Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hadis Ahkam
Disusun Oleh:
FAKULTAS SYARIAH
2020
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
PENUTUP ............................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ............................................................................................... 18
B. Saran ......................................................................................................... 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum waris merupakan suatu hal yang penting dan mendapat perhatian
waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidaksepakatan
antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam
membagi harta warisan. Naluriah manusia yang menyukai harta benda (QS. Ali
Oleh karena itu, maka dalam pembagian warisan harus benar-benar adil
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Waris
Kata mawaris berasal dari lafadz bahasa Arab yakni mirats. Bentuk
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata waris berarti orang yang berhak
penting, yaitu:
1
Aunur Rahim Faqih, Mawaris Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: UII
Press, 2017), hlm. 3.
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi. III, (Jakarta: Balai Pustaka 2005), hlm. 1386.
3
Fatchur rahman, Ilmu waris, PT. Al-Ma‘arif, Bandung: 1994, hlm. 32.
3
1. Pewaris yaitu seseorang yang telah meninggal dunia dan
hidup.
pewaris.
pewaris masih hidup maka peralihan harta tidak dapat dilakukan dengan
pewarisan.5
bergerak maupun benda tidak bergerak, atau dengan kata lain adalah
4
Departemen Agama RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, (Jakarta:
Depag, 2002.), hlm. 11.
5
Maryati Bachtiar, Hukum Waris Islam dipandang dari Persfektif Hukum
Berkeadilan Gender, (Jurnal Ilmu Hukum: Vol. 03, No. 01 2012) hlm. 13.
4
peralihan hak atas harta benda dari orang wafat kepada ahli waris yang
masih ada.6
B. Hadis Waris
حدثنا عبد االعلى بن حماد وهو النرسي حدثنا وهيب عن ابن طاوس
عن ابيه عن ابن عباس قال قال رسول للا صلى للا عليه وسلم
رواه مسلم. الحقوا الفرائض باهلها فما بقي فهو الولى رجل ذكر
Ibnu Thawus dari Ayahnya dari Ibnu Abbas dia berkata: "Rasulullah
عن اسامة بن زيد عن النبي صلى للا عليه وسلم قال ال يرث المسلم
6
Muhammad Sabir Maidin, Hadis-hadis Hukum, (Gowa: Alauddin
University Press, 2020), hlm. 84.
7
Muslim bin Hajjaj al-Qusayriy al-Naisaburiy, Shahih Muslim, Juz III
(Bairut: Isa al-Baby al-Halaby waa al-Syurakah, 1395H/1955M), hlm. 1233.
5
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri dari
Ali bin Husain dari' Amru bin 'Utsman dari Usamah bin Zaid dari Nabi
saw. beliau bersabda: "Orang Muslim tidak mewarisi orang Kafir dan
tidak sah.
8
Abdullah Muhammad bin Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ahmad bin
Hanbal, Juz XXXVI, (Bairut: Dar al-Fikr, T.th), hlm. 76.
9
Ridwan Jamal, Kewarisan Bilateral Antara Ahli Waris yang Berbeda
Agama Dalam Hukum Perdata dan KHI, (Al-Syir’ah: Vol. 14,No. 01, 2016), hlm.
10-11.
6
حدثنا موسى بن اسمعيل حدثنا حماد عن حبيب المعلم عن عمرو بن
شعيب عن أبيه عن جده عبد للا بن عمرو قال قال رسول للا صلى
kepada kami Hammad dari Habib Al Mu'allim, dari' Amr bin Syu'aib
istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas
Jika ditilik pada sumber hukum Islam yaitu Al-Quran, maka tidak
ditemukan satu ayat pun yang secara jelas dan tegas melarang waris
beda agama. Namun jika ditilik pada sumber hukum Islam ke dua yaitu
Hadis, maka ditemukan dasar hukum yang secara jelas dan tegas
10
Abu Sulaiman ibn ibn al-Asy’as al-Sijistaiy, Sunan Abu Dawud, Juz III
(Bairut: Dar al-‘Fikr 1968), hlm. 125.
7
bahwa Nabi saw. bersabda: ”Orang Muslim tidak mewarisi dari orang
Kafir, dan orang Kafir tidak mewarisi dari orang Muslim” (Shahih
dan Ad-Darimi.
berikut:
adalah orang tua, anak dan orang-orang yang bernasab bagi mereka.
(khalwat). Dan mengenai pernikahan yang batal atau fasid tidak berhak
menerima warisan.
2. Asbabul Wurud
Dari Jabir ibn ‘Abdullah katanya, isteri Sa’ad ibn al-Rabi’ datang
11
Ali Parman, Kewarisan dalam Al-Qur'an Suatu Kajian Hukum dengan
Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 65.
8
Ya Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa’ad. Ayahnya telah
mengambil semua harta tanpa ada yang tersisa. Keduanya tidak akan
sisa harta warisan yang telah dibagikan. Bahkan, jika ternyata tidak ada
Apabila harta warisan yang telah dibagikan kepada semua ahli warisnya
12
Fakhr al-Din Muhammad ibn ‘Umar al-Tamimi al-Razi, Mafatih al-
Ghaib, Jilid IX (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000), hlm. 165.
9
masih juga tersisa, maka hendaknya diberikan kepada ashhabul furudh
furudh dan 'ashabah, juga tidak ada kerabat yang memiliki ikatan rahim,
maka harta warisan tersebut seluruhnya menjadi milik suami atau istri.
meninggal.
6. Ashabah karena sebab. Yang dimaksud para 'ashabah karena sebab ialah
satu ahli warisnya, dan sebagai 'ashabah. Tetapi pada masa kini sudah
7. Orang yang diberi wasiat lebih dari sepertiga harta pewaris. Yang
dimaksud di sini ialah orang lain, artinya bukan salah seorang dan ahli
waris.
8. Jika dari semua gologan di atas tidak ada, maka harta tersebut diberikan
13
Fatchur Rahman, Op. Cit., hlm. 9.
10
Berikut ini adalah bagian Masing-Masing Ahli Waris :
a. Anak laki-laki
·2. Sebagai ashabah binafsih, setelah diambil bagian dzawil furudh. Dan
akan memperoleh seluruh sisa jika tidak ada anak perempuan. Bila ada
seluruh warisan, jika tak ada cucu perempuan dari anak laki-laki; jika
ada cucu perempuan (dari laki-laki), bagiannya dua kali bagian cucu
perempuan.
c. Bapak
2. 1/6 bagian, jika ada ahli waris anak atau cucu laki-laki
3. 1/6 bagian ditambah ‘ashabah, jika ada anak perempuan atau cucu
perempuan
4. ’ashabah, jika tidak ada atau cucu baik laki-laki maupun perempuan
11
Kemungkinan untuk memperoleh warisan:
3. 1/6 bagian ditambah ‘ashabah, jika ada anak atau cucu perempuan
perempuan.
1. Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak
3. 1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara baik laki-laki maupun
perempuan
1. Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak
sekandung.
2. Ashabah binafsih.
3. 1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara sebapak baik laki-laki
maupun perempuan
12
1. Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki atau perempuan, cucu
laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki, bapak, kakek dari pihak
bapak.
i. Suami
j. Anak perempuan
1. Tidak dapat terhijab1/2 bagian jika hanya seorang dan tidak ada laki-
laki
2. 2/3 bagian jika lebih dari satu orang dan tidak ada anak laki-laki
13
Kemungkinan mendapat warisan:
1. Dapat terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, dua anak perempuan
atau lebih
2. 1/2 bagian, jika hanya seorang, tidak ada cucu laki-laki, atau seorang
anak peerempuan.
3. 2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak laki-laki atau
4. 1/6 bagian, jika ada anak perempuan tapi tidak ada cucu laki-laki.
l. Ibu
1. Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau
lebih
2. 1/3 bagian, jika tidak ada anak, cucu, atau dua orang saudara atau lebih
3. 1/3 dari sisa, jika termasuk gharawain. Gharawain adalah jika ahli
waris terdiri dari suami, ibu dan bapak, atau istri, ibuk dan bapak.
4. 1/6 bagian jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih
m. Nenek
Kemungkinan memperoleh :
2. 1/6 bagian ( untuk seorang atau dua orang nenek, jika tidak ada anak,
14
1. Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki, cucu laki – laki dari
2. 1/2 bagian, jika hanya seorang atau tidak ada anak, cucu perempuan
3. 2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak cucu
4. Bisa ‘ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki – laki kandung,
tapi ada ahli waris anak perempuan atau cucu perempuan atau anak
1. Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki, cucu laki – laki, bapak,
perempuan.
2. 1/2 bagian, jika seorang dan tidak ada saudara laki – laki, bapak anak,
3. 2/3 bagian, jika terdiri dari dua orang atau lebih dan tidak ada ahli
kandung.
4. 1/6 bagian, jika ada seorang saudara perempuan kandung tetapi tidak
15
6. Ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki – laki sebapak,
saudara perempuan kandung. Tapi ada ahli waris anak perempuan atau
cucu perempuan.
1. Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki atau perempuan, cucu
laki – laki dari anak laki – laki, cucu perempuan dari anak laki – laki,
q. Istri
2. 1/4 bagian, jika ada anak atau cucu, baik laki – laki maupum
perempuan
3. 1/8 bagian jika ada anak atau cucu baik laki – laki maupun
perempuan.14
14
Abdul Manan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2006), hlm. 35-55.
16
posisi yang yang dinomorduakan. Jika dilihat lebih jauh maka
15
Muhammad Firdaus, Pembaharuan Hukum Waris Islam di Era
Kontemporer, (Istinbath: Vol. 14, No. 1, Juni 2015), hlm. 117.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
bergerak, atau dengan kata lain adalah peralihan hak atas harta benda dari
dari sebab menerima warisan, dan bagian yang diterima ahli waris. Semua
B. Saran
dengan adanya makalah ini dapat membuat nilai pemakalah menjadi A dan
18
DAFTAR PUSTAKA
Faqih, Aunur Rahim. 2017. Mawaris Hukum Waris Islam. Yogyakarta: UII Press.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi.
Departemen Agama RI. 2002. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta:
Departemen Agama.
Bachtiar, Maryati. 2012. “Hukum Waris Islam dipandang dari Persfektif Hukum
University Press.
Ibn Hanbal, Abdullah Muhammad bin Ahmad. T. Th. Musnad Ahmad bin Hanbal,
Jamal, Ridwan. 2016. “Kewarisan Bilateral Antara Ahli Waris yang Berbeda
Al-Sijistaiy, Abu Sulaiman ibn ibn al-Asy’as. 1968. Sunan Abu Dawud, Juz. III,
19
Parman, Ali. 1995. Kewarisan dalam Al-Qur'an Suatu Kajian Hukum dengan
Al-Razi, Fakhr al-Din Muhammad ibn ‘Umar al-Tamimi. 2000. Mafatih al-Ghaib,
20