Anda di halaman 1dari 40

aat ini “Tax Planning” adalah salah satu istilah yang “beken” di bidang perpajakan.

Banyak sekali
PAJAKers yang menanyakan hal ini sama admin @tanyaPAJAK. Oleh karena keterbatasan karakter di
Twitter, lebih baik admin tulis saja di blog ini.
Setiap Wajib Pajak Badan yang ada di Indonesia mencari cara untuk meminimalkan pajak
penghasilannya dengan cara-cara yang legal. Nah hal ini lazim disebut dengan tax planning atau
perencanaan pajak.
Apa sih tujuan pokok dari tax planning ini?
Tujuan pokok dari tax planning adalah untuk mengurangi jumlah atau total pajak yang harus dibayar

oleh wajib pajak. Tapi ingat, secara legal bukan ilegal. Tax planning adalah tindakan legal karena
penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur oleh undang-
undang. Tujuannya bukan untuk mengelak membayar pajak, tetapi mengatur sehingga pajak yang
dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.
Pengertian Tax Planning
Perencanaan pajak adalah salah satu cara yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak dalam melakukan
manjemen perpajakan usaha atau penghasilannya, namun perlu diperhatikan bahwa perencaan pajak
yang dimaksud adalah perencanaan pajak tanpa melakukan pelanggaran konstitusi atau Udang-Undang
Perpajakan yang berlaku.
Tax Planning adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh wajib pajak (WP) untuk menyusun aktivitas
keuangan guna menmdapat pengeluaran (beban) pajak yang minimal. secara teoritis, tax planning
dikenal sebagai effective tax planning, yaitu seorang wajib pajak berusaha mendapat penghematan
pajak (tax saving) melalui prosedur penghindaran pajak (tax avoidance) secara sistematis sesuai
ketentuan UU Perpajakan (Hoffman, 1961).
Dalam sudut pandang perencanaan pajak, tax avoidance yang dilakukan oleh wajib pajak adalah sah dan
secara yuridis sehingga tidak bisa ditetapkan pengenaan pajak. pengertian dari tax avoidance adalah
upaya pengurangan utang pajak secara konstitusional (international tax glossary, 2005).
Menurut Gunawan, yang dikutip oleh Lumbantoruan (Lumbantoruan : 1996:485), tax planning
merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib pajak. Tindakan itu legal karena penghematan
pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes). Rencana
meminimalkan pajak dapat ditempuh misalnya, mengambil ketentuan yang sebesar-besarnya dari
ketentuan mengenai pengecualian dan pemotongan atau pengurangan yang diperkenankan. Pada
umumnya tax planning adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Rencana meminimalkan pajak
dapat ditempuh dengan cara, mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai
pengecualian dan potongan atau pengurangan yang diperkenankan, hal ini dapat memanfaatkan
penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek pajak sesuai dengan pasal 4 ayat 3.
Ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat dikenakan sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Tetapi kedua sanksi itu merupakan pemborosan sumber daya sehingga perlu dieliminasi melalui tax
planning yang baik. Maka dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana manajemen akan dilakukan
perencanaan pembayaran yang tidak lebih (dapat mengurangi optimalisasi alokasi sumber daya) dan
tidak kurang (supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana).
Perencanaan pajak selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terkena
pajak. Kalau terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangin jumlah
pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak yang dimaksud dapat ditunda pembayaran dan lain
sebagainya. Akhir dari prosedur perpajakan adalah pembayaran pajak. Tentu lebih menguntungkan jika
perusahaan membayar pajak pada saat terakhir dari pada penyetoran dilakukan jauh sebelumnya.
Jenis-jenis Tax Planning
Tax planning dibagi menjadi dua:
1) Tax planning domestic nasional (national tax planning)
National tax planning hanya memperhatikan Undang-Undang Domestik, pemilihan atas dilaksanakan
atau tidak suatu transaksi dalam national tax planning bergantung pada transaksi tersebut, artinya untuk
menghindari/mengurangi pajak, wajib pajak dapat memilih jenis transaksi apa yang harus dilaksanakan
sesuai dengan hokum pajak yang ada, misalnya akan terkena tarif pajak khusus final atau tidak?.
2) International tax planning
International tax planning selain memperhatikan Undang-Undang Domestik, juga harus memperhatikan
undang-undang atau perjanjian pajak (tax treaty) dari negara-negara yang terlibat.
Penerapan Tax Planning
Sebelum menerapkan tax planning pada suatu perusahaan harus dilakukan analisis keadaan perusahaan,
yaitu melakukan pengamatan dan penelitian terhadap kebijaksanaan perusahaan serta mencari
kelemehan sehingga dapat ditentukan strategi perencanaan perpajakan yang tepat dilaksanakan.
Manajemen Perpajakan yang Ekonomis, Efisiensi, dan Efektif
Untuk dapat meminimalisasi kewajiban pajak, dapat dilakukan berbagai cara, baik yang masih
memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful),
seperti tax avoidance dan tax evasion.
Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau kejadian
mempunyai dampak perpajakan. Apabila kejadian tersebut mempunyai dampak pajak, apakah dampak
tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah
pembayaran pajak tersebut dapat ditunda.
Pada dasarnya, perencanaan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut:
(1) tidak melanggar ketentuan perpajakan,
(2) secara bisnis dapat diterima, dan
(3) bukti-bukti pendukungnya memadai.
Pengaruh Pajak terhadap Perusahaan
Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah. Secara administrative
pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung
dikenakan atas masuknya sumber daya yaitu penghasilan, sedangkan pajak tidak langsung dikeluarkan
terhadap keluarnya sumber daya seperti untuk konsumsi atau barang dan jasa.
Beban pajak langsung umumnya ditanggung oleh orang atau badan yang memperoleh penghasilan,
sedangkan beban pajak tidak langsung ditanggung oleh konsumen atau masyarakat. Bagi perusahaan
pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dianggap sebagai biaya/beban dalam menjalankan atau
melakukan kegiatan usaha. Pajak sebagai biaya akan mempengaruhi besarnya laba yang diterima
maupun yang akan dikembalikan kepada pemegang saham. Jadi pada dasarnya secara ekonomis pajak
merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagikan atau diinvestasikan kembali oleh
perusahaan.
Dalam praktek bisnis umumnya pengusaha mengidentifikasikan pembayaran pajak sebagai beban.
Sehingga pengusaha akan berusaha untuk meminimalkan pembayaran pajak tersebut, untuk
mengoptimalkan besarnya laba.
Dalam meningkatkan efisiensi dan daya saing maka pengusaha wajib menekan biaya seoptimal mungkin.
Demikian juga dengan kewajiban membayar pajak, karena merupakan biaya yang menurunkan laba
sesudah pajak. Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui
Manajemen Pajak.
Secara umum manajemen pajak dapat didefinisikan sebagai berikut :
Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan yang benar tetapi jumlah pajak
yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh lana dan likuiditas yang diharapkan.
Tujuan manajemen pajak adalah:
a. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar
b. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang sebenarnya.
Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari :
Perencanaan pajak (tax planning)
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini, dilakukan
pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan-peraturan perpajakan, dengan maksud dapat
menyeleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan
perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak serendah mungkin
dengan memanfaatkan peraturan-peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan dari pembuat
undang-undang. Maka tax planning disini sama dengan tax avoidance karena secara hakekat ekonomis
kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak, karena pajak merupakan
beban pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk
diinvestasikan kembali.
Tax avoidance adalah rekayasa yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan. Tax
avoidance dapat terjadi didalam bunyi ketentuan atau tertulis dalam undang-undang dan berada dalam
jiwa dari undang-undang atau dapat juga terdapat dalam bunyi ketentuan undang-undang.
Aspek Formal dan Administrative Perencanaan Pajak
Kewajiban perpajakan bermula dari implementasi undang-undang perpajakan. Oleh karena itu
ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administrative maupun
sanksi pidana. Sanksi administrative maupun pidana merupakan pembrorosan sumber daya sehingga
perlu dieliminasi melalui suatu perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan
pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman terhadap peraturan perpajakan.
Selanjutnya selaras dengan pengelompokkan hukum pajak, aspek formal administrasi maupun aspek
materiel perlu dimengerti dan dipahami untuk dapat mengeliminir sanksi administrasi maupun sanksi
pidana.
Pungutan pajak oleh Ditjen Pajak adalah UU KUP, UU PPh, UU PPN/PPnBM, PBB, Bea materai, dan Bea
Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dimana UU pajak tersebut diatur lebih lanjut dalam
PP, KepPres, KMK, SK, serta SE Ditjen Pajak.
Aspek administrasi dari kewajiban perpajakan meliputi kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP/NPPKP. Menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan, membayar pajak, menyampaikan SPT,
disamping memotong atau memungut pajak. Kewajiban perpajakan berakhir pada saat pelunasan pajak
oleh WP.
Dalam sistem perpajakan selalu dipisahkan antara assessment dan payment. Assessment yang berlaku
saat ini adalah self assessment dengan kewajiban menghitung sendiri, membayar sendiri, dan
melaporkan sendiri. Sedangkan sistem pembayaran yang berlaku dapat dilakukan sendiri oleh WP
maupun melalui pemotongan oleh pihak ketiga (withholding system).
Pembayaran pajak sebagai transfer sumber daya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
maka pembayaran pajak harus direncanakan secara baik supaya jangan sampai terjadi pemborosan.
Penyediaan dana harus direncanakan dengan baik supaya pembayaran pajak dapat dilakukan sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Disamping pembayaran pajak masih ada kewajiban pelaporan yang juga
harus direncanakan supaya dapat selesai dan dilaporkan tepat pada waktunya.
Aspek Material dalam Perencanaan Pajak
Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan maupun peristiwa. Basis
perhitungan pajak adalah objek pajak, maka dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, maka
manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih karena dapat mengurangi optimalisasi sumber
daya dan tidak kurang supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana.
Untuk itu objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap. Pelaporan objek pajak yang benar dan
lengkap harus bebas dari rekayasa negatif.
Penghindaran Sanksi Pajak
Pembayaran sanksi perpajakan yang tidak seharusnya terjadi merupakan pemborosan sumber daya
perusahaan. Penghindaran terhadap pemborosan tersebut merupakan optimalisasi alokasi sumber daya
perusahaan kea rah yang lebih produktif dan efisien sehinggaa meminimalisasi pemborosan tersebut
dan dapat memkasimalkan kinerja dengan benar, selain harus kerja dnegan keras dan cermat.
Sanksi administrasi tersebut dapat berupa bunga, denda, dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana dapat
berupa pidana penjara maupun denda financial.
Walaupun perusahaan telah memenuhi kewajiban perpajakan secara formal, tetapi kalau ternyata
motivasi rekayasa tidak sesuai dengan jiwa dari ketentuan perpajakan, administrasi perpajakan (fieus)
dapat menganggap bahwa WP kurang patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Setidak-tidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (tax
planning):
a. Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak ingin
dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat WP merupakan resiko yang sangat berbahaya
dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut.
b. Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Maka perencanaan pajak yang tidak masuk akan akan memperlemah perencanaan itu sendiri.
c. Bukti-bukti pendukungnya yang memadai.
Pelaksanaan kewajiban perpajakan
Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk
melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara
formal maupun materiel. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakannya telah
memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar
peraturan. Dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku maka praktek
tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.
Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan yaitu :
a. Memahami ketentuan dan peraturan perpajakan
Dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti UU, PP, Keppres, KMK, SK, dan SE DitJen Pajak, kita
dapat mengetahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak
b. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat
Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam menyajikan informasi keuangan perusahaan
yang disajikan dalam bentuk LK dan menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak (UU KUP
pasal 28).
Pengendalian pajak (tax control)
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai
dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun materil. Dalam
pengendalian pajak yang penting adalah pengecekan pembayaran pajak. Oleh sebab itu pengendalian
dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak, misalnya pembayaran pajak
dilakukan saat akhir tentu lebih menguntungkan dibandingkan membayar lebih awal. Pengendalian
pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak
terutang.
Motivasi dilakukan Tax Planning
Motivasi dilakukannya tax planning bersumber dari tiga unsur perpajakan :
1. Tax policy
Kebijaksanaan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem
perpajakan. Dari berbagai aspek kebijaksanaan pajak ada faktor-faktor yang mendorong dilakukannya
perencanaan pajak yaitu :
ü Pajak yang akan dipungut
Ada berbagai tipe pajak yang harus menjadi pertimbangan utama baik berupa pajak langsung maupun
pajak tidak langsung serta cukai seperti :
Ø PPh Badan dan OP
Ø Pajak atas Capital Gain
Ø Withholding tax, gaji, upah, sewa, bunga, dan royalty
Ø Pajak atas ekspor, impor dan bea masuk
Ø Pajak atas undian/hadiah
Ø Bea Materai
Adanya berbagai kewajiban jenis pajak yang harus dibayar dimana masing-masing jenis pajak tersebut
mempunyai sifat perlakuan sendiri-sendiri misalnya Bea Masuk akan dianggap sebagai biaya yang dapat
dikurangkan dari PKP atau bisa dimintakan restitusi apabila kita melakukan ekspor barang. Sedangkan
PPh adalah pajak atas laba atau penghasilan yang dapat mengurangi besarnya penghasilan bersih
setelah pajak. Maka agar tidak menganggu atau tidak menderaskan cashflow perusahaan, perlu adanya
perencanaan pajak yang baik agar bisa menganalisis atas transaksi apa, terkena pajak apa, dan perlu
dana berapa sehingga diketahui berapa penghasilan bersih setelah pajak.
ü Siapa yang akan dijadikan subyek pajak
Indonesia mengadakan pemisahan antara Badan Usaha dengan pribadi pemiliknya (pemegang saham),
yang akan menimbulkan pajak ganda. Adanya perbedaan perlakuan perpajakan atas pembayaran
dividen kepada pemegang saham dari Badan Usaha dimana pemegang saham adalah orang pribadi atau
perorangan dan pemegang saham adalah berbentuk Badan Usaha (PT), maka disini menimbulkan usaha
untuk perencanaan pajak dengan baik agar beban pajaknya rendah dan meringankan arus kas (cashflow)
perusahaan sehingga bisa dimanfaatkan untuk tujuan lain. Disamping itu adanya pertimbangan untuk
menunda pembayaran deviden dengan cara meningkatkan jumlah laba yang ditahan, yang bagi
perusahaan juga akan menimbulkan penundaan pajak.
ü Apa saja yang merupakan objek pajak
Adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas obyek pajak yang secara ekonomis hakekatnya sama
akan menimbulkan usaha perencanaan pajak, agar beban pajak rendah. Jadi karena objek pajak
merupakan basis perhitungan (tax bases) besarnya pajak, maka dalam rangka optimalisasi alokasi
sumber dana, manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih dan tidak kurang.
ü Berapa besarnya tarif pajak
Adanya penerapan tarif yang diterapkan di Indonesia mengakibatkan seseorang perencana pajak akan
berusaha sedapat mungkin dikenakan tarif yang palin rendah.
ü Bagaimana prosedurnya
Adanya self assessment system dan payment system mengharuskan seorang perencana pajak untuk
melakukan tax planning dengan baik. Saat ini sistem pemungutan (withholding) di Indonesia makin
ditingkatkan penerapannya. Hal ini disamping mengganggu cash flow perusahaan juga bisa berakibat
terjadinya kelebihan pembayaran pajak atas pemungutan pendahuluan tersebut, dimana untuk
memperoleh restitusinya memerlukan waktu dan biaya.
2. Tax Law
Kita menyadari bahwa kenyataannya dimanapun tidak ada undang-undang yang mengatur secara
permasalahan dengan sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan
yang lain (PP, Keppres, KMK, dan SE DJP), serta tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut
bertentangan dengan undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat
kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapai. Keadaan ini menyebabkan munculnya
celah (loophole) bagi WP untuk menganalisis dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk digunakan
perencanaan pajak yang baik.
3. Tax Administration
Indonesia merupakan negara yang begitu luas wilayahnya dan begitu banyak penduduknya dan sebagai
negara yang sedang membangun masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi
perpajakannya secara memadai. Hal yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan
perpajakan dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya
perbedaan penafsiran antara fiskus dengan WP, akibat dari begitu luasnya peraturan perpajakan yang
berlaku dan sistem informasi yang belum efektif.
Secara umum motivasi dilaksanakannya tax planning adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak,
Karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam penga,bilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi
perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan
peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan perpajakan yang sengaja dibuat oleh pemerintah
untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas obyek pajak yang secara ekonomis hakekatnya sama,
dengan memanfaatkan :
* Perbedaan tarif pajak (tax rate)
* Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (tax base)
* Loop hole (celah), shelter, dan haven.
Kesimpulan
Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan
transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai
peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan
pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara
optimal menghindari pemborosan sumber daya.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri
merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang
dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian
pajak (tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap
peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan
dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimimalisasi
kewajiban pajak.
Aspek-aspek dalam Tax Planning
a. Aspek Formal dan Administratif
ü Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok WajibPajak (NPWP) dan Nomor
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP);
ü Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan;
ü Memotong dan/atau memungut pajak;
ü Membayar pajak;
ü MenyampaikanSurat Pemberitahuan.
b. Aspek Material
Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasialokasi sumber dana,
manajemen akan merencanakan pembayaran pajakyang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek
pajak harus dilaporkansecara benar dan lengkap.
Tahapan Tax Planning
a. Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base)
b. Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak (designing one or more possible tax
plans)
c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan)
d. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax plans)
e. Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan).
Penjelasan Tahapan dalam Tax Planning
Menganalisis Informasi yang ada (Analysis of the existing data base).
Tahapan pertama dari proses pembuatan tax planning adalah menganalisis komponen yang berbeda
atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus
ditanggung.
Ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak baik secara
sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang
paling efisien. Adalah juga penting untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan suatu
proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu seorang manajer
perpajakan harus memperhatikan faktor-faktor baik dari segi internal maupun eksternal yaitu:
a. Fakta yang relevan
Dalam arus globalisasi serta tingkat persaingan yang semakin kompetitif maka seorang manajer
perusahaan dalam melakukan perencanaan pajak untuk perusahaannya dituntut harus benar-benar
menguasai situasi yang dihadapi, baik dari segi internal maupun eksternal dan selalu dimutakhirkan
dengan perubahan-perubahan yang terjadi agar perencanaan pajak dapat dilakukan secara tepat dan
menyeluruh terhadap situasi maupun transaksi-transaksi yang mempunyai dampak dalam perpajakan.
b. Faktor Pajak
Dalam menganalis setiap permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan perencanaan pajak adalah
tidak terlepas dari dua hal yang berkaitan dengan faktor-faktor pajak yaitu menyangkut setiap tipe
perpajakan nasional yang dianut oleh suatu negara dan sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan
perpajakan baik Undang-undang domestik maupun mancanegara.
c. Faktor non Pajak lainnya
Beberapa faktor bukan pajak yang relevan untuk diperhatikan dalam penyusunan suatu perencanaan
pajak antara lain:
i. Masalah badan hukum
Sistem hukum yang berbeda terdiri dari berbagai tipe dari pada perusahaan. Pemilihan bentuk badan
usaha yang diusulkan sering dibuat sebagai fungsi daripada seluruh peraturannya (baik untuk pajak
maupun bukan pajak) dalam rangka administrasi pembentukan dan pembubarannya.
ii. Masalah mata uang dan nilai tukar
Dalam ruang lingkup perencanaan pajak yang bersifat internasional masalah nilai tukar mata uang
mempunyai dampak yang besar terhadap finansial suatu perusahaan. Nilai tukar mata uang yang
berfluktuasi atau tidak stabil memberikan resiko usaha yang cukup tinggi. Apalagi jika ada masalah
devaluasi maupun revaluasi. Dari dampak finansial tentunya berakibat pada posisi laba-rugi, apalagi bila
terdapat banyak transaksi baik ekspor atau impor maupun pinjaman dalam bentuk mata uang asing.
iii. Masalah pengendalian devisa
Sistem pengendalian devisa yang dimuat suatu negara menjadi bahan pertimbangan penting terutama
jika suatu negara menganut pembahasan atau larangan untuk mengadakan pertukaran atau transfer
dana dari transaksi internasional ataupun adanya larangan untuk menjamin uang atau menarik uang
dari luar tanpa adanya izin Bank Sentral atau Menteri Keuangan. Berbagai macam aturan yang dibuat
tentunya menjadi bahan pertimbanagan bagi pengusaha untuk menanamkan modalnya atau tidak,
karena perhitungan laba-rugi akhirnya selalu menjadi patokan dasar dalam mengambil keputusan.
iv. Masalah Program intensif investasi
Masalah program insentif yang ditawarkan negara tertentu memberikan pilihan bagi wajib pajak untuk
melakukan investasi atau pemekaran usaha pada suatu lokasi negara tertentu. Insentif inventasi yang
merangsang bisa berupa pemberian pinjaman dengan tarif bunga rendah, bebas bunga ataupun adanya
pemberian bantuan dari pemerintah.
v. Masalah faktor bukan pajak lainnya
Faktor bukan pajak lainnya seperti hukum dan sistem administrasi yang berlaku, kestabilan ekonomi dan
politik, tenaga kerja, pasar, ada/tidaknya tenaga profesional, fasilitas perbankan, iklim usaha, bahasa,
sistem akuntansi, kesemuanya harus dipertimbangkan dalm penyusunan tax planning terutama
berkaitan dengan pemilihan lokasi investasi apakah berupa cabang, subsidiari atau untuk keperluan
lainnya.
Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak (Design of one or more possible
tax plans).
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih tindakan berikut ini:
a. Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.
Hampir semua perpajakan internasional paling tidak ada dua negara yang ditentukan lebih dahulu. Dari
sudut pandang perpajakan dalam hal ini proses perencanaan tidak bisa berada di luar dari tahapan
pemilihan transaksi, operasi dan hubungan yang paling menguntungkan. Metode yang harus diterapkan
dalam menganalisis dan membandingkan beban pajak maupun pengeluaran lainnya dari suatu proyek
adalah apabila tidak ada rencana pembatasan minimum pajak yang diterapkan dan apabila ada rencana
pembatasan minimum diterapkan, berhasil atau pun gagal.
b. Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara
tersebut. Dalam rencana perpajakan internasional mungkin diberi perlakuan khusus dengan memilih
antara dua atau lebih kemungkinan investasi di negara-negara berbeda.
c. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.
Dalam banyak kasus, pertimbangan penghemaan pajak tidak hanya di pengaruhi oleh pemilihan yang
hati-hati dari bentuk transaksi, operasi maupun hubungan internasional, tetapi juga oleh penggunaan
satu atau lebih negara sebagai tambahan dari negara yang bersangkutan yang sudah ada dalam data
base. Perencanaan pajak internasional sebetulnya merupakan perluasan yang sederhana dari
perencanaan pajak nasional. Dalam membuat model pengaturan yang paling tepat, penting sekali untuk
mempertimbangkan.
d. Apakah kepemilikan dari hak, surat berharga, dan lain-lain harus dikuasakan kepada satu atau lebih
perusahaan, individu, atau kombinasi dari semuanya itu.
e. Adakah hubungan antara berbagai individu dan entitas.
Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak (Evaluating a tax plan).
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan
strategik perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil
pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak. Evaluasi tersebut meliputi :
a) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan,
b) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik,
c) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tapi gagal.
4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak (Debugging the tax plan).
Hasil suatu perencanaan pajak bisa dikatakan baik atau tidak tentunya harus dievaluasi melalui berbagai
rencana yang dibuat. Dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak harus
sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi perbandingan berbagai rencana harus dibuat
sebanyak mungkin sesuai bentu perencanaan pajak yang diinginan. Kadang suatu rencana harus diubah
mengingat adanya perubahan peraturan perundang-undangan. Walaupun diperlukan penambahan
biaya atau kemungkinan keberhasilan sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak yang bisa
diperoleh, rencana tersebut harus tetap dijalankan. Karena begaimanapun juga kerugian yan ditanggung
merupakan kerugian minimal.
Memutakhirkan rencana pajak (Updating the tax plan).
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, namun juga masih
perlu mempertimbangkan setiap perubahan yang terjadi baik undang-undang maupun pelaksanaannya
di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak terhadap komponen
dari suatu perjanjian, yang berkenaan dengan perubahan yang terjadi di luar negeri atas berbagai
macam pajak maupun aktifitas informasi bisnis yang tersedia sangat terbatas. Pemutakhiran dari suatu
rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang
dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang
terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dari adanya
perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat
yang potensial.
Strategi Umum Perencanaan Pajak
a.Tax saving
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melaluipemilihan alternatif pengenaan pajak dengan
tarifyang lebih rendah.Misalnya, perusahaanyang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100
juta dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawanmenjadi tunjangan dalam bentuk
uang.
b.Tax avoidance
Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak denganmenghindari pengenaan pajak melalui
transaksiyang bukan merupakan objekpajak. Misalnya, perusahaanyang masih mengalami
kerugian,perlumengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian naturakarena
natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal21.
c. Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan
Dengan menguasai peraturan pajakyang berlaku, perusahaan dapatmenghindari timbulnya sanksi
perpajakan berupa:
ü Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan;
ü Sanksi pidana: pidana atau kurungan.
d. Menunda pembayaran kewajiban pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturanyang berlaku dapat dilakukan
melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur
pajak keluaran hingga batas waktuyang diperkenankan, khususnya untuk penjualankredit. Dalam hal ini,
penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhirbulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan
Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan
yang merupakan pajakdibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas pembeliansolar dan/atau impor dan
Fiskal Luar Negeri atas perjalanan dinas pegawai.
Dalam kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena Pajak dapatmenggunakan dokumenlain yang
fungsinya sama dengan faktur pajakstandar, seperti SPPB atauSurat Perintah Pengiriman
Barang(delivery order) yang dikeluarkan oleh Bulog untuk penyaluran tepung terigu, FNBP(Faktur
NotaBon Pen yerahan)yang dikeluarkan oleh Pertamina untukpenyerahan BBM dan/atau bukan BBM,
dan tanda pembayaran atau kuitansi telepon.

ap Warga Negara Indonesia yang mempunyai penghasilan diatas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan
Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib
Pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP adalah nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Untuk dapat
melihat informasi tersebut, Wajib Pajak dapat mengasksesnya melalui website Direktorat Jenderal
Pajak http://www.pajak.go.id dengan mengklik Petunjuk “3M” Mendaftar.
Pendaftaran NPWP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik yaitu melalui internet disitus
Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id dengan mengklik e-registration
(pendaftaran Wajib Pajak melalui internet), dimana Wajib Pajak cukup memasukan data-data pribadi
(KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP. Selanjutnya dapat mengirimkan melalaui pos
fotokopi data pribadi tersebut ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan
Wajib Pajak.
Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP serta Pelaporan dan Pengukuhan PKP
Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)
setempat dengan melampirkan:
Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan:
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau foto kopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal
dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.
Untuk WP Orang Pribadi Usahawan:
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal
dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing;
Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang minimal
Lurah atau Kepala Desa.
Untuk WP Badan:
Fotokopi akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat
bagi BUT;
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal
dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang
pengurus aktif;
Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/ Pemotong :
Fotokopi KTP bendaharawan;
Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.
Untuk Joint Operation sebagai wajib pajak Pemotong/pemungut:
Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint operation;
Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation;
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal
dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang
pengurus joint operation.
Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah
harta harus melampirkan foto kopi surat keterangan terdaftar.
Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.
Pendafataran NPWP dan PKP Melalui Elektronik (Elektronic Registration)
Pendaftaran NPWP dan PKP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik yaitu melalui
internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id. Wajib Pajak cukup
memasukan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP. Berikut langkah-
langkah untuk mendapatkan NPWP melalui internet:
Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat http://www.pajak.go.id;
Selanjutnya anda memilih menu e-reg (electronic registration);
Pilih menu buat account baru dan isilah kolom sesuai yang diminta ;
Setelah itu anda akan masuk ke menu Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi.
Isilah sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang anda miliki;
Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara yang berlaku selama 30 (tiga
puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT sementara tersebut beserta Formulir Registrasi
Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirimkan/sampaikan langsung bersama SKT sementara serta
persyaratan lainnya ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang tertera pada SKT sementara anda. Setelah
itu anda akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.
Wajib Pajak Pindah
Dalam hal WP pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, WP agar melaporkan diri ke KPP lama
maupun KPP baru dengan ketentuan:
Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan
Pindah tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; adalah surat keterangan
tempat tinggal baru atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari instansi yang
berwenang (Lurah atau Kepala Desa)
Wajib Pajak Orang Pribadi non usaha
Surat keterangan tempat tinggal baru dari lurah atau Kepala Desa, atau surat keterangan dari pimpinan
instansi perusahaannya.
Wajib Pajak Badan.
Pindah tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha; adalah surat keterangan tempat kedudukan
atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala Desa.
Penghapusan NPWP dan Persyaratannya
WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotokopi akte kematian atau
laporan kematian dari instansi yang berwenang;
Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya surat
nikah/akte perkawinan dari catatan sipil;
Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah selesai dibagi,
disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris;
WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan
dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan
adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak
memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
Pencabutan Pengukuhan PKP
PKP pindah alamat;
WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi;
PKP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.
Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan melalui proses pemeriksaan.
Peraturan Terkait: per-20-pj-2013pendaftaran-dan-pemberian-npwp
#1. Akun Persediaan (dicantumkan dalam kelompok aset)

 Persediaan Bahan Baku


 Persediaan Bahan Pembantu
 Persediaan Suku Cadang
 Persediaan Barang Dalam Proses
 Persediaan Barang Jadi

#2. Akun Biaya Produksi (dicantumkan dalam kelompok harga pokok)

 Biaya Bahan Baku


 Biaya Upah Langsung
 Biaya Overhead Pabrik
 Biaya Overhead Pabrik Dibebankan
 Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya
 Barang Dalam Proses (Awal dan Akhir)
 Barang Jadi (Awal dan Akhir)
 Barang Jadi Standar
 Selisih Harga Pokok Produksi Aktual dan Standar

Balance Sheet (Neraca) :

1. Harta

1.1 Harta Lancar

1.1.1 Kas

1.1.1.1 Kas Kecil

1.1.1.2 Kas IDR

1.1.1.3 Kas USD

1.1.1.4 Kas USD Exchange

1.1.1.5 Undeposited Funds

1.1.2 Bank

1.1.2.1 Bank ABC


1.1.2.2 Bank XYZ

1.1.3 Piutang Usaha

1.1.3.1 Piutang Usaha IDR

1.1.3.2 Piutang Usaha USD

1.1.3.3 Piutang USD Exchange

1.1.3.4 Piutang Usaha Lain-lain

1.1.4 Persediaan

1.1.4.1 Persediaan Bahan Baku

1.1.4.2 Persediaan Bahan Pembantu

1.1.4.3 Persediaan Bahan Dalam Proses

1.1.4.4 Persediaan Barang Jadi

1.1.5 Pembayaran Dimuka

1.1.5.1 Sewa dibayar dimuka

1.1.5.2 Asuransi dibayar dimuka

1.1.6 Biaya Dibayar Dimuka

1.1.6.1 PPN Masukan

1.1.6.2 Pajak 22 dibayar dimuka

1.1.6.3 Pajak 23 dibayar dimuka

1.1.6.4 Pajak 25 dibayar dimuka

1.1.7 Uang Muka Pembelian


1.1.6.1 Uang Muka Pembelian USD

1.1.6.2 Uang Muka Pembelian IDR

1.1.9 Harta Lancar Lainnya

1.2 Harta Tidak Lancar

1.2.1 Tanah

1.2.2 Nilai Buku Gedung

1.2.2.1 Gedung Kantor

1.2.2.2 Gedung Pabrik

1.2.2.3 Akumulasi Penyusutan Gedung Kantor

1.2.2.4 Akumulasi Penyusutan Gedung Pabrik

1.1.3 Nilai Buku Mesin

1.2.3.1 Mesin Pabrik

1.2.3.2 Mesin Kantor

1.2.3.3 Akumulasi Penyusutan Mesin Pabrik

1.2.3.4 Akumulasi Penyusutan Mesin Kantor

1.1.4 Nilai Buku Kendaraan

1.2.3.1 Kendaraan Pabrik

1.2.3.2 Kendaraan Kantor

1.2.3.3 Akumulasi Penyusutan Kendaraan Pabrik

1.2.3.4 Akumulasi Penyusutan Kendaraan Kantor


1.3 Harta Tidak Berwujud

1.3.1 Merk Dagang

1.3.2 Hak Cipta

1.3.3 Goodwill

1.3.4 Aktiva Tetap dalam proses

2. Utang

2.1 Kewajiban Lancar

2.1.1 Kredit Bank

2.1.1.1 Credit Card Bank ABC

2.1.1.2 Giro Kredit Bank XYZ

2.1.2 Utang Usaha

2.1.2.1 Utang Usaha IDR

2.1.2.2 Utang Usaha USD

2.1.2.3 Utang terima barang

2.1.2.4 Utang usaha lain-lain

2.1.3 Utang PPN

2.1.3.1 PPN Masukan

2.1.3.2 PPN Keluaran

2.1.3.3 Utang PPN

2.1.4 Income Tax Payable

2.1.4.1 Utang PPH 21


2.1.4.2 Utang PPH 22

2.1.4.3 Utang PPH 23

2.1.4.4 Utang PPH 29

2.1.4.5 Utang Pajak Lain-lain

2.1.5 Utang Biaya

2.1.5.1 Utang Gaji dan Upah

2.1.5.2 Utang Iklan

2.1.5.3 Utang Utilitas

2.1.5.4 Utang Biaya Lain-lain

2.1.6 Uang Muka Penjualan

2.1.6.1 Uang Muka Penjualan IDR

2.1.6.2 Uang Muka Penjualan USD

2.1.7 Utang Lancar Lainnya

2.2 Kewajiban Jangka Panjang

2.2.2 Utang Bank

2.2.3 Utang Jangka Panjang Lainnya

3 Modal

3.1 Modal Saham

3.1.2 Modal Saham ABC

3.1.3 Modal Saham XYZ


3.2 Laba Ditahan

3.2.2 Laba Ditahan tahun X

3.2.3 Laba Ditahan tahun Y

3.2.4 Laba Ditahan

3.2.5 Laba Tahun berjalan

3.2.6 Selisih saldo awal

Income Statement (Laporan Laba Rugi) :

4 Penjualan

4.1 Penjualan Produk

4.1.2 Penjualan Produk A

4.1.3 Penjualan Produk B

4.1.4 Penjualan lain-lain

4.2 Retur dan Potongan Penjualan

4.2.2 Retur Penjualan

4.2.3 Potongan Penjualan

4.3 Pendapatan Usaha Lainnya

5 Harga Pokok Penjualan

5.1 Barang Jadi Awal

5.2 Biaya Produksi


5.2.2 Biaya Bahan Baku

5.2.3 Biaya Tenaga Kerja Langsung

5.2.4 Biaya Overhead Pabrik

5.2.5 Barang dalam proses awal

5.2.6 Barang dalam proses akhir

5.3 Barang Jadi Akhir

5.3.2 HPP Barang Jadi

5.3.3 Work In Process (WIP) Barang Jadi

5.4 HPP lainnya

5.4.2 HPP Bahan Baku

5.4.3 HPP lainnya

6 Beban Usaha

6.1 Beban Penjualan dan Pemasaran

6.1.2 Beban Gaji Penjualan

6.1.2.1 Gaji Penjualan

6.1.2.2 Komisi dan Bonus Penjualan

6.1.2.3 Gaji Upah Penjualan Lain-lain

6.1.3 Beban Transportasi Penjualan

6.1.3.1 Transportasi Penjualan

6.1.3.2 Entertaint Penjualan


6.1.3.3 Negosiasi Penjualan

6.1.3.4 Transportasi Penjualan Lainnya

6.1.4 Beban Promosi atau Iklan

6.1.4.1 Iklan di internet

6.1.4.2 Beban promosi lainnya

6.1.5 Beban Marketing Lainnya

6.1.5.1 Beban Penjualan Lain-lain

6.2 Beban Adm dan Umum

6.2.2 Beban Gaji Adm dan Umum

6.2.2.1 Gaji Adm Umum

6.2.2.2 Tunjangan dan Insentif Adm Umum

6.2.2.3 Bonus Adm umum

6.2.2.4 Gaji adm dan umum lain-lain

6.2.3 Beban Transportasi Adm dan Umum

6.2.3.1 Transport Adm Umum

6.2.3.2 Pemeliharaan

6.2.3.3 Transportasi Umum Lainnya

6.2.4 Beban Utilitas

6.2.4.1 Listrik

6.2.4.2 Telp
6.2.4.3 Air

6.2.4.4 Internet

6.2.4.5 Beban Utilitas Lainnya

6.2.5 Beban Adm dan Umum lainnya

6.2.5.1 Beban Kerugian Piutang

6.2.5.2 Beban Adm Umum Lain-lain

7 Pendapatan Diluar Usaha

7.1 Pendapatan Bunga

7.1.2 Pendapatan Bunga

7.1.3 Pajak Bunga Bank

7.2 Pendapatan Sewa

7.3 Selisih Kurs

8 Biaya Diluar Usaha

8.1 Beban Bunga

8.2 Beban Adm Bank

8.3 Pajak Penghasilan Badan


source : AR-TPSF-2016

Rincian penjualan berdasarkan kelompok produk utama adalah sebagai berikut:


Source : AR-TPSF-2016

Membaca laporan keuangan perusahaan tbk yang telah diaudit di atas, PT TPSF Tbk tahun 2016,
sukses membukukan pertumbuhan penjualan sebesar 8,90% atau Rp 534,79 miliar menjadi Rp
6.545,68 miliar dibandingkan pada 2015 sebesar Rp 6.010,90 miliar.

Pertumbuhan penjualan tersebut disebabkan oleh peningkatan penjualan TPS Food sebesar
29,96% dan penjualan TPS Rice sebesar 1,28%.
Kontribusi TPS Rice dan TPS Food Terhadap Penjualan

Dari 4 segmen produk PT TPSF Tbk, kontribusi yang diberikan oleh TPS Rice terhadap penjualan
konsolidasian adalah sebagai berikut :

= Penjualan segmen pengolahan beras / Penjualan Konsolidasian

= 4.011.176 / 6.545.680 = 61,28%

Dari perhitungan di atas TPS Rice memberikan kontribusi terbesar terhadap penjualan konsolidasi
yaitu sebesar 61,28% atau Rp 4.011 miliar.

Sedangkan kontribusi yang diberikan oleh TPS Food adalah sebagai berikut :

= Penjualan segmen produksi makanan / Penjualan Konsolidasian

= 2.497.599 / 6.545.680 = 38,16%

Jadi TPS Food memberikan kontribusi sebesar 38,16% terhadap penjualan konsolidasi pada 2016
atau 2.497 miliar.

Dengan Pencapaian penjualan sebesar Rp 6.545,68 miliar tersebut, PT TPSF Tbk berhasil
mencatatkan laba usaha senilai Rp 1.281,74 miliar, meningkat 73,34% dari Rp 739,43 miliar pada
tahun sebelumnya.

Kontribusi laba usaha TPS Food terhadap laba usaha PT TPSF Tbk adalah sebagai berikut :

= Laba Usaha segmen Produksi Makanan / Laba Usaha Konsolidasian

= 486.824 / 1.281.744 = 37,98%

Dari perhitungan di atas, kontribusi laba usaha TPS Food terhadap laba usaha PT TPSF Tbk
sebesar 37,98% atau 486,82 miliar.

Sementara itu kontribusi laba usaha TPS Rice terhadap laba usaha PT TPSF Tbk adalah sebagai
berikut :

= Laba Usaha segmen Pengolahan Beras / Laba Usaha Konsolidasian

= 666.310 / 1.281.744 = 51,98%

Sedangkan kontribusi laba usaha TPS Rice terhadap laba usaha PT TPSF Tbk sebesar 51,98%
atau 666,31 miliar.

Pencapaian-pencapaian tersebut juga didukung oleh adanya peningkatan penjualan branded packed
rice yang kontribusinya mencapai 30% dari total penjualan TPS Rice tahun 2016.

TPS Food yang memproduksi basic food dan consumer food berhasil membukukan total penjualan
sebesar Rp 2.497,60 miliar, meningkat 29,96% dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp
1.921,82 miliar.
Kontribusi penjualan basic food dan consumer food masing-masing sebesar 42,17% dan 57,83%
terhadap total penjualan TPS Food.

Rasio Keuangan

Untuk melakukan analisa laporan keuangan perusahaan tbk dan yang belum Tbk, digunakan rasio-
rasio keuangan, antara lain : 1) Rasio Likuiditas, 2) Rasio Solvabilitas, 3) Rasio Profitabilitas, 4)
Rasio Pasar.

Data-data rasio keuanga PT TPSF Tbk adalah sebagai berikut :

Source : AR-TPSF-2016

Penjelasan tentang data laporan keuangan perusahaan di atas adalah sebagai berikut :

# Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo.
Ada 3 jenis rasio yang termasuk dalam rasio likuiditas, yaitu :

#1. Rasio Lancar (Current Ratio)

Current Ratio atau rasio lancar adalah Rasio lancar menggambarkan bagaimana perusahaan
menjamin liabilitas jangka pendek dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki.

Rasio lancar PT TPSF Tbk pada 2016 tercatat sebesar 2,38 kali dari 1,62 kali pada 2015.

Ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang baik untuk melunasi liabilitas jangka
pendek dengan menggunakan aset lancarnya.

#2. Rasio Cepat (Quick Ratio )

Rasio Cepat PT TPSF Tbk pada 2016 tercatat sebesar 1,55 kali. Ini menunjukkan perusahaan
memiliki kemampuan yang sangat baik dalam untuk melunasi utang lancar dengan aktiva lancar
yang dimiliki.

#3. Rasio Kas ( Cash Ratio )

Rasio kas merupakan perbandingan antara kas dan aktiva lancar dengan utang lancar.

Rasio kas PT TPSF Tbk tercatat sebesar 0,12 kali, namun jika Deposito Berjangka dengan jatuh
tempo 6 bulan sebesar Rp 405,40 miliar yang diklasifikasikan ke Aset Keuangan Lancar Lainnya
diperhitungkan, maka Rasio Kas menjadi sebesar 0,28 kali.

#Rasio Solvabilitas

Rasio interest coverage tahun 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 3,3 kali dan 3,04 kali.

Terkait dengan pendanaan, pertumbuhan yang berasal dari hutang cenderung wajar dengan Debt to
Asset Ratio pada 2016 sebesar 0,47 kali. Sementara Net Interest Bearing Debt to Equity Perseroan
pada 2016 sebesar 0,85 kali.

# Rasio Profitabilitas

Marjin Laba Kotor ( Gross Profit Margin )

Nilai Marjin Laba Kotor (GPM) PT TPSF Tbk pada 2016 sebesar 25,72% . Naik dari tahun 2015
yang berada pada posisi 21,19% .
Hal ini berarti jumlah laba kotor sebesar 25,72% dari volume penjualan yang
mencerminkan keadaan operasional perusahaan semakin baik.

Marjin Laba Usaha ( Operating Income Margin )

Nilai Marjin Laba Usaha (Operating Income Margin) PT TPSF Tbk pada 2016 sebesar 19,58%. Naik
bila dibandingkan tahun 2015 yang nilainya sebesar 12,30%.

Hal ini mencerminkan operasi PT TPSF Tbk semakin baik.

Marjin Laba Bersih ( Net Profit Margin )

Nilai Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin) PT TPSF Tbk pada tahun 2016 sebesar 9,07% naik
dari posisi 5,38% pada 2015.

Kenaikan nilai marjin laba bersih tersebut karena kenaikan secara bertahap pada laba bersih dan
total pendapatan perusahaan sehingga berdampak pada rasio net profit margin yang juga naik.

Ini menunjukkan pendapatan bersih yang diperoleh PT TPSF Tbk karena penjualan yang semakin
meningkat.

Laba Bersih Terhadap Ekuitas ( Net Profit to Equity )

Nilai Laba Bersih terhadap Ekuitas ( Net Profit to Equity ) yang semakin meningkat
mencerminkan pengelolaan ekuitasnya semakin baik.

Nilai Laba Bersih terhadap Ekuitas PT TPSF Tbk pada 2016 sebesar 16,87%, mengalami
peningkatan dari posisi 9,42% pada tahun 2015.

Ini mencerminkan perusahaan memiliki kemampuan yang semakin baik dalam mengelola
ekuitasnya.

Laba Bersih Terhadap Jumlah Aset ( Net Profit to Total Asset )

Nilai Laba Bersih terhadap Jumlah Aset ( Net Profit to Total Asset) PT TPSF Tbk pada 2016 sebesar
7,77%, naik dari tahun 2015 yang nilainya sebesar 4,12%.

Ini mencerminkan bahwa penghasilan bersih yang di peroleh PT TPSF Tbk adalah 7,77% dari total
aktiva.

Kenaikan nilai Laba Bersih terhadap Jumlah Aset ini disebabkan oleh peningkatan net profit
perusahaan yang diikuti dengan peningkatan pada total aset yang dimiliki PT TPSF Tbk.
Untuk mengetahui definisi dan rumus perhitungan Net Profit to Total Asset , Net Profit to Equity, Net
Profit Margin, Operating Income Margin, dan Gross Profit Margin bisa dipelajari di : Inilah
Kinerja Keuangan PT Gudang Garam Tbk dan Telkom

# Rasio Pasar

Laba bersih per saham atau earning per share dasar dihitung dengan membagi laba yang dapat
diatribusikan kepada entitas induk dengan jumlah rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar
dalam tahun buku.

Pada 2016, laba per saham dasar tercatat sebesar Rp 184,39 yang meningkat 83,49% jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 100,49.

Hal ini karena laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat
sebesar 83,49%.

Peningkatan tersebut menandakan bahwa kesejahteraan pemegang saham PT TPSF Tbk semakin
meningkat dari tahun ke tahun.

Selain itu, ini juga menggambarkan manajemen perusahaan mampu memberikan kepuasan
pemegang saham dengan memberikan tingkat pengembalian yang semakin naik.

Peningkatan laba perusahaan terhadap setiap lembar saham dapat menjadi daya tarik para investor
untuk memiliki saham PT TPS Food Tbk.
PT Gudang Garam Tbk menempati peringkat ke-1.387 dari 2000 perusahaan dunia dalam Forbes
The Global 2000 tahun 2016.

PT Gudang Garam Tbk bergerak di sektor industri rokok dan kegiatan industri lainnya yang terkaitan
dengan rokok.

Perusahaan yang mulai beroperasi komersial pada tahun 1958 dan tercatat pada bursa saham
Indonesia pada tanggal 3 Desember 2007 ini memproduksi rokok kretek lengkap termasuk tar
rendah, berbagai macam rendah nikotin dan rokok kretek tradisional.

Bagaimana kinerja keuangan Gudang Garam pada tahun 2015?

Yuk kita mengulik-nya satu per satu …..

Salah satu alat untuk menganalisis kondisi keuangan sebuah perusahaan adalah dengan
menggunakan 5 rasio keuangan, yaitu :

1. Rasio Likuiditas
2. Rasio Solvabilitas
3. Rasio Profitabilitas
4. Rasio Aktivitas
5. Rasio Pasar

Laporan keuangan perusahaan manufaktur yang sudah diaudit, dijadikan dasar untuk melakukan
analisa, dan untuk memperoleh laporan keuangan perusahaan manufaktur 5 tahun terakhir, silahkan
ke situs Indonesia Stock Exchange ( www.idx.co.id ).

Di sana anda juga bisa download laporan keuangan perusahaan tbk lain yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.

Dari Laporan Laba Rugi PT Gudang Garam Tbk tahun 2014 dan 2015 kita dapat melihat data-data
sebagai berikut :
Tahun 2015 perusahaan memperoleh pendapatan senilai Rp 70,36 triliun atau tumbuh 7,95%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2014) sebesar Rp 65,18 triliun.

Dari pendapatan sebesar itu, perusahaan mencatat laba Rp 6,43 triliun pada 2015, tumbuh 19%
dari Rp 5,41 triliun pada 2014.

Beban penjualan yang naik membuat pertumbuhan laba bersih sedikit tertekan.

Beban pokok penjualan menjadi Rp 54,88 triliun tahun 2015 dari Rp 51,8 triliun pada 2014.

Kenaikan beban pokok penjualan tersebut disebabkan oleh biaya produksi yang meningkat akibat
kenaikan bahan baku.

Pada 2015, biaya produksi bahan baku tercatat Rp 13,43 triliun atau naik dari periode sebelumnya
yang tercatat Rp 13,85 triliun.

Kenaikan beban penjualan juga didorong oleh biaya pita cukai, PPN dan pajak rokok menjadi Rp
37,68 triliun dari sebelumnya Rp 35,23 triliun.

Selanjutnya yuk kita analisa rasio-rasio keuangan PT Gudang Garam Tbk.

Untuk menghitung rasio-rasio keuangan, kita akan menggunakan data laporan laba rugi di atas dan
neraca sebagai berikut :
Dari data-data laporan laba rugi dan neraca PT Gudang Garam Tbk tahun 2014 dan 2015
selanjutnya kita hitung dan analisa rasio-rasio keuangan berikut ini :

#1. Rasio Likuiditas

Untuk menilai rasio likuiditas sebuah perusahaan digunakan Current Ratio. Berikut ini nilai current
ratio Gudang Garam tahun 2014 dan 2015 :
Current Ratio menggambarkan bagaimana perusahaan menjamin liabilitas jangka pendek dengan
menggunakan aset lancar yang dimiliki.

Seperti data pada tabel di atas, Current ratio periode 2015 sebesar 177,04%.

Hal ini berarti jumlah aset lancar yang dimiliki oleh Gudang Garam pada tahun 2015 sebesar 1,77
kali lipat dari jumlah liabilitas jangka pendeknya.

Bisa juga diartikan bahwa setiap Rp 1,- liabilitas jangka pendek dijamin oleh Rp 1,77,- aset lancar
perusahaan.

Hal ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam melunasi liabilitas jangka pendek
dengan menggunakan aset lancarnya baik.

#2. Rasio Solvabilitas

Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan segala kewajiban jangka


panjangnya.

Untuk mengukur tingkat solvabilitas digunakan Debt to Asset Ratio (DAR) dan Debt to Equity Ratio
(DER). Nilai DAR dan DER PT Gudang Garam Tbk tahun 2014 dan 2015 adalah sebagai berikut :
Deb to Asset Ratio (DAR)

Deb to Asset Ratio adalah rasio untuk mengukur jumlah aset yang dibiayai oleh hutang. Rasio ini
sangat penting untuk melihat solvabilitas sebuah perusahaan.

Bila dituliskan dalam sebuah formula, seperti ini :

Dari formula di atas, dapat diambil kesimpulan bila DAR nilainya semakin naik maka ini
mencerminkan nilai aset yang dibiaya modal semakin kecil sedangkan yang dibiayai dengan hutang
semakin naik.

Otomatis beban bunga hutang yang ditanggung perusahaan semakin naik dan resiko perusahaan
untuk menyelesaikan kewajiban jangka panjangnya semakin tinggi.

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Deb to Asset Ratio (DAR) PT Gudang Garam Tbk tahun 2015
sebesar 0,40. Turun sedikit dari tahun 2014 yang sebesar 0,43.

Nilai DAR sebesar 0,40 mencerminkan bahwa 40% aset yang dimiliki oleh PT Gudang Garam Tbk
dibiayai dengan hutang, baik hutang jangka panjang ataupun hutang jangka pendek.

Sedangkan 60% aset lainnya dibiayai dengan Modal.

Ini mencerminkan Solvabilitas perusahaan masih baik. Perusahaan masih memiliki modal 60% dari
asetnya, sehingga masih memiliki kemampuan yang baik untuk melunasi semua hutang yang ada.
Deb to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang membandingkan jumlah Hutang terhadap ekuitas.

Rasio ini digunakan untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan bila dibandingkan dengan
ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham.

Bila dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

Dari rumus di atas bisa disimpulkan bila nilai Debt to Equity Ratio (DER) semakin naik maka
perusahaan memiliki resiko yang semakin tinggi terhadap likuiditas perusahaannya.

Namun besarnya hutang harus dilihat dulu jenisnya, apakah hutang lancar atau hutang jangka
panjang.

Bila jumlah hutang lancar lebih besar dari pada hutang jangka panjang, hal ini masih bisa
ditoleransi, karena besarnya hutang lancar sering disebabkan oleh hutang operasi yang bersifat
jangka pendek.

Tapi bila hutang jangka panjang yang lebih besar, maka dikuatirkan perusahaan akan mengalami
gangguan likuiditas di masa yang akan datang.

Selain itu laba perusahaan juga semakin tertekan akibat harus membiayai bunga pinjaman tersebut.

Melalui rumus di atas diperoleh nilai Debt to Equity Ratio (DER) Gudang Garam sebesar 0,67 di
tahun 2015, turun tipis dari tahun 2014 yang sebesar 0,75.

Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan pada ekuitas tidak sebanding dengan kenaikan yang
terjadi pada liabilitas perusahaan.

Rasio tersebut menginformasikan bahwa kreditor menyediakan 67% dari 100% modal yang
disediakan oleh para pemegang saham.

Nilai Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 0,67 juga mengindakasikan bahwa perusahaan memiliki
hutang yang lebih kecil dari ekuitas yang dimilikinya.

#3. Rasio Profitabilitas

Rasio-rasio untuk menilai profitabilitas sebuah perusahaan adalah Return On Assets (ROA), Return
On Equity (ROE), Gross Profit Margin (GPM), Operating Profit Margin (OPM), Net Profit Margin
(NPM).
Berikut ini rasio-rasio dari PT Gudang Garam Tbk :

Return On Assets (ROA)

Return On Assets (ROA) adalah rasio yang membagi antara laba bersih setelah pajak dengan rata-
rata aset pada awal periode dan akhir periode.

Rasio ini digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam mengelola setiap nilai aset yang
mereka miliki untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak.

Bila dituliskan dalam satu formula atau rumus adalah sebagai berikut :

Dari formula di atas kita bisa menganalisis bahwa semakin tinggi nilai Return On Assets (ROA)
sebuah perusahaan maka semakin baik pula kemampuan perusahaan dalam mengelola asetnya.

Idealnya semakin tinggi angka Return On Assets (ROA) maka semakin baik, hal ini bila dilhat dari
sisi pengelolaan asetnya.

Namun tidak ada ketentuan besar Return On Assets (ROA) yang mencerminkan sebuah
perusahaan baik atau tidak.

Maka salah satu yang bisa digunakan untuk menentukan Return On Assets (ROA) sebuah
perusahaan ini baik atau tidak adalah adalah dengan membandingkan nilai Return On Assets (ROA)
perusahaan lain yang sejenis dan sektor industri sejenis.
Return On Assets (ROA) Gudang Garam menunjukkan peningkatan sebesar 9,60% menjadi 10,16%
di tahun 2015 dari posisi 9,27% pada tahun 2014.

Kenaikan ROA ini berarti Gudang Garam semakin baik dalam mengelola asetnya.

Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) adalah rasio profitabilitas yang membandingkan antara laba bersih (net
profit) perusahaan dengan aset bersihnya (ekuitas atau modal).

Rasio ini mengukur berapa banyak laba yang dihasilkan oleh perusahaan dibandingkan dengan
modal yang disetor oleh Pemegang Saham.

Bila dituliskan dalam sebuah formula adalah sebagai berikut :

Dari formula tersebut kita bisa menganalisis bahwa semakin naik nilai Return On Equity (ROE)
maka sebuah perusahaan cenderung baik. Terutama bila dilhat dari sisi pengelolaan ekuitasnya.

Nilai Return On Equity (ROE) Gudang Garam mengalami sedikit peningkatan sebesar 4,5%
menjadi 16,98% pada tahun 2015, naik dari posisi 16,24% pada tahun 2014.

Dari nilai Return On Equity (ROE) ini mencerminkan Gudang Garam memiliki kemampuan yang
semakin baik dalam mengelola ekuitasnya.

Gross Profit Margin (GPM)

Gross profit margin (GPM) adalah perbandingan antara penjualan bersih dikurangi
dengan harga pokok penjualan dengan tingkat penjualan.

Rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan. Rasio ini dapat
dihitung dengan rumus berikut.

Dari formula tersebut kita menganalisis bahwa semakin besar gross profit margin semakin baik
keadaan operasional perusahaan.

Hal ini menunjukkan bahwa harga pokok penjualan relative lebih rendah di bandingkan dengan
penjualan.
Dan sebaliknya, semakin rendah gross profit margin (GPM), berarti semakin kurang baik
operasional perusahaan.

Nilai Gross profit margin (GPM) PT Gudang Garam Tbk pada tahun 2015 sebesar 22,01% . Naik
dari tahun 2014 yang berada pada posisi 20,53% .

Nilai GPM sebesar 22,01% berarti jumlah laba kotor sebesar 22,01% dari volume penjualan.

Hal ini juga mencerminkan bahwa keadaan operasional Gudang Garam semakin baik.

Operating Profit Margin (OPM)

Rasio Operating Profit Margin (OPM) adalah perbandingan antara laba usaha dan penjualan.

Operating profit margin merupakan rasio yang menggambarkan keuntungan murni yang diterima
atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan.

Operating profit dalam pengertian yang benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan dengan
mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban terhadap pemerintah
berupa pembayaran pajak.

Bila dituliskan dalam satu formula sederhana adalah sebagai berikut :

Dari formula di atas kita bisa menganalisis semakin tinggi operating profit margin (OPM) maka akan
semakin baik pula operasi suatu perusahaan.

Nilai operating profit margin (OPM) Gudang Garam pada tahun 2015 sebesar 14,30%. Naik 8,66%
bila dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 13,16%.

Hal ini juga berarti semakin baik operasi Gudang Garam.

Net Profit Margin (NPM)

Rasio Net Profit Margin (NPM) Gudang Garam pada tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar
10,75% menjadi 9,17% dari posisi 8,28% pada tahun 2014.

Kenaikan tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan secara bertahap pada laba bersih dan total
pendapatan perusahaan sehingga berdampak pada rasio net profit margin yang juga mengalami
kenaikan pada tahun 2015.
Hal ini berarti bahwa pendapatan bersih yang diperoleh perusahaan karena adanya penjualan
dalam kondisi yang baik karena mengalami peningkatan.

Return on Investment (ROI)

Satu lagi rasio yang bisa digunakan untuk menilai profitabilitas sebuah perusahaan. Rasio itu adalah
rasio Return on Investment (ROI).

Rasio Return on Investment (ROI) adalah perbandingan antara laba bersih setelah pajak dan total
aktiva.

Bila dijabarkan dalam sebuah formula adalah sebagai berikut :

Artinya rasio sebesar 10,20% mencerminkan bahwa penghasilan bersih yang di peroleh Gudang
Garam adalah 10,20% dari total aktiva.

Kenaikan nilai ROI ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan total laba bersih perusahaan yang
diikuti dengan peningkatan pada total aset yang dimiliki oleh perusahaan.

Kenaikan ini masih bisa dioptimalkan dengan meningkatkan pengelolaan investasinya.

#4. Rasio Aktivitas

Rasio-rasio yang digunakan untuk menilai aktivitas perusahaan adalah Inventory Turn Over (ITO),
Fixed Asset Turn Over (FATO) dan Total Asset Turn Over (TATO).

Inventory Turn Over (ITO)

Inventory Turnover (ITO) mengukur berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merubah persediaan
perusahaan menjadi uang kas.

Pada tahun 2015, ITO PT Gudang Garam Tbk sebesar 1,47 kali.
Angka tersebut mencerminkan bahwa dalam satu periode persediaan diganti sebanyak 1,47 kali.

Dari besarnya rasio tersebut dapat juga diketahui rata-rata waktu persediaan disimpan dalam
gudang.

Caranya dengan membagi jumlah hari dalam satu tahun dengan besarnya perputaran persediaan
(360 hari : 1,47 kali), maka menghasilkan angka 244.

Artinya, persediaan disimpan di dalam gudang selama 244 hari.

PT Gudang Garam Tbk adalah produsen rokok yang tentu membutuhkan banyak persediaan
karena musim panen tembakau yang terjadi hanya enam (6) bulan sekali, sehingga mengharuskan
perusahaan menyimpan banyak persediaan demi kelangsungan proses produksi.

Fixed Asset Turn Over (FATO)

Berdasarkan hasil perhitungan rasio fixed asset turn over tahun 2015 sebesar 3,36 kali. Hasil tersebut
mencerminkan bahwa setiap Rp 1,- aset tetap dapat menghasilkan Rp 3,43,- penjualan.

Rasio ini mengalami sedikit kenaikan dari tahun 2014 yang besarnya 3,31 menjadi 3,36 pada tahun
2015.

Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan pada aset tetap lebih besar daripada pertambahan
pendapatan dari tahun 2014 ke tahun 2015.

Hal ini menandakan bahwa Gudang Garam mampu memaksimalkan kapasitas aset tetap yang
dimiliki untuk menghasilkan penjualan yang baik.

Total Asset Turn Over (TATO)

Total assets turnover (TATO) mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva
yang dimiliki secara maksimal agar menghasilkan tingkat penjualan yang tinggi.

Dari hasil perhitungan diperoleh angka sebesar 1,11 pada tahun 2015. Turun dari 1,12 pada tahun
2014.

Hasil tersebut menginformasikan bahwa setiap Rp 1,- aset tetap mampu menghasilkan Rp 1,11,-
penjualan.

Kondisi ini masih bisa ditingkatkan dengan memaksimalkan aset yang dimiliki dan mengurangi
sebagian aset yang tidak produktif.

#5. Rasio Pasar

Salah satu rasio yang digunakan untuk menilai pasar sebuah perusahaan adalah dengan
menghitung rasio Earning Per Share (EPS).

Berikut ini nilai rasio Earning Per Share (EPS) PT Gudang Garam Tbk :
Rasio earning per share (EPS) digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam meraih
keuntungan bagi pemegang saham.

Bila dituliskan dalam sebuah formula adalah sebagai berikut:

Dari data di atas kita bisa melihat bahwa rasio ini mengalami peningkatan dari tahun 2014 yang
sebesar 2,8 menjadi 3,35 di tahun 2015.

Peningkatan tersebut menandakan bahwa kesejahteraan pemegang saham semakin meningkat dari
tahun 2014 ke 2015.

Ini juga berarti bahwa manajemen perusahaan mampu meningkatkan kepuasan pemegang saham
dengan memberikan tingkat pengembalian yang semakin tinggi.

Anda mungkin juga menyukai