Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH

PENGANTAR AKUNTANSI
(EKU 115M)

RANGKUMAN MATERI KULIAH (RMK)


Bab 8 – Persediaan

Oleh:
Pande Putu Intan Amelia
2207521166

PROGRAM STUDI SARJANA MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
A. Pengelompokan Persediaan
Dalam perusahaan manufaktur, beberapa jenis persediaan belum siap untuk dijual. Oleh karena
itu dalam perusahaan manufaktur, persediaan dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu (1)
persediaan barang jadi, (2) persediaan barang dalam proses, dan (3) persediaan bahan mentah.
Persediaan barang jadi adalah hasil produksi yang telah selesai dan siap untuk dijual.
Persediaan barang dalam proses adalah bagian dari barang yang diproduksi yang telah mulai
diproses tetapi belum selesai. Persediaan bahan mentah adalah bahan dasar yang akan
digunakan dalam produksi, tetapi belum diproses. Sebagai contoh, Pabrik Mebel "Rapi"
mengelompokkan meja, kursi, dan lemari yang telah siap dijual sebagai persediaan barang jadi.
Mebel yang telah mulai dikerjakan tetapi belum selesai (dengan tingkat penyelesaian yang
berbeda-beda) digolongkan sebagai persediaan barang dalam proses. Kayu, karet busa, linen,
dan komponen lainnya yang sedang menunggu untuk digunakan dalam produksi, digolongkan
sebagai persediaan bahan mentah.

B. Penentuan Kuantitas Persediaan

Penentuan kuantitas persediaan meliputi dua tahapan, yaitu : (1) melakukan penghitungan fisik
barang yang ada dalam persediaan, dan (2) menentukan kepemilikan barang.
 Penghitungan Fisik Persediaan
Penghitungan fisik persediaan pada hakekatnya meliputi pekerjaan menghitung, menimbang,
atau mengukur setiap jenis barang yang ada dalam persediaan. Penghitungan fisik persediaan
akan dapat dilakukan dengan lebih akurat apabila selama masa penghitungan, perusahaan
menghentikan sesaat kegiatan penjualan dan penerimaan barang. Oleh karena itu, perusahaan
biasanya melakukan penghitungan persediaan pada saat perusahaan sedang tutup atau ketika
kegiatan bisnis sedang tidak begitu sibuk. Pada perusahaan yang mengakhiri periode akuntansi
pada akhir tahun kalender, penghitungan persediaan dilakukan pada tanggal 31 Desember.
 Penentuan Kepemilikan Barang
Barang yang ada di gudang pada saat dilakukan penghitungan, belum tentu merupakan milik
perusahaan, sehingga tidak perlu dihitung. Sebaliknya, barang yang pada saat penghitungan
secara fisik tidak berada di gudang, tetapi sudah menjadi milik perusahaan, harus
diikutsertakan sebagai persediaan. Pada prinsipnya, semua barang milik perusahaan, baik yang
secara fisik berada di gudang maupun tidak, harus dikutsertakan dalam persediaan.
C. Penetapan Biaya Perolehan Perusahaan
Setelah kuantitas persediaan ditetapkan, langkah berikutnya perusahaan harus menerapkan
biaya perolehan per satuan barang sehingga dapat ditentukan total biaya perolehan seluruh
persediaan dan beban pokok penjualan. Proses ini bisa menjadi rumit apabila biaya perolehan
barang yang dibeli berbeda-beda. Sebagai contoh, misalkan Toko Elektronik Fajar membeli
tiga buah TV Toshiba type LCD 42" dengan harga beli yang berbeda-beda, yakni
Rp7.000.000,00, Rp7.500.000,00, dan Rp8.000.000,00. Selama tahun in Toko Faiar telah
meniual dua buah TV dengan harga R12.000.000,00 per buah.
Beban pokok penjualan akan berbeda tergantung pada TV mana yang dijual perusahaan.
Sebagai contoh, beban pokok penjualan bisa Rp14.500.000,00 (Rp7.000.000,00 +
Rp7.500.000,00), atau Rp15.000.000,00 (Rp7.000.000,00 + Rp8.000.000,00), atau
Rp15.500.000,00 (Rp7.500.000,00 + Rp8.000.000,00). Dalam uraian berikut akan dielaskan
alternatif metode penetapan biaya perolehan Persediaan yang dapat digunakan Toko Elektronik
Fajar.
1. Metode indentifikasi khusus
Apabila TV yang dijual Toko Elektronik Fajar berasal dari pembelian tanggal 3 Februari dan
22 Mei, maka beban pokok penjualan adalah Rp15.000.000,00 (Rp7.000.000,00 +
Rp8.000.000,00), dan persediaan akhir adalah Rp7.500.000,00. Apabila Toko Elektronik dapat
menentukan secara spesifik TV mana yang dijualnya dan TV mana yang masih berada di
gudang sebagai persediaan, maka perusahaan tersebut dapat menerapkan metode penetapan
biaya perolehan persediaan yang disebut metode identifikasi khusus. Dengan menggunakan
metode ini, perusahaan dapat menentukan persediaan akhir dan beban pokok penjualan secara
akurat.
2. Asumsi aliran biaya perolehan
Berbeda dengan metode identifikasi khusus, dalam metode ini dianggap bahwa aliran biaya
perolehan tidak berhubungan dengan aliran fisik barang. Ada dua metode aliran biaya
perolehan berdasaranggapan (asumsi), yaitu:
a. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)
Dalam metode MPKP, biaya perolehan barang yang dibeli lebih dahulu akan digunakan lebih
dahulu pula dalam menentukan beban pokok penjualan. (Hal ini tidaklah berarti bahwa unit
barang yang dibeli lebih dahulu sungguh-sungguh telah dijual lebih dahulu, melainkan biaya
perolehan barang yang dibeli diakui lebih dahulu). Dengan demikian, pada perusahaan yang
menggunakan metode MPKP, perusahaan menetapkan biaya perolehan persediaan akhir
dengan mengambil harga (atau harga-harga) yang paling akhir, dan kemudian bergerak mundur
sampai semua unit persediaan akhir ditetapkan harga perolehannya.
b. Metode Rata-rata
Metode biaya perolehan rata-rata mengalokasikan biaya perolehan barang yang siap dijual atas
dasar biaya perolehan rata-rata tertimbang per unit yang terjadi. Metode biaya perolehan rata-
rata berasumsi bahwa semua barang dagangan adalah serupa.

D. Dampak Metode Aliran Biaya Perolehan Terhadap Laporan Keuangan dan Pajak
Kedua metode yang didasarkan pada asumsi aliran biaya perolehan di atas dapat diterapkan
perusahaan. Berbagai perusahaar di dunia memilin metode yang dianggap cocok dan sesuai
dengan kepentingannya. Sebagai contoh dua produsen sepatu terkenal di dunia memilih metode
yang berbeda. Reebok International Ltd. menerapkan metode MPKP, sedangkan Adidas
menggunakan metode Rata-rata Tertimbang. Perusahaan lain yang juga menerapkan metode
MPKP antara lain Nokia dan Wendy's International, sedangkan Starbucks dan Motorola
menggunakan metode Rata-rata. Survey yang dilakukan oleh International Financial
Reporting Standards (IFS) menunjukkan bahwa 60% perusahaan menerapkan metode MPKP
dan 40% menggunakan metode Rata-rata. Selain itu sekitar 23% perusahaan menggunakan
keduanya tetapi untuk jenis persediaan yang berbeda.
Alasan perusahaan mengadopsi metode aliran biaya perolehan persediaan yang berbeda bisa
bermacam-macam, namun pada umumnya karena salah satu dari tiga alasan berikut (1) dampak
terhadap laporan laba-rugi, (2) dampak terhadap laporan posisi keuangan (neraca), dan (3)
dampak terhadap pajak.
 Dampak terhadap laporan laba-rugi
Dalam periode-periode di mana teriadi perubahan harga, asumsi aliran biaya perolehan dapat
berdampak signifikan terhadap laba dan terhadap penilaian yang dilakukan atas dasar laba.
Pada periode ketika teriadi inflasi, MPKP menghasilkan laba bersih yang lebih tinggi, karena
yang dihadapkan dengan pendapatan adalah biaya perolehan yang lebih rendah yang berasal
dari pembelian-pembelian lebih awal. Sebaliknya, ketika terjadi penurunan harga, akibat dari
pemakaian MPKP dan metode rata-rata akan menghasilkan laba bersih yang lebih rendah.
 Dampak terhadap posisi keuangan atau neraca
Dampak menguntungkan yang utama dari MPKP terjadi pada periode inflasi, karena biaya
perolehan yang dialokasikan ke persediaan akhir akan mendekati biaya perolehan sekarang.
Sebaliknya, dampak kurang menguntungkan dari metode Rata-rata terjadi pada periode inflasi.
Biaya perolehan yang dialokasikan ke persediaan akhir akan lebih rendah dibandingkan dengan
biaya perolehan yang berlaku sekarang. Pelaporan kurang saj ini akan semakin besar apabila
inflasi berlangsung dalam waktu panjang, seandainya persediaan mencakup barang-barang
yang dibeli dalam satu atau lebin. periode akuntansi sebelumnya.
 Dampak terhadap pajak
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, telah diketahui bahwa persediaan dalam laporan posisi
keuangan (neraca) dan laba bersih dalam laporan laba-rugi akan lebih tinggi apabila perusahaan
menggunakan MPKP dalam periode inflasi. Oleh karenanya, pada periode inflasi banyak
perusahaan memilih metode Rata-rata. Alasannya adalah karena Metode Rata-rata
menyebabkan pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan lebih rendah (karena laba
bersih lebih rendah) dalam periode ketika terjadi kenaikan harga.

E. Konsistensi dalam Penerapan Metode Biaya Perolehan Persediaan


Apapun metode aliran biaya perolehan yang dipiih perusahaan, metode tersebut harus
diterapkan perusahaan secara konsisten dari periode ke periode. Pendekatan ini disebut prinsip
konsistensi. Ini berarti bahwa perusahaan harus menggunakan prinsip dan metode yang sama
dari tahun ke tahun. Dengan prinsip konsistensi ini dimungkinkan untuk melakukan
pembandingan laporan keuangan dalam tahun yang berurutan. Sebaliknya bila perusahaan
menggunakan metode MPKP pada suatu tahun dan mengubahnya meniadi metode Rata-rata
pada tahun berikutnya, maka laba bersih antara kedua periode tersebut menjadi sulit
diperbandingkan.

F. Penerapan Metode Aliran Biaya Perolehan dalam Sistem Persediaan Perpetual


 Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)
Pada metode MPKP perusahaan membebankan ke beban pokok penjualan, biaya perolehan
persediaan yang berasal dari barang-barang yang dibeli lebih awal yang ada dalam persediaan
sebelum terjadi penjualan.
 Metode biaya perolehan rata-rata
Metode biaya perolehan rata-rata yang diterapkan pada perusahaan yang menggunakan sistem
persediaan perpetual disebut metode rata-rata bergerak. Dalam metode ini perusahaan
menghitung biaya rata-rata perolehan yang baru setiap kali terjadi pembelian dengan membagi
biaya perolehan barang tersedia dijual dengan unit yang ada dalam persediaan. Angka rata-rata
tersebut kemudian diterapkan pada (1) unit yang dijual, untuk menentukan beban pokok
penjualan, (2) unit barang yang tersisa, untuk menentukan biaya perolehan barang dalam
persediaan.

G. Penyimpangan dari Prinsip Biaya Perolehan


Dalam keadaan tertentu, prinsip akuntansi yang berlaku umum memberi kemungkinan untuk
menyimpang (tidak menerapkan) prinsip biaya perolehan. Hal ini terjadi apabila persediaan
tidak dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi dari biaya perolehannya, sehingga perusahaan
menderita rugi. Keadaan demikian sering dihadapi oleh perusahaan-perusahaan yang menjual
barang berteknologi tinggi atau barang-barang mode (fashion). Nilai persediaan bisa turun
sangat cepat karena perubahan dalam teknologi atau mode. Sebagai contoh, perusahaan
membeli sejumlah barang dalam partai besar karena khawatir terjadi kekosongan persediaan di
masa yang akan datang seharga R.500.000.000,00. Apa yang dikhawatirkan perusahaan tidak
terjadi. Sampai dengan akhir tahun hanya R200.000,000,00 yang terjual, sehingga persediaan
menumpuk di gudang. Celakanya pada akhir tahun, nilai barang tersebut merosot sangat tajam.

H. Kesalahan Persediaan
Kesalahan bisa teriadi antara lain karena adanya kesalahan dalam melakukan penghitungan
atau dalam penetapan harga persediaan. Kesalahan bisa juga terjadi karena perusahaan tidak
menerapkan dengan lepat saat terjadinya perpindahan kepemilikan barang atas barang-barang
yang sedang dalam perjalanan. Seperti telah dikemukakan di atas, kesalahan persediaan akan
berdampak pada neraca maupun laporan rugi-laba.
 Dampak terhadap laporan laba-rugi
Dalam sistem persediaan periodik, baik persediaan awal maupun persediaan akhir dicantumkan
dalam laporan laba-rugi. Persediaan akhir dari suatu periode, secara otomatis akan menjadi
persediaan awal periode berikutnya. Dengan demikian, kesalahan persediaan akan
mempengaruhi perhitungan beban pokok penjualan dan laba bersih pada dua periode. Pengaruh
atas beban pokok penjualan dapat dihitung dengan memasukkan data yang salah dalam formula
di bawah ini, dan kemudian menggantinya dengan data yang benar.
Persediaan Awal + Biaya Perolehan Pembelian – Persediaan Akhir = Beban Pokok Penjualan
Adapun dampak kesalahan persediaan terhadap laba bersih tahun yang bersangkutan :
Kesalahan Persediaan Maka Beban Pokok Maka Laba Bersih
Penjualan
Kurang saji persediaan awal Kurang saji Lebih saji
Lebih saji persediaan awal Lebih saji Kurang saji
Kurang saji persediaan akhir Lebih saji Kurang saji
Lebih saji Kurang saji Lebih saji
 Dampak terhadap posisi keuangan (neraca)
Perusahaan dapat menentukan dampak dari kesalahan dalam persediaan akhir terhadap laporan
posisi keuangan (neraca) dengan menggunakan persamaan dasar akuntansi yang kita pelajari
pada Bab 1, yaitu: Aset = Kewajiban + Modal. Kesalahan dalam persediaan akhir akan
berdampak sebagai berikut:
1. Ketika persediaan akhir lebih saji, akan menyebabkan aset lebih saji, namun tidak
memengaruhi kewajiban dan ekuitas atau modal akan lebih saji.
2. Ketika persediaan akhir kurang saji, akan menyebabkan aset kurang saji, tidak
memengaruhi kewajiban, dan ekuitas atau modal akan kurang saji.

I. Penaksiran Persediaan
Dalam keadaan tertentu, perhitungan fisik persediaan tidak dapat dilakukan misalnya apabila
Gudang terbakar atau dilanda banjir. Dalam keadaan demikian, perusahaan harus melakukan
penaksiran tentang persediaan yang ada. Alasan mengapa penaksiran dibutuhkan karena situasi
darurat yang tidak memungkinkan perusahaan melakukan perhitungan fisik dan manajemen
berkeinginan untuk Menyusun laporan keuangan secara bulanan tetapi perhitungan fisik
dilakukan setahun sekali.
 Metode laba kotor
Metode laba kotor adalah metode untuk menaksir biaya perolehan persediaan dengan cara
mengalikan persentase laba kotor terhadap penjualan bersih. Metode ini relatif sederhana,
namun effektif. Dalam praktik metode ini sering digunakan oleh para akuntan, auditor, atau
manajemen untuk menguji kewajaran jumlah persediaan akhir. Keunggulan metode ini bisa
digunakan untuk mendeteksi kesalahan yang berjumlah besar. Metode laba kotor didasarkan
pada asumsi bahwa tingkat persentase laba kotor akan tetap sama dari tahun ke tahun. Namun
demikian, dalam kenyataannya tingkat laba kotor bisa berubah, baik karena adanya perubahan
kebijakan dalam perdagangan maupun karena perubahan pasar. Jika demikian, perusahaan
harus mengubah tingkat persentase laba kotor agar mencerminkan kondisi operasi saat ini.
Dalam hal tertentu, perusahaan dapat memperoleh taksiran yang lebih akurat dengan
menerapkan metode ini pada suatu departemen tertentu atau produk tertentu. pan alan va Chir
maan ntuk Perlu diperhatikan, bahwa metode laba kotor ini tidak boleh digunakan untuk
menyusun laporan keuangan pada akhir tahun. Dalam Menyusun laporan keuangan,
perusahaan harus mendasarkan pada perhitungan fisik sesungguhnya.
 Metode Harga Eceran
Perusahaan dagang yang menjual barang secara eceran, seperti Hero Supermarket, Matahari
Department Store, atau Ramayana, menjual ribuan jenis barang dagangan yang pada umumnya
berharga murah. Dalam perusahaan semacam ini. dirasakan sulit dan memakan banyak waktu
jika harus menerapkan biaya perolehan per unit pada kuantitas persediaan. Sebagai alternatif,
perusahaan dapat menggunakan metode harga eceran untuk menaksir biaya perolehan
persediaan. Perusahaan dagang eceran umumnya memiliki pola perbandingan harga jual
dengan harga perolehannya. Selanjutnya perusahaan mengalikan persentase harga perolehan
terhadap harga jual ini dengan persediaan akhir menurut harga jual, sehingga dapat ditaksir
besarnya biaya perolehan persediaan akhir.

J. Metode Biaya Perolehan Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)


IFRS (International Financial Reporting Standards), tidak mengijinkan penggunaan MTKP
untuk tujuan pelaporan keuangan. Hal yang sama berlaku pula di indonesia. Sejak
diberlakukannya Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK
ETAP) pada tahun 2009 yang lalu, metode MTKP tidak diperkenankan. Namun demikian di
Amerika Serikat dan di sejumlah negara lain, metode ini (Lastin First Out/LIFO) masih
diperkenankan untuk pelaporan keuangan dan juga untuk pelaporan pajak.
a) Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)
Metode masuk terakhir keluar pertama (MTKP) berasumsi bahwa barang yang berasal dari
pembelian terakhir akan dijual lebih dahulu MTKP jarang sejalan dengan aliran fisik barang
yang sesungguhnya (kecuali untuk barang tertentu seperti misalnya batubara yang ditumpuk
dalam penyimpanannya, karena berat maka ketika akan dikeluarkan dari tempat penyimpanan,
justru barang yang berada di atas akan dikeluarkan lebih dahulu). Pada metode MTKP biaya
perolehan barang yang dibeli terakhir akan diakui lebih dahulu sebagai beban pokok penjualan.
Dalam metode ini, karena diasumsikan bahwa barang yang lebin dahulu dijual berasal dari
barang yang dibeli lebih akhir, maka persediaan akhir akan didasarkan pada harga yang berasal
dari pembelian yang lebin awal. Dengan demikian, pada MTKP, perusahaan akan menetapkan
biaya perolehan persediaan dengan mengambil biaya perolehan per unit yang berasal dari
barang yang lebih dahulu tersedia dijual dan selanjutnya digunakan biaya perolehan berikutnya
sampai semua unit dalam persediaan ditetapkan biaya perlehannya.

Anda mungkin juga menyukai