Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MAFKUD

Mata Kuliah:
Fiqh Mawaris
Dosen Pengampu:

Disusun Oleh:
Kelompok III
Aldira Salsabila (12120121077)
Fahmi Jundhi Fatih assadam (12120112924)
Ilham Maulana (12120113004)
M. Zikrillah (12120112699)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Mawaris,
dengan judul : Mafkud.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan


terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Aamiin.

Pekanbaru, … Maret 2023

Penyusun,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Pengertian Mafqud.................................................................................................6
B. Status Hukum Orang yang Mafqud........................................................................6
C. Kewarisan Orang Hilang........................................................................................9
D. Contoh Pembagian Harta Waris ketika ada Ahli Waris yang Hilang....................10
BAB III............................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
A. Kesimpulan..........................................................................................................13
B. Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum kewarisan pada intinya adalah hukum yang mengatur


perpindahan hak milik harta peninggalan (tirkah), menentukan siapa saja
yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya. Dari pengertian ini
kita bisa mengambil kesimpulan bahwa hukum kewarisan adalah
pengaturan tentang peralihan hak milik dari si mayit kepada ahli warisnya.
Dalam literatur fiqh islam, hukum waris islam dikenal dengan beberapa
nama seperti hukum waris, hukum faraidh, dan hukum al-mirats.1

Namun apabila ditinjau lagi dalam ilmu kewarisan tersebut


terdapat masalah lebih lanjut mengenai kematian dari pewaris tersebut.
Sebagai bagian dari rukun waris-mewarisi yakni seorang pewaris
dinyatakan meninggal menurut ulama dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1. Mati Haqiqi, yaitu hilangnya nyawa seseorang yang semula


nyawa itu sudah berujud padanya. Kematian ini dapat
disaksikan oleh panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat
pembuktian.
2. Mati Hukmy, yaitu suatu kematian disebabkan adanya putusan
hakim, baik pada hakikatnya orang yang bersangkutan masih
hidup maupun dalam dua kemungkinan antara hidup dan mati.
3. Mati Taqdiry, yaitu suatu kematian yang bukan haqiqi dan
bukan hukmy, tetapi berdasarkan dengan dugaan yang kuat.2

1
Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2013), hal 17.
2
Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Positif di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011), hal 62

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Mafqud waris?


2. Bagaimana kedudukan kewarisan orang yang hilang?
3. Bagaimana kewarisan bagi orang hilang?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud mafqud dalam waris!


2. Untuk mengetahui kedudukan kewarisan orang yang hilang!
3. Untuk mengetahui bagaimana pembagian waris bagi orang
yang hilang

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mafqud

Kata Al-Mafqud dalam secara bahasa berarti lenyap atau hilang, dalam
fiqh orang hilang disebut dengan mafqud.3 Menurut istilah adalah orang yang
pergi dan tidak diketahui beritanya, tempat tinggalnya sehingga tidak
diketahui hidup atau matinya, sehingga tidak diketahui apakah orang ini masih
hidup atau sudah meninggal.4

Wahbah Az-Zuhaili dalam karyanya Fiqih islam wa Adillatahu


mengemukakan penegertian orang yang hilang adalah orang yang tidak ada
dan terputus beritanya. Hidup dan matinya tidak diketahui baik tempatnya
diketahui atau tidak diketahui. Hal ini tidak dianggap jika orang itu tidak
diketahui hidup atau matinya. Kalua saja dia diketahui tempatnya, tapi tidak
diketahui hidup atau matinya maka dia adalah orang yang hilang.

B. Status Hukum Orang yang Mafqud

Dalam ilmu waris syarat dalam pewarisan adalah jelas status orang
yang akan mendapatkan dan yang akan mewariskan harta tersebut apakah
masih hidup atau tidak. Ketika tidak diketahuinya status orang yang mafqud
apakah masih hidup atau tidaknya menimbulkan permasalahan baik ketika dia
menjadi pewaris atau sebagai orang yang akan mewariskan hartanya.

Para ulama sepakat menetapkan bahwa harta dari pewaris yang hilang
ditahan dulu sampai ada berita yang jelas.Namun, para ulama berbeda
3
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta, Kencana, 2015), hal 136
4
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada) hal 193

6
pendapat sampai kapan penangguhan dilakukan, apakah ditetapkan
berdasarkan perkiraan waktu saja atau diserahkan kepada ijtihad hakim. Ada
dua pertimbangan hukum dapat digunakan dalam mencari kejelasan status
hukum orang yang hilang ini, diantaranya; Berdasarkan bukti-bukti autentik
yang dapat diterima secara syarīʻah Islam, misalnya putusan tersebut
berdasarkan persaksian dari orang yang adil lagi terpercaya. Jika demikian hal
nya, maka simafqūd sudah hilang status mafqūdnya, ia ditetapkan seperti
orang yang mati haqiqi sejak diputuskan; Berdasarkan batas waktu lamanya
kepergian.5

Untuk menentukan hidup atau matinya orang yang hilang, para ulama
berbeda pendapat: Imam Abū Hanīfah berpendapat bahwa seseorang yang
hilang dianggap sudah meninggal dunia diukur dengan jangka waktu harus
melewati waktu 90 tahun atau melihat teman sebayanya yang ada di tempat itu
sudah mati, dan penetapan kematiannya itu hanya dapat dilakukan oleh
lembaga pengadilan; menentukan tenggang waktu yang dijadikan ukuran
seseorang yang hilang tersebut masih dalam keadaan masih hidup atau sudah
mati, Imam Syāfıʻī menjelaskan dari pendapatnya Umar ibn Khaṭṭāb bahwa
tenggang waktu yang diperbolehkan untuk memberikan vonis kematian
kepada si Mafqūd ialah 4 tahun, maka dengan adanya keputusan hakim
tersebut harta si Mafqūd itu boleh dibagikan kepada ahli warisnya sesuai
dengan ketentuannya. Pendapat ini beliau istinbaṭkan dari perkataan Sayyidina
Umar r.a dalam kitab al-Umm sebagai berikut: “Dari Yahyā bin Saʻid bin
Musayyab bahwasanya Umar bin Khaṭṭāb berkata; setiap perempuan yang
ditinggalkan pergi oleh suaminya yang tiada mengetahui di mana suaminya,
maka ia diminta menanti 4 (empat) tahun. Kemudian setelah itu beriddah 4
bulan 10 hari dan kemudian ia menjadi halal (HR. Bukhāri dan Syāfıʻī).”6

Menyangkut status hukum orang yang hilang ini para ahli hukum
Islam menetapkan bahwa istri orang yang hilang tidak boleh dikawinkan,
harta orang yang hilang tidak boleh di wariskan, dan hak-hak orang yang
5
Idris Djakfar, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam, hal 52
6
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Al-Umm, (Beirut: Daar al-Wafa, 2001), hal 153-154

7
hilang tidak boleh dibelanjakan atau dialihkan. Ketidak bolehan ketiga hal
diatas sampai orang yang hilang tersebut diketahui dengan jelas statusnya,
yaitu apakah ia dalam keadaan masih hidup atau sudah meninggal dunia.

Tentang istri orang yang hilang imam mazhab berbeda pendapat,


Mazhab Ḥanafī dan Syafi’ī dan yang lainnya berpendapat, bahwa istri tidak
berhak meminta pisah dan permintaannya tersebut tidak boleh dikabulkan.
Sebab, menurut pendapat mereka, tidak ditemukan alasan yang pantas untuk
dijadikan sebab diperbolehkannya perpisahan. Sementara itu, Mazhab Mālikī
dan Ḥambalī berpendapat, bahwa perpisahan akibat tidak adanya suami itu
diperbolehkan, apabila ketidakadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang
lama, meskipun suami meninggalkan harta kepada istri untuk dijadikan
nafkah.7 Mazhab Ḥambalī menentukan waktunya selama enam bulan.

Menurut Imam Malik, bahwa apabila ada laki-laki yang hilang di


Negara Islam dan terputus beritanya, maka istrinya harus melapor kepada
hakim, dan apabila hakim tidak mampu untuk mendapatkannya, maka istrinya
diberi waktu menunggu selama 4 tahun, dan kalau waktu 4 tahun sudah
terlewati, maka istrinya ber-iddah sebagaimana lazimnya seorang istri yang
ditinggal mati oleh suaminya, dan setelah itu diperkenankan kawin dengan
dengan laki-laki lain. Dengan riwayat tersebut berarti seseorang yang hilang
dapat dinyatakan mati setelah lewat waktu 4 tahun.

Hukum waris tidak mengatur status hukum ahli waris yang hilang
(mafqud), baik dalam al-qur’an dan hadis. Namun hal ini diatur dalam fiqh
faraidh, ada dua pertimbangan hukum yang dapat digunakan dalam mencari
kejelasan status hukum oaring yang mafqud, yakni:

a. Bukti-bukti yang autentik

Bukti-bukti ini dilihat dari usia orang sebaya dengan yang


mafqud apabila orang-orang yang sebaya dengan mafqud itu sudah

7
‘Abdūl Majid Maḥmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah, (Surakarta, Era
Intermedia, 2005), hal 482.

8
benyak yang meninggal atau masih sehat sebagai pertimbangan
penetapan hakim.

Imam Mālik berpendapat bahwa menganggap orang yang


hilang itu wafat, dalam hal yang berhubungan dengan hartanya
adalah pada umur kebanyakan manusia, yaitu 70 tahun

b. Melihat lama kepergiannya

Para fuqaha’ berpendapat bahwa lama hilangnya orang yang


mafqud ini hingga mencapai selama 60 tahun, 70 tahun, 90 tahun,
atau bahkan 120 tahun.

Berdasarkan dua pertimbangan diatas, pada akhirnya untuk


menetapkan status hukum orang yang mafqud tersebut masih hidup atau sudah
meninggal membutuhkan ijtihad hakim. Penetapan hakim baru bisa dipandang
memiliki kekuatan hukum jika diselesaikan oleh pihak pengadilan.

C. Kewarisan Orang Hilang

Orang hilang adalah seseorang yang lama hilang tidak diketahui


keadaannya sehingga tidak diketahui apakah dia masih hidup atau sudah mati.
Penjelasan mengenai orang hilang terdapat dua sisi.8

a. Orang lain mewarisi harta orang hilang

Terkadang, orang yang hilang, namun apakah harta itu boleh


diwarisi atau tidak? Asal hukumnya, orang yang hilang masih dianggap
hidup, jika dihubungkan dengan hartanya. Oleh karena itu harta yang
ditinggalkan masih tetap menjadi miliknya dan harus dipelihara sampai
keberadaan orang yang bersangkutan jelas. Apabila dia kembali dalam
keadaan hidup, sebelum hakim memutuskan kematiannya, harta tersebut

8
Muhammad Muhyidin, Panduan Waris Empat Madzhab, (Pustaka Al-Kautsar 2009), hal
266

9
harus diserahkan kepadanya. Kalau ada yang mengambil hartanya tanpa
hak, orang yang mengambil itu harus mengembalikan atau menggantinya.
Apabila kematiannya sudah jelas dan ada buktinya atau ada surat-surat
resmi yang menegaskan kematiannya, kematiannya itu adalah kematian
yang hakiki. Oleh sebab itu, ahli warisnya boleh mewarisi terhitung mulai
tanggal kematiannya. Namun, jika tidak diketahui hidup atau matinya, dan
keadaan itu terus berlanjut, harta yang ditinggalkannya tetap menjadi
miliknya sampai ada keputusan dari hakim yang berhak mengeluarkan
keputusan atau kematiannya.

b. Orang hilang mewarisi harta orang lain

Apabila orang yang hilang belum diketahui secara pasti, apakah ia


masih hidup atau sudah mati, tidak dapat diputuskan bahwa ia tidak dapat
mewarisi karena ada kemungkinan ia masih hidup atau sudah meninggal,
dan tidak dapat diputuskan bahwa ia dapat mewarisi karena ada
kemungkinan ia sudah meninggal. Oleh karena itu, pembagian harta waris
harus ditangguhkan sampai keberadaan orang hilang diketahui.

D. Contoh Pembagian Harta Waris ketika ada Ahli Waris yang Hilang

Apabila dalam persoalan waris ada orang yang belum diketahui


keberadaannya, masalah ini dapat diselesaikan dengan dua cara, karena ada
dua kemungkinan. Pertama, orang yang hilang diperkirakan masih hidup, dan
kedua, orang yang hilang diperkirakan sudah meninggal.

a. Contoh pertama;Ahli waris terdiri dari paman dan anak laki-laki


yang hilang. Harta warisan sebesar Rp. 100 juta. Tentukan bagian
mereka?
1) Jika mafqūd diperkirakan masih hidup.
Paman mahjub terhalang oleh anak. Anak laki-laki ashabah 1 x 100
juta = Rp. 100 juta

10
2) Jika mafqūd diperkirakan sudah mati. Paman aṣᾱbah 1x 100 juta
=Rp. 100 juta. Anak laki-laki sudah mati. oleh karena itu, menurut
ketentuan, harta warisan belum dapat dibagikan sampai jelasnya
wafatnya mafqūd

b. Contoh kedua; Ahli waris terdiri dari istri, ibu, dan saudara laki-
laki sekandung yang hilang. Harta warisan sebesar Rp. 360 juta.
Tentukan bagian mereka?

Asal Masalah 12  

3/12 x 360 juta =


Istri ¼ 90 juta
4/12 x 360 juta =
Ibu 1/3 120 juta 
Saudara Laki- 5/12 x 360 juta =
laki kandung Ashabah 150 juta 
1) Jika mafqūd diperkirakan masih hidup. Istri 1/4 karena tidak ada
anak, Ibu 1/3 tidak ada anak dan saudara ada satu. Saudara laki-laki
sekandung aṣᾱbah.

2) Jika mafqūd diperkirakan sudah meninggal Istri 1/4 karena tidak


ada anak. Ibu 1/3 tidak ada anak dan saudara ada satu. Saudara
laki-laki sekandung aṣᾱbah

Asal Masalah 12  

11
3/12 x 360 juta =
Istri 1/4 90 juta 
4/12 x 360 juta =
Ibu 1/3 120 juta  
 5/12 x 360 juta =
Saudara Laki-
150 juta (tidak
laki Kandung
Ashabah (mati) dapat)

Masalah ini menjadi radd.Sisanya itu berhak dimiliki ibu, karena istri tidak
menerima radd.Oleh karena itu, harta warisan sebesar 150 juta harus ditahan
sampai kepastian wafatnya jelas. Jika ternyata sudah mati, harta tersebut milik
ibu.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam ilmu waris syarat dalam pewarisan adalah jelas status orang
yang akan mendapatkan dan yang akan mewariskan harta tersebut apakah
masih hidup atau tidak. Ketika tidak diketahuinya status orang yang mafqud
apakah masih hidup atau tidaknya menimbulkan permasalahan baik ketika dia
menjadi pewaris atau sebagai orang yang akan mewariskan hartanya.

Ketika orang tersebut hilang tersebut menjadi ahli waris sedangkan


tidak ada kejelasan perihal hidup atau matinya maka pembagian harta tersebut
harus ditangguhkan sampai ada kejelasan apakah dia masih hidup atau tidak
menurut kepusan dan pertimbangan hakim.

Ketika orang yang hilang tersebut adalah orang yang akan mewariskan
hartanya sedangkan ia tidak diketahui kejelasan hidup atau matinya maka ahli
warisnya tidak boleh mengganggu harta tersebut dan harus memeliharanya
sampai diketahui dengan jelas keadaan orang tersebut dan harus diputuskan
oleh hakim di pengadilan agama. Apabila hakim menetapkan orang tersebut
masih hidup maka harta tersebut tidak boleh dibagikan, jika hakim

13
menetapkan orang tersebut sudah meninggal menurut banyak bukti dan
pertimbangan maka harta tersebut boleh dibagikan sesuai syar’at.

B. Saran

Meskipun kami sudah berusaha maksimal menyelesaikan makalah ini,


tapi kami yakin masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Karenanya, kami
harapkan kritik dan saran. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Muhyidin. Muhammad. Panduan Waris Empat Madzhab, Pustaka Al-


Kautsar (2009)

Mathlub. ‘Abdūl Majid Maḥmud. Panduan Hukum Keluarga Sakinah,


Surakarta: Era Intermedia (2005)

Asy-Syafi’i. Muhammad bin Idris. Al-Umm, Beirut: Daar al-Wafa (2001)

Djakfar. Idris. Kompilasi Hukum Kewarisan Islam

Nasution. Amin Husein. Hukum Kewarisan, Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada

Syarifudin. Amir. Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana (2015)

Wahid. Moh. Muhibbin dan Abdul. Hukum Kewarisan Islam Sebagai


Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, (2011)

Suma. Muhammad Amin. Keadilan Hukum Islam, Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, (2013)

14
15

Anda mungkin juga menyukai