KELAS :I
NIM : 2018310598
1. RINGKASAN MATERI
HARGA POKOK PENJUALAN
Beban pokok usaha Harga Pokok Penjualan (HPP) diakui menggunakan pendekatan
kausalitas, yaitu mengaitkan beban secara langsung dengan penghasilan. Oleh karena itu,
HPP diakui pada saat persediaan itu dijual.
HPP dipengaruhi oleh system pencatatan dan penilaian persediaan. Menurut Weygant,
Kimmel dan Kieso (2011: 202-203), ada dua system yang dikenal dengan pencatatan
persediaan, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem Periodik
Dalam system periodic, persediaan dan HPP tidak dapat diketahui sewaktu-waktu.
Persediaan dihitung dengan melakukan perhitungan fisik (stock opname) pada setiap
akhir periode. Hasil perhitungan tersebut dipakai untuk menghitung HPP.
2. Sistem Perpetual
Sistem perpetual menyajikan informasi mengenai persediaan dan HPP setiap saat
tanpa melakukan perhitungan fisik (stock opname).
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, sistem pencatatan persediaan tidak
diatur secara jelas. Selama sistem dapat menunjukan kebenaran pencatatan maka
ketentuan perpajakan dapat menerimanya.
Menurut Wild dan Kwok (2011:201-220), penilaian persediaan barang dagang
dibagi atas berikut.
a. Specific Identification Method
b. Cost Flow Method: First-in, First-out (FIFO) dan Average-cost
c. Estimasi Persediaan: Gross Profit Method dan Retail Inventory Method
Untuk Spesific Identification Method, Gross Profit Method dan Retail Inventory
Method telah dibahas dalam Bab 5 Persediaan.
Metode Masuk-Pertama dan Keluar-Pertama (FIFO)
Metode masuk-pertama dan keluar-pertama (First in First out-FIFO) ini berasumsi
bahwa persediaan yang pertama kali dijual adalah persediaan yang pertama kali dibeli.
Dengan demikian, hanya ada persediaan yang dibebankan sebagai HPP berasal dari
persediaanyang dibeli pertama kali.
BEBAN OPERASIONAL
Beban yang Boleh Dikurangkan
Dalam akuntansi komersial, semua biaya termasuk kerugian (losses) dapat
dikurangkan dalam menghitung penghasilan neto (net income). Untuk tujuan
perpajakan, tidak semua biaya dapat dibuktikan/dikeluarkan dalam usaha memperoleh
penghasilan, ketentuan perpajakan mengakuinya sebagai biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, beban yang dapat
dikurangkan (deductible expenses) adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan, termasuk berikut ini.
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain: biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang,
bunga, royalti dan sewa; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi
asuransi; biaya promosi penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan PMK-
02/PMK.03/2010; biaya administrasi; dan pajak kecuali PPh. Biaya harus valid,
reliable dan wajar.
Dengan demikian, semua pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka
usahanya selain PPh, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai
(BM), dapat dibebankan sebagai biaya.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun, sepanjang harta yang disusutkan/diamortisasi tersebut
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing
Untuk tahun 2008 dan sebelumnya, apabila WP membukukan transaksi dengan
kurs tetap (kurs historis) atau kurs yang benar-benar terjadi sesuai kurs yang
diakui oleh bank yang berkaitan atas realisasi perkiraan mata uang asing yang
bersangkutan, maka selisih kurs diakui pada saat terjadinya realisasi pembayaran.
Sedangkan, apabila WP membukukan transaksi dengan kurs tengah BI atau kurs
yang benar-benar berlaku pada akhir periode menurut Bank Indonesia, maka
selisih kurs diakui pada akhir tahun.
Mulai tahun 2009, penggunaan kurs tetap sudah tidak diperkenankan, sesuai
dengan Pasal 4 ayat 1 huruf l UU PPh. Dalam penjelasan pasal tersebut,
mengungkapkan bahwa system penilaian yang sesuai dengan SAK dalam
pengakuan keuntungan selisih kurs sehingga tidak aka nada lagi perbedaan antara
akuntansi dan fiscal.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan. Biaya tersebut dikeluarkan dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan memperhatikan kewajaran
dan kepentingan perusahaan (PMK-246/PMK.03/2008 jo. PMK-
154/PMK.03/2009).
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Dirjen
Pajak;
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang Negara; atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah
dihapuskan untuk jumlah uang tertentu; dan
4. Syarat pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih
debitur kecil.
Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK-
105/PMK.03/2009 jo. PMK-57/PMK.03/2010.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan
dengan PP 93 Tahun 2010.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan PP93 Tahun 2010.
k. Biaya pembangunan infrastruktur social yang ketentuannya diatur dengan PP 93
Tahun 2010
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun
2010.
m. Sumbangan dalam rangka pembianaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
PP 93 Tahun 2010.
3) Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan yang antara pemberi dan
penerimanya memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
seperti terlihat pada table berikut ini.
Hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pemberi dan penerima
Jenis Penghasilan
Ada Hubungan Tidak Ada Hubungan
Pemberi Penerima Pemberi Penerima
Bantuan atau sumbangan, Deductibl Objek Non- Bukan Objek
termasuk zakat atau e Expense Pajak deductible Pajak
sumbangan keagamaan yang Expense (PP-18/ 2009)
sifatnya wajib, diterima oleh
badan atau orang pribadi
Harta hibah, bantuan, atau Deductibl Objek Non- Bukan Objek
sumbangan yang diterima e Expense Pajak deductible Pajak
oleh keluarga, badan Expense (PMK-
(keagamaan; pendidikan; 245/PMK.03/200
sosial) dan orang pribadi yang 8)
menjalankan usaha mikro dan
kecil.
Bantuan atau santunan yang --- --- Non- Bukan Objek
diterima WP tertentu (tidak deductible Pajak
mampu, sedang mengalami Expense (PMK-
bencana alam, tertimpa 247/PMK.03/200
masalah) yang dibayarkan 8)
oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
4) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat (zakat yang diterima oleh badan amil atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah) dan sumbangan
keagamaan (sumbangan keagamaan yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk oleh Pemerintah) yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, dikecualikan sebagai objek PPh sepanjang tidak ada hubungan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan; sesuai
dengan PP 18 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.
1. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi;
2. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota;
3. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, dengan syarat tertentu;
4. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar
oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan;
5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi
seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
6. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan;
7. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan;
8. Pajak Penghasilan;
9. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya;
10. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
11. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
3. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendaral Pajak Nomor KEP-220/PJ/2002 tanggal 18 April 2002
tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Biaya Pemakaian Telepon Selular dan kendaraan
Perusahaan, antara lain diatur bahwa :
Pasal 1 : Atas biaya perolehan atau pembelian telepon selular yang dimiliki dan
dipergunakanperusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan sebesar 50 % (lima puluh persen) melalui penyusutan aktiva tetap
kelompok I ( Lampiran I butir 1 huruf c,) dan atas biaya berlangganan atau pengisian ulang
pulsa dan perbaikan telepon selular tersebut dapat dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan sebesar
50 % (lima puluh persen).
Pasal 3 : Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang
sejenisnya yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjannya, dapat dibebankan sebagi biaya perusahaan
sebesar 50% (lima puluh persen) melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II
( Lampiran II butir 1 huruf b) dan biaya pemeliharaan atau perbaikan. rutin
kendaraan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan sebesar 50 %
(lima puluh persen)
4.