oleh : kelompok 13
Beberapa unsur yang selalu dianut dalam konsep JIT ini adalah:
1. Sikap Awareness/Education
Setiap orang harus mencoba memperbaiki keadaan walaupun pada mulanya salah
namun harus terus dicoba sehingga merupakan proses pendidikan bagi personel.
Mencoba dan salah lebih bagus dari pada tidak dicoba sama sekali.
2. House-Keeping
Setiap orang harus bertanggung jawab pada setiap peralatan atau harta perusahaan
baik yang dibawah pengawasan maupun yang diluarnya.
3. Quality Improvement
Kualitas harus terus ditingkatkan untuk menuju “zero defects” (tidak ada kerusakan).
Kapan saja ditemukan kesalahan operator harus segera menyetop operasi dan langsung
melakukan koreksi.
4. Uniform Plant Load (UPL)
Artinya jika kita menjual harian maka produksi harus harian pula. Produksi sesuai
demand, tidak perlu ada persediaan.
5. Redesign Process Flow
Untuk memenuhi konsep UPL diatas maka kegiatan produksi harus didesain
sedemikian rupa sehingga seluruh peralatan digunakan untuk memproduksikan barang
secara group bukan per departemen.
6. Set up Reduction
Dengan melakukan redesign maka dapat saja terjadi peralatan yang dimiliki dikurangi
sehingga produk benar-benar sesuai kebutuhan.
7. Supplier Net Work
Jaringan permasalahan harus dapat diatur sedemikian rupa sehingga barang yang
dibutuhkan datang pada saat yang tepat, barang hanya diterima pada saat diperlukan.
Dengan menjalankan konsep JIT maka peralatan yang diperlukan hanya 1 unit, jangka
waktu antara kegiatan tidak lowong, kerusakan tidak ada, waktu berhenti tidak ada,
operasi mesin seimbang dengan baik, work in process (WIP) berada dalam jumlah
minimum dan alat-alat tidak pernah berhenti percuma.
1. Titik Impas
Titik impas adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak mendapat laba maupun
rugi.jadi dapat dikatakan kondisi pendapatan perusahaan dalam keadaan seimbang.
a. Sistem Konvensional
X=(I+F)/(P-V)
Dalam hal ini:
X = Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I = Laba sebelum pajak penghasilan
F = Total biaya tetap
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
b. Sistem JIT
X1=(I+F1+X2V2)/ (P-V1)
SISTEM BIAYA
ELEMEN BIAYA
KONVENSIONAL JIT
Bahan Baku Rp 800 Rp 800
Tenaga kerja langsung 70 100
BOP Variabel berbasis unit 90 20
BOP Variabel berbasis non - 30
unit 30 30
1. Hitunglah jumlah maksimum dari masing-masing sistem biaya yang harus dibayar
seandainya perusahaan memutuskan untuk membeli pada pemasok luar.
2. Bila diketahui perusahaan berproduksi pada kapasitas 1500 unit dengan harga jual
Rp 1.100, susunlah laporan L/R untuk periode yang bersangkutan
3. Lakukan analisis terhadap kasus tersebut.
Penyelesaian :
1. Jumlah maksimum yang harus dibayar kepada pemasok luar, biasa
dianggap sebagai biaya terhindarkan yang harus diputuskan oleh
perusahaan tersebut.
Biaya yang dapat dihindarkan:
- Sistem biaya konvensional = Rp800 +70 + 90 + 30 = Rp 990
SIST.
KETERANGAN SIST. JIT
KONVENSIONAL
Penjualan :
Rp1.650.000 Rp1650.000
( 1500 u x Rp 1.100)
Biaya Variabel :
1)
(Rp 960 x 1.500 u) 1.440.000 1.230.000
2)
(Rp 820 x 1.500 u) 210.000 420.000
Laba Kontribusi
Biaya Tertelusur : - 45.000 3)
1) Rp 800 + Rp 70 + Rp 90 = Rp 960
2) Rp 800 + Rp 20 = Rp 820
3) Rp 30 x 1.500 u = Rp 45.000
4) (Rp 100 + Rp 30) x 1.500 u = Rp 195.000
3. Sistem penentuan harga pokok konvensional menyediakan laporan yang
menunjukkan profitabilitas produk sedangkan sistem JIT menunjukkan
adanya efisiensi karena JIT dapat mengubah beberapa jenis biaya mis: Biaya
tenaga kerja langsung menjadi biaya tetap langsung.
C. ECONOMIC ORDER QUANTITY
Model ini dapat memberikan angka berapa order pembelian sehingga kita mendapatkan
biaya yang optimal. Model ini akan memberikan angka berapa pesanan sebaiknya dilakukan
untuk sekali pesanaan sehingga kita mencapai titik optimum biaya yang paling efisien.
Kebijakan – kebijakan EOQ sebelum menentukan EOQ, safety stock, dan reorder point.
Keterangan:
LD = lead time (waktu tunggu)
AU = rata – rata pemakaian selama satuan waktu tunggu
SS = Safety stock
1. PT Jati pada tahun mendatang membutuhkan bahan baku sebanyak 24.000 unit.
Harga beli bahan baku per unit Rp 2.000. Biaya pemesanan untuk setiap kali
melakukan transaksi pemesanan kisaran Rp. 100.000, sedangkan carrying cost sebesar
20% dari nilai rata – rata persediaan.
Pertanyaannya:
a. Berapakah jumlah pemesanan yang paling ekonomis (EOQ) ?
b. Berapakah kali pemesanan yang harus dilakukan dalam setahun ?
c. Berapa hari sekali perusahaan melakukan pemesanan (note: 1 tahun = 365 hari) ?
Jawabannya:
2. Perhitungan EOQ terhadap penjualan dengan memakai diskon, contoh soal yaitu
Perusahaan alumunium PT Yoyo menggunakan bahan sebesar 6.000 kg/tahun. Biaya
pemesanan Rp 59.000 setiap kali pembelian dan biaya simpan Rp 2.000 per kg.
Seorang menawarkan harga diskon seperti dalam table. Apakah peraturan pemesanan
perlu diubah dengan adanya tawaran supplier tersebut? jika diubah, bagaimana
semestinya jumlah pesanan yang baru?
0 – 999 Rp 6.000
Jawab:
1. Perhitungan EOQ berdasarkan keadaan saat ini (tanpa diskon). Jika EOQ masuk
dalam kategori diskon, maka EOQ akan dipertahankan dan harga diskon dapat
dimanfaatkan sebagai berikut:
EOQ = √(2 x 6.000 x 59.000) : (2.000)
EOQ = 594,98 kg
2. Hitungan total biaya tahunan berkaitan dengan EOQ, lalu hitunglah untuk total
biaya tahunan kuantitas standard minimum termasuk kedalam kategori diskon
Q1=1.500 dan Q2=2.000.
Rumus : Total biaya tahunan = TAC + (kebutuhan x harga per kg) = (R/Q*)S +
(Q*/2)C + (R x P)
a. EOQ = 594,98 kg
= (6.000/594,98)59.000 + (594,98/2)2.000 + (6.000 x 6.000)
= 594.977,98 + 594.980 + 36.000.000
= 37.189.957,98
b. EOQ = 1.500 kg
= (6.000/1.500)59.000 + (1.500/2)2.000 + (6.000 x 5.850)
= 236.000 + 6.000.000 + 35.100.000
= 41.336.000
c. EOQ = 2.000 kg
= (6.000/2.000)59.000 + (2.000/2)2.000 + (6.000 x 5.250)
= 177.000 + 2.000.000 + 31.500.000
= 33.677.000
Kesimpulan: Untuk total biaya tahunan menurun bila Q=1.500 dan akan
naik jika Q=2.000. Hasil tersebut menggambarkan bahwa PT Yoyo harus
mengubah pesanan menjadi 1.500 untuk setiap kali pemesanan karena biaya
produksinya lebih rendah.
Perlu diperhatikan kebijakan aturan untuk mengevaluasi keadaan kuantitas
diskon sebagai berikut:
1. Hitungan Economic order quantity pada saat diskon pertama, apabila EOQ
terletak dalam kategori diskon berarti merupakan sebuah kuantitas
pemesanan yang terbaik.
2. Tetapi jika tidak, hitungan EOQ pada saat harga diskon Q2, maka lakukan
perbandingan total biaya antara EOQ dalam mendapatkan total biaya yang
paling kecil, sehingga tujuan EOQ dapat ditemukan atau tercapai.
a. Altman’s Model
Hasil penelitian Altman (1968) membuktikan bahwa model MDA oleh
Altman sangat akurat dalam memprediksi kebangkrutan, dengan tingkat
kebenaran 95% pada keseluruhan sampel seluruh perusahaan bangkrut dan
perusahaan tidak bangkrut. Uji reliabilitas terhadap model ini dengan
menggunakan sampel kedua juga membuktikan bahwa model MDA Altman
sangat akurat. Model ini akurat untuk memprediksi 2 tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan, dan tingkat keakuratannya akan berkurang untuk
periode lebih dari 2 tahun sebelum terjadinya kengangkrutan. Namun
penelitian ini terbatas pada sampelnya yang hanya meliputi perusahaan
manufaktur yang go publik. Penelitian model MDA selanjutnya
dikembangkan oleh Altman pada tahun 1984 dengan memasukkan dimensi
internasional yang merubah formulasi Z-score.
b. Springate’s Model
Model ini mengikuti prosedur model Altman yang dibangun di Amerika
Serikat. Springate (1978) mengunakan step-wise multiple discriminate
analysis untuk memilih 4 rasio terbaik dari 19 rasio keuangan yang paling
sering digunakan. 4 rasio ini merupakan rasio terbaik yang akan membedakan
antara perusahaan gagal dan tidak gagal.
c. Datastream’s model
d. Fulmer Model
e. CA-Score
2) Model Regresi Logistik (Logistical regression analysis)
Hair dkk. (1998) di dalam Angelina (2004) menyatakan bahwa Logit
analysis merupakan bentuk khusus dari regresi dimana variabel dependennya
nonmetrik dan terbagi menjadi dua bagian/kelompok (biner), walaupun
formulasinya dapat saja meliputi lebih dari dua kelompok. Secara umum,
penginterpretasian logit analysis sangat mirip dengan regresi linear. Berikut
adalah bentuk model regresi logit: Log [Prob / (1 – Prob)] = a + b1Xi1 + b2Xi2 +
… + bnXin
Dengan model regresi logistik ini, data kebangkrutan akan diolah dan
selanjutnya dikategorikan menjadi perusahaan sehat dan perusahaan tidak sehat
(gagal), yang diberi nilai masing-masing 0 dan 1. Data seri yang dilabel 0 dan 1
tersebut merupakan variabel Y. Variabel X sebagai penjelas merupakan suatu set
yang terdiri dari X1, X2,….,Xp, yang terdiri dari rasio keuangan perusahaan.