Anda di halaman 1dari 29

2.2.1.1.5.2.

Biaya – biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan


bruto (Non Deductible Expenses) (Pasal 9 UU PPh)

Senin, 19 Oktober 2015 - 11:12


Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan
antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai
biaya.

Pengeluaran dan biaya yang tidak berkaitan baik langsung maupun tidak
langsung dengan kegiatan mendapatkan, memelihara, dan menagih
penghasilan yang merupakan objek Pajak Penghasilan maka tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.

Selain itu pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang


jumlahnya melebihi kewajaran tidak dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.

Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan


besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, yaitu :

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun


2. Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu dan
anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
4. Natura dan kenikmatan
5. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
6. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan
7. Pajak penghasilan
8. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
9. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
10. Sanksi administrasi perpajakan
11. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang:
1. bukan merupakan objek pajak
2. pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau
3. dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU PPh dan Norma
Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU
PPh

Informasi Lebih Lanjut:


2.2.1.1.5.2.1. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun
2.2.1.1.5.2.2. biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu dan
ang...
2.2.1.1.5.2.3. pembentukan atau pemupukan dana cadangan
2.2.1.1.5.2.4. natura dan kenikmatan
2.2.1.1.5.2.5. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan Kepada
pemegang...
2.2.1.1.5.2.6. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan
2.2.1.1.5.2.7. pajak penghasilan
2.2.1.1.5.2.8. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi
2.2.1.1.5.2.9. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
...
2.2.1.1.5.2.10. sanksi administrasi perpajakan
Dasar Hukum:
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 Pasal 13
Aplikasi:
e-SPT Tahunan PPh WP Badan ( 1771 atau 1771/$ )
Formulir:
Formulir SPT Tahunan PPh Badan 1771 atau Formulir SPT Tahunan PPh
Badan 1771/$
Segmentasi:
Badan
Proses:
Penghitungan
2.2.1.1.5.2.10. Sanksi administrasi dan pidana (berupa denda) perpajakan

Senin, 19 Oktober 2015 - 11:15


Sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak Contoh dari sanksi
administrasi di antaranya sebagai berikut:

1. Denda keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT);


2. Bunga keterlambatan penyetoran pajak terutang.

Dasar Hukum:
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 Ayat (1) Huruf k
Aplikasi:
e-SPT Tahunan PPh WP Badan ( 1771 atau 1771/$ )
Formulir:
Formulir SPT Tahunan PPh Badan 1771 atau Formulir SPT Tahunan PPh
Badan 1771/$
Segmentasi:
Badan
Proses:
Penghitungan

2.2.1.1.5.2.3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan

Senin, 19 Oktober 2015 - 11:41


Pengecualian Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan
pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri

PENGERTIAN

1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang
yang meliputi:
1. cadangan piutang tak tertagih untuk:
1. bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional
2. bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah
3. bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional
4. bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah
2. cadangan piutang tak tertagih untuk badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, yaitu badan usaha selain bank umum dan
bank perkreditan rakyat yang menyalurkan kredit kepada
masyarakat, yang meliputi:
1. Koperasi simpan pinjam
2. PT Permodalan Nasional Madani (Persero)
3. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
4. Perusahaan pembiayaan infrastruktur yang melakukan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek
infrastruktur.
5. PT. Perusahaan Pengelola Aset
3. cadangan piutang tak tertagih untuk sewa guna usaha dengan
hak opsi yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk kegiatan
pembiayaan dengan menyediakan barang modal untuk digunakan
oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara angsuran dengan hak opsi
(Finance Lease)
4. cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan
konsumen yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan
yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara
angsuran.
5. cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan anjak piutang
yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian
piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut
pengurusan atas piutang tersebut.
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial meliputi
1. cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim tanggungan
sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian
2. cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu
cadangan penjaminan untuk lembaga yang berfungsi menjamin
simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara
stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu cadangan
biaya untuk kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha
pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya.
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan yaitu
cadangan biaya penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibkan
melakukan penanaman kembali atas hutan yang telah diekploitasi
untuk usaha yang terkait dengan sistem pengurusan yang bersangkut
paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu.
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industr yaitu cadangan
biaya penutupan dan pemeliharaan bagi perusahaan yang mengolah
limbah industri yang mencakup kegiatan penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan
penimbunan hasil pengolahan limbah industri.

BESARNYA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN SEBAGAI BIAYA

1. Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional


1. 1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan
lancar, tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang
Negara.
2. 5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan
dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan
3. 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan
4. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan
5. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
2. Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah
1. 1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan
lancar, tidak termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan
surat berharga yang diterbitkan Pemerintah berdasarkan prinsip
syariah
2. 5 % (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan
dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan
3. 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan
4. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan
5. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
3. Bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional
1. 0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak
termasuk Sertifikat Bank Indonesia
2. 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan
3. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan
4. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet
setelah dikurangi dengan nilai agunan.
4. Bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah
1. 0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak
termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
2. 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan
3. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan
4. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet
setelah dikurangi dengan nilai agunan.
5. Koperasi simpan pinjam
1. 0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar
2. 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan
3. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan
4. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet
setelah dikurangi dengan nilai agunan
6. PT Permodalan Nasional Madani (Persero)
1. 2,5% (dua setengah persen) dari piutang yang digolongkan dalam
perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
2. 5% (lima persen) dari piutang yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
3. 50% (lima puluh persen) dari piutang yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
4. 100% (seratus persen) dari piutang yang digolongkan macet
setelah dikurangi dengan nilai agunan.
7. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
1. 1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas lancar;
2. 5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas dalam perhatian
khusus setelah dikurangi nilai agunan;
3. 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas kurang
lancar setelah dikurangi nilai agunan;
4. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan
setelah dikurangi nilai agunan; dan
5. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet
setelah dikurangi nilai agunan
8. Perusahaan pembiayaan infrastruktur
1. 1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas lancar;
2. 5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan
dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
3. 15% (lima belas persen) daripiutang dengan kualitas yang
digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai
agunan;
4. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan;
dan
5. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
9. PT Perusahaan Pengelola Aset
1. 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai
agunan;
2. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan;
dan
3. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang
digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
10. Perusahaan sewa guna usaha dengan hak opsi paling tinggi
sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan
saldo akhir piutang
11. Perusahaan pembiayaan konsumen paling tinggi sebesar 5%
(lima persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang
12. Perusahaan anjak piutang paling tinggi sebesar 5% (lima persen)
dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
13. Perusahaan asuransi kerugian
1. Besarnya cadangan premi tanggungan sendiri untuk perusahaan
asuransi kerugian adalah sebesar 40% (empat puluh persen) dari
jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh
dalam tahun pajak yang bersangkutan.
2. Besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan
asuransi kerugian adalah sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar dan
klaim yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi
tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan
14. Perusahaan asuransi jiwa Besarnya cadangan premi untuk
perusahaan asuransi jiwa ditentukan sesuai dengan penghitungan
aktuaria yang telah mendapat pengesahan dari Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
15. Lembaga Penjamin Simpanan Besarnya cadangan penjaminan
untuk Lembaga Penjamin Simpanan adalah 80% (delapan puluh
persen) dari surplus yang diperoleh Lembaga Penjamin Simpanan dari
kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun yang diakumulasikan
sesuai peraturan perundang-undangan mengenai Lembaga Penjamin
Simpanan.
16. Usaha pertambangan Besarnya cadangan biaya reklamasi untuk
perusahaan yang melakukan usaha pertambangan adalah yang
sebenamya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya reklamasi
17. Usaha kehutanan Besarnya cadangan biaya penanaman kembali
untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan adalah yang
sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penanaman
kembali.
18. Usaha pengolahan limbah industri Besarnya cadangan biaya
penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri adalah yang sebenamya
dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penutupan dan
pemeliharaan tempat pembuangan limbah

KETENTUAN TAMBAHAN

Dalam hal Wajib Pajak secara bersamaan melakukan kegiatan usaha sewa
guna usaha dengan hak opsi, pembiayaan konsumen, dan/atau anjak
piutang, besarnya cadangan piutang tak tertagih yang dapat dibiayakan
dihitung berdasarkan besarnya piutang untuk masing-masing usaha

NILAI AGUNAN YANG DAPAT DIPERHITUNGKAN SEBAGAI PENGURANG


PADA CADANGAN

NIlai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan


paling tinggi adalah a. 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat
likuid. b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau
sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.

JUMLAH PIUTANG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI DASAR UNTUK


MEMBENTUK DANA CADANGAN

Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana


cadangan adalah

POKOK PINJAMAN

yang diberikan oleh bank umum, bank perkreditan rakyat, koperasi simpan
pinjam, PT Permodalan Nasional Madani (Persero), Lembaga Pembiayaan
Ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan infrastruktur, atau PT.
Perusahaan Pengelola Aset.

KERUGIAN YANG BERASAL DARI PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK


DAPAT DITAGIH

Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih
Dasar Hukum:
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 Ayat (1) Huruf c
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219 Tahun 2012
Aplikasi:
e-SPT Tahunan PPh WP Badan ( 1771 atau 1771/$ )
Formulir:
Formulir SPT Tahunan PPh Badan 1771 atau Formulir SPT Tahunan PPh
Badan 1771/$
Segmentasi:
Badan
Proses:
Penghitungan

2.2.1.1.5.2.4. Natura dan Kenikmatan

Senin, 19 Oktober 2015 - 11:44


Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak
bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap Penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan
dalam bentuk uang.

Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan
sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan
mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan.

Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan dianggap


bukan merupakan objek pajak bagi pihak yang menerima.

Pemberian Natura/Kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan


bruto pemberi kerja dan bukan objek PPh Pasal 21 bagi pegawai yang
menerimanya antara lain:

1. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh


pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan Meliputi
pemberian makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi
kerja di tempat kerja atau pemberian kupon makanan dan/atau
minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat
memanfaatkan pemberian makan di tempat kerja. Nilai kupon
makanan dan/atau minuman yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto pemberi kerja adalah yang sesuai dengan nilai kupon wajar. Nilai
kupon dapat dianggap wajar apabila nilai kupon tersebut tidak
melebihi pengeluaran penyediaan makanan dan/atau minuman per
Pegawai yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja
2. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang
diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu
dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong
pembangunan di daerah tersebut. Daerah tertentu adalah daerah
terpencil. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan
berkenaan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu yaitu berupa
sarana dan fasilitas di lokasi kerja sepanjang sarana dan fasilitas
tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus
menyediakannya sendiri. Yang dapat berupa: tempat tinggal,
pelayanan kesehatan, pendidikan bagi pegawai dll
3. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena
sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya. Pengertian keharusan
dalam pelaksanaan pekerjaan berkaitan dengan keamanan atau
keselamatan pekerja yang diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi atau pemerintah daerah setempat

Dasar Hukum:
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 Ayat (1) Huruf e
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83 Tahun 2009 Pasal 3 dan Pasal 4
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 2 dan Pasal
10
Aplikasi:
e-SPT Tahunan PPh WP Badan (1771 atau 1771/$)
Formulir:
Formulir SPT Tahunan PPh Badan 1771 atau Formulir SPT Tahunan PPh
Badan 1771/$
Segmentasi:
Badan
Proses:
Penghitungan

2.2.1.1.5.2.5. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada


pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan

Senin, 19 Oktober 2015 - 11:50


Pembayaran imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga pemegang
saham yang merupakan pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan boleh dikurangkan dari penghasilan apabila
jumlahnya wajar dan sesuai dengan kelaziman usaha.

Jumlah pengeluaran yang melebihi kewajaran tidak boleh dibebankan


sebagai biaya.
Misalnya, seorang tenaga ahli yang merupakan pemegang saham dari suatu
badan memberikan jasa kepada badan tersebut dengan memperoleh
imbalan sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Apabila untuk jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang
setara hanya dibayar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah),
jumlah sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) tidak boleh
dibebankan sebagai biaya.

Bagi tenaga ahli yang juga sebagai pemegang saham tersebut jumlah
sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dimaksud dianggap
sebagai dividen.

Hubungan istimewa dianggap ada apabila:

1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak


langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib
Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung
3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam
garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat

Dasar Hukum:
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 Ayat (1) Huruf f
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (4)
Aplikasi:
e-SPT Tahunan PPh WP Badan ( 1771 atau 1771/$ )
Formulir:
Formulir SPT Tahunan PPh Badan 1771 atau Formulir SPT Tahunan PPh
Badan 1771/$
Segmentasi:
Badan
Proses:
Penghitungan
BIAYA YANG BOLEH DAN TIDAK BOLEH DALAM
PENGHITUNGAN SPT PPH BADAN
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN
DAN YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN

A. Biaya-Biaya Yang Boleh Mengurangi Penghasilan


1. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan (deductible expense) dan
penghasilan bruto Wajib ajak Orang Pribadi dalam rangka menghitung PPh
terutang (Pasal 6 UU PPh) adalah :
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk:
1) Biaya pembelian bahan
2) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang
3) Bunga, Sewa, dan Royalti
4) Biaya perjalanan
5) Biaya pengolahan limbah
6) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
7) Premi asuransi
8) Biaya administrasi
9) Pajak, kecuali Pajak Penghasilan
Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut
harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, rnenagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek
pajak. Dengan demikian,pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan,
menagih dan memeliharapenghasilan yang bukan objek pajak maupun
penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final tidak boleh dibebankan
sebagai biaya.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas Dengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa anfaat lebih dan satu tahun. (akan dibahas dalam
Modul PPh Badan)
c. luran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian karena selisWi kurs mata uang asing -
f. Biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih (PMK-57/PMK.03/201 0 stdtd
PMK..
57/PMK.03/2010), dengan syarat:
1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam aporan rugi laba komersial
2) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengedilan Negeri atau
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan hutang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan.
3) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum dan khusus
4) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemenntah
j. Sumbangan dalam rangka peneiltian dan pengembangan yang dHakukan c
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
k. Biaya Pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah
L. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah; dan
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah
2. Kompensasi kerugian yang diperhitungkan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak
4. Penyusutan dan Amortisasi, dibahas Iebih lanjut dalam materi PPh Badan

B. Biaya-Biaya Yang Tidak Diperbolehkan Mengurangi Penghasilan

Untuk menentukan, besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak


Orang Pribadi dalam negeri, Pasal 9 UU PPh mengatur tentang biaya-biaya
yang tidak boleh dikurangkan dari pengahasilan bruto (Non Deductible
Expense), yaitu:
a. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutàng -
2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Smpanan;
4) cadangan biaya rekiamasi untuk usaha pertambangan;
5) cadangan biaya penanaman kembali imtuk usaha kehutanan; dan
6 cadangan biaya penutupan dan pemeiharaan tempat
pembuangan llmbah industri untuk usaha pengolahan Iimbah industri,
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
b.Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, beasiswa yang
dibayar oeh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak
yang bersangkutan.
c. Penggantian atau imbalan yang sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan.
d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saharn atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
e. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan, jika memenuhi
ketentuan bahwa bagi yang menerimanya bukan objek pajak sesuai Pasat 4
Ayat (3) huruf a :an b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf I, huruf j, huruf k, huruf I, dan huruf m serta
zakat yang diterima oleh badan amil acat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemenntah atau .mbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima
oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan.
f. Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan
g. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya
h. sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan, serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan
i. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang mernpunyai masa manfaat Iebih dan I (satu) tahun tidak dibolehkan
untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan
atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.rh
Cara Pelaporan Pajak Perusahaan NIHIL (Belum Beroperasi)
05:35:00 Pajak 22 comments
Khusus untuk perusahaan yang belum berjalan, SPT Tahunan baik PPh
Badan maupun PPh Pasal 21 diisi “NIHIL”, ditandatangani, dan dibuatkan
“Surat Penyataan” bahwa perusahaan belum berjalan atau belum
beroperasi. Saya pikir, perusahaan yang belum beroperasi tidak memiliki
kewajiban menyampaikan SPT Masa.

Apa Saja Yang Perlu Dilaporkan Pada SPT Masa PPh 21 Nihil?

Berdasarkan Pasal 7 Per-14/PJ/2013

(1) SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas
(hard copy) tidak perlu dilampiri dengan:
1. Formulir 1721-I dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 bagi
Pegawai Tetap, Penerima Pensiun, Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua
Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional
Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia, Pejabat Negara dan
Pensiunannya;
2. Formulir 1721-II dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak
Final) dan Pasal 26 dengan menggunakan Formulir 1721-VI;
3. Formulir 1721-III dalam hal tidak ada pemotongan PPh Pasal 21 (Final)
dengan menggunakan Formulir 1721-VII;
4. Formulir 1721-IV dalam hal tidak ada penyetoran dan pemindahbukuan
PPh Pasal 21 dan Pasal 26 dengan menggunakan SSP dan Bukti Pbk;
5. Formulir 1721-V dalam hal Pemotong wajib menyampaikan SPT Tahunan;
6. Formulir 1721-VI;
7. Formulir 1721-VII;
8. Formulir 1721-A1;
9. Formulir 1721-A2;

Jika dirunut dari syarat diatas maka poin 6 & 7 bukti potong memang tidak
perlu dilaporkan, sedangkan poin 8 & 9 dibuat tetapi setelah tutup tahun
dan diberikan kepada masing-masing pegawai tetap. Sedangkan formulir
lainnya dilaporkan jika ada pemotongan, karena pada kasus ini tidak ada
pemotongan PPh 21 maka hanya form induk SPT saja yang dilaporkan.
Kemudian karena jumlah bukti pemotongan/karyawan masih dibawah 20
tiap bulannya maka tidak wajib lapor nihil dengan menggunakan e-SPT PPh
21.
Hitungan PPh 21 Pada Kertas Kerja

Dari tabel diatas terlihat tidak ada pemotongan PPh 21. Disebut ada
pemotongan adalah jika ada pajak atas penghasilan yang dipotong oleh
pemberi kerja, sementara pemotongan bisa terjadi jika ada penghasilan
yang melebihi PTKP. Kertas kerja ini tidak perlu dilaporkan, cukup sebagai
arsip dasar perhitungan.

Formulir 1721 hal. 1 (Induk SPT PPh 21)

Cara Pengisian SPT PPh 21 sebagai berikut:


1. Pilih form 1721 hal. 1
2. Isi masa dan tahun pajak
3. Isi SPT Normal
4. Isi identitas pemotong/perusahaan
5. Isi dengan penghasilan bruto (walaupun nggak ada pajaknya tetap
disampaikan)
6. Hasil hitungan pajaknya NIHIL
Isi Formulir 1721 hal. 2

Pada halaman 2 dari Induk SPT PPh 21 diisi dengan


1. NPWP pemotong
2. Identitas pemotong
3. Tandatangan (stempel untuk WP badan)

Metode Penyusutan dalam Akuntansi/Pembukuan


07:40:00 Pajak, Tips No comments
Sebelum kita membahas cara/metode penyusutan ketahui terlebih dahulu
pengelompokkan harta berwujud dalam sebuah pembukuan.
Menurut keputusan Menteri Nomor 138/KMK.03/2002 Ada 4
pengelompokkan harta berwujud, tapi tidak dibahas disini sekarang.

Seperti di ketahui, Penyusutan terdiri dari beberapa metode, diantaranya:


1. Metode Penyusutan Garis Lurus
2. Metode Penyusutan Menurun Ganda
3. Metode Penyusutan Jumlah Angka Tahun
4. Metode Penyusutan Satuan Jam Kerja
5. Metode Penyusutan Satuan Hasil Produksi

Dan pada kesempatan ini akan dibahas mengenai metode Garis Lurus (GL).

Metode Penyusutan Garis Lurus | Straight Line Method


Penyusutan Metode Garis Lurus ini adalah salah satu metode yang
termasuk paling banyak diaplikasikan oleh perusahaan perusahaan di
indonesia.

Metode garis lurus ini menganggap aktiva tetap akan memberikan


kontribusi yang merata di sepanjang masa penggunaannya.

Sehingga aset tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama
dari periode ke periode hingga aset tetap ditarik dari penggunaannya dalam
operasional perusahaan.

Contoh:
Sebuah mesin diperoleh pada tanggal 6 Juni 2014, harga perolehan mesin
tersebut sebesar Rp 13,000,000

Mesin tersebut ditaksir memiliki umur ekonomis 10 tahun.

Dan apabila nanti sudah tidak digunakan lagi atau aset ditarik
penggunaannya, diperkirakan mesin tersebut masih bisa ditimbang kiloan
(spesialisasi orang madura nih, hehe becanda) besi tuanya dapat dijual
seharga Rp 1.000,000.

Dalam pencatatan akuntansi aset tetap, perusahaan menggunakan METODE


GARIS LURUS

Perhitungan Penyusutan :

Beban penyusutan untuk tahun 2014, dihitungan dengan cara :

Beban Penyusutan = 7/12 x [(Rp 13,000,000 – 1.000,000) : 10 tahun]


= Rp 699.999 ==> kita bulatkan saja Rp 700.000

Tunggu Darimana angka 7/12 ?

Ok, Dalam 1 tahun, terdapat 12 bulan, dan mesin tersebut mulai


dioperasikan mulai Bulan Juni

Jadi selama tahun 2014, mesin tersebut digunakan pada bulan :

Juni - Juli - Agustus - September - Oktober - November - Desember.


Jadi pada tahun 2014, Mesin tersebut digunakan selama 7 Bulan

Maka penyusutan selama 7 Bulan tersebut : 7/12

Seandainya mesin tersebut diperoleh tanggal 1 januari, maka pada tahun


2014 mesin tersebut digunakan selama 12 bulan dan dihitung dengan cara =

12/12 x [(Rp 13,000,000 – 1.000,000) : 10] …….dan seterusnya

Dan untuk tahun 2015, maka beban penyusutannya selama 12 bulan full jadi
menggunakan 12/12

Atas pembebanan penyusutan ini dicatat sebagai berikut :

31 Desember 2014

Debit | Depreciation Rp700.000


Kredit | Accumulated Depreciation Rp700.000

Pada akhir periode, penyusutan ini juga harus dilakukan jurnal penyesuaian

Untuk mengakui adanya beban pada mesin ini, penyesuaian atas


penyusutan mesin ini sejumlah akumulasi penyusutan selama periode
berjalan.

Pencatatan dalam jurnal penyesuaian:

Debit | Accumulated Depreciation Rp700.000


Kredit | Depreciation Expense Rp700.000

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 2016


10:34:00 Pajak No comments
PTKP terbaru atau Penghasilan Tidak Kena Pajak terbaru PPh Pasal 21
berubah nilainya seiring dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan
yaitu PMK No. 101/PMK.010/2016 dan PMK No. 102/PMK.010/2016 pada
tanggal 22 Juni 2016 dan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2016. Berikut ini
tarif PTKP terbaru untuk PPh Pasal 21 tersebut.
Tarif PTKP terbaru selama setahun untuk perhitungan PPh Pasal 21
berdasarkan PMK No. 101/PMK.010/2016 adalah sebagai berikut:

- Rp 54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi


- Rp 4.500.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
- Rp 54.000.000 untuk istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami.
- Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 rang untuk setiap
keluarga.

Panduan Lengkap Perhitungan PPH 21 Berdasarkan PTKP Terkini

B Y SYI TI R OMMA LLA ON SEPTEMB ER 11 , 20 17


POST VI EWS: 0
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 tentang
Pajak Penghasilan Pasal 21, pengertian dari PPh 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek
pajak dalam negeri.
Singkatnya, PPH 21 adalah pajak yang dikenakan untuk setiap penghasilan
yang diperoleh subyek pajak. Subyek pajak disini adalah pihak yang
memperoleh penghasilan. Maka dari itu, setiap karyawan, pegawai, atau
pekerja yang memperoleh gaji wajib membayarkan pajak penghasilan (PPh
21). Perhitungan PPh 21 sendiri menyesuaikan dengan Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu:
Jumlah Per Jumlah Per
Status Kena Wajib Pajak
Tahun Bulan
Rp
Pribadi Rp 4.500.000
54.000.000

Kawin (Tanpa Tanggungan) Rp 4.500.000 Rp 375.000

Setiap Anggota Keluarga Sedarah dan Dalam Garis


Keturunan Lurus (Tanggungan) maksimal 3 (tiga) Rp 4.500.000 Rp 375.000
orang

Di bawah ini Anda dapat mempelajari contoh perhitungan PPh 21 gaji


bulanan pekerja tetap berdasarkan peraturan terbaru dari pemerintah tahun
2016. Anda juga dapat mensimulasikan perhitungan PPh 21 ini di Gadjian.
Retto pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Jaya Abadi dengan
memperoleh gaji sebulan Rp 5.750.000,- dan membayar iuran pensiun
sebesar Rp 200.000,-. Retto menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada
bulan Januari penghasilan Retto dari PT Jaya Abadi hanya dari gaji.
Perhitungan PPh 21 bulan Januari adalah:
Gaji Rp 5.750.000

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan Rp 287.500
(5% x Rp 5.750.000) Rp 200.000
2. Iuran Pensiun

Jumlah Pengurang Per Bulan


Rp 487.500

Penghasilan Neto Sebulan Rp 5.262.500

Rp 63.150.000
Penghasilan Neto Setahun
(12 x Rp 5.262.500)

Rp 58.500.000
PTKP Setahun
– Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp 54.000.000

– Tambahan karena Menikah Rp 4.500.000

Rp 4.650.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun
PPh Pasal 21 Terutang Rp 232.500
(5% x Rp 4.650.000)

PPh Pasal 21 bulan Januari


Rp 19.375
(Rp 232.500 : 12 bulan)

Terkait perhitungan PPh 21, pengguna Gadjian seringkali menanyakan


bagaimanaperhitungan PPh 21 untuk karyawan yang masuk atau keluar di
tengah tahun. Berikut adalah penjelasan perhitungan PPh 21 untuk
pertanyaan tersebut:
Perhitungan PPh 21 untuk Karyawan Keluar Tengah Tahun
Abdul bekerja di PT Karya Abadi sejak tahun 2015 berstatus menikah dan
mempunyai anak 1. Pada Agustus 2017 Abdul mengundurkan diri dari PT
Karya Abadi. Gaji Abdul setiap bulan adalah Rp. 10.000.000, mendapat
tunjangan BPJS Ketenagakerjaan, JKK, JKM dan JHT sebesar 0,24%, 0,30%
dan 3,70% dari gaji pokok. BPJS Kesehatan sebesar 4% yang ditanggung
perusahaan. Abdul membayar JHT sebesar 2% dari gaji pokok dan BPJS
Kesehatan sebesar 1%. Berapa PPh 21 Abdul tahun 2017 selama di PT
Karya Abadi?
a. Pajak per bulan selama tahun 2017:
Gaji Pokok: Rp. 10.000.000 x 12 = Rp. 120.000.000
BPJS TK:
JKK : (0,24% x Rp. 10.000.000) x 12 = Rp. 288.000
JKM : (0,30% x Rp. 10.000.000) x 12 = Rp. 360.000
BPJS KES: (4% x Rp. 8.000.000) x 12 = Rp. 3.840.000
(Karena basis pengali untuk BPJS Kesehatan lebih dari Rp. 8.000.000
maka pengali untuk BPJS Kesehatan menggunakan Rp. 8.000.000)
Penghasilan Bruto Setahun = Rp. 124.488.000
(hasil penjumlahan Gaji Pokok, BPJS TK, dan BPJS Kesehatan)
Pengurang
Biaya Jabatan: 5% x Rp. 124.488.000 = Rp. 6.000.000
(Hasil dari biaya jabatan di atas Rp. 6.224.400 maka yang dipakai
adalah maksimal biaya jabatan setahun Rp. 6.000.000)
BPJS TK:
JHT: (2% x Rp. 10.000.000) x 12 = Rp. 2.400.000
Penghasilan Neto Setahun = Rp. 116.088.000
(hasil dari pengurangan Penghasilan Bruto Setahun dengan Pengurang)

PTKP K/1
Wajib Pajak Sendiri: Rp. 54.000.000
Status Menikah: Rp. 4.500.000
Tanggungan (1): Rp. 4.500.000
PTKP K/1 = Rp. 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Penghasilan Neto setahun: Rp. 116.088.000
PTKP K/1: Rp. 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp. 53.088.000
(hasil dari pengurangan Penghasilan Neto Setahun dengan PTKP K/1)
Pembulatan = Rp. 53.088.000
(hasil PKP dilakukan pembulatan ke bawah, misalnya: PKP = Rp. 53.088.753
maka Pembulatan = Rp. 53.088.000. Contoh kasus pada artikel ini hanya
kebetulan memiliki PKP dan Pembulatan yang sama)
Perhitungan PPh 21
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 3.088.000 = Rp. 463.200
PPh 21 Setahun = Rp. 2.963.200
PPh 21 Sebulan = Rp. 2.963.200 : 12 = Rp. 246.933
Jadi sampai bulan Agustus 2017, gaji Abdul yang telah dipotong PPH 21
sebesar:
Rp. 246.933 x 8 = Rp. 1.975.467
b. PPh 21 dari Penghasilan Sebenarnya sampai bulan Agustus 2017:
Gaji Pokok: Rp. 10.000.000 x 8 = Rp. 80.000.000
BPJS TK:
JKK: (0,24% x Rp. 10.000.000) x 8 = Rp. 192.000
JKM: (0,30% x Rp. 10.000.000) x 8 = Rp. 240.000
BPJS KES: (4% x Rp. 8.000.000) x 8 = Rp. 2.560.000
(Karena basis pengali untuk BPJS Kesehatan lebih dari Rp. 8.000.000
maka pengali untuk BPJS Kesehatan menggunakan Rp. 8.000.000)
Penghasilan Bruto Setahun = Rp. 82.992.000
(hasil penjumlahan Gaji Pokok, BPJS TK, dan BPJS Kesehatan)
Pengurang
Biaya Jabatan: 5% x Rp. 82.992.000 = Rp. 4.149.600
BPJS TK:
JHT: (2% x Rp. 10.000.000) x 8 = Rp. 1.600.000
Penghasilan Neto Setahun = Rp. 77.242.400
(hasil dari pengurangan Penghasilan Bruto Setahun dengan Pengurang)
PTKP K/1
Wajib Pajak Sendiri: Rp. 54.000.000
Status Menikah: Rp. 4.500.000
Tanggungan (1): Rp. 4.500.000
PTKP K/1 = Rp. 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Penghasilan Neto setahun: Rp. 77.242.400
PTKP K/1: Rp. 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp. 14.242.000
(hasil dari pengurangan Penghasilan Neto Setahun dengan PTKP K/1)
Pembulatan = Rp. 14.242.000
(hasil PKP dilakukan pembulatan ke bawah, misalnya: PKP = Rp. 15.088.753
maka Pembulatan = Rp. 15.088.000. Contoh kasus pada artikel ini hanya
kebetulan memiliki PKP dan Pembulatan yang sama)
Perhitungan PPh 21
5% x Rp. 14.242.000 = Rp. 712.100
PPh 21 sebenarnya sampai bulan Agustus 2017 = Rp. 712.100
PPh 21 yang sudah dipotong sampai bulan Agustus 2017 = Rp. 1.957.467
Jadi Abdul lebih bayar sebesar:
Rp. 1.957.467 – Rp. 712.100 = Rp. 1.245.367
(pajak lebih bayar ini diberikan kepada Abdul beserta pemberian bukti
pemotongan PPh 21 (A1) dan PT Karya Abadi membuat pembetulan)
Perhitungan PPh 21 untuk Karyawan masuk Tengah Tahun
Pada bulan September 201, posisi Abdul diisi oleh Umar. PT Karya Abadi
memberikan gaji setiap bulan sebesar Rp. 7.500.000, mendapat tunjangan
BPJS Ketenagakerjaan JKK, JKM dan JHT sebesar 0,24%, 0,30% dan 3,70%
dari gaji pokok. BPJS Kesehatan sebesar 4% yang ditanggung perusahaan.
Umar membayar JHT sebesar 2% dari gaji pokok dan BPJS Kesehatan
sebesar 1%. Umar belum menikah. Berapa PPh 21 Umar tahun 2017 selama
di PT Karya Abadi?
A. Pajak per bulan selama tahun 2017
Pajak Perbulan selama tahun 2017
Gaji Pokok dari bulan Sept – Des 2017: Rp. 7.500.000 x 4 = Rp. 30.000.000
BPJS TK:
JKK : (0,24% x Rp. 7.500.000) x 4 = Rp. 72.000
JKM : (0,30% x Rp. 7.500.000) x 4 = Rp. 90.000
BPJS KES: (4% x Rp. 7.500.000) x 4 = Rp. 1.200.000
Penghasilan Bruto Setahun = Rp. 31.362.000
Pengurang
Biaya Jabatan: 5%x Rp. 31.362.000 = Rp. 1.568.100
BPJS TK:
JHT: (2% x Rp. 7.500.000) x 4 = Rp. 600.000
Penghasilan Neto Setahun = Rp. 29.193.900
(hasil dari pengurangan Penghasilan Bruto Setahun dengan Pengurang)
PTKP TK/0
Wajib Pajak Sendiri: Rp. 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp. 0
(tidak dikenakan pajak, karena Penghasilan Neto Setahun lebih kecil dari
PTKP)
B. Pajak per bulan selama tahun 2018
Gaji Pokok: Rp. 7.500.000 x 12 = Rp. 90.000.000
BPJS TK:
JKK : (0,24% x Rp. 7.500.000) x 12 = Rp. 216.000
JKM : (0,30% x Rp. 7.500.000) x 12 = Rp. 270.000

BPJS KES: (4% x Rp. 7.500.000) x 12 = Rp. 3.600.000


Penghasilan Bruto Setahun = Rp. 94.086.000

Pengurang
Biaya Jabatan: 5% x Rp. 94.086.000 = Rp. 4.704.300
BPJS TK:
JHT: (2% x Rp. 7.500.000) x 12 = Rp. 1.800.000

Penghasilan Neto Setahun = Rp. 87.581.700


(hasil dari pengurangan Penghasilan Bruto Setahun dengan Pengurang)
PTKP TK/0
Wajib Pajak Sendiri: Rp. 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp. 33.581.700
(hasil dari pengurangan Penghasilan Neto Setahun dengan PTKP K/1)
Pembulatan = Rp. 33.581.000
(hasil PKP dilakukan pembulatan ke bawah, misalnya: PKP = Rp. 33.088.753
maka Pembulatan = Rp. 33.088.000. Contoh kasus pada artikel ini hanya
kebetulan memiliki PKP dan Pembulatan yang sama)
Perhitungan PPh 21
5% x Rp. 33.581.000 = Rp. 1.679.050
PPh 21 Setahun = Rp. 1.679.050

PPh 21 Sebulan = Rp. 1.679.050 : 12 = Rp. 139.921

Anda mungkin juga menyukai