Makalah Mafkud: Fiqh Mawaris
Makalah Mafkud: Fiqh Mawaris
MAFKUD
Mata Kuliah:
Fiqh Mawaris
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok III
Aldira Salsabila (12120121077)
Fahmi Jundhi Fatih assadam (12120112924)
Ilham Maulana (12120113004)
M. Zikrillah (12120112699)
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun,
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Pengertian Mafqud.................................................................................................6
B. Status Hukum Orang yang Mafqud........................................................................6
C. Kewarisan Orang Hilang........................................................................................9
D. Contoh Pembagian Harta Waris ketika ada Ahli Waris yang Hilang....................10
BAB III............................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
A. Kesimpulan..........................................................................................................13
B. Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2013), hal 17.
2
Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Positif di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011), hal 62
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mafqud
Kata Al-Mafqud dalam secara bahasa berarti lenyap atau hilang, dalam
fiqh orang hilang disebut dengan mafqud.3 Menurut istilah adalah orang yang
pergi dan tidak diketahui beritanya, tempat tinggalnya sehingga tidak
diketahui hidup atau matinya, sehingga tidak diketahui apakah orang ini masih
hidup atau sudah meninggal.4
Dalam ilmu waris syarat dalam pewarisan adalah jelas status orang
yang akan mendapatkan dan yang akan mewariskan harta tersebut apakah
masih hidup atau tidak. Ketika tidak diketahuinya status orang yang mafqud
apakah masih hidup atau tidaknya menimbulkan permasalahan baik ketika dia
menjadi pewaris atau sebagai orang yang akan mewariskan hartanya.
Para ulama sepakat menetapkan bahwa harta dari pewaris yang hilang
ditahan dulu sampai ada berita yang jelas.Namun, para ulama berbeda
3
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta, Kencana, 2015), hal 136
4
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada) hal 193
6
pendapat sampai kapan penangguhan dilakukan, apakah ditetapkan
berdasarkan perkiraan waktu saja atau diserahkan kepada ijtihad hakim. Ada
dua pertimbangan hukum dapat digunakan dalam mencari kejelasan status
hukum orang yang hilang ini, diantaranya; Berdasarkan bukti-bukti autentik
yang dapat diterima secara syarīʻah Islam, misalnya putusan tersebut
berdasarkan persaksian dari orang yang adil lagi terpercaya. Jika demikian hal
nya, maka simafqūd sudah hilang status mafqūdnya, ia ditetapkan seperti
orang yang mati haqiqi sejak diputuskan; Berdasarkan batas waktu lamanya
kepergian.5
Untuk menentukan hidup atau matinya orang yang hilang, para ulama
berbeda pendapat: Imam Abū Hanīfah berpendapat bahwa seseorang yang
hilang dianggap sudah meninggal dunia diukur dengan jangka waktu harus
melewati waktu 90 tahun atau melihat teman sebayanya yang ada di tempat itu
sudah mati, dan penetapan kematiannya itu hanya dapat dilakukan oleh
lembaga pengadilan; menentukan tenggang waktu yang dijadikan ukuran
seseorang yang hilang tersebut masih dalam keadaan masih hidup atau sudah
mati, Imam Syāfıʻī menjelaskan dari pendapatnya Umar ibn Khaṭṭāb bahwa
tenggang waktu yang diperbolehkan untuk memberikan vonis kematian
kepada si Mafqūd ialah 4 tahun, maka dengan adanya keputusan hakim
tersebut harta si Mafqūd itu boleh dibagikan kepada ahli warisnya sesuai
dengan ketentuannya. Pendapat ini beliau istinbaṭkan dari perkataan Sayyidina
Umar r.a dalam kitab al-Umm sebagai berikut: “Dari Yahyā bin Saʻid bin
Musayyab bahwasanya Umar bin Khaṭṭāb berkata; setiap perempuan yang
ditinggalkan pergi oleh suaminya yang tiada mengetahui di mana suaminya,
maka ia diminta menanti 4 (empat) tahun. Kemudian setelah itu beriddah 4
bulan 10 hari dan kemudian ia menjadi halal (HR. Bukhāri dan Syāfıʻī).”6
Menyangkut status hukum orang yang hilang ini para ahli hukum
Islam menetapkan bahwa istri orang yang hilang tidak boleh dikawinkan,
harta orang yang hilang tidak boleh di wariskan, dan hak-hak orang yang
5
Idris Djakfar, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam, hal 52
6
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Al-Umm, (Beirut: Daar al-Wafa, 2001), hal 153-154
7
hilang tidak boleh dibelanjakan atau dialihkan. Ketidak bolehan ketiga hal
diatas sampai orang yang hilang tersebut diketahui dengan jelas statusnya,
yaitu apakah ia dalam keadaan masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Hukum waris tidak mengatur status hukum ahli waris yang hilang
(mafqud), baik dalam al-qur’an dan hadis. Namun hal ini diatur dalam fiqh
faraidh, ada dua pertimbangan hukum yang dapat digunakan dalam mencari
kejelasan status hukum oaring yang mafqud, yakni:
7
‘Abdūl Majid Maḥmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah, (Surakarta, Era
Intermedia, 2005), hal 482.
8
benyak yang meninggal atau masih sehat sebagai pertimbangan
penetapan hakim.
8
Muhammad Muhyidin, Panduan Waris Empat Madzhab, (Pustaka Al-Kautsar 2009), hal
266
9
harus diserahkan kepadanya. Kalau ada yang mengambil hartanya tanpa
hak, orang yang mengambil itu harus mengembalikan atau menggantinya.
Apabila kematiannya sudah jelas dan ada buktinya atau ada surat-surat
resmi yang menegaskan kematiannya, kematiannya itu adalah kematian
yang hakiki. Oleh sebab itu, ahli warisnya boleh mewarisi terhitung mulai
tanggal kematiannya. Namun, jika tidak diketahui hidup atau matinya, dan
keadaan itu terus berlanjut, harta yang ditinggalkannya tetap menjadi
miliknya sampai ada keputusan dari hakim yang berhak mengeluarkan
keputusan atau kematiannya.
D. Contoh Pembagian Harta Waris ketika ada Ahli Waris yang Hilang
10
2) Jika mafqūd diperkirakan sudah mati. Paman aṣᾱbah 1x 100 juta
=Rp. 100 juta. Anak laki-laki sudah mati. oleh karena itu, menurut
ketentuan, harta warisan belum dapat dibagikan sampai jelasnya
wafatnya mafqūd
b. Contoh kedua; Ahli waris terdiri dari istri, ibu, dan saudara laki-
laki sekandung yang hilang. Harta warisan sebesar Rp. 360 juta.
Tentukan bagian mereka?
Asal Masalah 12
Asal Masalah 12
11
3/12 x 360 juta =
Istri 1/4 90 juta
4/12 x 360 juta =
Ibu 1/3 120 juta
5/12 x 360 juta =
Saudara Laki-
150 juta (tidak
laki Kandung
Ashabah (mati) dapat)
Masalah ini menjadi radd.Sisanya itu berhak dimiliki ibu, karena istri tidak
menerima radd.Oleh karena itu, harta warisan sebesar 150 juta harus ditahan
sampai kepastian wafatnya jelas. Jika ternyata sudah mati, harta tersebut milik
ibu.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam ilmu waris syarat dalam pewarisan adalah jelas status orang
yang akan mendapatkan dan yang akan mewariskan harta tersebut apakah
masih hidup atau tidak. Ketika tidak diketahuinya status orang yang mafqud
apakah masih hidup atau tidaknya menimbulkan permasalahan baik ketika dia
menjadi pewaris atau sebagai orang yang akan mewariskan hartanya.
Ketika orang yang hilang tersebut adalah orang yang akan mewariskan
hartanya sedangkan ia tidak diketahui kejelasan hidup atau matinya maka ahli
warisnya tidak boleh mengganggu harta tersebut dan harus memeliharanya
sampai diketahui dengan jelas keadaan orang tersebut dan harus diputuskan
oleh hakim di pengadilan agama. Apabila hakim menetapkan orang tersebut
masih hidup maka harta tersebut tidak boleh dibagikan, jika hakim
13
menetapkan orang tersebut sudah meninggal menurut banyak bukti dan
pertimbangan maka harta tersebut boleh dibagikan sesuai syar’at.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
14
15