 x 6.000 x 59.000) : (2.000)

EOQ = 594,98 kg

2. Hitungan total biaya tahunan berkaitan dengan EOQ, lalu hitunglah untuk total
biaya tahunan kuantitas standard minimum termasuk kedalam kategori diskon
Q1=1.500 dan Q2=2.000.
Rumus : Total biaya tahunan = TAC + (kebutuhan x harga per kg) = (R/Q*)S +
(Q*/2)C + (R x P)

a. EOQ = 594,98 kg
= (6.000/594,98)59.000 + (594,98/2)2.000 + (6.000 x 6.000)
= 594.977,98 + 594.980 + 36.000.000
= 37.189.957,98
 
b. EOQ = 1.500 kg
= (6.000/1.500)59.000 + (1.500/2)2.000 + (6.000 x 5.850)
= 236.000 + 6.000.000 + 35.100.000
= 41.336.000
 
c. EOQ = 2.000 kg
= (6.000/2.000)59.000 + (2.000/2)2.000 + (6.000 x 5.250)
= 177.000 + 2.000.000 + 31.500.000
= 33.677.000
 
Kesimpulan: Untuk total biaya tahunan menurun bila Q=1.500 dan akan
naik jika Q=2.000. Hasil tersebut menggambarkan bahwa PT Yoyo harus
mengubah pesanan menjadi 1.500 untuk setiap kali pemesanan karena biaya
produksinya lebih rendah.
Perlu diperhatikan kebijakan aturan untuk mengevaluasi keadaan kuantitas
diskon sebagai berikut:
1. Hitungan Economic order quantity pada saat diskon pertama, apabila EOQ
terletak dalam kategori diskon berarti merupakan sebuah kuantitas
pemesanan yang terbaik.
2. Tetapi jika tidak, hitungan EOQ pada saat harga diskon Q2, maka lakukan
perbandingan total biaya antara EOQ dalam mendapatkan total biaya yang
paling kecil, sehingga tujuan EOQ dapat ditemukan atau tercapai.

D. MODEL PREDIKSI KEBANGKRUTAN


Kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak
mampu untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik. Analisis kesulitan keuangan
akan sangat membantu pembuat keputusan untuk menentukan sikap terhadap perusahaan
yang mengalami kesulitan keuangan. Oleh karena itu, perlu dicari model tentang petunjuk
adanya perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan mungkin mengalami
kebangkrutan.
Adapun pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui model kesulitan keuangan
dan diprediksikan akan mengalami kebangkrutan adalah sebagai berikut: Kreditur (lenders):
untuk mengambil keputusan apakah akan memberikan pinjaman dengan syarat-syarat
tertentu atau merancang kebijaksanaan untuk memonitor pinjaman yang telah ada, investor:
membantu menentukan sikap terhadap surat-surat berharga (debt securities) yang
dikeluarkan oleh suatu perusahaan, otoritas Pembuat Peraturan (Regulatory Authorities):
seperti ikatan akuntan, badan pengawas pasar modal atau institusi lainnya, membantu untuk
mengeluarkan peraturan-peraturan yang bisa melindungi kepentingan masyarakat,
pemerintah: untuk melindungi tenaga kerja, industri, dan masyarakat, melindungi
masyarakat dari kerugian dan kemungkinan mengganggu stabilitas ekonomi dan politik
negara, Auditor: agar dapat melakukan audit dan memberikan pendapat terhadap laporan
keuangan perusahaan dengan lebih baik, manajemen: agar dapat mengambil keputusan
penting yang terbaik bagi perusahaan.
1. Macam-macam model prediksi kebangkrutan
1) Model Discriminant Analysis
Hair dkk. (1998) dalam Angelina (2004) menyatakan Multiple Discriminant
Analysis (MDA) adalah teknik statistik yang digunakan untuk memprediksi dan
menjelaskan hubungan yang berpengaruh kuat terhadap katagori dimana objek
tersebut berada; dimana variabel dependennya merupakan sesuatu yang pasti
(nominal atau nonmetrik) dan variabel independennya metrik. Terdapat beberapa
model MDA. Model MDA yang pertama adalah Altman’s Model oleh Edward
Altman (1968) dari Amerika Serikat. Model MDA lainnya adalah Springate
Model oleh Gordon L.V. Springate (1978) dari Kanada, Datastream’s model oleh
Marais (UK, 1979), Fulmer Model (US, 1984), Ca-score (Kanada, 1987).

a. Altman’s Model
Hasil penelitian Altman (1968) membuktikan bahwa model MDA oleh
Altman sangat akurat dalam memprediksi kebangkrutan, dengan tingkat
kebenaran 95% pada keseluruhan sampel seluruh perusahaan bangkrut dan
perusahaan tidak bangkrut. Uji reliabilitas terhadap model ini dengan
menggunakan sampel kedua juga membuktikan bahwa model MDA Altman
sangat akurat. Model ini akurat untuk memprediksi 2 tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan, dan tingkat keakuratannya akan berkurang untuk
periode lebih dari 2 tahun sebelum terjadinya kengangkrutan. Namun
penelitian ini terbatas pada sampelnya yang hanya meliputi perusahaan
manufaktur yang go publik. Penelitian model MDA selanjutnya
dikembangkan oleh Altman pada tahun 1984 dengan memasukkan dimensi
internasional yang merubah formulasi Z-score.
b. Springate’s Model
Model ini mengikuti prosedur model Altman yang dibangun di Amerika
Serikat. Springate (1978) mengunakan step-wise multiple discriminate
analysis untuk memilih 4 rasio terbaik dari 19 rasio keuangan yang paling
sering digunakan. 4 rasio ini merupakan rasio terbaik yang akan membedakan
antara perusahaan gagal dan tidak gagal.

c. Datastream’s model
d. Fulmer Model
e. CA-Score
2) Model Regresi Logistik (Logistical regression analysis)
Hair dkk. (1998) di dalam Angelina (2004) menyatakan bahwa Logit
analysis merupakan bentuk khusus dari regresi dimana variabel dependennya
nonmetrik dan terbagi menjadi dua bagian/kelompok (biner), walaupun
formulasinya dapat saja meliputi lebih dari dua kelompok. Secara umum,
penginterpretasian logit analysis sangat mirip dengan regresi linear. Berikut
adalah bentuk model regresi logit: Log [Prob / (1 – Prob)] = a + b1Xi1 + b2Xi2 +
… + bnXin

Dengan model regresi logistik ini, data kebangkrutan akan diolah dan
selanjutnya dikategorikan menjadi perusahaan sehat dan perusahaan tidak sehat
(gagal), yang diberi nilai masing-masing 0 dan 1. Data seri yang dilabel 0 dan 1
tersebut merupakan variabel Y. Variabel X sebagai penjelas merupakan suatu set
yang terdiri dari X1, X2,….,Xp, yang terdiri dari rasio keuangan perusahaan.

3) Model Neural Network


Dalam beberapa tahun terakhir ini, model neural network mendapatkan
perhatian cukup besar dalam hal prediksi kebangkrutan. Menurut Gan dkk.
(2005), model ini terinspirasi oleh struktur syaraf di otak, yang direpresentasikan
sebagai hubungan internal paralel yang sangat besar antara beberapa unit
komputasi yang sederhana yang berinteraksi satu sama lain melalui sistem
koneksi yang dibobot. Masing-masing unit komputasi (disebut juga neuron atau
node), terdiri dari koneksi input yang menerima sinyal dari unit komputasi
lainnya. Output dari unit komputasi ini adalah hasil dari transfer fungsi terhadap
penjumlahan seluruh sinyal dari masing-masing koneksi (Xi) dikalikan nilai dari
bobot koneksi antara node j dan koneksi I (Wij). Model neural network ini
menggunakan variabel rasio keuangan. Penggunaan model ini biasanya
dikombinasikan dengan model prediksi kebangkrutan lainnya, seperti MDA, fuzzy
system, atau regresi logit.
4) Model TR (Trait Recognition)
Trait Recognition (TR) adalah istilah umum untuk proses intensif komputer
yang memanfaatkan data input untuk mengembangkan fitur-fitur (atribut-atribut)
yang dapat digunakan untuk membedakan antara bermacam kelompok. Model TR
merupakan pendekatan non-parametrik untuk permasalahan pilihan biner untuk
masalah identifikasi bank-bank umum yang bangkrut di Indonesia. Angelina
(2004) menyebutkan bahwa prosedur ini telah diterapkan pada bermacam
identifikasi permasalahan dalam ilmu pengetahuan, termasuk prediksi gempa bumi
(Gelfand dkk, 1972; Briggs, Press dan Guberman, 1977; dan Benavidez dan
Caputo, 1988), deteksi uranium (Briggs dan Press, 1977) dan eksplorasi minyak
(Bongard dkk, 1966). Namun prosedur ini masih sangat jarang digunakan dalam
bidang penelitian bisnis. Angelina (2004) menggunakan model TR sebagai early
warning system untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan perbankan
Indonesia, dan membandingkan keakuratannya dengan model prediksi
kebangkrutan yang lain yaitu model regresi logit dan MDA.

Anda mungkin juga menyukai