Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ZAKAT PROFESI

Diajukan untuk Memenuhi tugas kelompok Matematika Zakat

Dosen Pengampu:

“Mar’atus Sholihah M.Pd”

Disusun Oleh:

Kelompok 11 TMT V C

1. Rendi Okajaya (17204153230)


2. Shofiyatur Rofi’ah (17204163100)
3. Liya Minhatul Aula (17204163126)
4. Elviana Okty Chintia Dewi (17204163182)
5. Iin Evilia (17204163186)
6. Hidayatul Mufaqoh (17204163202)

TADRIS MATEMATIKA KELAS V C

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan makalah Matematika Zakat tentang “Zakat Profesi ” ini dengan
baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mar’atus Sholihah selaku


dosen pengampu mata kuliah Matematika Zakatyang telah membimbing dan
memberikan tugas ini.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya Zakat Profesi Penulis
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Maka penulis menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan seluruh
pembacannya.

Tulungagung,18 November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan penulisan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Zakat Profesi ................................................................................ 3
B. Pengertian Zakat Profesi ........................................................................... 4
C. Ruang Lingkup Kategori Aset Wajib Zakat Profesi ................................ 4
D. Dasar Hukum Zakat Profesi ..................................................................... 5
E. Haul Zakat Profesi .................................................................................... 6
F. Nishab, kadar dan Cara Penghitungan Zakat Profesi ................................ 9
G. Zakat Pensiunan ........................................................................................ 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat Profesi adalah sesuatu yang tidak ada dasarnya dalam islam,
sehingga termasuk kategori Bid'ah yang tidak boleh dilaksanakan. Adapun
orang orang yang mensyariatkan zakat profesi memiliki alasan sebagai
berikut:

Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan


perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di
masa generasi terdahulu. Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat
profesi tidak dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan
tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi
terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan
terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk
diberikan kepada golongan yang membutuhkan.

Referensi dari Al Qur'an mengenai hal ini dapat ditemui pada surat
Al Baqarah ayat 267:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)


sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji"

1
Ayat tersebut memerintahkan untuk menafkahkan (dijalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu atau penghasilan, ini adalah
dalil yang menunjukan keharusan untuk mengeluarkan zakat
profesi. Saat ini bentuk penghasilan yang paling menyolok
adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian zakat profesi.
2. Menjelaskan dasar hukum zakat profesi.
3. Menjelaskan Haul Zakat Profesi.
4. Menjelaskan Nishab, Kadar dan cara penghitungan Zakat Profesi.
5. Menjelaskan Zakat Pensiunan.
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian zakat profesi.
2. Untuk mengetahui dasar hukum zakat profesi.
3. Untuk mengetahui Haul Zakat Profesi.
4. Untuk mengetahui Nishab, Kadar dan cara penghitungan Zakat
Profesi.
5. Untuk mengetahui Zakat Pensiunan.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sejarah Zakat Profesi
Zakat profesi merupakan salah satu kasus baru dalam fiqh (hukum Islam). Al-
Quran dan al-Sunnah, tidak memuat aturan hukum yang tegas mengenai zakat profesi
ini. Begitu juga ulama mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn
Hanbal tidak pula memuat dalam kitab-kitab mereka mengenai zakat profesi ini. Hal
ini disebabkan oleh terbatasnya jenis-jenis usaha atau pekerjaan masyarakat pada
masa Nabi dan imam mujtahid. Sedangkan hukum Islam itu sendiri adalah refleksi
dari peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi ketika hukum itu ditetapkan.
Tidak munculnya berbagai jenis pekerjaan dan jasa atau yang disebut dengan
profesi ini pada masa Nabi dan imam-imam mujtahid masa lalu, menjadikan zakat
profesi tidak begitu dikenal (tidak familiar) dalam Sunnah dan kitab-kitab fiqh klasik.
Dan adalah wajar apabila sekarang terjadi kontroversi dan perbedaan pendapat ulama
di sekitar zakat profesi ini. Ada ulama yang mewajibkannya dan ada pula ulama yang
secara apriori tidak mewajibkannya. Namun demikian, sekalipun hukum mengenai
zakat profesi ini masih menjadi kontroversi dan belum begitu diketahui oleh
masyarakat muslim pada umumnya dan kalangan profesional muslim di tanah air
pada khususnya, kesadaran dan semangat untuk menyisihkan sebagian penghasilan
sebagai zakat yang diyakininya sebagai kewajiban agama yang harus dikeluarkannya
cukup tinggi. Forum diskusi ini barangkali bisa kita jadikan semacam indikasi
bagaimana kalangan profesional kita sangat respek terhadap masalah zakat profesi ini.
Zakat profesi adalah masalah baru, tidak pernah ada dalam sepanjang sejarah
Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga tahun 60- an akhir pada abad ke-20 yang
lalu, ketika mulai muncul gagasan zakat profesi ini. Penggagas zakat profesi adalah
Syeikh Yusuf Qaradhawi dalam kitabnya Fiqh Az Zakah, yang cetakan pertamanya
terbit tahun 1969. Namun nampaknya Yusuf Qaradhawi dalam hal ini mendapat
pengaruh dari dua ulama lainnya, yaitu Syeikh Abdul Wahhab Khallaf dan Syeikh
Abu Zahrah. Kajian dan praktik zakat profesi mulai marak di Indonesia kira-kira sejak
tahun 90-an akhir dan awal tahun 2000-an. Khususnya setelah kitab Yusuf Qaradhawi
tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Didin Hafidhuddin dengan
judul Fikih Zakat yang terbit tahun 1999. Sejak saat itu zakat profesi mulai banyak
diterapkan oleh lembaga pengelola zakat di Indonesia, baik BAZ (badan amil zakat)

3
milik pemerintah, baik BASDA atau BASNAZ, maupun LAZ (lembaga amil zakat)
milik swasta, seperti PKPU, Dompet Dhuafa, dan sebagainya.

B. Pengertian Zakat Profesi

Zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat
tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk mengeluarkan sebabiannya untuk diberikan
kepada yang berhak menerima dengan persyaratan tertentu pula. Istilah profesi dalam
termonologi bahasa Arab adalah bahasa yang sedikit menyerap bahasa asing.

Di Negara Arab modern istilah profesi diterjemahkan dan dipopulerkan


dengan dua kosa kata bahasa Arab. Pertama , al- mihnah kata ini sering dipakai untuk
menunjuk pekerjaan yang lebih mengandalkan kinerja otak. Karena itu kaum
professional disebut dengan al – mihaniyyun atau ashab al mihnah. Misalnya ,
pengacara, penulis, dokter, konsultan hokum, pekerja kantoran dan lain sebagainya.
Kedua al hirfah, kata ini lebih sering dipakai untuk menunjuk jenis pekerjaan yang
mengandalkan tangan atau tenaga otot. Misalnya para pengrajin, tukang pandai besi,
tukangng jahit pada konveksi, buruh bangunan dan lain sebagaianya. Mereka disebut
ashab al – hirfah.

Meski zakat profesi tidak pernah menjadi topic bahasan secara eksplisit dalam
bidang fikih islma klasik, namun bukan berarti para ulama islam tempo itu sama
sekali tidak pernah membahas zakat yang sejenis dengan zakat profesi.

Zakat profesi adalah sebagaian harta dari upah atau gaji seserong yang harus
dikeluarkan setelah mencapai nisab dan haul.

C. Ruang Lingkup Kategori Aset Wajib Zakat Profesi

Ruang lingkup zakat profesi adalah seluruh pendapatan yang dihasilkan


seseorang yang biasanya dalam bentuk gaji, upah, honorarium dan nama lainnya yang
sejenis pendapatan tersebut tidak merupakan suatu pengambalian (return) dari harta,
investasi, atau modal

Pendapatan yang dihasilkan dari kerja profesi tertentu (dokter, pengacara)


masuk dalam ruang lingkup zakat ini sepanjang unsur kerja mempunyai peranan yang
paling mendasar dalam menghasilkan pendapatan tersebut.

4
Dengan demikian contoh – contoh pendapatan yang termasuk kedalam
kategori zakat profesi adalah :

1. Gaji, upah, honorarium dan nama lainnya (aktif income) dari pendapatan tetap
yang mempunyai kesamaan subtansi yang dihasilkan oleh orang dari sebuah unit
perekonomian swasta ataupun milik pemerintah. Dalam sebuah Negara Islam
terminologi pendapatan ini disebut al u’tiyat (pemberian)
2. Pendapatan yang dihasilkan dari kerja profesi tertentu (pasif income) seperti
dokter, akuntan dan lain sebagainya, termasuk pendapatan ini dikenal dalam
Negara Islam sebagai al mal mustafad (penghasilan tidak tetap).

D. Dasar Hukum Zakat profesi


Allah berfirman dalam Q.S adz Dzariyat ayat 19

Artinya : “Dan pada harta benda mereka ada hak orang miskin yang meminta, dan
orang miskin yang tidak meminta “(Q.S adz Dzariyat (51) : 19)
Q. S al Hadid ayat 7 yang berbunyi

Artinya : “ Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul – Nya dan infakkanlah (di jalan
Allah) sebagaian dari harta yang dia telah menjadikan kamu sebagai penguasanya
(amanah). Maka orang – orang yang beriman diantara kamu dan menginfakkan
(hartanya di jalan Alllah) memperoleh pahala yang besar” (Q.S al Hadid : 7)
Q.S al Baqarah ayat 267 :

Artinya : “ Wahai orang – orang yang beriman ! infakkanlah sebagaian dari


hasil usahamu yang baik – baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi
untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu

5
sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan maka (enggan)
terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji”

Rasulullah saw bersabda

“ Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat, Allah akan menguji mereka dengan
kekeringan dan kelaparan “ (HR. Tabrani)
“Bila zakat bercampur dengan harta lainnya, ia akan merusak harta itu” (H.R al –
Bazzaar dan Baihaqi).

E. Haul Zakat Profesi

Umumnya para ulama fiqih mengatakan bahwa salah satu syarat penting
dalam aktivitas zakat adalah terpenuhinya haul baik itu untuk mal al – mustafad dan
mal gairu al – mustafad. Gaji atau upah menurut kebanyakan pemikir hukum islam
masuk dalam lingkaran mal almustafad. Sejumlah sahabat dan tabi’in berpendapat
bahwa zakat mal mustafad dikeluarkan langsung pada saat memperolehnya, tidak
terikat oleh syarat al haul. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud,
Mu’awiyah, al – Shodiq, al – Baqir, al – Nasir dan Dawud. Juga dikemukakan oleh
Umar Ibnu Abdul Aziz, al Hasan, al – Zuhri dan al – Auza’i.

Dalam zakat profesi komponen yang harus diperhatikan, antara lain berapa
dari penghasilan tersebut yang harus dizakatkan. Sehubungan dengan ini kita bisa
menganalogikannya kepada zakat pertanian. Zakat pertanian dibayarkan setiap kali
panen. Dengan demikian, profesi diibaratkan seperti usaha pertanian, dimana panen
seorang profesional adalah ketika ia menerima gaji. Dengan demikian setiap
menerima gaji harus dizakatkan. Gaji yang harus dizakatkan adalah gaji kotor yaitu
take home pay sebelum digunakan untuk berbagai keperluan konsumsi. Jadi orang
profesional muslim atau pekerja muslim begitu menerima gaji harus langsung
dizakatkan.

Dengan menggunakan nalar enumerassi sebab (ta’lil as – sababi) atau ijtihad


ta’lili dengan menyamakan hasil profesi dengan hasil pertanian, maka zakat profesi
tidak lagi membutuhkan syarat al haul. Di samping itu, hadis – hadis tentang al haul
tidak satupun secara akademik dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya.

6
Hadis tentang al haul diriwayatkan oleh empat sahabat yaitu Ali bin Abi
Thalib, Ibn Umar, Anas dan Aisyah. Namun semua hadis ini tergolong dhoif sehingga
satu pun tidak ada yang dapat digunakan sebagai argumen hukum.

Hadis Ali misalnya, diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam bab zakat as samah.
Menurut Ibn Hazm dan juga diikuti oleh Abdu al Haq hadis ini diriwayatkan oleh Ibn
Wahb dari Jarir Ibn Hazim dari Abi Ishaq dari ‘Ashim dan al Haris dari Ali. Haris
tergolong kazzab (pembohong), al Hafiz mengomentari pendapat Ibnu Hazm dalam
karyanya al Talkhis hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abu ‘Awanah dari Abu
Ishaq dari ‘Ashim dari Ali secra marfu’. Hadis Abu ‘Awanah lanjut al Hafiz, tidak
menyebutkan tentang haul dan karena ini tidak bisa dijadikan landasan agumentatif.
Redaksi lengkap tentang hadis tersebut terdapat dalam Sunan al Turmuzi “Kitab
Zakat Bab Zakat al Zahab Wa al – Warq”

‘Ashim memang dianggap perawi yang siqat (kaut hafalan), namun tidak
bebas dari cacat (al jarh). Bahkan Ibn Munzir dalam karyanya Mukhtasar al Sunan
berkata al Haris dan ‘Ashim tidak dapat dijadikan hujjah. Bahkan Ibn Hibban pun
mengatakan hafalannya sangat jelek,kesalahan dalam menyampaikan redaksi hadis
sangat fatal. Yang pasti, seperti dikatakan oleh Ibn Hajar dalam Talkhlis , bahwa
hadis tersebut adalah ma’lul, cacat terutama pada masalah – masalah eksternal
(perawi) antara lain al Haris dituduh kazzab, ‘Ashim diperdebatkan ke siqat tanya.
Dengan demikian, mereka yang mengharuskan al haul dalam pembayaran zakat
mungkin tidak melakukan kritik eksternal (naqdu al sanad) terahadap hadis ini.

Adapun hadis Umar, menurut al Hafiz, diriwayatkan oleh Daru al Quthni dan
al Baihaqi. Dalam sanad hadis tersebut terdapat Ismail Ibn Iyasy. Hadis yang
diriwayatkannya dari non penduduk syam tergolong dhoif. Demikain pula hadis Anas
diriwayatkan oleh Darul Quthni. Di dalam sanadnya terdapat Hasan Ibn Siyah. Dia
adalah da’if. Bahkan Ibn Hibban di dalam kitab al Du’afa mengatakan dia adalah
munkirul hadis jiddan, sehingga tidak dapat dijadikan argumen terlebih kalau
meriwayatkan hadis secara mandiri.

Adapun hadis Aisyah diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Darul Quthni. Al
Baihaqi dan al – Aqili dalam al Du’afa mengatakan dalam sanadnya terdapat Harisah
Ibn Abi al Rijal yang termasuk da’if.

7
Ketiga hadis al haul tersebut bersifat umum untuk mal mustafad dan mal
ghairu al mustafad. Adapun hadis – hadis yang berkaitan dengann mal mustafad
diriwayatkan oleh al Turmuzi dari Abdurrahman Ibn Zaid Ibn Aslam dari ayahnya
dari Ibn Umar. Namun sayangnya, menurut Turmuzi, Abduraahman Ibn Zaid Ibn
Aslam tergolong da’iful hadis. Mereka banyak melakukan kesalahan dalam
meriwayatkan hadis. Sebetulnya hadis ini pun diriwayatkan oleh Darul Quthni namun
beliau juga tetap menilainya da’if.

Dari uraian tersebut dapat dipastikan bahwa tidak ada satu hadist pun tentang
al haul bagi mal al mustafad dan mal gairu al mustafad bersifat sabit marfu’ kepada
nabi Muhamammad saw sebagaimana dikatakan oleh al Baihaqi.

Sementara itu, Ibnu Hazm mengatakan bahwa Ibnu Syaibah dan Malik
meriwayatkan dalam al muwathta’ dari Ibnu Abbas, bahwa kewajiban pengeluaran
zakat setiap harta benda yang dizakati adalah yang memilikinya adalah seseorang
muslim. Ibnu Abbas menegaskan bahwa zakat dari harta penghasilan harus segara
dikeluarkan zakatnya tanpa menunggu satu tahun. Praktik ini telah dicontohkan oleh
Ibnu Mas’ud, Mu’awiyahdari sahabat, Umar bin Abdul Aziz, Hasan dan az Zuhri dari
kalangan tabi’in.

Beberapa pendapat tentang mal mustafad adalah antara lain sebagai berikut :

1. Penetapan syarat haul bagi setiap al mal termasuk mal al mustafad tidak didukung
oleh nas yang sahih maupun hasan yang dapat dijadikan acuan dalam penetapan
hokum yang relevan dengan kepentingan masyarakat
2. Para sahabat dan tabu’in silang pendapat mengenai mal mustafad. Sebagaian dari
mereka memberlakukan syarat haul dan sebagaian lagi tidak memberlakukannya,
bahkan zakatnya harus dikeluarkan pada saat menerimanya. Jika terjadi silang
pendapat diantara mereka, maka tidak satu pun pendapat mereka yang mesti
diutamakan apalagi diprioritaskan. Seluruh persoalannya dikembalikan kepada
teks syariah dan prinsip - prinsip hokum yang berorientasi pada kepentingan dan
kemaslahatan umat yang lebih besar.
3. Memberlakukan haul terhadap zakat profesi sama artinya dengan membebaskan
sebagian besar kaum professional dari kewajiban zakat dan dalam waktu yang
sama mengeksploitasi potensi zakat dari masyarakat muzakki konvensional yang
pada umumnya tingkat kehidupan mereka tidak lebih baik dari kaum professional.

8
Berdasarkan Fatwa MUI no 3 tahun 2003 waktu pengeluaran zakat profesi adalah
sebagai berikut :
1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab.
2. Jika tidak mencapai nishab maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu
tahun kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

F. Nishab,Kadar dan cara penghitunganZakat Profesi

Islam tidak mewajibkan atas seluruh harta benda, tetapi mewajibkan zakat atas
harta benda yang mencapai nisab.

Ada dua kemungkinan yang dapat dikemukakan untuk ukuran nishab zakat
profesi ini.
1. Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan mengkiaskannya
kepada emas dan perak sebagai standar nilai uang yang wajib dikeluarkan
zakatnya, yakni 20 dinar atau 85 gram emas. Berdasarkan Hadis Riwayat Daud:
(Tidak ada suatu kewajiban bagimu-dari emas (yang engkau miliki) hingga
mencapai jumlah 20 dinar).
2. Disamakan dengan zakat hasil pertanian yaitu 5 wasq (sekitar 653 kg beras).
Zakatnya dikeluarkan pada saat diterimanya penghasilan dari profesi tersebut
sejumlah 5% atau 10 %, sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
Karena profesi itu sendiri bermacammacambentuk, jenis dan perolehan
uangnya, penulis cenderung untuk tetap memakai kedua macam standar nisab zakat
tersebut dalam menentukan nishab zakat profesi, dengan perimbangan sebagai
berikut.
Pertama, Untuk jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian, seperti
dokter spesialis, akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi yang sejenis
dengan itu, termasuk juga pejabat tinggi negara, guru besar, dan yang sejajar
dengannya, nishab zakatnya disamakan dengan zakat hasil pertanian, yakni senilai
kurang lebih 653 kg beras (5 wasaq). Meskipun kelihatannya pekerjaan tersebut
bukan usaha yang memakai modal, namun ia sebenarnya tetap memakai modal, yaitu
untuk peralatan kerja, transportasi, sarana kominikasi seperti telephon, rekening
listrik, dan lain-lain, zakatnya dikiaskan atau disamakan dengan zakat hasil pertanian
yang memakai modal, yakni 5 %, dan dikeluarkan ketika menerima bayaran tersebut.

9
Ini sama dengan zakat pertanian yang yang menggunakan biaya irigasi (bukan tadah
hujan).
Dengan demikian, jika harga beras 1 kg Rp. 10.000, sedangkan nisab (batas
minimal wajib zakat) tanaman adalah 653 kg, maka untuk penghasilan yang mencapai
Rp. 10.000 x 653 = Rp. 6.530.000., wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 5% nya
yakni Rp. 326.500.- Pendapat semacam ini sesuai dengan pendapat Muhammad
Ghazali, sebagaimana yang dikutip Yusuf Qardawi, bahwa dasar dan ukuran zakat
penghasilan tanpa melihat modalnya, dapat disamakan dengan zakat pertanian yaitu 5
atau 10 persen. Kata Ghazali, siapa yang memiliki pendapatan tidak kurang dari
pendapatan seorang petani, terkena kewajiban zakat. Maka gologan profesionalis
wajib mengeluarkan zakatnya sebesar zakat petani tersebut, tanpa mempertimbangkan
keadaan modal dan persyaratan lainnya. Seperti ini pula yang ditetapkan oleh Kamar
Dagang dan Industri kerajaan Arab Saudi, bahwa penghasilan profesi yang bukan
bersifat perdagangan, dikiaskan nisab zakatnya kepada zakat hasil tanam-tanaman dan
buahbuahan dengan kadar zakat ssebesar 5%.
Tawaran seperti ini lebih kecil dari yang diusulkan oleh M. Amin Rais, dalam
bukunya Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta. Menurutnya profesi yang
mendatangkan rizki dengan gampang dan cukup melimpah, setidaknya jika
dibandingkan dengan penghasilan rata-rata penduduk, sebaiknya zakatnya
ditingkatkan menjadi 10 persen (usyur) atau 20 persen (khumus). Lebih jauh Amin
mempersoalkan masih layakkah, profesi-profesi moderen seperti dokter spesialis,
komisaris perusahaan, bankir, konsultan, analis, broker, pemborong berbagai
konstruksi, eksportir, inportir, notaris, artis, dan berbagai penjual jasa serta macam-
macam profesi kantoran (white collar) lainnya, hanya mengeluarkan zakat sebesar 2,5
persen, dan lebih kecil dari petani kecil yang zakat penghasilannya berkisar sekitar 5
sampai 10 persen. Padahal kerja tani jelas merupakan pekerjaan yang setidak-tidaknya
secara fisik. Cukupkah atau sesuaikan dengan spirit keadilan Islam jika zakat terhadap
berbagai profesi moderen yang bersifat making-money tetap 2,5 persen? Layakkah
presentasi sekecil itu dikenakan terhadap profesi-profesi yang pada zaman Nabi
memang belum ada.
Pendapat Amin Rais di atas sebenarnya cukup logis dan cukup argumentatif,
namun membandingkan profesi dengan rikaz (barang temuan) agaknya kurang tepat.
Rikaz diperoleh dengan tanpa usaha sama sekali, sementara profesi membutuhkan
usaha dan keahlian serta biaya yang kadangkadang cukup tinggi. Karena itu

10
cenderung untuk menyamakanya dengan zakat pertanian yang memakai biaya irigasi,
yakni 5 persen.
Kedua, Bagi kalangan profesional yang bekerja untuk pemerintah misalnya,
atau badan-badan swasta yang gajinya tidak mencapai nishab pertanian sebagaimana
yang dikemukakan di atas, sebutlah guru misalnya, atau dokter yang bekerja di rumah
sakit, atau orang-orang yang bekerja untuk suatu perusahaan angkutan. Zakatnya
disamakan dengan zakat emas dan perak yakni 85 gram (sekitar Rp. 51.850.000 , jika
diperkirakan harga pergram emas sekarang 610.000,) maka nilai nishab emas adalah
Rp.51.850.000, dengan kadar zakat 2,5 %. Jika pada akhir tahun jumlah mencapai
satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5 persen, setelah dikeluarkan biaya pokok dari
yang bersangkutan dan keluarganya.

G. Zakat Tunjangan Alhir Masa Kerja (Pensiun /Pesangon)


1. Pengertian
Yang dimaksud dengan dana pensiun adalah dana simpanan para pegawai
yang merupakan bagian dari gaji, yang dipungut secara berkala oleh perusahaan
untuk di simpan, dan baru bisa di ambil kembali kalau pekerja tersebut telah
memasuki masa pensiun atau telah berhenti bekerja, baik karena meninggal atau
karena sebab lain.
Cara penyimpanan ataupun cara mengambilnya mengikuti prosedur
khusus yang telah diatur oleh pemerintah atau perusahaan. Seluruh hak-hak
tersebut bila dikeluarkan keputusan untuk ditentukan jumlahnya dan diserahkan
kepada pekerja atau pegawai bersangkutan secara langsung lalu menjadi miliknya
secara paten, maka uang sudah berada ditangannya itu harus dikeluarkan zakatnya
sebagai harta mustafad (yakni harta yang lahir dari harta orang lain).
Zakat dikeluarkan pada saat dana simpanan pensiun tersebut telah
mencapai nisab (senilai 85 gr) dan cukup haul. Adapun zakatnya sama dengan
2,5%
2. Syarat-Syarat Wajib Zakat
- Islam
- Merdeka
- Milik sendiri
- Cukup haul
- Cukup nisab

11
3. Langkah-Langkah Menghitung Zakat Dana Pensiun
a. Tentukan tanggal permulaan memulai memasukkan uang simpanan yang telah
mencukupi nilai nisabnya
b. Pastikan jumlah uang simpanan tidak kurang dari nisab, selama uang tersebut
berada dalam simpanan sepanjang haul
c. Bandingkan jumlah simpanan dengan nisab di akhir tahun. Jika jumlah
simpanan menyamai atau sama melebihi nisab, maka wajib dikeluarkan
zakatnya sebesar 2,5% dari jumlah saldo terendah yang telah sampai nisabnya.
4. Menghitung Zakat Simpanan Dana Pensiun
Perhitungan zakat jenis ini serupa dengan perhitungan zakat pada uang
simpanan tetap atau deposito
Contoh:
Dana simpanan pensiun setahun terakhir tercatat Rp.100.000.000 (harga
emas seharga Rp.610.000 / gram, sehingga nisabnya Rp.51.850.00.000). Maka
Zakat yang wajib dikeluarkan sebanyak : 2.5% x Rp. 100.000.000 = Rp.
2.500.000.
Uang simpanan (baik tabungan, deposito, dll) dikenakan zakat dari jumlah
terendah bila telah mencapai haul. Besarnya nisab senilai dengan 85 gr emas
(asumsi 1 gr emas Rp 610.000, nisab sebesar Rp 51.850.000). Kadarnya zakatnya
sebesar 2,5 %.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Zakat profesi adalah sebagaian harta dari upah atau gaji seserong yang harus
dikeluarkan setelah mencapai nisab dan haul.Berdasarkan Fatwa MUI no 3 tahun
2003 waktu pengeluaran zakat profesi adalah sebagai berikut :
1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup
nishab.
2. Jika tidak mencapai nishab maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu
tahun kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup
nishab

Ada dua kemungkinan yang dapat dikemukakan untuk ukuran nishab zakat
profesi ini.
1. Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan
mengkiaskannya kepada emas dan perak sebagai standar nilai uang yang wajib
dikeluarkan zakatnya, yakni 20 dinar atau 85 gram emas. Berdasarkan Hadis
Riwayat Daud: (Tidak ada suatu kewajiban bagimu-dari emas (yang engkau
miliki) hingga mencapai jumlah 20 dinar).
2. Disamakan dengan zakat hasil pertanian yaitu 5 wasq (sekitar 653 kg beras).
Zakatnya dikeluarkan pada saat diterimanya penghasilan dari profesi tersebut
sejumlah 5% atau 10 %, sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.

Yang dimaksud dengan dana pensiun adalah dana simpanan para pegawai
yang merupakan bagian dari gaji, yang dipungut secara berkala oleh perusahaan
untuk di simpan, dan baru bisa di ambil kembali kalau pekerja tersebut telah
memasuki masa pensiun atau telah berhenti bekerja, baik karena meninggal atau
karena sebab lain.
Cara penyimpanan ataupun cara mengambilnya mengikuti prosedur
khusus yang telah diatur oleh pemerintah atau perusahaan. Seluruh hak-hak
tersebut bila dikeluarkan keputusan untuk ditentukan jumlahnya dan diserahkan
kepada pekerja atau pegawai bersangkutan secara langsung lalu menjadi miliknya

13
secara paten, maka uang sudah berada ditangannya itu harus dikeluarkan zakatnya
sebagai harta mustafad (yakni harta yang lahir dari harta orang lain).
Zakat dikeluarkan pada saat dana simpanan pensiun tersebut telah
mencapai nisab (senilai 85 gr) dan cukup haul. Adapun zakatnya sama dengan
2,5%

14
DAFTAR PUSTAKA

Asmuni. 2007. Zakat Profesi dan Upaya Menuju Kesejahteraan Sosial. Lombok : La Riba
Jurnal Ekonomi Islam

Marimin, Agus, dkk. 2015. Zakat Profesi (Zakat Penghasilan ) Menurut Hukum Islam.
Surakarta : STIE-AAS Surakarta

Mufraini, Arif. 2006. Akutansi dan Manajemen Zakat : Mengomunikasikan Kesadaran dan
Membangun Jaringan. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup

https://www.academia.edu/13224436/Zakat_Uang_simpanan_Simpanan_Dana_Pensiun_dan
_Deposito

Anda mungkin juga menyukai