Anda di halaman 1dari 15

PEMBAGIAN HADIS MARDUD KARENA RAWI YANG

TIDAK ADIL
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pada mata kuliah
Ulumul Hadis

Disusun Oleh:
Nabila Salsabila Burhan

Nim 2120203862202080

PROGRAM STUDI AKUNTASI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. berkat rahmat dan karunia-
Nya, pembuatan makalah ini dapat kami selesaikan. Shalawat teriring salam semoga
senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Rasulullah Saw. yang telah
membawa kita dari zaman jahiliah menuju alam ilmiah seperti yang kita rasakan sekarang
ini.
Atas selesainya penyusunan makalah ini, kami sampaikan rasa terima kasih
yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan ataupun motivasi, baik
berupa moril maupun materil. Dan tidak lupa pula, kami sampaikan rasa terima kasih
sedalam-dalamnya kepada orang tua kami yang telah memberikan bantuan moril dan
materil, juga telah mendo'akan kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan “PEMBAGIAN HADIS MARDUD
KARENA RAWI YANG TIDAK ADIL” ini tidak terlepas dari kesalahan dan
kekurangan. Referensi yang kami jadikan sumber dalam makalah ini, pastilah tidak
selengkap dan sesempurna dari sumber aslinya. Karena pastinya masih sangat banyak
referensi lain yang dapat kita ambil sebagai sumber ilmu. Tapi semoga makalah yang tidak
terlepas dari kekurangan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya, dan
khususnya bagi kami (penyusun) dan Bapak Dosen yang terhormat, Bapak Hadiyan, MA.
Akhirnya, tiada lain harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Dan semoga Allah SWT., meridhoi dan memberkati setiap usaha dan do'a kita.
Amin.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB II HADIS MARDUD KARENA RAWI YANG CACAT.................... 2
A. Pengertian Hadis Mardud........................................................... 2
B. Mardud karena Cacat pada hal Keadilan (‘adalalah)................. 2
1. Hadis Maudhu’..................................................................... 2
2. Hadis matruk........................................................................ 3
3. Hadis Jahalah/Majhul........................................................... 3
4. Hadis Bid’ah......................................................................... 4
C. Mardud karena Cacat pada hal Kadhabitan (al-dhabth)............. 4
1. Hadis Munkar....................................................................... 4
2. Hadis Mu’allal...................................................................... 5
3. Hadis Mudraj........................................................................ 6
4. Hadis Maqlub....................................................................... 6
5. Hadis Muzayyad fi muttashil al-asanaid.............................. 7
6. Hadis Mudhtharib................................................................. 7
7. Hadis Mushahhaf dan Muharraf........................................... 8
8. Hadis Syadz.......................................................................... 8
9. Hadis Ikhthilath.................................................................... 9
BAB III PENUTUP......................................................................................... 11
Kesimpulan....................................................................................... 11
Saran................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN

Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak, yang tidak diterima. Sedangkan
menurut urf Muhaddisin, hadis mardud adalah hadis yang tidak menunjuki keterangan
yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya,
tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan.
Sebagaimana telah diterangkan di atas bahwa setiap hadis yang mardud tidak boleh
diterima dan tidak boleh diamalkan (harus ditolak). Jadi, hadis mardud adalah semua hadis
yang telah dihukumi daif. 1
Hadis daif menurut bahasa berarti hadis yang lemah, yakni para ulama memiliki
dugaan yang lemah tentang benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah. Atau kata lain hadis
daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih dan hadis hasan.
Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadis digolongkan menjadi hadis daif
dikarenakan dua hal, yaitu: karena sanad terputus dan karena rawi yang cacat. Pada
pembahasan makalah sebelumnya sudah dibahas tentang hadis yang digolongkan hadis
daif karena sanad yang terputus. Dan pada makalah ini kami akan membahas tentang hadis
yang digolongkan hadis daif karena rawi yang cacat, yaitu terbagi menjadi dua, cacat pada
hal keadilan dan cacat pada hal kedhabitan. Untuk lebih jelasnya, marilah kita baca dan
diskusikan pada bab berikutnya.

BAB II
1
Ahmad, Muhammad. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2000
HADIS MARDUD KARENA RAWI YANG CACAT

A. Pengertian Hadis Mardud


Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak, yang tidak diterima. Sedangkan
menurut istilah mardud yaitu hadis yang tidak memenuhi syarat atau sebagian syarat
hadis maqbul.2
Hadis mardud terbagi menjadi dua, yaitu hadis mardud karena sanad terputus
yang telah dibahas pada pemakalah sebelumnya dan hadis mardud karena rawi yang
cacat. Hadis mardud karena rawi yang cacat terbagi menjadi dua, yaitu karena cacat
pada hal keadilan dan cacat pada hal kedhabitan.

B. Mardud karena Cacat pada hal Keadilan (‘adalalah)


Banyak macam cacat yang dapat menimpa para rawi, di antaranya pendusta,
pernah berdusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah merupakan cacat-cacat, yang
masing-masing dapat menghilangkan sifat adil pada rawi, di antaranya yaitu:
1. Hadis Maudhu’
Dari segi bahasa, hadis maudhu’ berarti palsu atau dibuat-buat. Berdasarkan
istilah yaitu hadis dusta yang dicipta serta dibuat dan dinisbahkan kepada
Rasulullah SAW. Hadis maudhu’ merupakan seburuk-buruk hadis daif. Siapa yang
telah mengetahui kepalsuan suatu hadis, maka ia tidak boleh meriwayatkannya
dengan menyandarkan kepada Rasulullah SAW, kecuali dengan maksud untuk
menjelaskan kepalsuannya.3
Banyak tanda untuk menetapkan suatu hadis maudhu’. Petunjuk terpenting
adalah makna hadis tersebut rusak atau batil, yakni: tidak masuk akal, bertentangan
dengan akal sehat, bertentangan dengan kebenaran yang sudah dapat dipastikan
secara ilmiah/historis, bertentangan dengan hadis-hadis yang lebih kuat, atau
bertentangan dengan ayat Al-Quran.
Contoh hadis maudhu’:
‫الزنا الجنّة الى سبع ابتاء‬
ّ ‫ال يدخل ولد‬
“Anak zina itu tidak masuk surga hingga tujuh turunan.”
Hadis tersebut bertentangan dengan ayat Al-Quran/Firman Allah SWT.

2
Sahrani, Sohari, Ulumul Hadis, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010
3
Op. Cit., Ahmad, Muhammad
) 164 : ‫َواَل تَ ِزُر َوا ِزَرةٌ ِوْزَر ُأ ْخ َرى ( االنعام‬

“Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosa orang lain.”


2. Hadits Matruk
Hadis Matruk secara bahasa berarti yang ditinggalkan, tidak dipedulikan.
Sedangkan secara istilah yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seseorang yang
tertuduh dusta (terhadap hadis yang diriwayatkannya), atau Nampak kefasikannya,
baik pada perbuatan atau pada perkataannya, atau orang yang banyak lupa atau
banyak ragu.4
Para ulama ahli hadis memandang bahwa hadis matruk dan hadis munkar
adalah dua macam hadis yang paling lemah setelah hadis maudhu’.
Contoh hadis matruk:
Hadis yang diriwayatkan oleh Ad Daraquthni dari Muhammad ibn Isma’il
ibn Al Farisi, katanya: diceritakan kepada kami oleh Waqid ibn Musa, diceritakan
kepada kami oleh ‘Abdah ibn Sulaiman, diceritakan kepada kami oleh Nuh ibn
Marjam, dari Yahya ibn Sa’ied Al Anshari, dari sa’ied ibn Al Musaiyab, dari Abi
Hurairah katanya:
‫نهى رسول هللا ص م ان يقطع الخبز بالسكين وقال اكرموه فان هللا قد اكرمه‬
“Rasulullah SAW. telah melarang kita memotong roti dengan pisau, Nabi bersabda:
“Muliakan roti, karena Allah telah memuliaknannya”.5
Ad Daraquthni menandaskan, bahwa sesungguhnya hadis ini Cuma Nuh
yang meriwayatkannya. Nuh itu matruk, ditinggalkan hadisnya, tak boleh diambil.
3. Hadits Jahalah/Majhul
Kata Majhul berarti tidak diketahui. Menurut istilah yaitu seorang perawi
yang tidak dikenal jati diri dan identitasnya. Hadis majhul adalah hadis yang di
dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang tidak dikenal jati dirinya atau
orangnya dan tidak dikenal identitas atau tidak dikenal sifat-sifat keadilan dan
kedhabitannya.6
Sebab-Sebab tidak dikenal jati diri atau identitas itu (jahalah) yaitu:
 Seseorang mempunyai banyak nama atau sifat, baik nama asli, nama panggilan,
gelar, sifat profesi atau suku dan bangsa.
 Seorang perawi yang sedikit periwayatan hadis.
4
Mudasir, H., Ilmu Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008
5
Hasbi, Muhammad, Ash Shiddieqi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1958
6
Majid, Abdul Khon, Ulumul Hadis, Jakarta: Bumi Aksara, 2010
 Tidak tegas nama perawi karena diringkas menjadi nama kecil.
Contoh Hadis Majhul:
Hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Al-Hakim melalui jalan Hisyam bin
Yusuf dari Abdullah bin Sulaiman An-Nufali dari Muhammad bin Ali bin Abdullah
bin Abbas dari ayahnya dari kakeknya secara marfu’:
‫احبوا هللا لما يغذوكم به من نعمه واحبونى لحب هللا واحبوا اهل بيتي لحبي‬
Cintailah Allah karena sesuatu yang diberikan kepadamu daripada nikmat-nikmat-
Nya, cintailah aku karena cinta Allah, dan cintailah ahli keluarganya karena
mencintaiku.
Abdullah bin Sulaiman An-Nufali tidak diketahui jati dirinya (Majhul)
karena tidak ada yang meriwayatkan daripadanya kecuali Hisyam bin Yusuf.
Hukum periwayatannya menurut mayoritas muhadditsin ditolak.
4. Hadis Bid’ah
Bid'ah menurut bahasa, diambil dari bida' yaitu mengadakan sesuatu tanpa
ada contoh.7
Sebelumnya Allah berfirman.
Badiiu' as-samaawaati wal ardli
"Artinya : Allah pencipta langit dan bumi"  [Al-Baqarah : 117]
Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman Allah. Qul maa kuntu bid'an min ar-rusuli
"Artinya : Katakanlah : 'Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul".
[Al-Ahqaf : 9].
Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan
risalah ini dari Allah Ta'ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak
sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku.
Dan dikatakan juga : "Fulan mengada-adakan bid'ah", maksudnya :
memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.

C. Mardud karena Cacat pada hal Kadhabitan (al-dhabth)


1. Hadis Munkar
Munkar menurut bahasa adalah menolak, tidak menerima. Adapaun hadits
munkar menurut istilah, para ulama mendefiniskannya dengan dua pengertian
berikut ini :
7
http://blog.re.or.id/pengertian-bidah-macam-macam-bidah-dan-hukum-hukumnya.htm
Pertama: yaitu sebuah hadits dengan perawi tunggal yang banyak kesalahan
atau kelalaiannya, atau nampak kefasiqannya.
Kedua : yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah dan
bertentangan dengan riwayat perawi yang tsiqah.
Perbedaan Antara Munkar dan Syadz Adalah :
a. Syadz adalah hadits yang diriwayatkan perawi yang maqbul yang bertentangan
hadits yang diriwayatkan perawi yang lebih utama darinya.
b. Munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi dla'if yang bertentangan
dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah.
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa keduanya terdapat kesamaan dalam
hal : "menyelisihi riwayat yang lebih kuat darinya". Namun terdapat perbedaan
dimana hadits syadz perawinya masih maqbul, sedangkan hadits munkar
perawinya adalah dla'if.
Contoh:
Seperti hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah melalui Usamah bin Zaid
Al-Madani dari ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf dari
ayahnya secara marfu’:8
‫صائم رمضان فى السفر كالمفطر فى الحضر‬
“Seorang puasa Ramadhan dalam perjalanan seperti seorang berbuka dalam tempat
tinggalnya.”
Hadis di atas munkar karena periwayatan Usamah bin Zaid Al-Madani
secara marfu’, bertentangan periwayatan Ibn Abi Dzi’bin yang tsiqah.
Tingkatan kedha’ifannya sangat dha’if setelah matruk, karena cacat hadis
munkar sangat parah.
2. Hadis Mu’allal
Menurut bahasa Mu’allal adalah yang terkena penyakit atau bencana
(bercacat). Sedangkan menurut istilah yaitu hadis yang terdapat padanya sebab-
sebab yang tak nyata, yang dating kepadanya lalu tercacatnya.”9
Contoh:
‫ البيعان بالخيار مالم يتفرّقا‬: ‫قال رسول هللا ص م‬
“Rasulullah bersabda: “Penjual dan pembeli boleh berikhyar, selama mereka
belum berpisah”.

8
Op. Cit., Majid, Abdul, Khon
9
Op. Cit., Hasbi, Muhammad Ash Shiddieqy
Hadis tersebut diriwayatkan Yala bin Ubaid bersanad Sufyan Ats-Tsauri,
dari Amru bin Dinar, dari Ibnu Umar. Matan hadis di atas sahih, tetapi sanadnya
memiliki illat. Seharusnya bukan dari Amru bin Dinar melainkan dari Amrullah bin
Dinar.10
3. Hadis Mudraj
Secara bahasa Mudraj berarti hadis yang dimasuki sisipan. Berdasarkan
istilah yaitu tersisipi sesuatu yang bukan termasuk dalam susunan sanad atau
dimasukkan ke dalam matannya sesuatu yang bukan hadis tanpa terpisah.
Contohnya:
‫ انا زعيم والزعيم الحميل لمن امن بى واسلم وجاهد فى سبيل هللا يبيت فى روض الجنة‬: ‫قال رسول هللا ص م‬
“Rasulullah bersabda, “Saya adalah zaim dan zaim itu adalah penanggung jawab
dari orang yang beriman kepadaku, tata dan berjuang di jalan Allah, dia bertempat
tinggal di taman surga.”
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Nasai, dan disebut hadis Mudraj, karena
ungkapan ‫والزعيم الحميل‬ adalah sisipan, tidak berasal dari sabda Rasulullah SAW.
4. Hadis Maqlub
Pengertian secara bahasa yaitu terbalik, sedangkan berdasarkan istilah yaitu
hadis yang terbalik, baik sanad atau pada matan.
Contohnya:
Maqlub pada sanad misalnya periwayatan hadis dari Ka’ab bin Murrah
diucapkan Murrah bin Ka’ab.11 Sedang maqlub pada matan misalnya hadis yang
diriwayatkan oleh ibnu Umar:
‫فاذا انا بالنبي ص م جالس على مقعته مستقبل القبلة مستدبر الشام‬
“Maka ketika itu aku bersama Nabi, beliau duduk di atas bangku menghadap kiblat
dan membelakangi Syam.”
Hadis di atas dimaqlubkan menjadi:
‫مستقبل الشام مستدبر القبلة‬
Menghadap Syam dan membelakangi kiblat.
5. Hadis Muzayyad fi muttashil al-asanaid
Seorang rawi menambahkan seseorang rijal di dalam suatu sanad, yang
tidak disebutkannya di dalam sanad lainnya.12

10
Op. Cit., Ahmad, Muhammad
11
Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Bumi Aksara, 2010
12
Mukhtashar 'Ulum al-Hadis, Ibnu Katsir, h. 171
Contoh;
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Muslim, Abu Awanah
dengan jalur sanad dari Abu 'Awanah;
Dari Ya'la bin ‘Atha’, ia berkata: Aku mendengar Abu Alqamah berkata,
Aku mendengar Abu Hurairah ra berkata; Rasulullah saw bersabda,
"Barangsiapa yang mentaatiku maka ia telah mentaati Allah, dan barangsiapa yang
mendurhakaiku maka ia telah durhaka kepada Allah, dan barangsiapa yang
mentaati amir (pemimpin)ku maka ia telah mentaatiku, dan barangsiapa yang
mendurhakai amir (pemimpin)ku maka ia telah durhaka kepadaku.
Hadis ini diriwayatkan oleh an-Nasa’i di dalam Sunan-nya dengan sanad
sebagai berikut;
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Dawud, ia berkata; Telah menceritakan
kepada kami Abu al-Walid, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu
‘Awanah, dari Ya’la bin ‘Atha’, dari ayahnya, dari Abu ‘Alqamah, Abu Hurairah
telah menceritakan kepadaku ….
Di dalam sanad di atas ada tambahan 'Atha' yaitu ayah Ya'la. Inilah yang
dinamakan Mazid fi Muttasil al-Asanid. Muslim di dalam kitab Shahihnya
menyebutkan riwayat yang tidak ada ziyadahnya bahwa Ya’la bin Atha’ telah
menjelaskan bahwa ia menerima hadis dari gurunya, yaitu Abu 'Alqamah, dengan
cara as-sima’.
6. Hadis Mudhtharib
Secara bahasa berarti goncang dan bergetar13, berantakan. Berdasarkan
istilah yaitu hadis yang diriwayatkan pada beberapa segi yang berbeda, tetapi sama
dalam kualitasnya.
Contoh idhthirab di sanad:
Seperti hadis Abu Bakar:
‫ شيبتنى هود واخواتها‬: ‫يا رسول هللا ارىك شبت ؟ قال‬
“Ya Rasulullah, saya lihat anda telah berubah. Nabi saw. menjawab: Surat Hud dan
audara-saudaranya telah menyebabkan saya berubah.”
Ad Daraquthni mengatakan, bahwa hadis ini mudhtharib. Hadis ini Cuma
diriwayatkan dari jalan Abu Ishaq As Suba’I dan perselisihan terhadapnya banyak.
7. Hadis Mushahhaf dan Muharraf

13
Ibid. Khor, Abdul Majid
Mushahhaf berarti salah baca tulisan. Muharraf berarti mengubah atau
mengganti. Berdasarkan istilah Mushahhaf adalah perubahan kalimat dalam hadis
selain apa yang diriwayatkan oleh orang tsiqah baik secara lafal atau makna.
Ibnu Hajar membedakan adanya perubahan yang terjadi pada hadis, jika
perubahan itu berupa pada titik pada suatu huruf atau beberapa huruf itulah disebut
Mushahhaf, dan jika perubahan itu berbentuk syakal/harakat huruf disebut
Muharraf.
Contoh Mushahhaf :
‫من صام رمضان واتبعه ستا من شوال كصوم الدهر‬
Barang siapa yang berpuasa ramadhan dan diikutinya dari enam hari dari
bulan syawal, maka ia sama dengan berpuasa satu tahun.
Hadis ini ditashhikan oleh Abu Bakar Ash-Shuli dengan ungkapan:
‫من صام رمضان واتبعه شيئا من شوال كصوم الدهر‬
Contoh Muharraf: hadis Jabir berkata:
‫ابي يوم االحزاب فكواه رسول هللا ص م‬
ُّ ‫رمي‬
Ubay dipanah pada peperangan Ahzab di urat lengannya, maka Rasulullah
mengobatinya dengan besi panas.
Hadis di atas diubah oleh Ghandar pada kata Ubay menjadi Abi.
8. Hadis Syadz
Hadis Syadz menurut bahasa yaitu hadis yang ganjil. Sedangkan menurut
istilah yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan tetapi
bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih
utama.14
Contoh:
‫ يوم عرفة وايام التشريق ايام اكل وشرب‬: ‫قال رسول هللا ص م‬
“Rasulullah bersabda: “Hari arafah dan hari tasyrik adalah hari-hari makan dan
minum.”
Hadis di atas diriwayatkan oleh Musa bin Ali bin Kubah dengan sanad dari
serentetan rawi yang dipercaya, namun matan hadis tersebut ganjil, jika
dibandingkan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang juga
dipercaya. Pada hadis lain tidak dijumpai ungkapan .
Keganjilan hadis di atas terletak pada adanya ungkapan tersebut.
9. Hadis Ikhthilath
14
Op. Cit., Hasbi, Muhammad Ash Shiddieqy
Pengertian Ikhtilath 
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Buruknya hafalan yang menimpa
seorang perawi hadits." 
As-Sakhawi rahimahullahberkata:"Hakekatnya adalah rusaknya akal
seorang perawi dan ketidakteraturan ucapan-ucapan dan perbuatannya." 
Ash-Shan'ani rahimahullah berkata:"Seorang perawi yang Mukhtalath
(orang yang tertimpa ikhtilath) adalah seorang perawi yang tertimpa hal-hal yang
menjadikannya tidak tsiqah (tidak kredibel.) 
Dan pernyataan yang mengatakan bahwa hakekat Ikhtilath adalah rusaknya
akal menunjukkan secara jelas bahwa seorang perawi yang disifati dengan Ikhtilath
dahulunya adalah orang yang sehat akalnya, kemudian tertimpa sesuatu yang
merubah hafalannya dan berpengaruh terhadap ingatannya. Oleh sebab itu kita
mendapati sebagian ulama mengungkapkan hal itu dengan perkataanya:"Thari'u
atau 'Aridh." 
Sebab-sebab Ikhtilath ada bermacam-macam, di antaranya adalah : 
a. Usia yang semakin tua dan apa-apa yang menimpanya berupa berbagai macam
penyakit, seperti kebutaan dan lain-lain apabila dia meriwayatkan hadits dari
kitabnya. 
b. Hilang, rusak atau terbakar kitab-kitabnya (kitab hadits), apabila dia
meriwayatkan hadits dari kitabnya. 
c. Matinya orang yang dicintainya seperti anak dan yang semisalnya. 
d. Kecurian harta (hartanya dicuri), dan kejadian ini (kecurian) termasuk musibah
yang kadang-kadang mempengaruhi akal sebagian perawi.
Contoh; Hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i di dalam kitab Sunan (3/54)
‫صلَّى بِنَا َع َّما ُر‬َ ‫ال‬ َ َ‫ب ع َْن َأبِي ِه ق‬ ِ ‫ال َح َّدثَنَا َح َّما ٌد قَا َل َح َّدثَنَا َعطَا ُء بْنُ السَّاِئ‬
َ َ‫بي ق‬
ٍّ ‫ب ْب ِن ع ََر‬ِ ‫َأ ْخبَ َرنَا يَحْ يَى بْنُ َحبِي‬
‫ ْد‬¥َ‫ك فَق‬َ ¥ِ‫ا َل َأ َّما َعلَى َذل‬¥¥َ‫اَل ةَ فَق‬¥‫الص‬
َّ َ‫ ْزت‬¥‫ ْد َخفَّ ْفتَ َأوْ َأوْ َج‬¥َ‫وْ ِم لَق‬¥¥َ‫هُ بَعْضُ ْالق‬¥َ‫ال ل‬¥
َ ¥َ‫صاَل ةً فََأوْ َج َز فِيهَا فَق‬
َ ‫ابْنُ يَا ِس ٍر‬
‫وْ ِم‬¥¥َ‫ ٌل ِمنَ ْالق‬¥‫ هُ َر ُج‬¥‫ا َم تَبِ َع‬¥¥َ‫لَّ َم فَلَ َّما ق‬¥ ‫ ِه َو َس‬¥ ‫لَّى هَّللا َعلَ ْي‬¥ ‫ص‬
َ ِ ‫ول هَّللا‬
ِ ¥ ‫ ِم ْعتُه َُّن ِم ْن َر ُس‬¥ ‫ت َس‬ ُ ْ‫و‬¥¥‫َد َع‬
ٍ ‫ َد َع َوا‬¥ ِ‫ا ب‬¥¥َ‫ت فِيه‬
Telah meberitakan kepada kami Yahya bin Habib bin Arabiy, ia berkata; Telah
menceritakan kepada kami Hammad, ia berkata; Telah menceritakan kepada
Kami Atha’ bin as-Sa’ib, dari ayahnya, ia berkata; Ammar bin Yasir pernah
melakukan suatu salat bersama kami dengan salat yang ringan (pendek) lalu
orang bertanya kepadanya, engkau telah meringankan shalatmu –atau
pendekkan– Lalu Ammar menjawab; Adapun dalam hal itu aku telah berdoa di
dalamnya dengan suatu do’a yang aku dengar dari Rasulullah saw, lalu ketika
beliau berdiri seseorang di antara kaum itu mengikutinya…
Atha’ bin Sa’ib adalah siqah, hanya saja ia mengalami ikhtilath di akhir
usianya, dan Hammad yang meriwayatkan hadis ini darinya adalah Hammad
bin Zaid. Dia termasuk orang yang telah mendengar hadis dari Atha' sebelum ia
mengalami ikhtilath. Yahya bin Sa’id al-Qaththan berkata, "Hammad bin Zaid
telah mendengar dari Atha’ sebelum ia mengalami ikhtilath". Demikian juga
penilaian Abu hatim ar-Razi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada pembahasan makalah ini dapat kita petik kesimpulan bahwa kajian ke-
islaman itu sangatlah luas salah satunya ilmu hadis. Menunjukkan betapa maha
kuasanya Allah dalam memberikan kepahaman terhadap hamba-hambanya.
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahuinya.” (QS. Yûsuf [12]: 21)
Meskipun ada sebagian kaum muslimin mengingkari Qur’an dan Hadits
(terlebih hadits dhaif), maka itulah yang perlu kita luruskan bersama. Karena
sesungguhnya Allah SWT. Berfirman yang artinya :
“(Dan) kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka.
Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai
kebenaran.”(QS Yunus 36).
Terbaginya hadits dhaif dalam dua bagian; karena sanad terputus dan karena
cacat pada rawi atau matan semakin memudahkan kita untuk mengetahui sebab-sebab
mengapa hadits-hadits menjadi dhaif, baik dari segi rawinya (orang yang
meriwayatkan), sanad, maupun matannya.
Dengan mengetahui Ilmu Hadits (di sini lebih dikhususkan hadits dhaif karena
rawi yang cacat), tentu akan membuat kita menjadi semakin terpacu untuk berpikir dan
menggali pengetahuan secara lebih mendalam serta dilandasi nafsiyah (sikap)
keimanan dan ketakwaan yang mantap, termotivasi untuk terus mencari dan
mengamalkannya karena pembahasan dalam makalah ini hanyalah berisi sebagian
kecilnya saja.
3.2 Saran
Kami selaku penyusun makalah ini menghimbau dan menyarankan kepada
pembaca untuk lebih banyak lagi membaca tentang ilmu-ilmu hadis, sebab jika kita
telusuri begitu luasnya pembahasan tentang ilmu hadis ini. Dengan lebih banyak
membaca dan mendalami ilmu hadis maka kita menjadi tahu bahkan memahami mana
hadis yang sahih, hasan dan daif, sehingga kita dapat memilih-milih mana yang harus
kita ikuti dan mana yang tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2000
Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Sahrani, Sohari, Ulumul Hadis, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010
Mudasir, H., Ilmu Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008
Hasbi, Muhammad, Ash Shiddieqi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta, PT. Bulan
Bintang, 1958
Amr Abdul Mun’im Salim, Ilmu Hadis untuk Pemula, Mesir: Maktabah Ibnu Taymiyah,
1997
http://www.slideshare.net/Afanza/ilmu-hadis-untuk-pemula
http://blog.re.or.id/pengertian-bidah-macam-macam-bidah-dan-hukum-hukumnya.htm

Anda mungkin juga menyukai