Anda di halaman 1dari 48

KONSEP OPERASIONAL BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN

SYARIAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :
Akuntansi Keuangan Syariah
Dosen Pengampu :
Rendi Ardika, Spd. M.Akun

Disusun Oleh :
1. Yuri Prastika Sari (931300618
931300618)
2. M. Riski Pratama Bakti (931314018
931314018)
3. Meinaya Salsabila (931314618
931314618)
4. Nurcholis Huda (931325918)
5. Ela Ratna Dewi (931338118
931338118)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) KEDIRI
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN)
adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang
mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DSN-MUI,2003).
Definisi ini menegaskan bahwa LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur
kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas dalam operasi sebagai
lembaga keuangan.
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang
digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari
sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks
keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Lembaga leuangan syariah sebagai bagian
dari sistem ekonomi syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak
terlepas dari ajaran Syariah.
Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin membiayai
usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan, proyek yang
menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan perjudian,
peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat merugikan
syiar Islam. Untuk itu dalam struktur Lembaga Keuangan Syariah harus
terdapat lembaga fasilitator yang menjamin produk dan operasional lembaga
tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Baitul Maal Wa Tamwil?
2. Bagaimana konsep Asuransi Syariah?
3. Bagaimana konsep Pegadaian Syariah

2
4. Bagaimana konsep Pasar modal syariah?
5. Bagaimana konsep Reksadana Syariah?
6. Bagaimana konsep Obligasi Syariah?
7. Bagaimana konsep Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)?
8. Bagaimana konsep Badan Waqaf?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Baitul Maal Wa Tamwil
2. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Asuransi Syariah
3. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Pegadaian Syariah
4. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Pasar modal syariah
5. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Reksadana Syariah
6. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Obligasi Syariah
7. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
8. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Badan Waqaf

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Konsep Baitul Maal Wa Tanwil


A. Pendahuluan
Baitul Mal wa Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau keuangan
Syariah non perbankan yang sifatnya informal. Lembaga yang didirikan oleh
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga
keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya sehingga BMT
disebut bersifat informal. Selain berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT
juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi (BT). Selain BMT bertugas
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada
masyarakat.BMT berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti perdagangan,
industry dan pertanian.1
BMT memiliki dua bidang kerja yaitu sebagai Lembaga Mal (Baitul
Mal) dan sebagai lembaga Tamwil (Baitul Tamwil). Baitul Mal yang
dimaksud adalah untuk menghimpun zakat dan infak maupun sedekah dan
menyalurkan kepada pihak-pihak yang berhak dalam bentuk pemberian tunai
maupun pinjaman modal tanpa bagi hasil, yang mana Baitul Mal bersifat
nirlaba (sosial). Sedangkan Baitut Mal artinya menghimpun dana masyarakat
yang mampu dalam bentuk saham, simpanan atau deposito dan
menyalurkannya sebagai modal usaha dengan ketentuan bagi hasil antara
pemodal dan peminjam dan BMT. BMT mengembangkan usaha- usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi
pengusaha makro dan mikro dengan antara lain mendorong kegiatan
menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. BM

1
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2010), h.290

4
menggunakan badan hukum koperasi dan sering disebut dengan koperasi jasa
keuangan syariah ( KJKS).2

B. Bank Umum Syariah


Bank Umum Syariah (BUS) ialah bank syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa melalui lalu lintas pembayaran. Bank syariah
jenis ini tidak berada dibawah koordinasi bank konvensional walaupun tidak
menutup kemungkinan bahwa bank syariah bisa dimiliki oleh bank
konvensional, akan tetapi aktivitas di dalamnya serta pelaporannya terpisah
dari induk banknya karena bank syariah jenis ini memiliki akta pendirian yang
terpisah atau malah bisa jadi berdiri sendiri tanpa pernah menjadi anak
perusahaan bank konvensional. Yang termasuk Bank Umum Syariah (data
OJK Mei 2020) diantaranya seperti Bank Muamalat Indonesia, BRI Syariah,
BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Aceh Syariah.

C. Usaha Unit Syariah


Unit Usaha Syariah (UUS) ialah bagian dari bank konvensional yang
berdiri sebagai kantor kegiatan usaha dengan prinsip syariah. Berbeda dengan
BUS, UUS tidak berdiri sendiri namun menjadi bagian dari induknya. Itu
berarti bank syariah jenis ini masih bagian dari bank konvensional yang
notabenenya sebagai induk usahanya. Akan tetapi transaksi dan laporan UUS
tetap terpisah dengan bank induknya (konvensional) karena hal ini tidak
diperbolehkannya pencampuran transaksi satu sama lain walaupun pada
akhirnya akan tetap dilaksanakan konsolidasi dengan bank induknya. UUS
tidak memiliki akta pendirian yang terpisah dari bank induknya
(konvensional) karena ia masih berupa cabang atau divisi dari bank
konvensional yang menjalankan kegiatan sesuai syariah Islam. Yang termasuk

2
A.Djazuli dan Yadi Yanwari (2002),Lembaga-Lembaga Perekonomi Umat Sebuah Pengenalan,
(Jakarta:Rajawali Press),hlm 184

5
Unit Usaha Syariah (data OJK Mei 2020) diantaranya seperti CIMB Niaga
Syariah, BTN Syariah, dan Danamon Syariah.3

D. Bank Prekreditan Syariah


Bank perkreditan rakyat (BPR) menurut Undang-Undang (UU)
Perbankan No.7 tahun 1992, adalah lembaga keuangan bank yang menerima
simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha
BPR.
Pelaksanaan BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia
No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR
Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR
Konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah.

E. Lembaga Keuangan Mikro Syariah


Lembaga keuangan mikro syariah memiliki segmen pasar yang sudah
jelas yaitu masyarakat level menengah kebawah, sehingga kegiatan LKMS
akan berpusat disentrasentra bisnis pada masyarakat level mikro dan
menengah seperti pasar tradisional wilayah usaha kecil dan menengah, serta
lingkungan masyarakat perdesaan dan pinggiran perkotaan. LKMS memiliki
karakteristik yang dekat dengan masyarakat bahkan tidak jarang LKMS
berusaha untuk datang pada masyarakat (jemput bola), hal ini yang membuat
LKMS menjadi populer dan dekat dengan masyarakat. Lahirnya lembaga
keuangan mikro syariah dewasa ini memperlihatkan kecenderungan yang
semakin baik di tengah krisis global yang melanda negeri ini.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan dan
pembiayaan yang didirikan dan dimiliki bersama oleh warga masyarakat

3
https://www.syariahbank.com/ (diakses pada tanggal 20 september 2020)

6
baik yang terhimpun dalam warga masyarakat, untuk memecahkan
masalah/kendala permodalan dan kebutuhan dana yang dihadapi para
anggotanya. LKM secara umum bertujuan untuk memacu pertumbuhan dan
perkembangan usaha ekonomi ummat, dan masyarakat pada umumnya
Sedangkan secara khusus LKM bertujuan:
1) Memecahkan bersama kebutuhan modal yang dihadapi warga, selaku
pengusaha mikro/kecil sebagai bagian dari pelaku ekonomi negeri ini.
2) Membantu memecahkan kebutuhan modal bagi unit usaha unggulan
yang dijalankan oleh anggota dan masyarakat.
3) Membantu memecahkan kebutuhan dana mendesak yang seringkali
dihadapi warga, sehingga dapat menghindarkan mereka dari rentenir
yang menjerat dengan bunga tinggi.
Adapun LKMS adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun
deposito dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui mekanisme yang lazim
dalam dunia perbankan. Sehingga secara konsepsi LKMS adalah suatu
lembaga yang di dalamnya mencakup dua jenis kegiatan sekaligus yaitu:
Kegiatan mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti: zakat, infaq dan
shodaqoh serta lainya yang dibagikan/disalurkan kepada yang berhak dalam
rangka mengatasi kemiskinan, dan Kegiatan produktif dalam rangka nilai
tambah baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya
manusia.4

2. Asuransi Syariah (Tafakul)


A. Pendahuluan
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu insurance, yang dalam
bahasa Indonesia telah menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam kamus

4
Rifki Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah, (Yogyakarta: P3EI Press, 2010), hlm. 51

7
besar bahasa Indonesia dengan padanan kata pertanggungan. Dalam bahasa
Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (Asuransi) dan verzekering
(Pertanggungan). Asuransi syariah adalah pengaturan pengelolaan risiko yang
memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang
melibatkan peserta dan operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di
dalam al-Quran dan asSunnah. Dalam perspektif ekonomi Islam, asuransi
dikenal dengan istilah takaful yang berasal dari bahasa arab taka fala yataka5
Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita ambil kesimpulan
bahwasannya asuransi takaful merupakan pihak yang tertanggung penjamin
atas segala risiko kerugian, kerusakan, kehilangan, atau kematian yang
dialami oleh nasabah (pihak tertanggung). Dalam hal ini, si tertanggung
mengikat perjanjian (penjaminan resiko) dengan si penanggung atas barang
atau harta, jiwa dan sebagainya berdasarkan prinsip bagi hasil yang mana
kerugian dan keuntungan disepakati oleh kedua belah pihak.4 Asuransi
merupakan cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari
resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya,
dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya.6
B. Prinsip dan Kententuan Operasional Asuransi Syariah
Prinsip utama dalam asuransi syaiah adalah taawunu ala al birr wa
altaqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan
al-tamin (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta
asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling
menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat
dalam asuransi syariah adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad
tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi
konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang
7
pertanggungan. Prinsip dasar asuransi syariah adalah

5
Iqbal Muhaimin, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm2.
6
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm 28.
7
H.A. Dzajuli dan Yadi Jazwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan),
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 125-131.

8
1) Tauhid (Unity)
Prinsip tauhid (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan
yang ada dalam syariat Islam.
2) Keadilan (justice)
Prinsip kedua dalam beransuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai
keadilan (justice) antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi.
Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak
dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.
3) Tolong-menolong (taawun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi
harus didasari dengan semangat tolong-menolong (taawun) antara
anggota.
4) Kerja sama (cooperation)
Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam
literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapatkan
mandat dari Khaliq-nya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran
di muka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk social
5) Amanah (trustworthy)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam
nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui
penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan
asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk
mengakses laporan keuangan perusahaan
6) Kerelaan (al-ridha)
Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap anggota
(nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan
sejumlah dana (premi) yang disetorkan keperusahaan asuransi, yang
difungsikan sebagai dana sosial.
7) Larangan riba

9
Ada beberapa bagian dalam al-Quran yang melarang pengayaan diri
dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan dan
melarang riba.
8) Larangan maisir
Syafii Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya
salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami
kerugian.
9) Larangan gharar
Gharar dalam pengertian bahasa adalah penipuan, yaitu suatu tindakan
yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan

C. Perbandingan Asuransi Syariah dan Konvensional


Perbedaan antara asuransi syariah dengan asuransi kovensional secara
umum adalah terletak pada prinsip kerja antara asuransi takaful dengan
asuransi kovensional, asuransi takaful lebih mengedepankan akad saling
tolong menolong. Perbedaan yang mendasar antara asuransi kovensional
dengan asuransi takaful diantaranya : Keberadaan Dewan Pengawas Syariah
merupakan suatu keharusan, sedangkan dalam asuransi konvensional tidak
ada.
Prinsip akad asuransi syariah adalah takaful yakni saling tolong
menolong, sedangkan akad asuransi kovensional adalah bersifat tadabuli
saling tukar menukar.Dana yang terkumpul dari peserta asuransi syariah
diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistim bagi hasil (mudharabah),
dalam asuransi konvensional dana yang terkumpul diinvestasikan pada
berbagai sector dengan sistim bunga.remi yang terkumpul menjadi tetap milik
nasabah atau peserta asuransi, dalam asuransi konvensional premi menjadi
hak milik perusahaan asuransi sendiri.Perbedaan asuransi syariah dengan
asuransi konvensional berdasarkan prinsip operasionalnya yaknidiantaranya :
Unsur Gambling (maisir) dalam asuransi konvensional pihak yang satu
mendapatkan keuntungan sedangkan pihak yang lain mengalami kerugian,

10
missal karena sebab tertentu pemegang polis membatalkan kontran sebelum
masa Reversing Period, biasnya pada tahun ketiga maka yang bersangkutan
tidak dapat menerima uangnya kembali, dalam asuransi takaful masa
Reversing Period setiap peserta tetap mempunyai hak untuk mendapatkan
semua uang yang dibayarkan unsur Riba dalam asuransi kovensional terdapat
usaha investasi dengan meminjamkan dana-dananya atas dasar bunga, dalam
asuransi syariah tidak terdapat usaha investasi dengan menerapakan
bunga.Unsur komersial dalam asuransi konvensional unsure komersialnya
masih sangat menonjol akibat penerapan sistim bunga, dalam asuransi syariah
unsur komersial tetup oleh unsure taawun atau pertolongan sebagai akibat dari
penerapan konsep mudharabah dengan sistem bagi hasil8

D. Produk-Produk Asuransi Syariah


1) Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa) adalah bentuk asuransi syariah yang
memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan
kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful. Produk asuransi takaful
keluarga meliputi9 :
a) Takaful berencana
b) Takaful pembiayaan
c) Takaful pendidikan
d) Takaful dana haji
e) Takaful berjangka
f) Takaful kecelakaan siswa
g) Takaful kecelakaan diri
h) Takaful khairat keluarga
2) Takaful Umum (asuransi Kerugian) adalah bentuk asuransi syariah yang
memberikan perlindungan finansial dalam menghadapi bencana atau

8
Warkum sumitro,Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait ,(Jakarta:Raja
Grafindo,1997),hlm 170.
9
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di Indonesia,
(Jakarta : Kencana, 2004), 138-139.

11
kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful. Produk-produk Asuransi
Takaful umum adalah :
a) Takaful kebakaran
b) Takaful kendaran bermotor
c) Takaful pengangkutan
d) Takaful Resiko Pembangunan
e) Takaful Resiko Pemasangan
f) Takaful Penyimpanan Uang
g) Takaful Gabungan
h) Takaful Aneka
i) Takaful rekayasa/Engineering
E. Aspek Akad dan Akutansi Syariah
Secara umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan
asuransi syariah akan di berikan akad, Akad yang diberikan harus sesuai
dengan syariah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian),
riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Akad
tersebut adalah10 :
a) Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
Bentuk akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat
diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya,
dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak
yang belum menunaikan kewajibannya. Akad tijarah ini adalah untuk
mengelola uang premi yang telah diberikan kepada perusahaan asuransi
syariah yang berkedudukan sebagai pengelola (Mudorib), sedangkan
nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika
masa perjanjian habis, maka uang premi yang diakadkan dengan akad
tijaroh akan dikembalikanbeserta bagi hasilnya

10
Junedi ”Akad-Akad di dalam Asuransi Islam.” Tawazun: Journal of Sharia Economic Law Vol. 1 No.
1, 2018, hlm 18-19.

12
b) Akad Tabarru
Akad tabarru adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Kemudian akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru
tidak bisa berubah menjadi akad tijaroh. Dalam akad tabarru (hibah),
peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta
lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai
pengelola dana hibah.
Pada Akuntansi asuransi syariah mengguanakan sistem cash basic yaitu
proses pencatatan transaksi akuntansi, di mana transaksi dicatat pada saat
menerima kas atau pada saat mengeluarkan kas. Pada cash basis, pendapatan
dicatat pada saat menerima kas, sedangkan biaya dicatat pada saat
mengeluarkan kas. Sebagai contoh, pada metode cash basis ini, pendapatan
belum dicatat meskipun barang atau jasa sudah diberikan kepada
pelanggan.Pendapatan baru akan dicatat pada saat pembeli atau pelanggan
membayar sejumlah uang atau kas kepada penjual. Setiap transaksi yang
terjadi dicatat berdasarkan jumlah nominal yang diterima.

3. Pegadaian Syariah ( Rahn )


A. Pendahuluan
Gadai termasuk salah satu tipe perjanjian hutang-piutang.Untuk
menjamin adanya unsur kepercayaan dari pihak kreditur terhadap pihak
debitur, maka diperlukannya ada barang yang digadaikan sebagai jaminan
terhadap hutang atau pinjaman tersebut.Barang tersebut tetap merupakan
milik dari orang yang menggadaikan, namun dikuasai oleh penerima barang
(kreditur). Praktik gadai ini sudah ada sejah zaman Rosulullah Saw.
Gadai juga merupakan bagian dari transaksi yang diperbolehkandalam
kondisi di tengah perjalanan, seperti tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 283.
Namun gadai juga diperbolehkan dalam keadaan tidak bepergian sesuai
dengan hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah R.A yang menceritakan bahwa

13
Rosulullah Saw membeli makanan dari seorang Yahudi yang dibayarkan
secara tunda dan beliau menggadaikan alat perangnya (At-Tariqi, 2004).
Tujuan pokok berdirinya pegadaian syariah adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan umat dan saling tolong-menolong. Dengan adanya pegadaian
syariah maka dapat memberantas rentenir, peraktek gadai gelap yang sangat
memberatkan dan membebani masyarakat kecil. Alasan yang melatar
belakangi diperbolehkannya berdirinya pegadaian syariah itu karena bersifat
sosial, dapat membantu meringankan beban masyarakat menengah kebawah
yang dalam kesehariannya masih bersifat konsumtif, dan tujuannya pula untuk
mewujudkan kemaslahatan bagi ummat.
B. Rukun dan Syarat Gadai Syariah
1) Rukun Gadai
a. Shigat (lafal ijab dan qabul)
b. Orang yang berakad (Akid)
c. Marhun (harta yang dijadikan jaminan)
d. Marhun bih (utang)
2) Syarat Gadai
Berikut syarat dalam melakukan transaksi gadai :
a. Orang yang berakad cakap hukum
b. Isi akad tidak mengandung akad bathil
c. Marhun Bih (Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib
dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang
dirahnkan tersebut serta pinjaman itu jelas dan tertentu.
d. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya
seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah
penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa
diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
e. Jumlah utang tidak melebihi dari nilai jaminan. Rahin dibebani jasa
manajemen atas barang berupa biaya asuransi,biaya

14
penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta
administrasi.

C. Ketentuan Umum Pelaksanaan Ar-Rahn dalam Islam


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ar-rahn antara
lain:
1) Kedudukan Barang Gadai.
Selama ada di tangan pemegang gadai, maka kedudukan barang gadai
hanya merupakan suatu amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak
penggadai.
2) Pemanfaatan Barang Gadai.
Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya baik oleh
pemiliknya maupun oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang
tersebut hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi
penerimanya. Apabila mendapat izin dari masing-masing pihak yang
bersangkutan, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan. Oleh karena itu
agar di dalam perjanjian gadai itu tercantum ketentuan jika penggadai atau
penerima gadai meminta izin untuk memanfaatkan barang gadai, maka
hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan ini dimaksudkan untuk
menghindari harta benda tidak berfungsi atau mubazir.
3) Resiko Atas Kerusakan Barang Gadai.
Ada beberapa pendapat mengenai kerusakan barang gadai yang di
sebabkan tanpa kesengajaan murtahin. Ulama mazhab Syafii dan Hambali
berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak menanggung resiko
sebesar harga barang yang minimum. Penghitungan di mulai pada saat
diserahkannya barang gadai kepada murtahin sampai hari rusak atau
hilang.
4) Pemeliharaan Barang Gadai
Para ulama Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya
pemeliharaan barang gadai menjadi tanggngan penggadai dengan alas an

15
bahwa barang tersebut berasal dari penggadai dan tetap merupakan
miliknya. Sedangkan para ulama Hanafiyah berpendapat lain, biaya yang
diperlukan untuk menyimpan dan memelihara keselamatan barang gadai
menjadi tanggungan penerima gadai dalam kedudukanya sebagai orang
yang menerima amanat.
5) Kategori Barang Gadai
Jenis barang yang bias digadaikan sebagai jaminan adalah semua
barang bergerak dan tak bergerak yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Benda bernilai menurut hokum syara
b. Benda berwujud pada waktu perjanjian terjadi
c. Benda diserahkan seketika kepada murtahin
6) Pembayaran atau Pelunasan Utang Gadai.
Apabila sampai pada waktu yang sudah di tentukan, rahin belum juga
membayar kembali utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh marhun
untuk menjual barang gadaianya dan kemudian digunakan untuk melunasi
hutangnya
7) Prosedur Pelelangan Gadai
Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak
boleh menjual atau menghibahkan barang gadai, sedangkan bagi penerima
gadai dibolehkan menjual barang tersebut dengan syarat pada saat jatuh
tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi kewajibanya.11

D. Konsep Operasional Pegadaian Syariah


1) Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.25/DSN-MUI/III/2002 yang
ditetapkan pada tanggal 28 Maret 2002 oleh ketua dan sekretaris DSN
tentang Rahn12 menentukan bahwa pinjaman dengan menggadaikan
barang sebagai barang jaminan hutang dalam bentuk Rahn diperbolehkan
dengan ketentuan sebagai berikut :
11
Chuzaimah T. Yanggo, Hafiz Anshory, “ Problematika Hukum Islam Kontemporer” (Jakarta: 2004)
hlm 79-82
12
Al-Tijary, Vol. 01, No. 02, Juni 2016

16
a. Penerima gadai (Murtahin) mempunyai hak untuk menahan barang
jaminan (Marhun bih) sampai semua utang nasabah (Rahin) dilunasi.
b. Barang jaminan (Marhun bih) dan manfaatnya tetap menjadi milik
nasabah (Rahin)
c. Pemeliharan dan penyimpanan barang menjadi kewajiban nasabah.
d. Besarnya pembiayaan dan pemeliharaan gadai tidak boleh dientukan
bedasarka jumlah pinjaman.
e. Penjualan barang gadai.
f. Jika terjadi perselisihan antar pihak maka dapat diselesaikan dengan
menggunakan atau melalui perantara Badan Arbritase Nasional.
2) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 yang
ditetapkan pada tanggal 28 Maret 2002 M, tentang Rahn Emas
Memutuskan bahwa :
Pertama:
a. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip rahn (lihat Fatwa DSN
Nomor: 25/DSNMUI/ III/2002 tentang Rahn).
b. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (Marhun) ditanggung oleh
penggadai (rahin).
c. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada
pengeluaran yang nyatanyata diperlukan.
d. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad
ijarah.

Kedua:
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya. Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor: 68/DSN-MUI/III/2008 yang ditetapkan pada tanggal 6 Maret
2008 M, tentang Rahn Tasjily Memutuskan bahwa :

17
a. Ketentuan Umum Rahn Tasjily adalah jaminan dalam bentuk barang
atas utang tetapi barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam
penguasaan (pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikannya
diserahkan kepada murtahin.
b. Ketentuan Khusus Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang
sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn Tasjily dibolehkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Rahin menyerahkan bukti kepemilikan kepada murtahin
b) Penyimpanan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan
atau sertifikat tersebut tidak memindahkan kepimilikan barang ke
Murtahin. Dan apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat
melunasi utangnya, Marhun dapat dijual paksa/dieksekusi
langsung baik melalui lelang atau dijual ke pihak lain sesuai
prinsip syariah.
c) Rahin memberikan wewenang kepada Murtahin untuk
mengeksekusi barang tersebut apabila terjadi wanprestasi atau
tidak dapat melunasi.
d) Pemanfaatan barang marhun oleh rahin harus dalam batas
kewajiban sesuai kesepakatan.
e) Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan
barang.
f) Marhun (berupa bukti sah kepemilikan atau sertifikat) yang
ditanggung oleh rahin.
g) Besarnya biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang marhun
tidak boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman yang diberikan.

E. Aspek Akad Dan Akuntasi Pegadaian Syariah


Pada dasarnya pegadaian syariah berjalan di atas dua akad transaksi
syariah yaitu :

18
1) Akad rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Dengan akad ini, pegadaian menahan harta bergerak sebagai
jaminan atas utang nasabah.
2) Akad ijarah. yaitu, akad pemindahan hak guna atas barang dan/atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini, dimungkinkan bagi
pegadaian untuk menaril sewa atas penyimpanan barang bergerak milik
nasabah yang telah melakukan akad.

4. PASAR MODAL SYARIAH


A. Pendahuluan
Pada dasarnya, pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk
berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik
surat utang, ekuiti (saham), instrumen derivatif maupun instrumen lainnya.
Efek yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjadi pemegang
saham perusahaan yang menerbitkan Efek tersebut.
Dalam pasar modal dikenal adanya indeks harga saham dimana hal
tersebut perlu dipahami oleh setiap individu yang sedang belajar mengenai
pasar modala taupun orang yang ingin berinvestasi.
Pasar modal syariah adalah pasar modal yang seluruh mekanisme
kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan
mekanisme perdagangannya telah sesuai dengan perinsip prinsip syariah.

B. Fungsi Pasar Modal Syariah


Pasar modal berperan menjalankan dua fungsi secara simultan berupa
fungsi ekonomi dengan mewujudkan pertemuan dua kepentingan, yaitu pihak
yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana, dan

19
fungsi keuangan dengan memberikan kemungkinan dan kesempatan untuk
memperoleh imbalan bagi pemilik dana melalui investasi.
Pada fungsi keuangan, pasar modal berperan sebagai sarana bagi
pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan
dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar
modal dapat dipergunakan untuk pengembangan saham, ekspansi,
penambahan modal kerja dan lain-lain. Sedangkan pada fungsi yang kedua
pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada
instrumen keuangan seperti saham, oligasi, reksadana, dll. Dengan demikian,
masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan
karakteristik keuntungan dan risiko masing masing instrumen. 13
Fungsi pasar modal syariah :
1) Memungkinkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis
dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
2) Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna
mendapatkan likuiditas.
3) Memngkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk
membangun dan mengmbangkan lini produksinya.
4) Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada
harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional.
5) Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja
kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.

C. Karakteristik Pasar Modal Syariah


Karakteristik pasar modal syariah adalah:
1) Semua saham harus diperjual belikan pada bursa efek.
2) Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat
diperjualbelikan melalui pialang.

13
Maqdis: Jurnal Kajian Ekonomi Islam -Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016

20
3) Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di
bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan
(account) kentungan dan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite
manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari tiga bulan sekali.
4) Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST) tiap tiap
perusahaan dengan interval tidak lebih dari tiga bulan sekali. Saham tidak
boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST .
5) Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST. Komite manajemen harus
memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam bursa efek itu
mengikuti standar akuntansi syariah.
6) Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu
priode perdagangan setelah menentukan HST.
7) Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode
perdagangan dengan harga HST.

D. Indek Harga Saham


Indeks harga adalah suatu ukuran yang menunjukan tentang perubahan
perubahan harga samaham dari waktu kewaktu. Sedangkan saham itu
merupakan produk dari pasar modal dalam kepemilikan perseroan terbatas
(PT) atau yang disebut emiten. Indeks itu sendiri merupakan sebuah pedoman
bagi para investor untuk melakukan investasi khususnya saham di pasar
modal.
Indeks harga saham itu adalah suatu peta grafik yang mana
menggambarkan tetang perjalan/perubahan-perubahan kondisi sebuah pasar
modal dari waktu-waktu. Indeks harga saham ini berfungssi sebagai indikator
trend pasar. Dimana indeks harga saham ini menggambarkan keadaan sebuah
pasar dari waktu-kewaktu. Apakah pasar itu mengalami peningkatan atau pun
mengalami penurunan. Yang artinya pergerakan indeks menggambarkan
kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu.
Macam-macam indeks harga saham yaitu di antarnya:

21
1) Indeks harga saham individu Adalah indeks yang menggambarkan
pergerakan harga dari masing-masing saham yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia.Indeks harga saham individu hanya menunjukan perubahan dari
suatu harga saham suatu perusahaan. Indeks ini tidak bisa untuk mengukur
harga dari suatu saham perusahaan tertentu.
2) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua emiten
yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks.
3) Indeks Sektoral, menggunakan semua emiten yang termasuk dalam
masing-masing sektor.
4) Indeks LQ45, menggunakan 45 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria
likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah
ditentukan.
5) Jakarta Islamic Index (JII), menggunakan 30 emiten yang masuk dalam
kriteria syariah dan termasuk saham yang memiliki kapitalisasi besar dan
likuiditas tinggi.
6) Indeks Kompas100, menggunakan 100 saham yang dipilih berdasarkan
kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah
ditentukan.
7) Indeks Papan Utama, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria
papan utama.
8) Indeks Papan Pengembangan, menggunakan emiten yang masuk dalam
kriteria papan pengembangan.
9) Indeks Individual, yaitu indeks harga saham masing-masing emiten.

E. AKAD AKUNTASI DAN PASAR MODAL SYARIAH


Adapun akad-akad yang digunakan dalam pasar modal sebagai
berikut:
1) Ijarah adalah perjanjian (akad) antara pihak pemberi sewa/pemberi jasa (mujir)
dan pihak penyewa/pengguna jasa (mustajir) untuk memindahkan hak guna
(manfaat) atas suatu objek Ijarah yang dapat berupa manfaat barang dan/atau jasa

22
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa dan/atau upah (ujrah) tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan objek Ijarah itu sendiri.
2) Istishna adalah perjanjian (akad) antara pihak pemesan/pembeli (mustashni) dan
pihak pembuat/penjual (shani) untuk membuat objek Istishna yang dibeli oleh
pihak pemesan/pembeli (mustashni) dengan kriteria, persyaratan, dan spesifikasi
yang telah disepakati kedua belah pihak.
3) Kafalah adalah perjanjian (akad) antara pihak penjamin (kafiil/guarantor) dan
pihak yang dijamin (makfuul anhu/ashiil/orang yang berutang) untuk menjamin
kewajiban pihak yang dijamin kepada pihak lain (makfuullahu/orang yang
berpiutang).
4) Mudharabah (qiradh) adalah perjanjian (akad) kerjasama antara pihak pemilik
modal (shahib al-mal) dan pihak pengelola usaha (mudharib) dengan cara
pemilik modal (shahib al-mal) menyerahkan modal dan pengelola usaha
(mudharib) mengelola modal tersebut dalam suatu usaha.
5) Musyarakah adalah perjanjian (akad) kerjasama antara dua pihak atau lebih
(syarik) dengan cara menyertakan modal baik dalam bentuk uang maupun bentuk
aset lainnya untuk melakukan suatu usaha.
6) Wakalah adalah perjanjian (akad) antara pihak pemberi kuasa (muwakkil) dan
pihak penerima kuasa (wakil) dengan cara pihak pemberi kuasa (muwakkil)
memberikan kuasa kepada pihak penerima kuasa (wakil) untuk melakukan
tindakan atau perbuatan tertentu.

5. Reksadana Syariah
A. Pendahuluan
Reksadana Syariah merupakan sarana investasi yang menggabungkan
saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer
investasi. Manajer investasi menawarkan reksadana syariah kepada para
investor yang berminat, semendata dana yang diperoleh dari investor tersebut
dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi
syariah yang dinilai menguntungkan.

23
Saat ini, reksadana syariah merupakan investasi yang menarik bagi
masyarakat yang ingin berinvestasi sesuai dengan syariah. Reksadana syariah
merupakan alternatif investasi yang hanya menempatkan dana pada para
debitor yang tidak melanggar batasan syariah, dan fundamental maupun
operasional perusahaan, sesuai dengan fatwa Majlis Ulama Indonesia.

B. Pengelolaan Reksadana Syariah


Reksadana syariah dilandasi oleh proses prinsip syariah, karena itu
proses pengelolaan reksadana syariah juga akan selalu dilandasi oleh prinsip-
prinsip dan mekanisme yang sesuai dengan syariat islam. Secara sederhana
proses pengelolaan investasi reksadana syariah dapat digambarkan sebagai
berikut :

 Fatwa Ulama Komite


Dewan Pengawas  Persetujuan
Syariah
atas Efek —
Kebijakan
efek yang
Alokasi Aset
sesuai dengan
syariah
Tim Investasi

Portofolio

Gambar diatas menjelaskan proses pengelolaan reksadana syariah,


pengwas syariah merupakan lembaga yang mengkaji, menggali dan
merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum syariah dalam bentuk fatwa
untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi yang terjadi dilembaga
keuangan syariah dan menyetujui efek-efek yang sesuai dengan prinsip
syariah.14 Pedoman tersebut digunakan komite investasi untuk menyusun
tujuan, kebijakan dan strategi investasi yang kemuadian dilaksanakan oleh tim

14
Leo Firmansyah, Penerapan dan Perkembangan Reksadana Syariah di Indonesia, Jurnal Ilmu
Akuntansi dan Bisnis Syariah, Volume II, Nomor 01, Januari 2020, 73-74

24
investasi dalam bentuk portofolio efek yang sesusai dengan prinsip-prinsip
syariah.

C. Sifat dan Bentuk


Reksadana memiliki beberapa sifat yang tidak bisa dipisahkan, sifat-sifat
tersebut adalah :
1) Reksadana Tertutup, yaitu reksadana yang tidak dapat membeli saham-
saham yang telah dijual kepada pemodal. Artinya pemegang saham tidak
dapat menjua kembali sahamnya kepada manager investor. Apanila
pemilik saaham hendak menjual saham, hal ini harus dilakukan melalui
bursa efek tempat saham reksadana tersebut dicatatkan
2) Reksadana terbuka, yaitu reksadana yang menawarkan dan membeli
saham-sahamnya dari pemodal sampai sejumlah modal yang sudah
dikeluarkan.pemegang saham jenis ini dapat menjual kembali saham/unit
penyertanya setiap saat apabila diinginkan manager investasi reksadana,
melalui bank kustodian wajib membelinya sesuai dengan NAB per
saham/unit pada saat tersebut.15
Berdasarkan UU Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 18 ayat 1,
bentuk hukum Reksadana di Indonesia ada dua, yakni Reksadana berbentuk
Perseroan Terbatas (PT Reksadana) dan Reksadana berbentuk Kontrak
Investasi Kolektif (KIK).
1) Reksadana berbentuk Perseroan
Suatu perusahaan (PT), yang dari sisi bentuk hukum tidak berbeda
dengan perusahaan lainnya. Perbedaannya terletak pada jenis usaha, yaitu
jenis usaha pengelolaan portofolio investasi. Perusahaan penerbit
reksadana menghimpun dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana
dari hasil penjualan tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang
diperdagangkan dipasar uang.

15
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, cet. 1 (Yogyakarta:
Ekonosia, 2003), 202

25
Ciri-ciri reksadana ini sebagai berikut :
a. Bentuk hukumnya adalah PT
1. Pengelolaan kekayaan reksadana didasarkan pada kontrak antara
direksi perusahaan dengan Manager Investasi yang ditunjuk
2. Penyimpanan kekayaan reksadana didasarkan pada kontrak antara
Manager Investasi dengan Bank Kustodian
b. Kontrak Investasi Kolektif
Kontrak yang dibuat antara Manager Investasi dan Bank
Kustodian yang juga mengikat pemegang Unit Penyertaan sebagai
Investor. Melalui kontrak ini Manajer Investasi diberi wewenang
untuk mengelola portofolio efek dan Bank Kustodian diberi wewenang
untuk melaksanakan penitipan dan administrasi investasi. Pada
reksadana yang demikian ini Manajer Investasi dan Bank Kustodian
mengadakan akad, yang menurut UU Pasar Modal tersebut kontrak
Investasi Kolektif.16
Ciri-ciri reksadana KIK adalah aebagai berikut :
1. Bentuk hukumnya adalah KIK
2. Pengelolaan reksadana dilakukan oleh manager investasi
berdasarkan kontrak
3. Penyimpanan kekayaan investasi kolektif dilakukan oleh Bank
Kustodian bersadarkan kontrak
4. Menjual unit penyertaan secara terru-menerus sepanjang ada
investor yang membeli
5. Unit pernyertaan tidak dicatat di bursa
6. Investor dapat menjual kembali unit penyertaan yang dimilikinya
kepada manajer investasi yang mengelola
7. Hasil penjualan/pembayaran kembali unit penyertaan akan
dibebankan kepada kekayaan reksadana

16
Citra Sary Djaakum, Reksadana Syariah, Az Zarqa, Volume 6, Nomor 1, Juni 2014, 191

26
8. Harga jual/beli unit penyertaan didasarkan atas Nilai Aktiva Bersih
per unit dihitung oleh Bank Kustodian secara harian.17

D. Jenis Reksadana Berdasarkan Portofolio


Darmadji dan Fakhruddin (2006) membagi reksadana menjadi beberapa
jenis berdasarkan portofolio investasinya, yaitu :
1) Reksadana Pasar Uang
Reksadana yang hanya melakukan investasi pada efek bersift utang
dengan jatuh tempo kurang dari 1 tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga
likuiditas dan pemeliharaan modal.
a. Reksadana Pendapatan tetap
Reksadana yang menginvestasikan dananya minimal 80% dari
aktivanya dalam bentuk efek bersifat utang. Reksadana ini memiliki
resiko yang relatif lebih besar dari reksadana pasar uang, tujuannya
adalah untuk menghasilkan pengembalian yang stabil.
b. Reksadana Saham
Reksadana yang menginvestasikan dananya minimal 80% dari
aktivanya dalam bentuk efek bersifat ekuitas. Karena investasinya
dilakukan pada saham, maka resikonya lebih tinggi dari dua jenis
reksadana sebelumnya, namun menghasilkan tingkat pengembalian
yang tinggi.
c. Reksadana Campuran
Reksadana yang melakukan investasi dalam efek bersifat
ekuitas dn efek bersifat utang.18

E. Produk Reksadana Syariah

17
Leo Firmansyah, Penerapan dan Perkembangan Reksadana Syariah di Indonesia, Jurnal Ilmu
Akuntansi dan Bisnis Syariah, Volume II, Nomor 01, Januari 2020, 71-72
18
Putriana, Reksadana Syariah VS Reksadana Konvensional : Analisis Pertumbuhan dan
Perkembangan Tahun 2010-2016, Jurnal Al-Iqtishad, Edisi 13 Volume II Tahun 2017, 80-81

27
Adanya proses cleasing atau membersihkan pendapatan yang
diperoleh dengan cara membayar zakat, bukan merupakan instrumen yang
menghasilkan riba. Selain itu jika instrumen yang dibeli tersebut berupa
saham, maka perusahaan yang akan dibeli adalah perusahaan yang tidak
terkait dengan hal-hal seperti alkohol, rokok, perjudian, pornografi dan
lainnya yang diharamkan dalam syariat islam. 19

F. Aspek Akad dan Akuntansi Reksadana Syariah


Akad yang dilakukan oleh reksadana syariah dengan perusahaan dapat
dilakukan melalui mudharabah (qiradh)/musyarakah. Reksadana syariah yang
dalam hal ini bertindak selaku mudharib dalam kaitannya dengan investor
dapat melakukan akad mudharabah (qiradh)/musyarakah. 20

6. Obligasi Syariah
1) Pendahuluan
Pasar modal indonesia bergerak dalam bidang saham dan obligasi,
dimana saham dikelola oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sedangkan obligasi
dikelola oleh Bursa Efek Surabaya (BES). Perkembangan investasi di
Indonesia, terkait dengan obligasi pemerintahan dan obligasi perusahaan,
kedua obligasi itu terdapat pada perdagangan pasar modal, yang merupakan
bukti pengakuan hutang dari perusahaan. Penerbitan obligasi pemerintah
sebagian besar adalah BUMN. Oleh karena itu perusahaan dalam menerbitkan
obligasi sangat terbatas. Dan keterbatasan ini membuat obligasi belum
berkembang, namun seiring dengan perkembangan ekonomi, perusahaan
obligasi terus berkembang, tidak hanya pada BUMN tetapi juga perusahaan
swasta mulai menggunakan obligasi sebagai alat penambah modal.

19
Winda Rika Lestari, Kinerja Reksadana Saham Syariah dan Reksadana Saham Konvensional, Jurnal
Magister Manajemen, Volume 01, Nomor 1, Januari 2015, 117
20
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2007), 126

28
Pengertian obligasi dalam tinjauan syariah adalah obligasi ditawarkan
dengan ketentuan yang mewajibkan perusahaan untuk membayar kepada
pemegang obligasi syariah sejumlah pendapatan bagi hasil dan membayar
kembali dana obligasi syariah pada tanggal pembayaran kembali dana
obligasi syariah tersebut, pendapatan kembali dana obligasi syariah pada
saat jatuh tempo. Pembayaran bagi hasil dibayarkan setiap periode tertentu
( 3 bulan,6 bulan, atau setiap 1 tahun).

2) Perbedaan Obligasi Syariah Dengan Konvensional


Dalam harga penawaran, jatuh tempo pokok obligasi saat jatuh tempo
dalam rating antara obligasi syariah dengan obligasi konvensional tidak ada
perbedaannya. Bedanya terdapat pada pendapatan return. Namun dalam
obligasi syariah lebih kompetitif dibanding konvensional, karena disebabkan
oleh beberapa hal berikut ini :
1) Kemungkinan perolehan dari bagi hasil pendapatan lebih tinggi dari pada
obligasi konvensional.
2) Obligasi syariah aman karena untuk menandai proyek prospektif
3) Bila terjadi kerugian diluar komtrol, investor tetap memperoleh aktiva
4) Terobosan paradigma, bukan lagi surat utang, tapi surat investasi.

3) Aspek Akad dan Akuntansi Obligasi Syariah


1) Obligasi Mudharabah
Akad kerjasama antara pemilik modal dengan pengelola. Akad
mudharabah pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan berupa
hubungan kerjasama antara pemilik usaha dengan pemilik harta, dimana
pemilik harta hanya menyediakan dana secara penuh dalam suatu kegiatan
usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha. Sedangkan

29
pemilik usaha memberikan jasa yaitu mengelola harta secara penuh dan
mandiri.21
2) Obligasi Ijarah
Suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Yang artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek
yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman
objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik
objek. Akad ini mirip dengan leasing tetapi tidak sepenuhnya sama.
Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi
tidak terjadi perpindahan kepemilikan.
3) Obligasi syariah istishna
Obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
istishna dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka
pembiayaan suatu proyek atau barang. 22
4) Musyarakah
Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan.
5) Murabahah
Akad jual beli barang dimana pembeli dapat membayar harga
barang yang disepakati pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Penjual dpat menambah marjin pada harga pokok barang yang dijual
tersebut.
6) Salam
Kontrak jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran
harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.23

21
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 206
22
Abdul Manan, Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009) 135

30
7. Organisasi Pengelola Zakat ( Opz )
A. Karakteristik Opz Sebagai Organisasi Nirlaba
Di Indonesia terdapat dua lembaga yang bersifat yayasan namun
karakteristiknya berbeda, yaitu lembaga nirlaba dan lembaga not for profit.
Lembaga nirlaba didirikan benar-benar bukan untuk mencari laba sedikit pun.
Produk lembaga nirlaba adalah nilai dan moral sedangkan produk perusahaan
adalah barang dan jasa. Sumber dana lembaga nirlaba adalah donasi
masyarakat dan digunakan sepenuhnya untuk kegiatan operasional untuk
mencapai visi dan misi lembaga.
Melihat tugas dan fungsi Lembaga Pengelola Zakat, jelaslah bahwa
Lembaga Pengelola Zakat adalah salah satu dari sekian banyak lembaga
nirlaba. Olehnya itu, Lembaga Pengelola Zakat memiliki karakteristik yang
sama dengan karakteristik lembaga nirlaba lainnya, yaitu:
1) Sumber daya, baik berupa dana maupun barang berasal dari para donatur
dimana donatur tersebut mempercayakan donasi mereka kepada LPZ
dengan harapan bisa memperoleh hasil yang mereka harapkan.
2) Menghasilkan berbagai jasa dalam bentuk pelayanan masyarakat dan tidak
mencari laba dari pelayanan tersebut.
3) Kepemilikian LPZ tidak sama dengan lembaga bisnis. LPZ bukanlah milik
pribadi atau kelompok, melainkan milik ummat karena sumber dayanya
berasal dari masyarakat. Jika LPZ dilikuidasi, maka kekayaaan lembaga
tidak boleh dibagikan kepada para pendiri.
Namun, sebagai lembaga yang bergerak di bidang keagamaan, dalam
hal ini sebagai pengelola zakat, maka LPZ memiliki beberapa karakteristik
tersendiri yang membedakannya dengan lembaga nirlaba lainnya, yaitu:
1) Terikat dengan aturan dan prinsip-prinsip syariah Islam
2) Sumber dana utamanya adalah dana zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf

23
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2007), 100-104

31
3) Memiliki Dewan Pengawas Syariah dalam struktur kelembagaannya

B. Manajemen Opz
Manajemen adalah proses pencapaian tujuan organisasi secara
efektif dan efisien melalui perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pengarahan (leading), dan pengawasan (controlling) sumber daya organisasi.
Manajemen memastikan bahwa aktivitas kerja selesai secara efisien dan efektif
oleh yang bertanggung jawab untuk melakukannya melalui koordinasi dan
pengawasan
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 dinyatakan bahwa pengelolaan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan terhadap
pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Dengan
demikian yang dimaksud pengelolaan zakat adalah proses dan
pengorganisasian sosialisasi, pengumpulan, pendistribusian, dan
pengawasan dalam pelaksanaan zakat.24 Dari pengertian pengelolaan zakat
tersebut menjelaskan bahwa ada tiga unsur pengelolaan, yaitu pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan.

C. Delapan Golongan Mustahiq


Mustahik adalah istilah atau sebutan bagi orang-orang yang berhak
menerima zakat. Perintah zakat termasuk dalam rukun Islam sehingga
hukumnya wajib bagi setiap muslim yang memenuhi syarat sesuai
syariah Zakat yang telah dikumpulkan oleh lembaga akan dibagikan kepada
orang-orang yang berhak menerimanya. Berikut delapan golongan orang yang
berhak menerima zakat25 :
1) Fakir.

24
Agus Permana dan Ahmad Baehaqi, Manajemen Pengelolaan Lembaga Amil Zakat Dengan Prinsip
Good Governance, Volume 3, Nomor 2, Juli - Desember 2018, hlm 119
25
Andi Suryadi, Mustahiq dan Harta yang Wajib Dizakati Menurut Kajian Para Ulama, Vol. 19 No. 1
(Januari-Juni) 2018, hlm 3-9

32
Para fakir termasuk golongan utama yang berhak menerima zakat.
Menurut Imam Syafii, fakir merupakan orang yang tidak memiliki harta
benda atau mata pencaharian. Keadaan ini terjadi secara terus-menerus
atau dalam rentang waktu tertentu.
2) Miskin.
Berbeda dengan fakir, orang yang termasuk ke dalam kategori miskin
adalah orang yang memiliki harta dan pekerjaan, tetapi belum mampu
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3) Riqab.
Riqab atau memerdekakan budak menjadi penerima zakat yang utama.
Budak yang dimaksud adalah seorang muslim yang dijadikan budak
kemudian dibeli dari harta zakat dan dibebaskan di jalan Allah SWT.
4) Gharim.
Gharim adalah orang yang memiliki utang dan terdesak mencari
pinjaman untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, baik kepentingan
pribadi, sosial, maupun agama. Ada dua jenis gharim. Pertama, gharim
limaslahati nafsihi yang terlilit utang demi kepentingan atau kebutuhan
pribadi. Kedua, gharim li ishlahi dzatil yang terlilit utang karena
mendamaikan manusia, suku, atau qabilah.
5) Mualaf.
Mualaf adalah orang muslim yang imannya masih lemah, tetapi
memiliki pengaruh terhadap kaumnya atau sebutan bagi orang yang baru
memeluk agama Islam.
6) Fi sabilillah.
Fi sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah demi
mengharapkan rida. Orang yang masuk dalam golongan ini, baik kaya
maupun miskin berhak mendapatkan zakat. Namun perlu dingat bahwa di
masa kini jihad fi sabilillah tidak selalu berarti perang.
7) Ibnu Sabil.

33
Ibnu sabil adalah seorang muslim yang melakukan perjalanan dan
memerlukan uang untuk bekal perjalanannya. Orang yang masuk dalam
golongan ini berhak menerima zakat sesuai kebutuhannya.
8) Amil Zakat.
Jika mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat, maka Amil
Zakat adalah badan yang dipercaya mengurusi zakat. Amil zakat adalah
orang yang telah ditunjuk oleh seorang pemimpin atau wakilnya dan
ditugaskan untuk mengumpulkan zakat

D. Jenis-Jenis Dana Yang Dikelola Opz


OPZ menerima dan mengelola berbagai jenis dana, yaitu:
1) Dana Zakat
Ada dua jenis dana zakat yang dikelola oleh OPZ, yaitu dana
zakatumum dan dana zakat dikhususkan. Dana zakat umum adalah dana
zakatyang diberikan oleh muzakki kepada OPZ tanpa permintaan
tertentu.Sedangkan dana zakat dikhususkan adalah dana zakat yang
diberikan olehmuzakki kepada OPZ dengan permintaan dikhususkan,
misalnya untukdisalurkan kepada anak yatim, dan sebagainya.
2) Dana Infaq/Shadaqah
Seperti dana zakat, dana infaq/shadaqah terdiri atas
danainfaq/shadaqah umum dan dana infaq/shadqah khusus. Dana
infaq/shadaqahumum adalah dana yang diberikan para donatur kepada
LPZ tanpa persyaratan apapun. Sedangkan dana infaq/shadaqah
dikhususkan adalahdana yang diberikan para donatur kepada LPZ dengan
berbagai persyaatantertentu, seperti untuk disalurkan kepada masyarakat
di wilayah tertentu.
3) Dana Waqaf
Waqaf adalah menahan diri dari berbuat sesuatu terhadap hal yang
manfaaatnya diberikan kepada orang tertentu dengan tujuan yang baik.
4) Dana Pengelola

34
Dana pengelola adalah hak amil yang digunakan untuk
membiayaikegiatan operasional lembaga yang bersumber dari:
a. Hak amil dari dana zakat
b. Bagian tertentu dari dana infaq/shadaqah
c. Sumber lain yang tidak bertentangan dengan syariah.

E. Aspek Akuntansi Dalam Pengelolaan Dana Oleh Opz


Standar akuntansi ZIS yang berlaku saat ini dan digunakan oleh
OPZ sebagai pedoman dalam pembukuan dan pelaporan keuangannya adalah
PSAK No. 109 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada
tahun 2010. Penerbitan PSAK ini telah mengalami proses yang cukup lama
kurang lebih empat tahun dari waktu penyusunannya, dimulai dengan
disusunnya Eksposure Draft-nya (ED) yang diterbitkan sejak tahun 2008.
Namun, saat ini tidak semua OPZ yang ada di Indonesia dapat menerapkan
PSAK no. 109. Hal tersebut karena sebagian OPZ mengalami beberapa
kendala dalam penerapannya. Salah satu faktor kendalanya adalah adanya
kesulitan dalam sumber daya manusia yang dimiliki OPZ.
Akuntansi zakat yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 109 bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat dan infak/sedekah.
PSAK ini berlaku untuk amil yakni suatu organisasi/entitas pengelola zakat
yang pembentukannya dan pengukuhannya diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan
menyalurkan zakat dan infak/sedekah, bukan untuk entitas syariah yang
menerima dan menyalurkan ZIS tetapi bukan kegiatan utamanya. Untuk
entitas tersebut mengacu ke PSAK 101 mengenai Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. Amil yang tidak mendapatkan izin juga dapat
menerapakan PSAK No. 109. PSAK ini merujuk kepada beberapa fatwa
MUI (Washilah dan Nurhayati : 2013) yaitu: 1) Fatwa MUI no. 8/2011
tentang amil zakat, 2) Fatwa MUI No. 13/2011 tentang Hukum Zakat atas

35
Harta Haram, 3) Fatwa MUI No. 14/2011 tantang Penyaluran Harta Zakat
dalam bentuk Aset Kelolaan. 4) Fatwa MUI No.15/2011 tentang
penarikan, pemeliharaan dan penyaluran harta zakat.26

8. Badan Wakaf
A. Pendahuluan
Wakaf merupakan salah satu kegiatan muamalah yang memiliki dimensi
spiritual, sosial, dan ekonomi. Secara tradisional, selama ini wakaf hanya
dimaknai sebagai pemberian dalam bentuk barang tidak bergerak seperti tanah
dan bangunan yang peruntukannya terbatas pada pembangunan rumah ibadah
dan pendidikan. Namun, sebenarnya wakaf barang bergerak seperti wakaf
tunai (uang) telah lama dipraktikkan oleh umat Islam seperti di masa dinasti
Umayah dan Abbasiyah, hanya tidak sepopuler wakaf tanah ataupun
bangunan. Saat ini, seiring perkembangan pemahaman masyarakat tentang
praktik filantropi Islam, wakaf terutama wakaf tunai diarahkan bagi
pengembangan dan pemberdayaan ekonomi, untuk sebesar-besarnya
peningkatan kesejahteraan ekonomi umat.

B. Rukun Wakaf27
1) Pewakaf ( Wakif )
Orang yang mewakafkan hartanya, dalam istilah hukum Islam
disebut wakif. Seorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk
mewakafkan hartanya, diantaranya adalah kecakapan bertindak, telah
dapat mempertimbangkan baik buruknya perbuatan yang di lakukannya
dan benar-benar pemilik harta yang di wakafkan itu. Mengenai kecakapan
bertindak, dalam hukum fikih Islam ada dua istilah yang perlu dipahami

26
Taufikur Rahman, Akuntansi Zakat, Infak dan Sedekah (PSAK 109): “Upaya Peningkatan
Transparansi dan Akuntabilitas Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)”, Volume 6, Nomor 1, Juni 2015,
hlm 154
27
Ahmad Sarwat, Fikih Muamalah (Jakarta:Rumah Fiqih Publishing 2018), hlm.25

36
perbedaaannya yaitu baligh dan rasyid. Pengertian baligh menitikberatkan
pada usia, sedangkan rasyid pada kematangan pertumbuhan akal.
2) Harta yang diwakafkan ( Mauquf )
Syarat dari harta yang akan di wakafkan adalah :
1) Harus tetap zatnya dan dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama,
tetapi haruslah dimanfaatkan untuk hal-hal yang berguna, halal dan
sah menurut hukum
2) Harta yang di wakafkan harus jelas wujudnya dan batas-batasnya (
misal yang di wakafkan adalah tanah )
3) Harta yang di wakafkan harus benar-benar kepunyaan wakif dan bebas
dari beban hutang orang lain
4) Harta yang di wakafkan dapat berupa benda mati maupun bergerak
(misal saham atau surat-surat berharga lainnya).
3) Tujuan Wakaf ( Mauqufalaih )
Dalam tujuan harus tercermin siapa yang berhak atas wakaf,
misalnya :
1) Untuk kepentingan umum, seperti (tempat) mendirikan masjid,
sekolah, rumah sakit, dll.
2) Untuk menolong fakir-miskin, anak yatim seperti mendirikan panti
asuhan, dll.
3) Tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah
seperti mewakafkan tanahnya untuk kuburan, pasar, lapangan
olahraga, dll.
4) Lafal atau pernyataan (sighat) wakif
Pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau
benda yang di wakafkan dapat di lakukan dengan lisan atau tulisan.
Dengan pernyataan tersebut, hilanglah hak wakif terhadap benda yang di
wakafkannya. Dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab perwakafan
telah terjadi, sedangkan pernyataan qabul dari mauqufalaih yakni orang

37
yang berhak menikmati hasil wakaf itu tidak di perlukan, artinya dalam
wakaf hanya ada ijab tanpa ada qabul.

C. Wakaf Uang Sebagai Upaya Fleksibilitas Alokasi Harta Wakaf


Di beberapa negara Islam, wakaf merupakan salah satu pilar ekonomi
yang mampu memperdayakan ekonomi rakyat. Yang menjadi pertanyaan
adalah, di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, wakaf
belum dapat dimanfaatkan untuk memberdayakan ekonomi rakyat. Padahal
sampai saat ini kemiskinan masih menjadi salah satu masalah yang harus
dihadapi. Indonesia adalah salah satu negara yang jumlah penduduk
miskinnya masih memprihatinkan. Salah satu lembaga yang dapat
dimanfaatkan untuk membantu masyarakat untuk mendapatkan tempat tinggal
yang layak adalah wakaf.
Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah berperan sangat penting dalam
pengembangan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat. Cukup banyak program-program yang didanai dari hasil wakaf.
Wakaf tidak hanya mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga
menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan mahasiswa maupun
masyarakat. Sebagai contoh misalnya di bidang kesehatan, lembaga wakaf
juga menyediakan fasilitas-fasilitas untuk meningkatan kesehatan masyarakat
dan fasilitas pendidikan dengan pembangunan rumah sakit, sekolah medis,
dan pembangunan industri obat-obatan serta kimia, di bidang social misalnya
menyediakan perumahan bagi mereka yang tidak mampu, fasilitas umum, dan
lain-lain. Dilihat dari segi bentuknya wakaf juga tidak terbatas pada benda
tidak bergerak, tetapi juga benda bergerak. Dengan demikian wakaf dapat
dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan umat, termasuk menyediakan
perumahan bagi rakyat yang tidak mampu.
Untuk mengembangkan wakaf produktif di Indonesia pada saat ini sudah
tidak ada masalah lagi, karena dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf sudah diatur mengenai berbagai hal yang memungkinkan

38
wakaf dikelola secara produktif. Jika dibandingkan dengan beberapa peraturan
perundang-undangan tentang wakaf yang sudah ada selama ini, dalam
Undang-Undang tentang Wakaf ini terdapat beberapa hal baru dan penting.
Beberapa di antaranya adalah mengenai masalah nazhir (pengelola wakaf),
harta benda yang diwakafkan (mauquf bih), dan peruntukan harta wakaf
(mauquf alaih), serta perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia.28
Di berbagai negara, harta yang dapat diwakafkan tidak terbatas pada
benda tidak bergerak, tetapi juga benda bergerak, termasuk uang. Sebelum
Rancangan Undang-Undang Tentang Wakaf dirumuskan, pada tanggal 11 Mei
2002 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang
wakaf uang, yang isinya adalah sebagai berikut :
1) Wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk
uang tunai.
2) Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3) Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
4) Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang
dibolehkan secara syari.
5) Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan, dan atau diwariskan.

D. Kegiatan Operasional Badan Pengelola Harta Wakaf


Pengelolaan dan manajemen wakaf yang lemah dapat mengakibatkan
pengelolaan harta wakaf tidak optimal, harta wakaf terlantar, bahkan harta
wakaf dapat hilang. Untuk mengatasi masalah ini, paradigma baru dalam
pengelolaan wakaf harus diterapkan. Wakaf harus dikelola secara produktif
dengan menggunakan manajemen modern. Untuk mengelola wakaf secara
produktif, ada beberapa yang perlu dilakukan. Selain perumusan konsepsi

28
Direktori Pemberdayaan Wakaf. Fiqih Wakaf (Dirjend Bimbingan Masyarakat Islam Departemen
Agama RI, Jakarta) 2007, hal 4.

39
fikih wakaf dan peraturan perundang-undangan, pengelola wakaf harus dibina
dan dilatih menjadi pengelola wakaf profesional untuk dapat mengembangkan
harta yang dikelolanya, apalagi jika harta itu berupa uang.
Di samping itu, untuk mengembangkan wakaf secara nasional, diperlukan
badan khusus untuk melakukan pembinaan pengelola wakaf, antara lain
Badan Wakaf Mesir, Badan Wakaf Sudan, Badan Wakaf Indonesia, dan lain-
lain.
Pengelola wakaf adalah salah satu unsur penting dalam perwakafan.
Berfungsi atau tidaknya wakaf sangat tergantung pada kemampuan pengelola
wakaf. Apabila pengelola wakaf kurang cakap dalam mengelola harta wakaf,
dapat mengakibatkan potensi harta wakaf sebagai sarana untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat muslim tidak optimal. Bahkan dalam bebagai kasus
ada pengelola wakaf yang kurang memegang amanah, seperti melakukan
penyimpangan dalam pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf, dan
kecurang-kecurangan lain sehingga memungkinkan harta tersbut berpindah
tangan. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya calon pewakaf sebelum
berwakaf memperhatikan lebih dahulu apa yang diperlukan masyarakat, dan
dalam memilih pengelola hendaknya dipertimbangkan kompetensinya.

E. Aspek Akuntansi Dalam Pengelolaan Harta Wakaf


1) Akuntansi Wakaf
Pada 22 Mei 2018 Dewan Standar Akuntansi Syariah IAI telah
mengesahkan DE PSAK 112: Akuntansi Wakaf. DE PSAK 112 diusulkan
berlaku efektif pada 1 Januari 2021 dengan opsi penerapan dini. Pada
tanggal 7 November 2018 DSAS-IAI atau biasa disebut dengan Dewan
Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia telah mengesahkan
PSAK 112: Akuntansi Wakaf. PSAK 112 berlaku efektif pada 1 Januari
2021 dengan opsi untuk penerapan dini. Secara umum PSAK 112
mengatur tentang perlakuan akuntansi atas transaksi wakaf yang dilakukan

40
baik oleh nazhir maupun wakif yang berbentuk organisasi dan badan
hukum. PSAK 112 dapat juga diterapkan oleh nazhir perorangan.
Aset wakaf berupa aset tidak bergerak, seperti hak atas tanah,
bangunan atau bagian bangunan di atas tanah, tanaman dan benda lain
terkait tanah, hak milik satuan rumah susun, dan aset bergerak, seperti
uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual,
hak sewa. DE PSAK 112 mengatur bahwa aset wakaf diakui saat telah
terjadi pengalihan secara hukum dan manfaat ekonomis dari asset wakaf.
Hasil pengelolaan dan pengembangan dari aset wakaf harus diakui sebagai
tambahan aset wakaf. Basis imbalan nazhir adalah hasil pengelolaan dan
pengembangan yang sudah terealisasi (cash basis).
2) Laporan keuangan nazhir yang lengkap meliputi:
a. Laporan posisi keuangan;
b. Laporan rincian aset wakaf;
c. Laporan aktivitas;
d. Laporan arus kas;
e. Catatan atas laporan keuangan.
Pengelolaan dan pengembangan wakaf merupakan suatu entitas
pelaporan (digunakan istilah entitas wakaf) yang menyusun laporan
keuangan tersendiri dan tidak dikonsolidasikan ke laporan keuangan
organisasi atau badan hukum dari nazhir. Laporan keuangan entitas wakaf
tidak mengkonsolidasi laporan keuangan entitas anaknya. Laporan
keuangan entitas wakaf yang lengkap meliputi laporan posisi keuangan,
Dasar pengakuan aset wakaf adalah akta ikrar wakaf, dimana wasiat
wakaf dan janji (wad) wakaf belum memenuhi kriteria pengakuan aset
wakaf. Wakaf temporer merupakan liabilitas yang wajib dikembalikan ke
wakif di masa mendatang. Dasar pengakuan atas penyaluran manfaat
wakaf adalah diterimanya manfaat wakaf tersebut oleh mauquf alaih.
Sementara dasar imbalan nazhir adalah hasil neto pengelolaan dan
pengembangan aset wakaf yang telah direalisasi dalam bentuk kas (cash

41
basis). Pengukuran aset wakaf yang diterima dari wakif adalah nilai
nominal untuk kas dan nilai wajar untuk aset non kas.29
3) Unsur wakaf
a. Unsur dari wakaf meliputi wakif, nazhir, aset wakaf, ikrar wakaf,
peruntukan aset wakaf, dan jangka waktu wakaf.
b. Wakif dan nazhir meliputi wakif dan nazhir perseorangan, organisasi,
dan badan hukum.
c. Aset yang diwakafan melalui ikrar wakaf yang akan dituangkan dalam
akta ikrar wakaf tidak dapat dibatalkan.

29
Muhyiddin Mas Rida, Manajemen Wakaf Produktif, Jakarta: Khalifa, 2005, hlm. 161

42
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Baitul Mal wa Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau keuangan Syariah
non perbankan yang sifatnya informal. Lembaga yang didirikan oleh Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan
dan lembaga keuangan formal lainnya sehingga BMT disebut bersifat informal.
Selain berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT juga berfungsi sebagai
lembaga ekonomi (BT). Selain BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkan dana kepada masyarakat. BMT berhak melakukan kegiatan
ekonomi, seperti perdagangan,industry dan pertanian.
Asuransi Takaful merupakan pihak yang tertanggung penjamin atas segala
risiko kerugian, kerusakan, kehilangan, atau kematian yang dialami oleh nasabah
(pihak tertanggung). Dalam hal ini, si tertanggung mengikat perjanjian
(penjaminan resiko) dengan si penanggung atas barang atau harta, jiwa dan
sebagainya berdasarkan prinsip bagi hasil yang mana kerugian dan keuntungan
disepakati oleh kedua belah pihak.4 Asuransi merupakan cara atau metode untuk
memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam
yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau
dalam aktivitas ekonominya.
Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian
konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga
menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk
memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya
menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang
pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15
menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan
menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti Rahn saja dengan waktu proses yang
juga singkat.

43
Pasar modal menurut UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal Pasal 1 ayat
(12) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan
Perdagangan Efek, Perusahaan public yang berkaitan dengan efek yang
diterbirkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.Pasar
modal dikenal juga dengan nama bursa efek.
Reksdana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan
prinsip syariat islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik
harta dengan manajer investasi sebagai wakilnya maupun antara manajer investasi
sebagai wakil dengan pengguna investasi. Pengelolan dan sifat reksadana yaitu
pengelolaan operasional reksadana hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang
telah terdaftar.
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan perusahaan kepada pemegang obligasi syariah
yang mewajibkan perusahaan untuk membayar pendapatan kepada pemegang
obligasi syariah berupa bagi hasil, margin, serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo.
Aktivitas yang dilakukan oleh operasional Organisasi Pengelola Zakat
terutama dalam hal pengumpulan sumberdaya (zakat, infak, sedekah dan dana
sosial keagamaan lainnya) sangat tergantung dari para donatur (Muzakki).Wakaf
memiliki perbedaan besar dengan zakat dan sedekah. Zakat dan sedekah wajib
hukumnya di berikan kepada mereka yang membutuhkan, dan akan selesai begitu
telah digunakan oleh mereka yang menerima. Namun wakaf berbeda, selama
wujud dan pengoperasian nya masih terus berjalan, manfaatnya akan terus di
rasakan oleh setiap lapis masyarakat.
Wakaf merupakan salah satu kegiatan muamalah yang memiliki dimensi
spiritual, sosial, dan ekonomi. Secara tradisional, selama ini wakaf hanya
dimaknai sebagai pemberian dalam bentuk barang tidak bergerak seperti tanah
dan bangunan yang peruntukannya terbatas pada pembangunan rumah ibadah dan
pendidikan. Namun, sebenarnya wakaf barang bergerak seperti wakaf tunai

44
(uang) telah lama dipraktikkan oleh umat Islam seperti di masa dinasti Umayah
dan Abbasiyah, hanya tidak sepopuler wakaf tanah ataupun bangunan.

45
DAFTAR PUSTAKA

Manan, Abdul, Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi Di Pasar Modal


Syariah Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Permana, Agus Dan Ahmad Baehaqi, Manajemen Pengelolaan Lembaga Amil Zakat
Dengan Prinsip Good Governance, Volume 3, Nomor 2, Juli – Desember
2018.

Sarwat, Ahmad, Fikih Muamalah, Jakarta : Rumah Fiqih Publishing 2018.


Muslich,Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, Jakarta: Sinar Grafika Offset
Al-Tijary, Vol. 01, No. 02, Juni 2016

Suryadi, Andi, Mustahiq Dan Harta Yang Wajib Dizakati Menurut Kajian Para
Ulama, Vol. 19 No. 1, Januari-Juni 2018.

Yanggo, Chuzaimah T, Hafiz Anshory, “ Problematika Hukum Islam Kontemporer”


Jakarta, 2004.

Dja’akum, Citra Sary, Reksadana Syariah, Az Zarqa’, Volume 6, Nomor 1, Juni


2014.
Direktori Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf (Dirjend Bimbingan Masyarakat Islam
Departemen Agama RI, Jakarta, 2007.

Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syariah


Di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2004.

Dzajuli, H.A. Dan Yadi Jazwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah


Pengenalan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Sudarsono, Heri, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi Dan Ilustrasi,
Cet. 1 Yogyakarta: Ekonosia, 2003.

Muhaimin, Iqbal, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press, , 2005.

Junedi ”Akad-Akad Di Dalam Asuransi Islam.” Tawazun: Journal Of Sharia


Economic Law Vol. 1 No. 1, 2018.

Firmansyah, Leo, Penerapan Dan Perkembangan Reksadana Syariah Di Indonesia,


Jurnal Ilmu Akuntansi Dan Bisnis Syariah, Volume II, Nomor 01, Januari
2020.

46
Maqdis: Jurnal Kajian Ekonomi Islam -Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2016.
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah, Jakarta: Gema Insani, 2004.
Sumitro, Warkum, Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait,
Jakarta: Raja Grafindo, 1997.

Rida, Muhyiddin Mas, Manajemen Wakaf Produktif, Jakarta: Khalifa, 2005.


Huda, Nurul Dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Putriana, Reksadana Syariah VS Reksadana Konvensional : Analisis Pertumbuhan


Dan Perkembangan Tahun 2010-2016, Jurnal Al-Iqtishad, Edisi 13 Volume
II Tahun 2017.

Muhammad, Rifki, Akuntansi Keuangan Syariah, Yogyakarta: P3EI Press, 2010.


Rahman, Taufikur, Akuntansi Zakat, Infak Dan Sedekah (PSAK 109): “Upaya
Peningkatan Transparansi Dan Akuntabilitas Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ)”, Volume 6, Nomor 1, Juni 2015.

Lestari, Winda Rika, Kinerja Reksadana Saham Syariah Dan Reksadana Saham
Konvensional, Jurnal Magister Manajemen, Volume 01, Nomor 1, Januari
2015.

Https://Www.Syariahbank.Com/, Diakses Pada Tanggal 20 September 2020.

47
48

Anda mungkin juga menyukai