Anda di halaman 1dari 3

UAS Etika Profesi dan Tata Kelola

Nurul Azizah (216020301111008)

Artikel Pertama

Accounting Ethics and the fragmentation of value


Baud C., Brivot M., Himick D.

Permasalahan etika pada akuntan baik secara profesionalisme atau komersialisme tidak dapat
dibandingkan. Hal ini akan memunculkan kesenjangan yang tinggi antara perilaku etis akuntan
dengan kepentingan pribadi mereka. Dimana jika kedua hal ini dibandingkan tidak akan menemukan
solusinya, dikarenakan mengabaikan fakta bahwa profesional membawa keragaman nilai.

Zaman semakin berkembang, menyebabkan munculnya keragaman nilai pada masyarakat. Sering
disebut sebagai “Pluralisme Moral” yaitu keragaman nilai, gaya hidup, dan konsep baik buruk yang
didukung individu. Hal ini secara bertahap menjadi salah satu karakteristik masyarakat pada masa kini
yang mengakui otonomi moral dan kebebasan hati Nurani pada setiap individu.

Menurut Nagel (1979) walaupun profesionalisme dan komersialisme tidak dapat dibandingkan dan
diselesaikan secara sistematis, tetapi kedua hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yang
lebih luas yaitu: alasan pribadi (subjektif) dan alasan impersonal (objektif).

Pada Kode Etik Akuntan Porfesional (2016) yang dijelaskan pada seksi 310.1 terkait penyebab
benturan kepentingan yaitu:

1. Akuntan profesional melakukan suatu kegiatan profesional terkait dengan permasalahan


tertentu bagi dua pihak atau lebih yang memiliki kepentingan yang berbenturan.
2. Kepentingan Akuntan Profesional atas suatu permasalahan tertentu berbenturan dengan
berkepentingan pihak yang menerima jasa dari Akuntan Profesional yang bersangkutan.
Pihak yang mungkin terlibat dalam benturan kepentingan mencakup organisasi tempatnya bekerja,
pemasok, pelanggan, pemberi pinjaman, pemegang saham, atau pihak lain.

Jika dilihat dari kedua poin dan penjelasan pihak yang mungkin terlibat dapat disimpulkan Kode Etik
Akuntan Profesional dalam mendefinisikan penyebab benturan kepentingan sudah sesuai dengan
pendapat Nagel (1979) yaitu alasan pribadi (subjektif) dan impersonal (objektif).

Tetapi disini terdapat perbedaan pendapatan dimana menurut Nagel (1979) konflik profesionalisme
dan komersialisme yang dihadapi akuntan tidak dapat diperbaiki dan tidak ada cara sistematis untuk
menyelesaikannya. Sedangkan pada Kode Etik Akuntan Profesional (2016) terdapat tindakan
perlindungan untuk menghilangkan ancaman benturan kepentingan yaitu:
 Merestrukturisasi atau memisahkan tanggung jawab dan tugas tertentu.
 Mendapat pengawasan yang tepat, sebagai contoh, bertindak dengan pengawasan dari seorang
direktur atau komisaris.
 Menarik diri dari proses pembuatan keputusan terkait dengan permasalahan yang
memunculkan benturan kepentingan.
 Berkonsultasi dengan pihak ketiga, seperti Ikatan Akuntan Indonesia, penasihat hukum, atau
Akuntan Profesional lain

Terdapat kasus yang penulis temui di lapangan, yaitu proses seorang auditor atau konsultan
mendapatkan klien. Auditor atau konsultan dalam mendapatkan klien kebanyakan melalui pertemanan
atau orang dalam yang saling kenal satu sama lain antara petinggi perusahaan dengan petinggi Kantor
Akuntan Publik (KAP). Selain itu, jika perjanjian audit berhasil, petinggi perusahaan akan
mendapatkan “marketing fee” karena sudah mencarikan klien untuk KAP tersebut. Hal ini adalah hal
yang lumrah dalam mencari klien, dimana terdapat “marketing fee” sebagai imbal jasa dalam
mencarikan klien.

Pada Kode Etik Akuntan Profesional (2016) pada seksi 100.12 bagian Ancaman dan Perlindungan,
dimana salah satu kategori ancaman adalah “Ancaman Advokasi” yang memiliki pengertian yaitu
ancaman yang terjadi Ketika Akuntan Profesional akan mempromosikan posisi klien atau organisasi
tempatnya bekerja sampai pada titik yang dapat mengurangi objektivitasnya. Pada kasus “marketing
fee” di atas dapat dikategorikan sebagai Ancaman Advokasi.

Tetapi jika dilihat dari pendapat Nagel (1997) yang mengatakan lima motivasi manusia dalam
bertindak, maka “Marketing Fee” masuk dalam “General Duties”, yaitu menghormati suatu kewajiban
karena dibenarkan oleh hak umum orang lain untuk diperlakukan dengan cara tertentu. Dimana
“Marketing Fee” didapatkan dengan cara menghubungkan KAP dengan perusahaan, yang mana orang
yang menghubungkan ini memiliki “hak umum”.
Artikel Kedua

Rethinking the accounting ethics education research in the post- COVID-19 context
Zeena Mardawi, Elies, and Guillermina

Akuntan adalah produsen utama informasi keuangan dan diharapkan memberikan informasi yang
andal kepada pemangku kepentingan. Pada akhir 2018, Akuntansi Eropa menyatakan bahwa
profesional muda 'adalah kunci untuk masa depan profesi akuntansi,' menekankan 'kekhawatiran yang
meluas tentang menarik dan mempertahankan bakat' (Accountancy Europe, 2018). Sehingga perlunya
memasukkan etika dalam kurikulum Pendidikan Akuntansi.
Marzuki dkk. (2017) menyatakan bahwa kepala departemen dan dukungan rekan kerja secara efektif
mempengaruhi sikap akademik terhadap pengajaran etika akuntansi. Oleh karena itu, mereka
menyarankan agar universitas dapat mengadopsi lingkungan kerja yang mendorong dukungan rekan
kerja, kerja tim, dan dukungan departemen, meningkatkan pengajaran etika akuntansi.
Buell (2009) yang mengemukakan bahwa ada perbedaan tingkat kematangan moral antara mahasiswa
akuntansi yang telah mengikuti mata kuliah etika dengan mahasiswa yang belum memiliki program
etika. Kohlberg (1969) yang menyatakan cara individu melangkah dari satu tahap ke tahap berikutnya
ialah melalui interaksi dengan orang lain.
Triyuwono (2010), yang menyatakan bahwa aspek pembelajaran memerlukan pendekatan olah akal,
olah rasa, dan olah batin.Proses pembelajaran dengan pendekatan ini bertujuan untuk
mengembangkan kesadaran etis dan perilaku etis dengan cara memahami nilai-nilai etika tidak hanya
dari literatur yang ada, namun juga dari pengalaman hidup diri sendiri maupun pengalaman hidup
orang lain, serta melakukan penguatan secara emosi dan spiritualitas. Penguatan spiritualitas sebagai
proses pembelajaran didukung oleh Agoes dan Ardana (2014) yang menyampaikan bahwa ajaran
agama dapat dijadikan panduan dalam pengembangan olah batin, serta menjadi sarana untuk
melakukan pendekatan melalui proses nalar, pengamalan, dan pengalaman langsung melalui refleksi
diri.
Sari(2012) menyampaikan bahwa aspek etika yang disertakan dalam mata kuliah etika bisnis dan
profesi serta mata kuliah akuntansi lain akan memberikan kemampuan pada mahasiswa untuk
memperkuat persepsi moral dan pertimbangan etis. Sehingga mahasiswa akuntansi membutuhkan
mata kuliah etika agar kedepannya dapat membuat keputusan yang tepat dan beretika.

Anda mungkin juga menyukai