Anda di halaman 1dari 57

PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN

PERTEMUAN KE-8
“Pengurangan Penghasilan Bruto”

A. Biaya yang boleh dikurangkan


Biaya yang boleh dikurangkan dengan Penghasilan (Ph) Bruto adalah biaya
yang atas Ph Objek Pajak Non Final. Sedangkan Ph Objek Pajak Final, Ph
Objek Pajak NPPN/NPK, Ph Bukan Objek Pajak tidak boleh dikurangkan
dengan biaya
1. Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun,
dikurangkan dengan biaya tahun yang bersangkutan. Pengeluaran yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, pembebanannya melalui
penyusutan/amortisasi. (Ps 6 (1) UU PPh)
2. Biaya yang boleh dikurangkan bagi WP DN & BUT (Ps 6 (1) UU PPh)
a. Terkait dengan kegiatan usaha baik langsung/tidak langsung
b. Penyusutan dan amortisasi sdd Ps. 11 & 11A UU PPh
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri
Keuangan
d. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan/dimiliki untuk 3M PPh
e. Kerugian selisish kurs mata uang asing
f. Biaya penelitian dan pengembangan (product development) perusahaan
yang dilakukan di Indonesia. Dibedakan dalam tiga kategori
 Biaya yang dikeluarkan dalam rangka penelitian dan pengembangan
yang harus disusutkan/diamortisasi
 Biaya yang dikeluarkan dalam rangka penelitian dan pengembangan
yang merupakan biaya usaha sehari-hari, dibebankan sebagai biaya
dalam tahun pajak yang bersangkutan
 Biaya selain 2 diatas, perlakuannya disesuaikan dengan prinsip
akuntansi berlaku
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan dengan memperhatikan
kewajaran, termasuk beasiswa yang diberikan kepada pelajar,
mehasiswa, dan pihak lain
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat tertentu
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan bencana
atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak
yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang (dalam
bentuk uang dan/atau barang)
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan
di Indonesia (dalam bentuk uang dan/atau barang)
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial (dalam bentuk sarana dan/atau
prasarana)
l. Sumbangan fasilitas pendidikan (dalam bentuk uang dan/atau barang)
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga (dalam bentuk uang
dan/atau barang)

Agar sumbangan atau biaya (huruf i, j, k, l, m) dapat dikurangkan

 WP harus mempunyai Ph Neto Fiskal berdasarkan SPT Tahunan


PPh Tahun Pajak sebelumnya
 pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada
Tahun Pajak sumbangan diberikan
 didukung bukti yang sah, dan
 lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki
NPWP, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sdd
UU PPh.

Besarnya sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan dari


penghasilan bruto, dibatasi tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal
tahun pajak sebelumnya. Sumbangan dan/biaya tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto bagi pihak pember apabila diberikan kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa.
3. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha
a. Biaya pembelian bahan
b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratfikasi, dan tunjangan yang diberkan dalam
bentuk uang
c. Bunga, sewa, dan royalti
d. Biaya perjalanan
e. Biaya pengolahan limbah
f. Premi asuransi
g. Biaya promosi dan penjualan antara lain biaya periklanan di media
elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya, biaya pameran produk,
biaya pengenalan produk baru, biaya sponsorship. Yang tidak termasuk
biaya promosi misalnya pemberian imbalan berupa uang atau fasilitas
kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan kegiatan promosi. Biaya promosi untuk 3M
penghasilan yang bukan objek pajak dan objek pajak final, tidak
termasuk biaya promosi.
Jika promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk,
besarnya biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar
HPP produk yang diberikan, jika belum dikurangkan dalam perhitungan
HPP. WP membuat daftar nominatif
h. Biaya administrasi
i. Pajak kecuali PPh
4. Pajak Masukan (PM) dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang
dapat dibuktikan PM tsb benar-benar telah dibayar dan berkenaan dengan
pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan untuk 3M penghasilan.
Jika PM berupa harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud serta biaya
lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun (Ps 11 & Ps 11A
UU PPh), harus dikapitalisasi dengan pengeluaran atau biaya tersebut, dan
dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
5. Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat
dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya bukan objek
pajak (Ps 4 (3) huruf f UU PPh). Bunga pinjaman yang tidak dibiayakan
tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham
6. Pengeluaran berupa pembayaran di muka misalnya untuk beberapa tahun
yang dibayar sekaligus, pembebannnya dapat dilakukan melalui alokasi
7. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan JHT yang dibayarkan kepada PT
Jamsostek oleh WP OP boleh dikurangkan dari penghasilan bruto WP OP
tersebut
8. JPK, JKK, JKM yang dibayarkan kepada PT Jamsostek/premi asuransi
kesehatan, premi asuransi kecelakaan, premi asuransi jiwa, premi asuransi
beasiswa dan premi asuransi dwiguna oleh WP OP tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto kecuali oleh pemberi kerja, premi tersebut
merupakan penghasilan bagi karyawan/orang pribadi tersebut
9. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta boleh dikurangkan jika harta
tersebut digunakan dalam perusahaan/3M penghasilan, berlaku sebaliknya
10. Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem
pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat sesuai SAK yang berlaku
di Indonesia
11. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
b. WP menyerahkan daftar nominatif piutang tak tertagih kepada DJP
c. Salah satu diantara berikut
 Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara
 Adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebesan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan
 Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus
 Adanya pengakuan debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah uang tertentu
Piutang yang dimaksud tidak termasuk piutang yang berasal dari
transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa
dengan Wajib Pajak. Persyaratan tidak berlaku untuk piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil
lainnya. Debitur kecil adalah piutang yang tidak melebihi
Rp100.000.000,00 akibat pemberian Kukesra, KUT, KPRSS, KUK,
KUR, Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan pengkreditan BI
dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi. Debitur kecil lainnya
adalah piutang yang tidak melebihi Rp5000.000,00

12. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan


a. Cadangan piutang tak tertagih, yang meliputi
1) cadangan piutang tak tertagih untuk:
a) bank umum - kegiatan usaha konvensional;
b) bank umum - kegiatan usaha prinsip syariah;
c) bank perkreditan rakyat - kegiatan usaha konvensional;
d) bank perkreditan rakyat - kegiatan usaha prinsip syariah;
2) cadangan piutang tak tertagih untuk badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, yaitu badan usaha selain bank umum dan bank
perkreditan rakyat yang menyalurkan kredit kepada masyarakat,
yang meliputi :
a) Koperasi simpan pinjam; dan
b) PT Permodalan Nasional Madani (Persero);
c) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;
d) perusahaan pembiayaan infrastruktur yang melakukan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek
infrastruktur; dan
e) PT Perusahaan Pengelola Aset.
3) cadangan piutang tak tertagih untuk SGU dengan hak opsi yaitu
cadangan piutang tak tertagih untuk kegiatan pembiayaan dgn
menyediakan barang modal untuk digunakan oleh penyewa guna
usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
angsuran dengan hak opsi (Finance Lease);
4) cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan
konsumen yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan
yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara
angsuran;
5) cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan anjak piutang yaitu
cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yg melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang
jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang
tsb.
b. Cadangan untuk usaha asuransi, yang meliputi
a. cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim tanggungan sendiri
untuk perusahaan asuransi kerugian;
b. cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa
c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu
cadangan penjaminan untuk lembaga yang berfungsi menjamin
simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara
stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya;
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu cadangan
biaya untuk kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha
pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya;
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, yaitu
cadangan biaya penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibkan
melakukan penanaman kembali atas hutan yg telah dieksploitasi untuk
usaha yg terkait dgn sistem pengurusan yg bersangkut paut dgn hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan yg diselenggarakan secara terpadu; dan
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yaitu cadangan
biaya penutupan dan pemeliharaan bagi perusahaan yang mengolah
limbah industri yg mencakup kegiatan penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan
penimbunan hasil pengolahan limbah industri.
13. Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan bagi pemberi
kerja dan bukan penghasilan bagi pegawai
a. Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan/atau minuman bagi
pegawai yang meliputi yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat
kerja, atau berupa pemberian kupon makanan jika makanan tidak bisa
disajikan di tempat kerja
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang
diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu
dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong
pembangunan di daerah tersebut
c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamat kerja atau karena sifat
pekerjaan tersebut mengharuskannya (mis : satpam, sarana antar jemput
pegawai)
B. Biaya yang tidak boleh dikurangkan
Biaya yang tidak boleh dikurangkan termasuk biaya untuk 3M penghasilan
yang bukan objek pajak, pengenaan bersifat final, dikenakan berdasarkan
NPPN/NPK, PPh yang ditanggung oleh pemberi penghasilan
1. Pasal 9 (1) UU PPh
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun misalnya
dividen, dividen yang dibayarkan perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, pembagian SHU koperasi
b. Untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan untuk
usaha/lembaga tertentu yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur
dengan atau berdasarkan PMK
d. Premi asuransi kesehatan, premi asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh WP OP,
kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung
sebagai penghasilan bagi WP yang bersangkutan
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk naturan atau kenikmatan, kecuali naturan atau
kenikmatan tertentu yang diatur dengan PMK
f. Jumlah yang melebihi kewajaran sehubungan pekerjaan yang
dibayarkan kepada pemegang saham/pihak yang punya hubungan
istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan
g. Harta yang dihibahkan, bantuan/sumbangan, dan warisan kecuali Ps 6
(1) huruf i sampai m UU PPh, zakat yang diterima lembaga amil zakat
yang disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di indonesia
h. PPh (kecuali tunjangan atas PPh)
i. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi WP/tanggungannya
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau CV yang
modalnya tidak terbagi atas saham
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangan-
undangan di bidang perpajakan
2. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yg menyalurkan kredit, sewa guna usaha dgn hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang
b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yg
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri
3. Perlakuan biaya bunga pinjaman apabila terdapat penghasilan bunga
deposito
a. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih
kecil dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito
berjangka atau tabungan lainnya, maka bunga yang dibayar atau
terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan
sebagai biaya
b. Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana
yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya,
maka bunga atas pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah
bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi
jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan lainnya
4. Perlakuan PPh atas Pengeluaran BPHTB dan PBB
a. BPHTB atas hak tanah yang dimiliki dan dipergunakan dalam
perusahaan, atau dimiliki untuk 3M penghasilan, dapat dikurangkan
sebagai biaya dalam perhitungan Penghasilan Kurang Pajak melalui
amortisasi
b. BPHTB atas hak bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam
perusahaan, atau dimiliki untuk 3M penghasilan, dapat dikurangkan
sebagai biaya dalam perhitungan Penghasilan Kurang Pajak melalui
penyusutan
c. PBB atas tanah dan bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam
perusahaan, atau dimiliki untuk 3M penghasilan, dapat dikurangkan
sekaligus sebagai biaya dalam perhitungan Penghasilan Kurang Pajak
5. Perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan
perusahaan
a. Atas biaya perolehan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya,
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari biaya
perolehan
b. Atas biaya berlangganan atau pulsa telepon seluler yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50%
dari biaya berlangganan
c. Atas biaya perolehan, perbaikan, perbaikan besar kendaraan perusahaan
dapat dibebankan seluruhnya
d. Atas biaya pemeliharaan, perbaikan rutin kendaraan perusahaan dapat
dibebankan seluruhnya
e. Atas biaya perolehan, perbaikan, perbaikan besar kendaraan sedan atau
sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai
karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan biaya perusahaan
sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan
f. Atas biaya pemeliharaan, perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis
yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai karena
jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan biaya perusahaan sebesar
50% dari jumlah biaya perolehan
6. Perlakuan PPh atas biaya perolehan perangkat lunak komputer
a. Dalam hal program aplikasi umum tersebut diperoleh sebagai bagian
dari harga pembelian perangkat keras komputer, maka pembebanannya
sudah termasuk dalam penyustan perangkat keras komputer tersebut
b. Ata pengeluaran dan upgrade perangkat lunak untuk 3M penghasilan,
dikenakan pajak berdasarkan UU PPh
c. Dalam hal pengeluaran/biaya upgrade, biaya tersebut terlebih dahulu
ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal yang masih ada amortisasinya
dilakukan dengan masa manfaat baru/penuh terhitung mulai bulan
dilakukan upgrade

Pembukuan secara terpisah


WP harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal
 Memiliki usaha yang Ph-nya dikenai PPh yang bersifat final dan tidak final
 Menerima atau memperoleh Ph yang merupakan objek pajak dan bukan
objek pajak
 Mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan
Biaya bersama adalah biaya yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka
penghitungan besarnya PhKP, pembebanannya dialokasikan secara proposional

C. Penilaian Persediaan untuk Penghitungan Harga Pokok


Perolehan dan pengalihan harta dapat melalui
1. Jual beli
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat
(4) adalah jumlah sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan
apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga
beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut,
seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan.
Dalam hal jual beli

Dipengaruhi hubungan istimewa

PIHAK PENJUAL PIHAK PEMBELI

JUMLAH YANG JUMLAH YANG


SEHARUSNYA SEHARUSNYA
DITERIMA DIKELUARKAN

Dalam hal jual beli


Tidak dipengaruhi hubungan istimewa

PIHAK PENJUAL PIHAK PEMBELI

HARGA YANG HARGA YANG


SESUNGGUHNYA SESUNGGUHNYA
DITERIMA DIKELUARKAN

Yang dikategorikan hubungan istimewa adalah


a. Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak
langsung paling rendah 25% pada wajib pajak lain atau hubungan antara
wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak
atau lebih, demikian pula hubungan antara dua wajib pajak atau lebih
yang disebut terakhir
b. Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih wajib
pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung
c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Contoh kasus:
a. Kasus 1
PT A menjual mesih ke PT B dengan harga jual Rp600.000.000, Harga
perolehan mesin Rp2.000.000.000, Akumulasi penyusutan mesin
Rp1.500.000.000, dan harga pasar mesin Rp800.000.000. PT A dan PT
B tidak terdapat hubungan istimewa
Jawab:
Harga jual mesin menggunakan harga jual Rp.600.000.000, karena PT
A dan PT B tidak terdapat hubungan istimewa
b. Kasus 2
PT A menjual mesih ke PT B dengan harga jual Rp600.000.000, Harga
perolehan mesin Rp2.000.000.000, Akumulasi penyusutan mesin
Rp1.500.000.000, dan harga pasar mesin Rp800.000.000. PT A dan PT
B terdapat hubungan istimewa
Jawab:
Harga jual mesin menggunakan harga pasar Rp.800.000.000, karena PT
A dan PT B terdapat hubungan istimewa
2. Tukar-menukar
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar menukar harta
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga
pasar.
Contoh kasus:
Terjadi pertukaran harta antara PT A dan PT B sebagai berikut
PT A PT B
Harta X Harta Y
Nilai sisa buku Rp 10.000.000 Rp 12.000.000
Harga Pasar Rp 20.000.000 Rp 20.000.000

Jawab:
Walaupun tidak terdapat realisasi pembayaran antara pihak-pihak yang
berasngkutan, namun karena harga pasar harta yang dipertukarkan adalah
Rp20.000.000, maka jumlah sebesar Rp20.000.000 merupakan nilai
perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang
seharusnya diterima.
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan
merupakan keuntungan yang dikenakan pajak
 PT A memperoleh keuntungan sebesar Rp10.000.000
(Rp20.000.000-Rp10.000.000)
 PT B memperoleh keuntungan sebesar Rp.8.000.000
(Rp20.000.000-Rp12.000.000)
3. Likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain
Dalam PMK Nomor 43/PMK.03/2008
a. wajib pajak yang melakukan merger (penggabukan dan peleburan
usaha) dapat menggunakan nilai buku.
1) Penggabungan usaha yang dimaksud adalah penggabungan dari dua
atau lebih wajib pajak badan yang modalnya terbagi atas saham
dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah sau badan usaha
yang tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian
yang lebih kecil.
2) Peleburan usaha yang dimaksud adalah penggabungan dari dua atau
lebih wajib pajak badan yang modalnya terbagi atas saham dengan
cara mendirikan usaha baru.
b. Pemekaran usaha adalah pemisahan satu wajib pajak badan yang
modalnya terbagi atas saham menjadi dua wajib pajak badan atau lebih
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian
harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan
tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang sama
Wajib pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat
menggunakan nilai buku adalah
1) Wajib pajak yang belum Go Public yang akan melakukan
penawaran umum perdana (IPO)
2) Wajib pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha
hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (IPO)
Persyaratan untuk bisa menggunakan nilai buku adalah:
a. Mengajukan permohonan kepada direktur jenderal pajak dengan
melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha
b. Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait
c. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test)
Kompensasi kerugian wajib pajak yang dilebur tidak dapat digabungkan.
Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta:
a. Mencatat nilai perolehan harta dengan nilai sisa buku
b. Penyusutan berdasarkan masa manfaat tersisa
c. Angsuran PPh pasal 25 tidak boleh lebih kecil
d. Kredit dan potput PPh, dapat dipindahbukukan
e. Minimal 1 tahun setelah persetujuan menggunakan Nilai Sisa Buku
(NSB), harus telah mengajukan pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM-
LK penyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif
f. Jangka waktu dapat diperpanjang karena force majeur dengan
persetujuan DJP
g. Tidak memenuhi ketentuan, dihitung kembali berdasarkan nilai pasar
Contoh kasus:
PT A dan PT B melakukan merger menjadi PT C dengan keterangan sebagai
berikut:
PT A PT B
Nilai sisa buku Rp 200.000.000 Rp 300.000.000
Harga Pasar Rp 300.000.000 Rp 450.000.000

Pada dasarnya yang dipakai acuan adalah harga pasar dari harta
 Laba PT A memperoleh keuntungan Rp100.000.000
(Rp300.000.000-Rp200.000.000)
 Laba PT B memperoleh keuntungan Rp150.000.000
(Rp450.000.000-Rp300.000.000)
 PT C membukukan dengan harga perolehan Rp750.000.000
(Rp300.000.000+Rp450.000.000)
Menteri keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain
harga pasar, yaitu dari nilai sisa buku (43/PMK.03/2008). Maka PT
membukukan dengan harga buku sebagai beikut
 PT C membukukan dengan harga perolehan Rp500.000.000
(Rp200.000.000-Rp300.000.000)
4. Bantuan, sumbangan, hibah, dan warisan
Apabila terjadi pengalihan harta:
a. Yang memenuhi syarat sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat
(3) huruf a dan huruf b, maka dasar penilaian bagi yang menerima
pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan
pengalihan atau nilai yang ditetapkan DJP.
b. Yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat
(3) huruf a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama
dengan nilai pasar dari harta tersebut.
Apabila wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai
sisa buku tidak diketahui, maka nilai perolehan harta ditetapkan oleh DJP
(KEP-11/PJ./1995)
Hibah, Bantuan, atau sumbangan
Apabila pemberi menyelenggarakan pembukuan

MEMENUHI SYARAT
TIDAK MEMENUHI
PASAL 4 AYAT (3)a
SYARAT PASAL 4
NILAI PEROLEHAN AYAT (3)a
BAGI PENERIMA NILAI PEROLEHAN
HARTA
BAGI PIHAK
PENERIMA HARTA

NILAI SISA BUKU HARGA PASAR

5. Penyertaan modal
Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat
(3) huruf c, maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima
pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut
Contoh
Wajib pajak PT X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya
adalah Rp25.000.000 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya
dengan nilai nominal Rp20.000.000. Harga pasar mesin-mesin bubut adalah
Rp40.000.000
Jawab:
Kondisi PT X Kondisi PT Y
Nilai Buku Rp25.000.000 Harga perolehan mesin
Rp40.000.000
Harga Pasar Rp40.000.000
Keuntungan Rp15.000.000

Penilaian Persediaan
Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai
berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara
mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (FIFO)
Contoh:
1. Persediaan Awal 100 satuan @Rp9
2. Pembelian 100 satuan @ Rp12
3. Pembelian 100 satuan @ Rp11,25
4. Penjualan/dipakai 100 satuan
5. Penjualan/dipakai 100 satuan
Jawab:
1. Metode Rata-rata
No Dibeli Dijual/Dipakai Sisa/Persediaan
1 - - 100 @ Rp9,00 = 900
2 100 @ Rp 12,00 = - 200 @ Rp10,50 = 2100
1200
3 100 @ Rp 11,25 = - 300 @ Rp10,75 = 3225
1125
4 - 100 @ Rp10,75 = 200 @ Rp10.75 = 2150
1075
5 - 100 @ Rp10,75 = 100 @ Rp10,75 = 1075
1075

2. Metode FIFO
No Dibeli Dijual/Dipakai Sisa/Persediaan
1 - - 100 @ Rp9,00 = 900
2 100 @ Rp 12,00 = - 100 @ Rp9,00 = 900
1200 100 @ Rp12,00 = 1200
3 100 @ Rp 11,25 = - 100 @ Rp9,00 = 900
1125 100 @ Rp12,00 = 1200
100 @ Rp11,25 = 1125
4 - 100 @ Rp9,00 = 900 100 @ Rp12,00 = 1200
100 @ Rp11,25 = 1125
5 - 100 @ Rp12,00 = 100 @ Rp11,25 = 1075
1200
PAJAK PENGHASILAN

PERTEMUAN KE-9
“Penentuan Harga Jual dan Harga Perolehan”

A. Harga Jual dan Harga Perolehan


Pasal 10 UU PPh mengatur tentang cara penilaian harta, termasuk
persediaan, dalam rangka menghitung penghasilan sehubungan dengan
penggunaan harta dalam perusahaan, menghitung keuntungan atau kerugian
apabila terjadi penjualan atau pengalihan harta, dan penghitungan penghasilan
dari penjualan barang dagangan.
1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang
tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima,
sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk,
biaya pengangkutan dan biaya pemasangan.
Dalam jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), maka bagi pihak pembeli nilai
perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dibayar dan bagi pihak
penjual nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya diterima. Adanya
hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga
perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan jika
jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Oleh karena
itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai perolehan atau nilai penjualan
harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau yang seharusnya diterima.
2. Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga
pasar.
3. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.
4. Apabila terjadi pengalihan harta:
a. yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan huruf b, maka dasar penilaian bagi yang menerima
pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan
pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
(bunyi Pasal 4 ayat 3 huruf a adalah:
1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. Bunyi Pasal 4 ayat 3 huruf b adalah warisan.
yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama
dengan nilai pasar dari harta tersebut.
5. Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf c (bunyi Pasal ini adalah harta termasuk setoran tunai yang
diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal), dasar penilaian harta bagi badan yang menerima
pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
6. Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok
dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau
dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.
7. Harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri :
a. Yaitu biaya-biaya untuk membangun atau membuat aktiva tersebut,
dimana harus dikeluarkan (dikoreksi) unsur-unsur biaya yang menurut
ketentuan fiskal tidak dapat dibebankan (non deductible).
b. Dalam hal aktiva tersebut dibangun dengan dana yang berasal dari
pinjaman, biaya bunga pinjaman tersebut harus dikapitalisasi dalam
harga perolehan aktiva yang bersangkutan (menjadi unsur harga
perolehan).
Contoh-Contoh Pengukuran Menurut Pajak untuk transaksi bisnis:
1. Tukar menukar
PT A PT B
(Harta X) (Harta Y)
Nilai sisa buku Rp10.000.000,00 Rp12.000.000,00
Harga Pasar Rp20.000.000,00 Rp20.000.000,00
Antara PT A dan PT B terjadi pertukaran harta. Walaupun tidak terdapat
realisasi pembayaran antara pihak-pihak yang bersangkutan, namun karena
harga pasar harta yang dipertukarkan adalah Rp20.000.000,00, jumlah
sebesar Rp20.000.000,00 merupakan nilai perolehan yang seharusnya
dikeluarkan atau nilai penjualan yang seharusnya diterima. Selisih antara
harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan
keuntungan yang dikenakan pajak. PT A memperoleh keuntungan sebesar
Rp10.000.000,00 (Rp20.000.000,00 – Rp10.000.000,00) dan PT B
memperoleh keuntungan sebesar Rp8.000.000,00 (Rp20.000.000,00 –
Rp12.000.000,00).
2. Aksi korporasi: peleburan
PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu
PT C. Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah
sebagai berikut:
PT A PT B
Nilai sisa buku Rp200.000.000,00 Rp300.000.000,00
Harga pasar Rp300.000.000,00 Rp450.000.000,00
Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B
dalam rangka peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta.
Dengan demikian, PT A mendapat keuntungan sebesar Rp100.000.000,00
(Rp300.000.000,00 – Rp200.000.000,00) dan PT B mendapat keuntungan
sebesar Rp150.000.000,00 (Rp450.000.000,00 – Rp300.000.000,00).
Sedangkan PT C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah
Rp750.000.000,00 (Rp300.000.000,00 + Rp450.000.000,00).
Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial,
ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan
diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas
dasar nilai sisa buku ("pooling of interest"). Dalam hal demikian PT C
membukukan penerimaan harta dari PT A dan PT B tersebut sebesar
Rp500.000.000,00 (Rp200.000.000,00 + Rp300.000.000,00).
3. Penggantian penyertaan saham
Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya
adalah Rp25.000.000,00 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan
sahamnya dengan nilai nominal Rp20.000.000,00. Harga pasar mesin-
mesin bubut tersebut adalah Rp40.000.000,00.
Dalam hal ini PT Y akan mencatat mesin bubut tersebut sebagai aktiva
dengan nilai Rp40.000.000,00 dan sebesar nilai tersebut bukan merupakan
penghasilan bagi PT Y. Selisih antara nilai nominal saham dengan nilai
pasar harta, yaitu sebesar Rp20.000.000,00 (Rp40.000.000,00 –
Rp20.000.000,00) dibukukan sebagai agio.
Bagi Wajib Pajak X selisih sebesar Rp15.000.000,00 (Rp40.000.000,00
– Rp25.000.000,00) merupakan objek pajak.
B. Hubungan Istimewa
Sesuai ketentuan Pasal 18 ayat 4 UU PPh, hubungan istimewa dianggap ada
apabila:
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain;
hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara
dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
Misalnya:
PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B. Pemilikan saham
oleh PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya, apabila PT B
mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT C, PT A sebagai pemegang
saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C
sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT A, PT
B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT A juga
memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT D, antara PT B, PT C, dan
PT D dianggap terdapat hubungan istimewa.
Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat juga terjadi antara orang pribadi
dan badan.
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak
berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak
langsung; atau
3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Dalam konteks hubungan istimewa, yang dimaksud dengan “hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat” adalah ayah, ibu,
dan anak, sedangkan “hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke
samping satu derajat” adalah saudara. Sedangkan, yang dimaksud dengan
“keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat” adalah mertua
dan anak tiri, sedangkan “hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan
ke samping satu derajat” adalah ipar.
PAJAK PENGHASILAN

PERTEMUAN KE-10
“Penyusutan dan AmortisasI”

A. Penyusutan
Aspek yang melekat dari harta yang memberikan manfaat ekonomi lebih
dari satu tahun adalah pengalokasian pembebanan nilai perolehannya atau lebih
dikenal dengan penyusutan. Dalam penyusutan hal-hal yang berpengaruh selain
nilai perolehannya adalah umur ekonomis, metode penyusutan, nilai sisa di
akhir masa manfaat, tarif penyusutan dan tentu saja saat dimulainya penyusutan
tersebut.
Antara perlakuan akuntansi komersial dan peraturan perpajakan terdapat
beberapa perbedaan mengenai masalah penyusutan yang pada akhirnya akan
menimbulkan beda sementara (temporary different) yang memerlukan
penyesuaian (koreksi fiskal). Pada kondisi tertentu terdapat juga perbedaan
tetap (permanent different) atas perlakuan penyusutan aktiva tetap.
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara
mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut
melalui penyusutan.
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk
tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang pertama
kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam
perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai
tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh
penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng,
perusahaan keramik atau perusahaan batu bata.
Masalah utama dalam penyusutan suatu aktiva adalah penentuan jumlah
yang dapat disusutkan dalam hal ini dapat berupa penentuan besarnya nilai
perolehan, metode penyusutan, masa manfaat keekonomian, serta nilai sisa
harta.
1. Metode Penyusutan
Secara umum terdapat beberapa metode penyusutan, yaitu:
a. Berdasarkan waktu
1) Metode garis lurus
2) Metode pembebanan yang menurun
3) Metode jumlah angka tahun
4) Metode saldo menurun / metode saldo menurun ganda
b. Berdasarkan penggunaan
1) Metode jam jasa
2) Metode jumlah unit produksi
c. Berdasarkan kriteria lainnya
1) Metode berdasarkan jenis dan kelompok
2) Metode anuitas
3) Metode persediaan
Namun, tidak semua metode tersebut diperbolehkan digunakan dapat
perhitungan perpajakan. Metode penyusutan yang diperbolehkan secara
fiskal dan digunakan secara taat asas adalah :
a. Metode Garis Lurus (Straight-Line Method) yaitu
pengalokasian/penyusutan dalam
bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan
bagi harta tersebut.
Contoh: Sebuah mesin dengan harga perolehannya Rp100.00.000,00
dan masa manfaatnya 8 (delapan) tahun, maka penyusutannya setiap
tahun adalah sebesar Rp12.500.000,- (Rp100.000.000,00 : 8).
b. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method) yaitu
pengalokasian/penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan
cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku. Jika wajib pajak
memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada
akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus.
Contoh: Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2010
dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00. Masa manfaat dari
mesin 4 (empat) tahun. Tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima
puluh persen), perhitungan penyusutannya adalah sebagai berikut:
Nilai Sisa Harga
Tahun Tarif Penyusutan
Buku Perolehan
2010 50% 75.000.000 75.000.000 150.000.000
2011 50% 37.500.000 37.500.000
2012 50% 18.750.000 18.750.000
Disusutkan
2013 18.750.000
sekaligus

2. Umur Ekonomis
Menurut ketentuan pajak, umur ekonomis/masa manfaat suatu aktiva
ditentukan berdasarkan kelompok-kelompok aktiva sebagai berikut:
Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun
Kelompok 2 8 tahun
Kelompok 3 16 tahun
Kelompok 4 20 tahun
II. Bangunan
Permanen 20 tahun
Tidak Permanen 10 tahun

Dalam rangka memberikan keseragaman kepada Wajib Pajak,


MenteriKeuangan telah menetapkan jenis-jenis harta termasuk dalam setiap
kelompok masa manfaat yang harus diikuti oleh Wajib Pajak. Daftar Harta
tersebut selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. (Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tanggal 15 Mei 2009 tentang Jenis-
Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan
Bangunan untuk Keperluan Penyusutan)
Contoh: Apapun jenis usaha wajib pajak, harta berupa komputer, printer dan
scanner ditentukan termasuk golongan 1 sehingga dianggap berumur 4
tahun. Padahal bisa saja secara akuntansi komputer tersebut dianggap
berumur 2 tahun.
3. Nilai Sisa
Dalam perhitungan penyusutan fiskal, nilai sisa komersial dari suatu
aktiva yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan penilaian tertentu tidak
mempengaruhi perhitungan penyusutan sesuai Pasal 11 UU PPh.
4. Tarif Penyusutan
Untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam
melakukan penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, kelompok masa
manfaat harta dan tarif penyusutan baik menurut metode garis lurus maupun
saldo menurun telah diatur secara khusus.
Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Masa
Garis Lurus Saldo
Berwujud Manfaat
Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% -
Tidak Permanen 10 tahun 10% -

Pada tabel di atas tercantum daftar selengkapnya dari tarif penyusutan.


Perhatikan bahwa tarif penyusutan ditentukan berdasarkan kelompok harta
dan tarif untuk metode saldo menurun adalah 2 kali tarif garis lurus.
Bangunan tidak permanen didefinisikan sebagai bangunan yang bersifat
sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang
dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10
(sepuluh) tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk
karyawan.
Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan
metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan
dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Sesuai dengan
pembukuan Wajib pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis
dapat disusutkan dalam satu kelompok.
5. Saat Dimulainya Penyusutan
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, atau pada
bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun
pertama dihitung secara pro-rata. Namun berdasarkan persetujuan Direktur
Jenderal Pajak, saat mulainya penyusutan dapat dilakukan pada bulan harta
tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.
Yang dimaksud dengan mulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan
dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau
diperolehnya penghasilan.
Contoh 1: Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar
Rp100.000.000,00. Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2010 dan
selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2011. Penyusutan atas harga
perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak
2011.
Contoh 2 :Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2010
dengan harga perolehan sebesar Rp100.000.000,00. masa manfaat dari
mesin tersebut adalah 4 tahun dengan metode penyusutan garis lurus
sehingga tarif penyusutan 25% (dua puluh lima persen). Penghitungan
penyusutannya adalah sebagai berikut:
Nilai Sisa Harga
Tahun Tarif Penyusutan
Buku Perolehan
2010 6/12 × 25% 12.500.000 87.500.000 100.000.000
2011 25% 25.000.000 62.500.000
2012 25% 25.000.000 37.500.000
2013 25% 25.000.000 12.500.000
2014 6/12 × 25% 12.500.000 0
B. Amortisasi
Seperti halnya aktiva tetap berwujud, aktiva tidak berwujud juga disusutkan
tetapi dengan menggunakan istilah lain, yaitu amortisasi. Perlakuan perpajakan
atas amortisasi aktiva tidak berwujud secara umum sama dengan penyusutan
aktiva tetap kecuali pada pengelompokan. Dimana pada aktiva tidak berwujud
tidak dikenal adanya pengelompokan bangunan (baik permanen maupun tidak
permanen).
Sesuai ketentuan Pasal 11A ayat 1 amortisasi diatur sebagai berikut:
“Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak
guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang
sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat,
yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran
tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi
sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.”

Jadi, amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak
guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau
dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung
dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas
nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan
syarat dilakukan secara taat asas. Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud
yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa
buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus.
Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk
perpanjangan hak-hak atas tanah (seperti hak guna usaha, hak guna bangunan
dan hak pakai) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun,
diamortisasi dengan metode:
1. Dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat,
2. Dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan
tarif amortisasi atas nilai sisa buku.
3. Dalam satuan produksi (khusus untuk hak penambangan, hak pengusahaan
hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya)
Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan
sebagai berikut:
Tarif Penyusutan
Kelompok Harta
Masa Manfaat Garis Lurus Saldo
Tak Berwujud
Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Beberapa hal pokok yang diatur dalam Pasal 11A Undang-Undang Pajak
Penghasilan:
1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu
perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi
sesuai dengan ketentuan Pasal 11A ayat 2 yaitu berdasar golongan dan
disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.
2. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang
penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan
metode satuan produksi. Metode satuan produksi dilakukan dengan
menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama
dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan
gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh
kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi.
Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang
diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh
hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh
dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
3. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain
hak penambangan minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak
pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode
satuan produksi setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.
Contoh:
Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai
potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) diamortisasi sesuai dengan persentase satuan
produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1
(satu) tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta)
ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia,
walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang
diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun
tersebut adalah 20% (dua puluh persen) dari pengeluaran atau
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
4. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian
diamortisasi sesuai dengan ketentuan Pasal 11A ayat 2 yaitu berdasar
golongan dan disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo
menurun. Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi
komersial, adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial,
misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak
termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai,
biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk
pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi
dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.
5. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak seperti hak
penambangan, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber alam, nilai
sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan
jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada
tahun terjadinya pengalihan tersebut.
Contoh:
PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak
dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp500.000.000,00. Taksiran jumlah
kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 200.000.000 (dua
ratus juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai
100.000.000 (seratus juta) barel, PT X menjual hak penambangan tersebut
kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp300.000.000,00. Penghitungan
penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut adalah sebagai
berikut:
Harga perolehan Rp500.000.000,00
Amortisasi yang telah dilakukan:
100.000.000/200.000.000 barel (50%) Rp250.000.000,00
Nilai buku harta Rp250.000.000,00
Harga jual harta Rp300.000.000,00
Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp250.000.000,00
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah sebesar Rp300.000.000,00
dibukukan sebagai penghasilan.
6. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat karena
sumbangan/bantuan/hibah dan warisan seperti yang diatur di Pasal 4 ayat
(3) huruf a dan huruf b Undang-Undang PPh, yang berupa harta tak
berwujud, jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan
sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
PAJAK PENGHASILAN

PERTEMUAN KE-11
“Penghasilan Luar Negeri dan Kompensasi Kerugian”

A. Penghasilan dari Luar Negeri


Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan
terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun
pajak yang sama.
Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud di atas adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber
penghasilan ditentukan sebagai berikut:
1. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan;
2. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau
berada;
3. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak;
4. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan
tersebut bertempat kedudukan atau berada;
5. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
6. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;
7. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada; dan
8. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan menggunakan prinsip
yang sama dengan prinsip yang dimaksud pada Pasal 24 ayat (3) UU PPh.
Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata
kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut
UU PPh harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau
pengembalian itu dilakukan.
Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari
luar negeri diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
B. Penghitungan Kompensasi Kerugian
Kerugian dalam suatu tahun buku dapat dikompensasikan selama 5 tahun
sejak kerugian tersebut terjadi.
Contoh :
PT A dalam tahun 2005 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000,00.
Dalam 5 tahun berikutnya, rugi laba fiskal PT A adalah sebagai berikut:
2006 : laba fiskal Rp200.000.000,00
2007 : rugi fiskal Rp(300.000.000,00)
2008 : laba fiskal N I H I L
2009 : laba fiskal Rp100.000.000,00
2010 : laba fiskal Rp800.000.000,00.
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut:
Rugi fiskal tahun 2005 Rp (1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2006 Rp 200.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2005 Rp (1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2007 Rp (300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2005 Rp (1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2008 Rp 0,00
Sisa rugi fiskal tahun 2005 Rp (1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2009 Rp 100.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2005 Rp (900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2010 Rp 800.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2005 Rp (100.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2005 sebesar (Rp100.000.000,00) tersebut tidak dapat
dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2011, karena sudah lewat 5 tahun.
Rugi fiskal tahun 2007 sebesar (Rp300.000.000,00) hanya boleh
dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2011 dan 2012, karena jangka waktu
5 tahun yang dimulai sejak tahun 2008 berakhir pada akhir tahun 2012
.
PAJAK PENGHASILAN

PERTEMUAN KE-12
“Tarif Pajak dan Kredit Pajak”

A. Tarif Pasal 17
1. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
tarif 25%
2. Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dengan
saham minimal 40% yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
Tarif 5%
Contoh soal:
PT. Salemba Delapan memiliki Penghasilan Bruto Fiskal sebesar
Rp56.000.000.000 pada tahun 2018. Sementara itu, Penghasilan Neto Fiskal
pada tahun tersebut yaitu sebesar Rp4.000.000.000. Jika terdapat sisa
Kompensasi Kerugian sebagai berikut:
Tahun 2012 : Rp 500.000.000
Tahun 2013 : Rp2.000.000.000
Tahun 2014 : Rp 750.000.000
Berapakah PPh terutang untuk tahun pajak 2018?
Jawab:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak th 2018 Rp1.250.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang:
25% x Rp1.250.000.000 = Rp 312.500.000
B. Tarif pasal 31E
Tarif 12,5% 12,5% dan 25% 25%
peredaran ≤ 4.800.000.001 – >50.000.000.000
bruto 4.800.000.000 50.000.000.000

Contoh soal:
1. Peredaran bruto selama setahun sebesar Rp40.000.000.000 dengan
penghasilan kena pajak sebesar Rp.10.000.000.000. hitung kredit pajaknya
sesuai skema tarif pasal 31E.
Jawab:

 Tarif 12,5%
4.800.000.000
× 10.000.000.000 = 1.200.000.000
40.000.000.000

 Tarif 25%
10.000.000.000 – 1.200.000.000 = 8.800.000.000
 Perhitungan
12,5% x 1.200.000.000 = 150.000.000
25% x 8.800.000.000 = 2.200.000.000 +
Total pph terutang = 2.350.000.000

2. Peredaran bruto selama setahun sebesar Rp4.000.000.000 dengan


penghasilan kena pajak sebesar Rp200.000.000.
Jawab:
Pph terutang = 12,5% x 200.000.000 = 25.000.000
3. Peredaran bruto selama setahun sebesar Rp60.000.000.000 dengan
penghasilan kena pajak sebesar Rp2000.000.000.
Jawab:
Pph terutang = 25% x 2.000.000.000 = 500.000.000

C. Kredit pajak pasal 22, 23 dan 24


1. Pasal 22
No Jenis kegiatan Tarif bagi WP ber Sifat
NPWP
1 Impor Barang : Tidak final
• Impor selain 2,5% dari nilai impor
Kedelai, Gandum &
Tepung Terigu yang 0,5% dari nilai impor
menggunakan API
• Impor Kedelai, 7,5% dari nilai impor
Gandum dan Tepung
Terigu, yang 7,5% dari harga jual
menggunakan API lelang
• Impor yang tidak
menggunakan API
• Impor Yang tidak
dikuasai (Barang
Impor yang dilelang
DJBC)
2 Pembelian Barang oleh 1,5% dari harga Tidak final
Bendahara Pemerintah & pembelian
KPA *Kecuali untuk
pembayaran maks Rp
2.000.000
*Kecuali untuk
pembayaran atas
pembelian BBM,
BBG & Pelumas,
Benda benda serta
pemakaian air &
listrik
3 Pembelian Barang 1,5% dari harga Tidak final
BUMN tertentu yg pembelian
ditunjuk sbg Pemungut *Kecuali untuk
PPh Pasal 22 pembayaran maks Rp
10.000.000
*Kecuali untuk
pembayaran atas
pembelian BBM,
BBG &
Pelumas, Benda-
benda
pos serta pemakaian
air
& listrik
4 Penjualan Produk BBM SPBU SPBU
oleh Produsen atau Non Pertamina
Importir BBM, BBG, Pertamina
Pelumas & Non
SPBU
• Penjualan BBM 0,3% 0,25% Penyerahan
• Penjualan BBG 0,3% kepada SPBU
• Penjualan pelumas 0,3% bersifat final

Penyerahan
kepada non
SPBU bersifat
tidak final
Dasar perhitungan = nilai jual, tidak termasuk PPN
5 Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh
badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industry semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi :
• Penjualan semua 0,25% x DPP PPN Tidak final
jenis semen
• Penjualan kertas 0,1% x DPP PPN
• Penjualan baja 0,3% x DPP PPN
• Penjualan semua 0,45% x DPP PPN
jenis kendaraan
bermotor beroda dua
atau lebih
• Penjualan semua 0,3% x DPP PPN
jenis obat
6 Atas penjualan 0,45% x DPP PPN
kendaraan bermotor di
dalam negeri oleh Agen
Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen
Pemegang Merek
(APM), dan importir
umum kendaraan
bermotor
7 Atas pembelian bahan- 0,25% x DPP PPN
bahan untuk keperluan
industri atau ekspor oleh
badan usaha industry
atau eksportir yang
bergerak dalam sektor
kehutanan,
perkebunan, pertanian,
peternakan, dan
perikanan

2. Pasal 23
a. Dividen
1) Pemotong = yang memberikan dividen
2) Objek pajak = pembagian dividen (laba) dengan nama dan dalam
bentuk apapun
3) Tarif:
• 15% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
4) Yang tidak dipotong Pph Pasal 23
• Dividen yang diterima oleh WP DN (berupa PT), koperasi,
BUMN/D yang dengan kepemilikan saham sebesar 25% pada
pemberi dividen
• Dividen yang diterima oleh anggota dari persekutuan
komanditer (CV)
• Dividen yang diterima oleh WP Orang Pribadi
• Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan kepada anggotanya
b. Bunga
1) Pemotong = yang memberikan bunga
2) Objek pajak
Bunga, termasuk premium maupun diskonto, yang diterima oleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri maupun wajib pajak badan
dalam negeri
3) Tarif:
• 15% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
4) Yang tidak dipotong Pph Pasal 23
• Bunga yang dibayar/terutang kepada Bank
• Bunga yang dibayar/terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan penyalur
• pinjaman dan/atau pembiayaan
• Bunga deposito, bunga tabungan
• Bunga Obligasi
• Bunga Simpanan yang dibayarkan Koperasi kepada anggota
c. Hadiah atau penghargaan
1) Pemotong = yang memberikan hadiah
2) Objek pajak
Hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah
sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diterima Wajib Pajak
Badan Dalam Negeri
3) Tarif
• 15% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
d. Royalty
1) Pemotong = yang memberikan royalty
2) Objek pajak
Royalti, jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau
perhitungan apapun, berkala/tidak, sebagai imbalan atas:
• HKI
• Informasi di bidang ilmiah, teknik, industri
• Penggunaan hak menggunakan film
3) Tarif
• 15% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
e. Sewa
1) Pemotong = yang membayar sewa
2) Objek pajak
Sewa sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah
dan/atau bangunan
3) tarif
• 2% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
f. Jasa
1) Pemotong = yang membayar imbalan atas jasa
2) Objek pajak
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya yang diterima Wajib
Pajak Badan Dalam Negeri
3) tarif
• 2% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
4) Jenis-jenis jasa
Jasa teknik • Pemberian informasi dalam
melaksanakan suatu proyek, misalnya
proyek pemetaan
• Pemberian informasi dalam pembuatan
jenis produk tertentu
Jasa Pemberian jasa dengan ikut serta secara
manajemen langsung dalam pelaksanaan atau
pengelolaan manajemen
Jasa konsultan Jasa pemberian pertimbangan dalam suatu
bidang usaha atau kegiatan tertentu oleh
para tenaga ahli, yang tidak disertai dengan
keterlibatan langsung para tenaga ahli
tersebut
Jasa lain Jasa penilai, aktuaris, akuntan, hukum, dll

3. Pasal 24
Kredit pajak luar negeri
Ketentuan-ketentuan:
• Untuk penghasilan dari usaha diakui dalam tahun pajak
diperolehnya penghasilan.
• Untuk penghasilan berupa dividen, diakui dalam tahun pajak pada
saat perolehan dividen tersebut
• Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut.
• Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
• Jika terdapat Penghasilan Luar Negeri dari beberapa negara, maka
penghitungan dilakukan untuk masing-masing Negara

Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang


terendah dari ketiga unsur berikut :
• Jumlah Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
• (Penghasilan Luar Negeri / Penghasilan Kena Pajak ) X PPh
Terutang
• Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam
hal penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri

D. Angsuran Pph Pasal 25


Mekanisme:
• Wajib Pajak badan yang sudah berjalan
Jumlah angsuran PPh pasal 25 untuk tahun pajak berikutnya yang dibayar
sendiri oleh perusahaan dihitung berdasarkan PPh terutang menurut SPT
Tahunan PPh Tahun Pajak sebelumnya dikurangi dengan:
- PPh Pasal 22 & PPh Pasal 23 yang dipotong/dipungut oleh Pihak Lain;
dan
- PPh Pasal 24 / kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan, dibagi 12
(dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

• Angsuran PPh pasal 25 untuk perusahaan yang baru memulai usaha.


Perusahaan yang merupakan subyek pajak badan, yang baru memulai usaha
dan memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun
pajak berjalan. Angsuran PPh pasal 25-nya untuk Wajib Pajak yang baru
memulai usaha adalah NIHIL

• Perusahaan mengalami kondisi yang tidak sama dengan tahun


sebelumnya
- PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak yang memperhitungkan kompensasi
kerugian fiskal tahun sebelumnya
o Kondisi pertama, kerugian fi skal telah habis diperhitungkan
atau kedaluwarsa, sehingga tahun berikutnya kompensasi
kerugian fi skal adalah NIHIL. Untuk menghitung angsuran
PPh pasal 25 jumlah kompensasi kerugian adalah NIHIL.
- Apabila jumlah sisa kerugian tidak habis dikompensasi dengan
penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan, dan Tahun Pajak
yang bersangkutan bukan merupakan Tahun Pajak terakhir untuk
dapat melakukan kompensasi, sehingga masih terdapat sisa
kerugian yang dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto
Tahun Pajak berikutnya, angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun
Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan sisa kerugian yang
masih dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto Tahun
Pajak berikutnya.
- Apabila penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan lebih
kecil dan sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan
penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, angsuran bulanan Pajak
Penghasilan Pasal 25 Tahun Pajak berikutya adalah NIHIL
- PPh pasal 25 untuk Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan
tidak teratur Apabila suatu perusahaan menerima atau memperoleh
penghasilan meliputi penghasilan tidak teratur, penghasilan tidak
teratur ini harus dikeluarkan dalam perhitungan besaran angsuran
PPh pasal 25.
PAJAK PENGHASILAN

PERTEMUAN KE 13-14
“Perhitungan PPh Badan”

A. Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian laba komersial yang
berbeda secara permanen atau temporer dengan ketentuan fiskal untuk
menyajikan dan/atau menghasilkan laba yang sesuai dengan ketentuan pajak.
1. Beda Tetap
a. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan
menurut ketentuan PPh bukan penghasilan, atau sebaliknya.
b. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan
menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final.
c. Menurut akuntansi komersial merupakan beban sedangkan menurut
ketentuan PPh tidak dapat dibebankan dan sebaliknya misalnya:
1) Biaya-biaya 3M penghasilan yang bukan obyek pajak atau
pengenaan pajaknya bersifat final.
2) Penggantian/imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
3) Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.
4) Biaya-biaya yang tidak memenuhi syarat-syarat (daftar nominatif
biaya entertainment / hiburan / jamuan, daftar nominatif atas
penghapusan piutang).
2. Beda Sementara
Perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan
ketentuan fiskal, misalnya;
a. Metode penyusutan
b. Metode penilaian persediaan
c. Penyisihan piutang tak tertagih
d. Rugi-laba selisih kurs
B. Perhitungan PKP WP Badan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan PPh WP Badan:
1. PPh Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak
2. Elemen Penghasilan Kena Pajak:
a. Penjualan
b. Harga Pokok Penjualan
c. Biaya Usaha
d. Penghasilan & Biaya Dari Luar Usaha
e. Kompensasi Kerugian
3. PPh Kurang Bayar/Lebih Bayar/ Nihil = PPh Terutang - Kredit Pajak
4. Kredit Pajak (Prepaid Tax): PPh Ps.22,23,24,25,FLN
5. Angsuran PPh Pasal 25
C. Perhitungan PPh Terutang
1. Contoh Soal 1
CV.Manis Makmur adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha
dalam bidang Penjualan Alat dan Mesin Pertanian. Peredaran Bruto
CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp 4.750.000.000,00
.
Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp
5.455.532.000,00 dengan perincian sebagai berikut :
a. Penjualan Kotor bulan Januari 2016 adalah sebesar 435.652.000.
b. Penjualan Kotor bulan Pebruari 2016 adalah sebesar 468.560.000.
c. Penjualan Kotor bulan Maret 2016 adalah sebesar 449.870.000.
d. Penjualan Kotor bulan April 2016 adalah sebesar 435.800.000.
e. Penjualan Kotor bulan Mei 2016 adalah sebesar 475.600.000.
f. Penjualan Kotor bulan Juni 2016 adalah sebesar 468.750.000.
g. Penjualan Kotor bulan Juli 2016 adalah sebesar 495.000.000.
h. Penjualan Kotor bulan Agustus 2016 adalah sebesar 436.520.000.
i. Penjualan Kotor bulan September 2016 adalah sebesar 435.200.000.
j. Penjualan Kotor bulan Oktober 2016 adalah sebesar 463.500.000.
k. Penjualan Kotor bulan Nopember 2016 adalah sebesar 412.560.000.
l. Penjualan Kotor bulan Desember 2016 adalah sebesar 478.520.000.
Penghitungan Pajak Penghasilan terutang :
a. Karena Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2015
sebesar Rp 4.750.000.000.000,00 atau tidak melebihi
Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh Badan untuk tahun pajak
2016 adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau
Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
b. Meskipun Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak
2016 sebesar Rp 5.455.532.000,00 atau melebihi Rp.4.800.000.000,00,
akan tetapi Perhitungan PPh Badan dihitung dengan cara Peredaran
Usaha Bruto setiap bulan dikenai tarif sebesar 1 % (satu persen).
Hal ini terjadi karena Peredaran Bruto pada Tahun Pajak sebelumnya
(Tahun 2015) tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00 atau hanya sebesar
Rp 4.750.000.000,00 .
c. Sehingga Pajak Penghasilan yang harus disetor CV.Manis Makmur
untuk Tahun Pajak 2016 sebagai berikut :

Bulan Peredaran Bruto Tarif Pajak PPh pasal 4 ayat 2


Januari IDR 435,652,000 1% IDR 4,356,520
Februari IDR 468,560,000 1% IDR 4,685,600
Maret IDR 449,870,000 1% IDR 4,498,700
April IDR 435,800,000 1% IDR 4,358,000
Mei IDR 475,600,000 1% IDR 4,756,000
Juni IDR 468,750,000 1% IDR 4,687,500
Juli IDR 495,000,000 1% IDR 4,950,000
Agustus IDR 436,520,000 1% IDR 4,365,200
September IDR 435,200,000 1% IDR 4,352,000
Oktober IDR 463,500,000 1% IDR 4,635,000
November IDR 412,560,000 1% IDR 4,125,600
Desember IDR 478,520,000 1% IDR 4,785,200
PPh Pasal 4 ayat 2 (berdasarkan PP 46 Tahun 2013) disetorkan setiap bulan
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
2. Contoh Soal 2
PT Asia Baja Perkasa adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha
dalam bidang Penjualan Besi dan Baja. Peredaran Bruto PT Asia Baja
Perkasa dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp 6.245.753.000,00 . Peredaran
Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2016 sebesar
Rp7.256.458.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp.765.459.000,00
Penghitungan PPh terutang:
a. Karena Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2015
sebesar Rp6.245.753.000,00 . atau melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka
Perhitungan PPh Badan adalah berdasarkan Pasal 17dan 31E
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
b. Karena Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2016
sebesar Rp7.256.458.000,00 atau melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka
Perhitungan PPh Badan dihitung dengan cara Penghasilan Kena Pajak
dikenai tarif Pajak penghasilan dengan mendapatkan fasilitas
pengurangan 50 % dan yang tidak mendapatkan pengurangan 50 %
yang dihitung dari Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.765.459.000,00
Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dan PPh terutang:

a. Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas :

4.800.000.000
x 765.459.000 = 506.335.625
7.256.458.000

Sehingga, PPh terutang yang mendapat fasilitas:

= 25% x 50% x 506.335.625 = 63.291.875

b. Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas :

= 765.459.000 - 506.335.625 = 259.123.375


Sehingga, PPh terutang yang tidak mendapat fasilitas :

= 25% x 259.123.375 = 64.780.750.

Total PPh Badan Terutang : 63.291.875 + 64.780.750 = 128.072.625

D. Perhitungan Angsuran PPh 25


Contoh Perhitungan :
Diketahui pph terutang wajib pajak atas nama adrian menurut SPT tahunan PPh
2009 sebesar Rp 50.000.000,00
dikurangi :
c. PPh yg dipungut pihak lain (PPh psl. 22) Rp 15.000.000,00
d. PPh yang dipotong pihak lain (PPh psl 23) Rp 2.500.000,00
e. Kredit PPh luar negeri (PPh psl. 24) Rp 17.500.000,00

JUMLAH KREDIT PAJAK (Rp 35.000.000,00)

SELISIH Rp 15.000.000,00

BESARNYA ANGSURAN YG HRS DIBAYAR SENDIRI SETIAP BULAN


UTK THN 2010 SEBESAR 1/12 X Rp 15.000.000,00 YAITU Rp
1.250.000,00.

E. CONTOH KASUS
PERHITUNGAN PPH BADAN

Setelah mempelajari tarif pajak untuk wajib pajak badan dan lebih jauh lagi
mengenai rekonsiliasi fiskal, maka pada tahap ini akan membahas mengenai
keseluruhan materi yang sudah dipelajari menjadi “perhitungan PPh Badan”.

STUDI KASUS

PT Arkeikum merupakan perusahaan yang bergerak di bidang wholesaling dan


retailing bagi segmen konsumen bisnis maupun segemen konsumen akhir, PT
Arkeikum merupakan perusahaan yang 45% sahamanya dimiliki publik dan
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Perusahaan melaksanakan
pembukuan terkait kegiatan akuntansinya. Berikut merupakan data yang
diperoleh atas laporan keuangan PT Arkeikum di tahun 2012.
Nominal akuntansi
Penjualan bruto IDR 74,350,000,000
Retur penjualan IDR (1,875,000,000)
Diskon penjualan IDR (576,500,000)
Penjualan neto IDR 71,898,500,000
Harga pokok penjualan
Persediaan barang dagangan awal IDR (15,432,500,000)
Pembelian barang dagangan IDR (56,984,500,000)
Persediaan barang dagangan akhir IDR 36,857,500,000
IDR (35,559,500,000)
Laba bruto IDR 36,339,000,000
Biaya pemasaran
Gaji dan bonus pegawai tetap IDR (1,864,000,000)
Tunjangan Pajak penghasilan IDR (92,740,000)
Pembagian sembako IDR (364,835,000)
Pendidikan karyawan IDR (986,320,000)
Promosi dan iklan IDR (3,876,500,000)
Jamuan makan IDR (284,250,000)
Telepon, air, dan listrik IDR (734,250,000)
Penyusutan IDR (50,625,000)
Biaya bahan bakar dan tol IDR (54,320,000)
Total biaya pemasaran IDR (8,307,840,000)
Biaya umum dan administrasi
Gaji dan bonus pegawai tetap IDR (2,465,000,000)
PPh 21 ditanggung perusahaan IDR (143,400,000)
Honorarium dan komisi pegawai tidak tetap IDR (1,486,542,000)
Seragam satpam gudang IDR (94,560,000)
Telepon, air, dan listrik IDR (1,055,600,000)
Biaya sewa kantor IDR (1,633,500,000)
Penyusutan IDR (1,254,000,000)
Royalty IDR (660,000,000)
Biaya pembangunan pabrik baru IDR (4,365,000,000)
Penghapusan piutang IDR (4,763,480,000)
Pemeliharaan kendaraan IDR (87,200,000)
Alat tulis kantor IDR (154,380,000)
Biaya bahan bakar dan tol IDR (328,600,000)
Asuransi kendaraan IDR (364,700,000)
PBB Gudang IDR (762,300,000)
Riset IDR (3,860,000,000)
Pendidikan karyawan IDR (1,340,000,000)
Family gathering IDR (134,700,000)
Total biaya umum dan administrasi IDR (24,952,962,000)
Laba Operasional IDR 3,078,198,000
Pendapatan non operasi
Dividen dari PT Negarakertagama IDR 382,500,000
Dividen dari PT Sutasoma IDR 134,900,000
Sewa mesin IDR 67,400,000
Bunga deposito (after tax) IDR 34,280,000
Dividen dari Breman Ag. IDR 276,500,000
Total pendapatan non operasi IDR 895,580,000
Biaya non operasi
Dividen bagi PT Smaradhahana IDR (28,700,000)
Dividen bagi PT Arjuna Wiwaha IDR (16,300,000)
Dividen bagi publik IDR (60,000,000)
Bunga pinjaman IDR (76,275,000)
Sumbangan IDR (764,820,000)
Denda pajak IDR (452,300,000)
Rugi selisih kurs IDR (124,890,000)
Biaya lain-lain IDR (742,950,000)
Total biaya non operasi IDR (2,266,235,000)
Laba sebelum pajak IDR 1,707,543,000

Keterangan :

Berikut merupakan keterangan yang menjelaskan perincian berbagai elemen


yang terdapat di laporan keuangan PT. Arkeikum.
1. Perusahaan mencatat penjualan berdasar prinsip akrual. Atas jumlah
tercantum, terdapat nilai pendapatan sebesar Rp 650.000.000,00 atas
penjualan merchandise Olimpiade 2012 yang diharapkan hanya akan terjadi
di tahun penyelenggaraan event olahraga tersebut.
2. Retur dan diskon penjualan dicatat ketika serah terima barang telah
dilakukan.
3. Persediaan barang dagangan dicatat dengan metode FIFO.
4. Atas gaji dan bonus pegawai tetap bidang pemasaran, Rp 1.300.000.000,00
diberikan dalam bentuk gaji bulanan dan sisanya dalam bentuk bonus
tahunan.
5. Atas tunjangan pajak penghasilan, Rp 32.500.000,00 diberikan bagi
pegawai dengan level supervisor, sedangkan sisanya diberikan bagi pegawai
dengan level manajer dan direktur.
6. Atas biaya pendidikan karyawan bidang pemasaran, Rp 175.000.000,00
diberikan sebagai tunjangan cuti pengganti gaji bulanan.
7. Atas biaya promosi dan iklan, 25% di antaranya diwujudkan melalui
sampling produk secara cuma – cuma kepada konsumen akhir.
8. Atas biaya jamuan makan, Rp 180.000.000 telah dilengkapi daftar
nominatif penerima secara lengkap.
9. Atas biaya telepon, air, dan listrik bidang pemasaran, meliputi Rp
334.250.000,00 untuk biaya air dan listrik. Seperempat dari biaya telepon
dianggarkan dalam bentuk penyediaan pulsa bagi Direktur Pemasaran,
seperempat lain dianggarkan atas pembelian perangkat PDA baru bagi
salesperson.
10. Atas biaya penyusutan bidang pemasaran, meliputi penyusutan dengan
metode garis lurus atas:
a. Telepon genggam direktur, dibeli tahun 2011 dengan nilai tercatat Rp
25.000.000, disusutkan selama 5 tahun. Sesuai peraturan pajak termasuk
aset kelompok 1.
b. Smartphone bagi salesperson yang berdinas di luar lapangan, dibeli
tahun 2009 dan disusutkan selama 4 tahun dan sesuai peraturan pajak
termasuk aset kelompok 1.
c. PDA baru bagi salesperson yang dibeli di akhir Juli tahun 2012,
disusutkan dengan masa manfaat 2 tahun, dan sesuai peraturan pajak
termasuk aset kelompok 1.
11. Atas biaya bahan bakar dan tol bidang pemasaran, separuh di antaranya
dialokasikan bagi Direktur Pemasaran.
12. Atas honorarium dan komisi pegawai tidak tetap, termasuk pembayaran
senilai Rp786.542.000,00 kepada mantan pegawai yang masih
dimanfaatkan jasanya secara lepas.
13. Atas biaya sewa kantor, meliputi pembayaran bagi kurun 30 bulan dan
dibayarkan di bula Januari 2012.
14. Biaya penyusutan bidang G&A meliputi penyusutan dengan metode garis
lurus atas:
a. Gedung pabrik lama dengan nilai kapitalisasi awal Rp
13.850.000.000,00 yang diperoleh tahun 1990 dan disusutkan dengan
masa manfaat 25 tahun.
b. Kendaraan niaga bagi keperluan distribusi dengan nilai kapitalisasi awal
Rp6.000.000.000,00 yang diperoleh tahun 2008 dan disusutkan dengan
masa manfaat 10 tahun. Peraturan perpajakan menggolongkan aset ke
dalam kelompok 2.
c. Kendaraan dinas bagi Direktur Utama dengan nilai kapitalisasi awal
Rp2.400.000.000,00 yang diperoleh akhir Oktober 2012 dan disusutkan
dengan masa manfaat 6 tahun. Peraturan perpajakan menggolongkan
aset ke dalam kelompok 2.
15. Atas royalti, merupakan pembayaran bagi suatu perusahaan di luar negeri.
Di dalamnya termasuk beban PPh 26 yang ditanggung PT. Arkeikum.
16. Pembangunan pabrik baru dikapitalisasi di akhir tahun dan atasnya belum
dilakuan depresiasi.
17. Atas biaya penghapusan piutang, senilai Rp 3.763.480.000,00 telah
diberitahukan kepada Ditjen Pajak, namun Rp 500.000.000,00 di antara
jumlah terlapor tersebut belum didaftarkan ke BUPLN.
18. Atas biaya pemeliharaan kendaraan, Rp 10.000.000,00 merupakan biaya
pemasangan sistem keamanan di kendaraan Direktur Utama.
19. Atas biaya bahan bakar dan tol bidang G&A, 15% di antaranya dialokasikan
bagi Direktur Utama.
20. Atas biaya riset, 50% di antaranya ditenderkan dan dilaksanakan di luar
Indonesia.
21. Atas dividen PT. Negarakertagama, separuhnya berasal dari laba ditahan.
PT. Arkeikum memiliki proporsi kepemilikan 35%.
22. Atas dividen PT. Sutasoma, seluruhnya diberikan dalam bentuk instrumen
investasi. PT Arkeikum memiliki proporsi kepemilikan 15%.
23. Atas dividen dari Bremen Ag., PT. Arkeikum telah mencatatnya secara
netto terhadap pajak di luar negeri dengan tarif 30%.
24. Bunga sebesar 8% p.a. atas deposito PT. Arkeikum dibayarkan di akhir
tahun. Pokok deposito bernilai tetap sepanjang tahun.
25. Bunga pinjaman sebesar 12% p.a. dibayarkan di akhir tahun, dengan nilai
pokok pinjaman bernilai tetap sepanjang tahun.
26. Sumbangan diberikan untuk pembangunan panti asuhan rubuh di sekitar
perusahaan dan pengadaan sarana bermain di dalamnya.
27. Biaya lain – lain tidak memenuhi ketentuan perpajakan sebagai deductible
expense.

Kredit pajak yang telah dipotong pihak lain meliputi:


1. PPh 22 atas impor dengan DPP PPN Rp 21.750.000.000,00. Perusahaan
telah memiliki API atas impor tersebut.
2. PPh 23 yang dipotong pihak lain, sebesar Rp 631.250.000,00.
3. Angsuran PPh 25 yang telah dibayar, sebesar Rp 855.750.000,00.
4. STP PPh 25 sebesar Rp 451.500.000,00 termasuk denda Rp 35.500.000,00.

Pertanyaan :

1. Bagaimanakah rekonsiliasi fiskal ditetapkan atas PT. Arkeikum?


2. Berapakah besar PPh terutang dan kredit pajak di periode berjalan?
3. Berapakah pajak kurang (lebih) bayar di periode berjalan?
4. Berapakah angsuran PPh 25 per bulan yang seharusnya dibayarkan di
periode mendatang?
5. Bagaimanakah PT. Arkeikum melakukan penjurnalan terkait kewajiban
perpajakannya?

JAWABAN:

Nominal akuntansi koreksi positif koreksi negatif diakui FISKAL

Penjualan bruto IDR 74,350,000,000 IDR 74,350,000,000

Retur penjualan IDR (1,875,000,000) IDR (1,875,000,000)

Diskon penjualan IDR (576,500,000) IDR (576,500,000)

Penjualan neto IDR 71,898,500,000 IDR 71,898,500,000

Harga pokok penjualan


Persediaan barang
IDR (15,432,500,000) IDR (15,432,500,000)
dagangan awal
Pembelian barang
IDR (56,984,500,000) IDR (56,984,500,000)
dagangan
Persediaan barang
IDR 36,857,500,000 IDR 36,857,500,000
dagangan akhir

IDR (35,559,500,000) IDR (35,559,500,000)


Laba bruto IDR 36,339,000,000 IDR 36,339,000,000

Biaya pemasaran
Gaji dan bonus
IDR (1,864,000,000) IDR (1,864,000,000)
pegawai tetap
Tunjangan Pajak
IDR (92,740,000) IDR (92,740,000)
penghasilan
Pembagian
IDR (364,835,000) IDR (364,835,000) IDR -
sembako
Pendidikan
IDR (986,320,000) IDR (986,320,000)
karyawan
Promosi dan iklan IDR (3,876,500,000) IDR (3,876,500,000)

Jamuan makan IDR (284,250,000) IDR (104,250,000) IDR (180,000,000)


Telepon, air, dan
IDR (734,250,000) IDR (150,000,000) IDR (584,250,000)
listrik
Penyusutan IDR (50,625,000) IDR (15,375,000) IDR (35,250,000)
Biaya bahan bakar
IDR (54,320,000) IDR (13,580,000) IDR (40,740,000)
dan tol
Total biaya pemasaran IDR (8,307,840,000) IDR (7,659,800,000)
Biaya umum dan
administrasi
Gaji dan bonus
IDR (2,465,000,000) IDR (2,465,000,000)
pegawai tetap
PPh 21 ditanggung
IDR (143,400,000) IDR (143,400,000) IDR -
perusahaan
Honorarium dan
komisi pegawai IDR (1,486,542,000) IDR (1,486,542,000)
tidak tetap
Seragam satpam
IDR (94,560,000) IDR (94,560,000)
gudang
Telepon, air, dan
IDR (1,055,600,000) IDR (1,055,600,000)
listrik
Biaya sewa kantor IDR (1,633,500,000) IDR 980,100,000 IDR (653,400,000)

Penyusutan IDR (1,254,000,000) IDR 466,500,000 IDR (787,500,000)

Royalty IDR (660,000,000) IDR 110,000,000 IDR (550,000,000)


Biaya
pembangunan IDR (4,365,000,000) IDR (4,365,000,000) IDR -
pabrik baru
Penghapusan
IDR (4,763,480,000) IDR 1,500,000,000 IDR (3,263,480,000)
piutang
Pemeliharaan
IDR (87,200,000) IDR 5,000,000 IDR (82,200,000)
kendaraan
Alat tulis kantor IDR (154,380,000) IDR (154,380,000)
Biaya bahan bakar
IDR (328,600,000) IDR (24,645,000) IDR (303,955,000)
dan tol
Asuransi
IDR (364,700,000) IDR -
kendaraan
PBB Gudang IDR (762,300,000) IDR (762,300,000)
Riset IDR (3,860,000,000) IDR 1,930,000,000 IDR (1,930,000,000)
Pendidikan
IDR (1,340,000,000) IDR (1,340,000,000)
karyawan

Family gathering IDR (134,700,000) IDR (134,700,000)

Total biaya umum dan


IDR (24,952,962,000) IDR (15,063,617,000)
administrasi
Laba Operasional IDR 3,078,198,000 IDR 13,615,583,000

Pendapatan non operasi


Dividen dari PT IDR
IDR 382,500,000 IDR 191,250,000
Negarakertagama 191,250,000
Dividen dari PT
IDR 134,900,000 IDR 134,900,000
Sutasoma
Sewa mesin IDR 67,400,000 IDR 67,400,000
Bunga deposito IDR
IDR 34,280,000 IDR -
(after tax) 34,280,000
Dividen dari
IDR 276,500,000 IDR 118,500,000 IDR 395,000,000
Breman Ag.
Total pendapatan non
IDR 895,580,000 IDR 788,550,000
operasi
Biaya non operasi
Dividen bagi PT
IDR (28,700,000) IDR (28,700,000) IDR -
Smaradhahana
Dividen bagi PT
IDR (16,300,000) IDR (16,300,000) IDR -
Arjuna Wiwaha
Dividen bagi
IDR (60,000,000) IDR (60,000,000) IDR -
publik
Bunga pinjaman IDR (76,275,000) IDR (76,275,000) IDR -

Sumbangan IDR (764,820,000) IDR (764,820,000) IDR -

Denda pajak IDR (452,300,000) IDR (452,300,000) IDR -

Rugi selisih kurs IDR (124,890,000) IDR (124,890,000)

Biaya lain-lain IDR (742,950,000) IDR (742,950,000) IDR -

Total biaya non operasi IDR (2,266,235,000) IDR (124,890,000)

Laba sebelum pajak IDR 1,707,543,000 IDR 14,279,243,000

Tabel diatas sudah sangat membantu dalam hal rekonsiliasi fiscal yang
terjadi, kelanjutannya diharapkan pembaca dapat menyelesaikannya.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai