PAJAK PENGHASILAN
PERTEMUAN KE-8
“Pengurangan Penghasilan Bruto”
Jawab:
Walaupun tidak terdapat realisasi pembayaran antara pihak-pihak yang
berasngkutan, namun karena harga pasar harta yang dipertukarkan adalah
Rp20.000.000, maka jumlah sebesar Rp20.000.000 merupakan nilai
perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang
seharusnya diterima.
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan
merupakan keuntungan yang dikenakan pajak
PT A memperoleh keuntungan sebesar Rp10.000.000
(Rp20.000.000-Rp10.000.000)
PT B memperoleh keuntungan sebesar Rp.8.000.000
(Rp20.000.000-Rp12.000.000)
3. Likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain
Dalam PMK Nomor 43/PMK.03/2008
a. wajib pajak yang melakukan merger (penggabukan dan peleburan
usaha) dapat menggunakan nilai buku.
1) Penggabungan usaha yang dimaksud adalah penggabungan dari dua
atau lebih wajib pajak badan yang modalnya terbagi atas saham
dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah sau badan usaha
yang tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian
yang lebih kecil.
2) Peleburan usaha yang dimaksud adalah penggabungan dari dua atau
lebih wajib pajak badan yang modalnya terbagi atas saham dengan
cara mendirikan usaha baru.
b. Pemekaran usaha adalah pemisahan satu wajib pajak badan yang
modalnya terbagi atas saham menjadi dua wajib pajak badan atau lebih
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian
harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan
tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang sama
Wajib pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat
menggunakan nilai buku adalah
1) Wajib pajak yang belum Go Public yang akan melakukan
penawaran umum perdana (IPO)
2) Wajib pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha
hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (IPO)
Persyaratan untuk bisa menggunakan nilai buku adalah:
a. Mengajukan permohonan kepada direktur jenderal pajak dengan
melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha
b. Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait
c. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test)
Kompensasi kerugian wajib pajak yang dilebur tidak dapat digabungkan.
Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta:
a. Mencatat nilai perolehan harta dengan nilai sisa buku
b. Penyusutan berdasarkan masa manfaat tersisa
c. Angsuran PPh pasal 25 tidak boleh lebih kecil
d. Kredit dan potput PPh, dapat dipindahbukukan
e. Minimal 1 tahun setelah persetujuan menggunakan Nilai Sisa Buku
(NSB), harus telah mengajukan pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM-
LK penyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif
f. Jangka waktu dapat diperpanjang karena force majeur dengan
persetujuan DJP
g. Tidak memenuhi ketentuan, dihitung kembali berdasarkan nilai pasar
Contoh kasus:
PT A dan PT B melakukan merger menjadi PT C dengan keterangan sebagai
berikut:
PT A PT B
Nilai sisa buku Rp 200.000.000 Rp 300.000.000
Harga Pasar Rp 300.000.000 Rp 450.000.000
Pada dasarnya yang dipakai acuan adalah harga pasar dari harta
Laba PT A memperoleh keuntungan Rp100.000.000
(Rp300.000.000-Rp200.000.000)
Laba PT B memperoleh keuntungan Rp150.000.000
(Rp450.000.000-Rp300.000.000)
PT C membukukan dengan harga perolehan Rp750.000.000
(Rp300.000.000+Rp450.000.000)
Menteri keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain
harga pasar, yaitu dari nilai sisa buku (43/PMK.03/2008). Maka PT
membukukan dengan harga buku sebagai beikut
PT C membukukan dengan harga perolehan Rp500.000.000
(Rp200.000.000-Rp300.000.000)
4. Bantuan, sumbangan, hibah, dan warisan
Apabila terjadi pengalihan harta:
a. Yang memenuhi syarat sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat
(3) huruf a dan huruf b, maka dasar penilaian bagi yang menerima
pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan
pengalihan atau nilai yang ditetapkan DJP.
b. Yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat
(3) huruf a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama
dengan nilai pasar dari harta tersebut.
Apabila wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai
sisa buku tidak diketahui, maka nilai perolehan harta ditetapkan oleh DJP
(KEP-11/PJ./1995)
Hibah, Bantuan, atau sumbangan
Apabila pemberi menyelenggarakan pembukuan
MEMENUHI SYARAT
TIDAK MEMENUHI
PASAL 4 AYAT (3)a
SYARAT PASAL 4
NILAI PEROLEHAN AYAT (3)a
BAGI PENERIMA NILAI PEROLEHAN
HARTA
BAGI PIHAK
PENERIMA HARTA
5. Penyertaan modal
Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat
(3) huruf c, maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima
pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut
Contoh
Wajib pajak PT X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya
adalah Rp25.000.000 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya
dengan nilai nominal Rp20.000.000. Harga pasar mesin-mesin bubut adalah
Rp40.000.000
Jawab:
Kondisi PT X Kondisi PT Y
Nilai Buku Rp25.000.000 Harga perolehan mesin
Rp40.000.000
Harga Pasar Rp40.000.000
Keuntungan Rp15.000.000
Penilaian Persediaan
Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai
berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara
mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (FIFO)
Contoh:
1. Persediaan Awal 100 satuan @Rp9
2. Pembelian 100 satuan @ Rp12
3. Pembelian 100 satuan @ Rp11,25
4. Penjualan/dipakai 100 satuan
5. Penjualan/dipakai 100 satuan
Jawab:
1. Metode Rata-rata
No Dibeli Dijual/Dipakai Sisa/Persediaan
1 - - 100 @ Rp9,00 = 900
2 100 @ Rp 12,00 = - 200 @ Rp10,50 = 2100
1200
3 100 @ Rp 11,25 = - 300 @ Rp10,75 = 3225
1125
4 - 100 @ Rp10,75 = 200 @ Rp10.75 = 2150
1075
5 - 100 @ Rp10,75 = 100 @ Rp10,75 = 1075
1075
2. Metode FIFO
No Dibeli Dijual/Dipakai Sisa/Persediaan
1 - - 100 @ Rp9,00 = 900
2 100 @ Rp 12,00 = - 100 @ Rp9,00 = 900
1200 100 @ Rp12,00 = 1200
3 100 @ Rp 11,25 = - 100 @ Rp9,00 = 900
1125 100 @ Rp12,00 = 1200
100 @ Rp11,25 = 1125
4 - 100 @ Rp9,00 = 900 100 @ Rp12,00 = 1200
100 @ Rp11,25 = 1125
5 - 100 @ Rp12,00 = 100 @ Rp11,25 = 1075
1200
PAJAK PENGHASILAN
PERTEMUAN KE-9
“Penentuan Harga Jual dan Harga Perolehan”
PERTEMUAN KE-10
“Penyusutan dan AmortisasI”
A. Penyusutan
Aspek yang melekat dari harta yang memberikan manfaat ekonomi lebih
dari satu tahun adalah pengalokasian pembebanan nilai perolehannya atau lebih
dikenal dengan penyusutan. Dalam penyusutan hal-hal yang berpengaruh selain
nilai perolehannya adalah umur ekonomis, metode penyusutan, nilai sisa di
akhir masa manfaat, tarif penyusutan dan tentu saja saat dimulainya penyusutan
tersebut.
Antara perlakuan akuntansi komersial dan peraturan perpajakan terdapat
beberapa perbedaan mengenai masalah penyusutan yang pada akhirnya akan
menimbulkan beda sementara (temporary different) yang memerlukan
penyesuaian (koreksi fiskal). Pada kondisi tertentu terdapat juga perbedaan
tetap (permanent different) atas perlakuan penyusutan aktiva tetap.
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara
mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut
melalui penyusutan.
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk
tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang pertama
kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam
perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai
tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh
penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng,
perusahaan keramik atau perusahaan batu bata.
Masalah utama dalam penyusutan suatu aktiva adalah penentuan jumlah
yang dapat disusutkan dalam hal ini dapat berupa penentuan besarnya nilai
perolehan, metode penyusutan, masa manfaat keekonomian, serta nilai sisa
harta.
1. Metode Penyusutan
Secara umum terdapat beberapa metode penyusutan, yaitu:
a. Berdasarkan waktu
1) Metode garis lurus
2) Metode pembebanan yang menurun
3) Metode jumlah angka tahun
4) Metode saldo menurun / metode saldo menurun ganda
b. Berdasarkan penggunaan
1) Metode jam jasa
2) Metode jumlah unit produksi
c. Berdasarkan kriteria lainnya
1) Metode berdasarkan jenis dan kelompok
2) Metode anuitas
3) Metode persediaan
Namun, tidak semua metode tersebut diperbolehkan digunakan dapat
perhitungan perpajakan. Metode penyusutan yang diperbolehkan secara
fiskal dan digunakan secara taat asas adalah :
a. Metode Garis Lurus (Straight-Line Method) yaitu
pengalokasian/penyusutan dalam
bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan
bagi harta tersebut.
Contoh: Sebuah mesin dengan harga perolehannya Rp100.00.000,00
dan masa manfaatnya 8 (delapan) tahun, maka penyusutannya setiap
tahun adalah sebesar Rp12.500.000,- (Rp100.000.000,00 : 8).
b. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method) yaitu
pengalokasian/penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan
cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku. Jika wajib pajak
memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada
akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus.
Contoh: Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2010
dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00. Masa manfaat dari
mesin 4 (empat) tahun. Tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima
puluh persen), perhitungan penyusutannya adalah sebagai berikut:
Nilai Sisa Harga
Tahun Tarif Penyusutan
Buku Perolehan
2010 50% 75.000.000 75.000.000 150.000.000
2011 50% 37.500.000 37.500.000
2012 50% 18.750.000 18.750.000
Disusutkan
2013 18.750.000
sekaligus
2. Umur Ekonomis
Menurut ketentuan pajak, umur ekonomis/masa manfaat suatu aktiva
ditentukan berdasarkan kelompok-kelompok aktiva sebagai berikut:
Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun
Kelompok 2 8 tahun
Kelompok 3 16 tahun
Kelompok 4 20 tahun
II. Bangunan
Permanen 20 tahun
Tidak Permanen 10 tahun
Jadi, amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak
guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau
dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung
dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas
nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan
syarat dilakukan secara taat asas. Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud
yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa
buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus.
Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk
perpanjangan hak-hak atas tanah (seperti hak guna usaha, hak guna bangunan
dan hak pakai) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun,
diamortisasi dengan metode:
1. Dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat,
2. Dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan
tarif amortisasi atas nilai sisa buku.
3. Dalam satuan produksi (khusus untuk hak penambangan, hak pengusahaan
hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya)
Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan
sebagai berikut:
Tarif Penyusutan
Kelompok Harta
Masa Manfaat Garis Lurus Saldo
Tak Berwujud
Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Beberapa hal pokok yang diatur dalam Pasal 11A Undang-Undang Pajak
Penghasilan:
1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu
perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi
sesuai dengan ketentuan Pasal 11A ayat 2 yaitu berdasar golongan dan
disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.
2. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang
penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan
metode satuan produksi. Metode satuan produksi dilakukan dengan
menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama
dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan
gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh
kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi.
Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang
diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh
hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh
dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
3. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain
hak penambangan minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak
pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode
satuan produksi setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.
Contoh:
Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai
potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) diamortisasi sesuai dengan persentase satuan
produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1
(satu) tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta)
ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia,
walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang
diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun
tersebut adalah 20% (dua puluh persen) dari pengeluaran atau
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
4. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian
diamortisasi sesuai dengan ketentuan Pasal 11A ayat 2 yaitu berdasar
golongan dan disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo
menurun. Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi
komersial, adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial,
misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak
termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai,
biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk
pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi
dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.
5. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak seperti hak
penambangan, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber alam, nilai
sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan
jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada
tahun terjadinya pengalihan tersebut.
Contoh:
PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak
dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp500.000.000,00. Taksiran jumlah
kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 200.000.000 (dua
ratus juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai
100.000.000 (seratus juta) barel, PT X menjual hak penambangan tersebut
kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp300.000.000,00. Penghitungan
penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut adalah sebagai
berikut:
Harga perolehan Rp500.000.000,00
Amortisasi yang telah dilakukan:
100.000.000/200.000.000 barel (50%) Rp250.000.000,00
Nilai buku harta Rp250.000.000,00
Harga jual harta Rp300.000.000,00
Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp250.000.000,00
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah sebesar Rp300.000.000,00
dibukukan sebagai penghasilan.
6. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat karena
sumbangan/bantuan/hibah dan warisan seperti yang diatur di Pasal 4 ayat
(3) huruf a dan huruf b Undang-Undang PPh, yang berupa harta tak
berwujud, jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan
sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
PAJAK PENGHASILAN
PERTEMUAN KE-11
“Penghasilan Luar Negeri dan Kompensasi Kerugian”
PERTEMUAN KE-12
“Tarif Pajak dan Kredit Pajak”
A. Tarif Pasal 17
1. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
tarif 25%
2. Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dengan
saham minimal 40% yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
Tarif 5%
Contoh soal:
PT. Salemba Delapan memiliki Penghasilan Bruto Fiskal sebesar
Rp56.000.000.000 pada tahun 2018. Sementara itu, Penghasilan Neto Fiskal
pada tahun tersebut yaitu sebesar Rp4.000.000.000. Jika terdapat sisa
Kompensasi Kerugian sebagai berikut:
Tahun 2012 : Rp 500.000.000
Tahun 2013 : Rp2.000.000.000
Tahun 2014 : Rp 750.000.000
Berapakah PPh terutang untuk tahun pajak 2018?
Jawab:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak th 2018 Rp1.250.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang:
25% x Rp1.250.000.000 = Rp 312.500.000
B. Tarif pasal 31E
Tarif 12,5% 12,5% dan 25% 25%
peredaran ≤ 4.800.000.001 – >50.000.000.000
bruto 4.800.000.000 50.000.000.000
Contoh soal:
1. Peredaran bruto selama setahun sebesar Rp40.000.000.000 dengan
penghasilan kena pajak sebesar Rp.10.000.000.000. hitung kredit pajaknya
sesuai skema tarif pasal 31E.
Jawab:
Tarif 12,5%
4.800.000.000
× 10.000.000.000 = 1.200.000.000
40.000.000.000
Tarif 25%
10.000.000.000 – 1.200.000.000 = 8.800.000.000
Perhitungan
12,5% x 1.200.000.000 = 150.000.000
25% x 8.800.000.000 = 2.200.000.000 +
Total pph terutang = 2.350.000.000
Penyerahan
kepada non
SPBU bersifat
tidak final
Dasar perhitungan = nilai jual, tidak termasuk PPN
5 Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh
badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industry semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi :
• Penjualan semua 0,25% x DPP PPN Tidak final
jenis semen
• Penjualan kertas 0,1% x DPP PPN
• Penjualan baja 0,3% x DPP PPN
• Penjualan semua 0,45% x DPP PPN
jenis kendaraan
bermotor beroda dua
atau lebih
• Penjualan semua 0,3% x DPP PPN
jenis obat
6 Atas penjualan 0,45% x DPP PPN
kendaraan bermotor di
dalam negeri oleh Agen
Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen
Pemegang Merek
(APM), dan importir
umum kendaraan
bermotor
7 Atas pembelian bahan- 0,25% x DPP PPN
bahan untuk keperluan
industri atau ekspor oleh
badan usaha industry
atau eksportir yang
bergerak dalam sektor
kehutanan,
perkebunan, pertanian,
peternakan, dan
perikanan
2. Pasal 23
a. Dividen
1) Pemotong = yang memberikan dividen
2) Objek pajak = pembagian dividen (laba) dengan nama dan dalam
bentuk apapun
3) Tarif:
• 15% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
4) Yang tidak dipotong Pph Pasal 23
• Dividen yang diterima oleh WP DN (berupa PT), koperasi,
BUMN/D yang dengan kepemilikan saham sebesar 25% pada
pemberi dividen
• Dividen yang diterima oleh anggota dari persekutuan
komanditer (CV)
• Dividen yang diterima oleh WP Orang Pribadi
• Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan kepada anggotanya
b. Bunga
1) Pemotong = yang memberikan bunga
2) Objek pajak
Bunga, termasuk premium maupun diskonto, yang diterima oleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri maupun wajib pajak badan
dalam negeri
3) Tarif:
• 15% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
4) Yang tidak dipotong Pph Pasal 23
• Bunga yang dibayar/terutang kepada Bank
• Bunga yang dibayar/terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan penyalur
• pinjaman dan/atau pembiayaan
• Bunga deposito, bunga tabungan
• Bunga Obligasi
• Bunga Simpanan yang dibayarkan Koperasi kepada anggota
c. Hadiah atau penghargaan
1) Pemotong = yang memberikan hadiah
2) Objek pajak
Hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah
sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diterima Wajib Pajak
Badan Dalam Negeri
3) Tarif
• 15% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
d. Royalty
1) Pemotong = yang memberikan royalty
2) Objek pajak
Royalti, jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau
perhitungan apapun, berkala/tidak, sebagai imbalan atas:
• HKI
• Informasi di bidang ilmiah, teknik, industri
• Penggunaan hak menggunakan film
3) Tarif
• 15% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
e. Sewa
1) Pemotong = yang membayar sewa
2) Objek pajak
Sewa sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah
dan/atau bangunan
3) tarif
• 2% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
f. Jasa
1) Pemotong = yang membayar imbalan atas jasa
2) Objek pajak
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya yang diterima Wajib
Pajak Badan Dalam Negeri
3) tarif
• 2% dari penghasilan bruto
• Bersifat tidak final
• Tarif 100% lebih tinggi apabila tidak memiliki NPWP
4) Jenis-jenis jasa
Jasa teknik • Pemberian informasi dalam
melaksanakan suatu proyek, misalnya
proyek pemetaan
• Pemberian informasi dalam pembuatan
jenis produk tertentu
Jasa Pemberian jasa dengan ikut serta secara
manajemen langsung dalam pelaksanaan atau
pengelolaan manajemen
Jasa konsultan Jasa pemberian pertimbangan dalam suatu
bidang usaha atau kegiatan tertentu oleh
para tenaga ahli, yang tidak disertai dengan
keterlibatan langsung para tenaga ahli
tersebut
Jasa lain Jasa penilai, aktuaris, akuntan, hukum, dll
3. Pasal 24
Kredit pajak luar negeri
Ketentuan-ketentuan:
• Untuk penghasilan dari usaha diakui dalam tahun pajak
diperolehnya penghasilan.
• Untuk penghasilan berupa dividen, diakui dalam tahun pajak pada
saat perolehan dividen tersebut
• Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut.
• Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
• Jika terdapat Penghasilan Luar Negeri dari beberapa negara, maka
penghitungan dilakukan untuk masing-masing Negara
PERTEMUAN KE 13-14
“Perhitungan PPh Badan”
A. Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian laba komersial yang
berbeda secara permanen atau temporer dengan ketentuan fiskal untuk
menyajikan dan/atau menghasilkan laba yang sesuai dengan ketentuan pajak.
1. Beda Tetap
a. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan
menurut ketentuan PPh bukan penghasilan, atau sebaliknya.
b. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan
menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final.
c. Menurut akuntansi komersial merupakan beban sedangkan menurut
ketentuan PPh tidak dapat dibebankan dan sebaliknya misalnya:
1) Biaya-biaya 3M penghasilan yang bukan obyek pajak atau
pengenaan pajaknya bersifat final.
2) Penggantian/imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
3) Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.
4) Biaya-biaya yang tidak memenuhi syarat-syarat (daftar nominatif
biaya entertainment / hiburan / jamuan, daftar nominatif atas
penghapusan piutang).
2. Beda Sementara
Perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan
ketentuan fiskal, misalnya;
a. Metode penyusutan
b. Metode penilaian persediaan
c. Penyisihan piutang tak tertagih
d. Rugi-laba selisih kurs
B. Perhitungan PKP WP Badan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan PPh WP Badan:
1. PPh Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak
2. Elemen Penghasilan Kena Pajak:
a. Penjualan
b. Harga Pokok Penjualan
c. Biaya Usaha
d. Penghasilan & Biaya Dari Luar Usaha
e. Kompensasi Kerugian
3. PPh Kurang Bayar/Lebih Bayar/ Nihil = PPh Terutang - Kredit Pajak
4. Kredit Pajak (Prepaid Tax): PPh Ps.22,23,24,25,FLN
5. Angsuran PPh Pasal 25
C. Perhitungan PPh Terutang
1. Contoh Soal 1
CV.Manis Makmur adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha
dalam bidang Penjualan Alat dan Mesin Pertanian. Peredaran Bruto
CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp 4.750.000.000,00
.
Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp
5.455.532.000,00 dengan perincian sebagai berikut :
a. Penjualan Kotor bulan Januari 2016 adalah sebesar 435.652.000.
b. Penjualan Kotor bulan Pebruari 2016 adalah sebesar 468.560.000.
c. Penjualan Kotor bulan Maret 2016 adalah sebesar 449.870.000.
d. Penjualan Kotor bulan April 2016 adalah sebesar 435.800.000.
e. Penjualan Kotor bulan Mei 2016 adalah sebesar 475.600.000.
f. Penjualan Kotor bulan Juni 2016 adalah sebesar 468.750.000.
g. Penjualan Kotor bulan Juli 2016 adalah sebesar 495.000.000.
h. Penjualan Kotor bulan Agustus 2016 adalah sebesar 436.520.000.
i. Penjualan Kotor bulan September 2016 adalah sebesar 435.200.000.
j. Penjualan Kotor bulan Oktober 2016 adalah sebesar 463.500.000.
k. Penjualan Kotor bulan Nopember 2016 adalah sebesar 412.560.000.
l. Penjualan Kotor bulan Desember 2016 adalah sebesar 478.520.000.
Penghitungan Pajak Penghasilan terutang :
a. Karena Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2015
sebesar Rp 4.750.000.000.000,00 atau tidak melebihi
Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh Badan untuk tahun pajak
2016 adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau
Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
b. Meskipun Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak
2016 sebesar Rp 5.455.532.000,00 atau melebihi Rp.4.800.000.000,00,
akan tetapi Perhitungan PPh Badan dihitung dengan cara Peredaran
Usaha Bruto setiap bulan dikenai tarif sebesar 1 % (satu persen).
Hal ini terjadi karena Peredaran Bruto pada Tahun Pajak sebelumnya
(Tahun 2015) tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00 atau hanya sebesar
Rp 4.750.000.000,00 .
c. Sehingga Pajak Penghasilan yang harus disetor CV.Manis Makmur
untuk Tahun Pajak 2016 sebagai berikut :
4.800.000.000
x 765.459.000 = 506.335.625
7.256.458.000
SELISIH Rp 15.000.000,00
E. CONTOH KASUS
PERHITUNGAN PPH BADAN
Setelah mempelajari tarif pajak untuk wajib pajak badan dan lebih jauh lagi
mengenai rekonsiliasi fiskal, maka pada tahap ini akan membahas mengenai
keseluruhan materi yang sudah dipelajari menjadi “perhitungan PPh Badan”.
STUDI KASUS
Keterangan :
Pertanyaan :
JAWABAN:
Biaya pemasaran
Gaji dan bonus
IDR (1,864,000,000) IDR (1,864,000,000)
pegawai tetap
Tunjangan Pajak
IDR (92,740,000) IDR (92,740,000)
penghasilan
Pembagian
IDR (364,835,000) IDR (364,835,000) IDR -
sembako
Pendidikan
IDR (986,320,000) IDR (986,320,000)
karyawan
Promosi dan iklan IDR (3,876,500,000) IDR (3,876,500,000)
Tabel diatas sudah sangat membantu dalam hal rekonsiliasi fiscal yang
terjadi, kelanjutannya diharapkan pembaca dapat menyelesaikannya.
Terima kasih