Anda di halaman 1dari 28

Kelas Inspirasi Perempuan Sebagai Upaya Pencapaian Kesetaraan

Gender Dan Peningkatan Peran Perempuan Dalam Pembangunan

Disusun oleh :

Camelia Rofi Safitri ( NIM 8111414178 )


Umi Faridatul Khikmah ( NIM 8111415078 )

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2017

1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih
dan Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan karunianya, dan karena
berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan sebuah karya tulis yang akan diikutsertakan
dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional “Goresan Pena Sosial” yang
diselenggarakan oleh HIMASIGI (Himpunan Mahasiswa Sosiologi) FISIP Universitas
Brawijaya. Dalam menyusun karya tulis ilmiah ini, penulis mendapat banyak bantuan
baik materil maupun nonmateril dari berbagai pihak mulai dari awal pengumpulan data,
pengolahan data hingga penyusunan hasil penelitian. Oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan
baik. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan apresisasi kepada pihak
penyelenggara kompetisi karena telah ikut serta menyediakan wadah untuk menampung
gagasan mahasiswa dalam pembangunan negeri.
Menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah dengan judul “Kelas Inspirasi
Perempuan Sebagai Upaya Pencapaian Kesetaraan Gender Dan Peningkatan Peran
Perempuan Dalam Pembangunan” tidak mungkin berhasil tanpa bimbingan dan
dukungan dari dosen pembimbing, maka penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tulus kepada Bapak Ridwan Arifin, S.H., LL.M.
Akhir kata, terlepas dari hasil sebuah kompetisi yakni adanya pemenang,
penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar lebih
baik dalam penulisan selanjutnya. Penulis berharap agar karya tulis ilmiah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.

Semarang, 29 Juli 2017

Penulis

3
CLASS OF WOMEN INSPIRATION AS EFFECT OF GENDER EQUALITY
ACHIEVEMENT AND ENHANCING WOMEN ROLE IN DEVELOPMENT
In this era of globalization women have a big role in development. This is supported by
the sustainable development objectives stated in our outworld document transforming
outlook: the 2030 agenda for sustainable development. One of the goals in the
document is to ensure gender equality and empower all women and girls. In fact, there
are some obstacles in achieving these goals, among them is the view of patriarchal
culture. The community places the status and role of men in the public sector as heads
of households and breadwinners, while women are placed in the domestic sector as
housewives and doing household chores. As a result women experience social exclusion
that prevents her from participating in social, economic, and political activities. This is
supported by Law no. 1 of 1974 on Marriage which permits married women at the age
of 16 years. This has the potential to cause lower levels of education for women and
increased violence in women. Therefore, gender equality and women's role in
development must be realized immediately. The inspiring class of women is one of the
ideas of the solution. A non-formal education forum that addresses women's legal and
social issues with a view to providing understanding to women in achieving gender
equality. This paper discussed at least two issues, namely: 1) how problems faced by
women related to the achievement of gender equality objectives in accordance with
sustainable development goals; 2) How effectiveness of women inspiration class as one
means of achieving gender equality. In this paper we use the normative method with
descriptive qualitative approach. This paper emphasizes the need for a comprehensive
and sustainable effort to encourage the role of women in development in accordance
with sustainable development goals. In addition, this paper argues that achieving
gender equality based on sustainable development of 2030 can be accomplished if the
existing obstacles can be eroded through several efforts, one of which is the inspiring
class of women.
Keywords: Women, Gender Equality, Women's Inspiration Class

KELAS INSPIRASI PEREMPUAN SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN


KESETARAAN GENDER DAN PENINGKATAN PERAN PEREMPUAN
DALAM PEMBANGUNAN
Pada era globalisasi ini perempuan memiliki peranan yang besar dalam pembangunan.
Hal tersebut didukung oleh tujuan pembangunan berkelanjutan yang tercantum dalam
outcome document transforming ourworld: the 2030 agenda for sustainable
development. Salah satu tujuan di dalam dokumen tersebut adalah memastikan
kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.
Kenyataanya, ada beberapa penghambat dalam pencapaian tujuan tersebut, diantaranya
adalah pandangan budaya patriarki. Masyarakat menempatkan status dan peranan laki-
laki di sektor publik yaitu sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah, sedangkan
perempuan ditempatkan di sektor domestik yaitu sebagai ibu rumah tangga dan
melaksanakan pekerjaan rumah tangga. Akibatnya perempuan mengalami eksklusi
sosial yang menghalangi dirinya untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi,

4
dan politik. Hal ini didukung pula oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang mengizinkan perempuan menikah di usia 16 tahun. Hal tersebut
berpotensi menjadi penyebab tingkat pendidikan pada kaum perempuan menurun serta
meningkatnya tindak kekerasan pada perempuan. Oleh karena itu kesetaraan gender
serta peran perempuan dalam pembangunan harus segera diwujudkan. Kelas inspirasi
perempuan adalah salah satu gagasan solusinya. Suatu forum pendidikan non formal
yang membahas permasalahan hukum dan sosial perempuan dengan tujuan untuk
memberikan pemahaman terhadap perempuan dalam mencapai kesetaraan gender.
Tulisan ini setidaknya membahas dua masalah yaitu: 1) Bagaimana permasalahan yang
dihadapi perempuan terkait dengan pencapaian tujuan kesetaraan gender sesuai dengan
sustainable development goals; 2) Bagaimana efektivitas kelas inspirasi perempuan
sebagai salah satu sarana pencapaian kesetaraan gender. Dalam penulisan ini kami
menggunakan metode normatif dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Tulisan ini
menekankan perlu adanya upaya yang komprehensif dan berkesinambungan untuk
mendorong peranan perempuan dalam pembangunan sesuai dengan sustainable
development goals. Selain itu, tulisan ini beropini bahwa pencapaian kesetaraan gender
berdasarkan sustainable development 2030 dapat terlaksana apabila hambatan yang ada
dapat terkikis melalui beberapa upaya salah satunya adalah kelas inspirasi perempuan.
Kata Kunci: Perempuan, Kesetaraan Gender, Kelas Inspirasi Perempuan

DAFTAR ISI

5
LEMBAR PENGESAHAN
................................................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR
................................................................................................................................
iii
ABSTRAK
................................................................................................................................
iv
DAFTAR ISI
................................................................................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN
................................................................................................................................
1
LATAR BELAKANG
...................................................................................................................
1
RUMUSAN MASALAH
...................................................................................................................
2
TUJUAN PENULISAN
...................................................................................................................
3
MANFAAT
...................................................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
...............................................................................................................................
4
2.1. TEORI KESETARAAN GENDER
...............................................................................................................................
4
2.2. TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
...............................................................................................................................
6
2.3. KELAS INSPIRASI PEREMPUAN

6
...............................................................................................................................
7
BAB III METODOLOGI PENULISAN
...............................................................................................................................
9
3.1. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN
...............................................................................................................................
9
3.2. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
...............................................................................................................................
9
3.3. TEKNIK ANALISA DATA
...............................................................................................................................
9
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
...............................................................................................................................
10
4.1. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI PEREMPUAN..............................
DALAM PENCAPAIAN TUJUAN KESETARAAN GENDER.........................
SESUAI DENGAN SDGS................................................................................10
4.2. EFEKTIFITAS KELAS INSPIRASI PEREMPUAN
...............................................................................................................................
SEBAGAI SALAH SATU SARANA PENCAPAIAN.........................................
KESETARAAN GENDER
...............................................................................................................................
16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
...............................................................................................................................
18
KESIMPULAN
...................................................................................................................
SARAN
...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
...............................................................................................................................
19
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
...............................................................................................................................
20

7
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di seluruh dunia, Perempuan merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup
besar melebihi jumlah laki-laki. Namun pada kenyataannya, perempuan yang yang
berpartisipasi di sektor publik berada jauh di bawah laki-laki. Salah satu peran
perempuan di sektor publik adalah perannya dalam pembangunan. Hal ini berarti
memberdayakan perempuan baik dari segi kualitas maupun peran perempuan pada
semua aspek kehidupan. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa selama ini
anggapan atau pelabelan bahwa kualitas dan kuantitas perempuan dalam
pembangunan masih rendah. Beberapa faktor fundamental adanya anggapan
tersebut diantaranya adalah pendidikan, budaya dan berbagai permasalahan yang
dialami oleh perempuan baik dalam bidang profesi, keadaan fisik dan psikis
perempuan secara kodrati.
Sebagai contoh permasalahan yang kita jumpai sehari-hari dengan maraknya
kekerasan yang dialami perempuan, Terdapat 259.150 kasus kekerasan terhadap
perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2016. Kasus tersebut terdiri
dari 245.548 perkara yang ditangani oleh 359 Pengadilan Agama, serta 13.602
kasus yang ditangani oleh 233 lembaga mitra pengada layanan yang tersebar di 34
Provinsi (Komnas Perempuan, 2017). Perspektif bahwa perempuan merupakan
makhluk yang lemah dibandingkan dengan laki-laki menjadi salah satu pemicu
adanya tindakan kekerasan. Berbanding terbalik dengan hal itu, ternyata perempuan
mempunyai peranan yang sangat besar dalam berbagai bidang, baik dalam bidang
ekonomi, politik, maupun sosial, bahkan peranan perempuan justru sangat
dirasakan oleh masyarakat luas (Megawangi, 1999:19). Kedudukan perempuan
dalam rumah tangga terkait fungsi dan peran lazimnya memang di bawah laki-laki.
Namun demikian, tidak lantas serta merta mendoktrin bahwa perempuan harus
selalu di bawah kuasa laki-laki. Dalam kehidupan sosial, perempuan dan laki-laki
memiliki kedudukan, fungsi dan peran yang setara.

8
Permasalahan lain yang dapat mempengaruhi peran perempuan dalam
pembangunan adalah pernikahan anak perempuan usia dini. Berdasarkan hasil
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, 17 persen perempuan
pernah kawin yang berusia 20-24 tahun melaporkan bahwa mereka menikah
sebelum usia 18 tahun. Berdasarkan data SDKI,17 persen perempuan usia 20-24
tahun yang pernah kawin,menikah sebelum usia 18 tahun . Hal ini berarti 340,000
perkawinan di Indonesia terjadi pada anak perempuan berusia dibawah 18 tahun.
Sementara itu, di perkuat lagi berdasarkan data Susenas 2012, bahwa 25 persen
perempuan usia 20-24 tahun yang pernah kawin,menikah sebelum usia 18 tahun
(Badan Pusat Statistika, 2012). Perkawinan usia dini jelas berbanding dengan
tingkat pendidikan yang dimiliki perempuan karena mereka mengakhiri pendidikan
setelah menikah. Tingkat pendidikan yang rendah kemudian akan berdampak pada
profesi yang digeluti perempuan. Kebanyakan lapangan pekerjaan saat ini memiliki
salah satu kualifikasi yaitu tingkat pendidikan yang tinggi. Selain itu pendidikan
dan pemenuhan hak-hak perempuan mempunyai keterkaitan yang erat, semakin
rendah pendidikan seorang perempuan maka akan semakin sedikit kesempatannya
untuk menuntut pemenuhan hak-haknya. Beberapa faktor tersebutlah yang nampak
mempengaruhi peran perempuan dalam pembangunan terhambat. Padahal, merujuk
pada Outcame Document Transforming Ourworld: The 2030 Agenda For
Sustainable Development, salah satu tujuan di dalam dokumen tersebut adalah
memastikan kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak
perempuan.

B. RUMUSAN MASALAH
Berpijak pada latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, rumusan
masalah yang akan penulis angkat dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimana permasalahan yang dihadapi perempuan dalam pencapaian tujuan
kesetaraan gender sesuai dengan SDGs?
2. Bagaimana efektivitas kelas inspirasi perempuan sebagai salah satu sarana
pencapaian kesetaraan gender?

9
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan ini adalah untuk:
1. Mengkaji permasalahan yang dihadapi perempuan dalam pencapaian tujuan
kesetaraan gender sesuai dengan SDGs
2. Mengetahui seberapa jauh efektivitas kelas inspirasi perempuan sebagai salah
satu sarana pencapaian kesetaraan gender.

D. MANFAAT
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari tulisan ini, di antaranya sebagai berikut :
1) Manfaat Teoretis
Memahami permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian kesetaraan gender
dan menjelaskan konsep kelas inspirasi perempuan yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasinya.
2) Manfaat Praktis
Hasil dari tulisan ini diharapkan mampu memberikan sumbangan gagasan
pemikiran dan masukan penting untuk melakukan pemberdayaan perempuan
sebagai salah satu sarana pencapaian kesetaraan gender sesuai dengan SDGs.
.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Kesetaran Gender


Smith 1987 dalam Lloyd et al. 2009 mengatakan bahwa “gender theory is a
social contructionist perspecyive that simultaneously axamines the ideological and the
material levels of analysis”, artinya teori gender merupakan suatu pandangan tentang
kontruksi sosial yang sekaligus mengetahui ideologi dan tingkatan analisis material.
Secara umum, gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran,
fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya
dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta
kondisi setempat. Gender menyangkut aturan sosial yang berkaitan dengan perbedaan
biologis yaitu jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pada kebudayaan yang dimotori
budaya patriarki menafsirkan adanya perbedaan biologis ini menjadi indikator
kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya berujung pada pembatasan hak, akses,
partisipasi, kontrol, dan menikmati manfaat dari sumberdaya dan informasi. Adanya
perbedaan itulah muncul gerakan feminisme. Gerakan feminisme merupakan gerakan
konflik sosial yang bertujuan mendobrak nilai-nilai lama (patriarki) yang selalu
dilindungi oleh kokohnya tradisi struktural fungsional. Gerakan feminism modern di
Barat dimulai tahun 1960 yaitu pada saat timbulnya kesadaran perempuan secara
kolektif sebagai golongan tertindas (Skolnick 1987; Porter 1987).
Menurut Skolnick: Some feminists denounced the family as a trap that turned
women into slaves (beberapa feminis menuduh keluarga sebagai perangkap yang
membuat para perempuan menjadi budak-budak). Gerakan feminisme yang berdasarkan
model konflik berkembang menjadi gerakan-gerakan feminisme liberal, radikal, dan
sosialis atau Marxisme (Anderson 1983). Filsafat feminism sangat tidak setuju dengan
budaya patriarkhi. Budaya patriarki yang berawal dari keluargalah yang menjadi
penyebab adanya ketimpangan gender di tingkat keluarga yang kemudian
mengakibatkan ketimpangan gender di tingkat masyarakat. Laki-laki yang sangat diberi
hak istimewa oleh budaya patriarki menjadi sentral dari kekuasaan di tingkat keluarga.
Hal inilah yang menjadikan ketidaksetaraan dan ketidakadilan bagi kaum perempuan

11
dalam kepemilikian properti, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan akhirnya
kurang memberikan manfaat secara utuh bagi eksistensi perempuan.
Definisi dari USAID (United States Agency for International Development)
menyebutkan bahwa “Gender Equality permits women and men equal enjoyment of
human rights, socially valued goods, opportunities, resources and the benefits from
development results.” Artinya bahwa kesetaraan gender memberi kesempatan baik pada
perempuan maupun laki-laki untuk secara setara/sama/sebanding menikmati hak-
haknya sebagai manusia, secara sosial mempunyai benda-benda, kesempatan,
sumberdaya dan menikmati manfaat dari hasil pembangunan. Sedangkan keadilan
gender adalah Suatu kondisi adil untuk perempuan dan laki-laki melalui proses budaya
dan kebijakan yang menghilangkan hambatan-hambatan berperan bagi perempuan dan
laki-laki. Definisi dari USAID menyebutkan bahwa “Gender Equity is the process of
being fair to women and men. To ensure fairness, measures must be available to
compensate for historical and social disadvantages that prevent women and men from
operating on a level playing field. Gender equity strategies are used to eventually gain
gender equality. Equity is the means; equality is the result.” Artinya bahwa keadilan
gender merupakan suatu proses untuk menjadi fair baik pada perempuan maupun laki-
laki. Untuk memastikan adanya fair, harus tersedia suatu ukuran untuk mengompensasi
kerugian secara histori maupun sosial yang mencegah perempuan dan laki-laki dari
berlakunya suatu tahapan permainan. Strategi keadilan gender pada akhirnya digunakan
untuk meningkatkan kesetaraan gender. Jadi, keadilan merupakan cara dan kesetaraan
adalah hasilnya.
Secara garis besar, aliran aliran feminisme terbagi dalam 2 (dua) kluster yaitu
kluster yang merubah nature (kodrati) perempuan, dan yang melestarikan nature
perempuan. Perubahan nature perempuan bertujuan untuk transformasi sosial dengan
mengajak perempuan masuk ke dunia maskulin. Dunia maskulin direbut apabila para
perempuan melepaskan kualitas femininnya dan mengadopsi kualitas maskulin.
Pelestarian Nature Perempuan bertujuan untuk meruntuhkan sistem patriarki, tetapi
bukan dengan menghilangkan nature, melainkan dengan menonjolkan kekuatas feminin.
Apabila perempuan masuk ke dunia maskulin dengan cara mempertahankan kualitas

12
femininnya, maka dunia dapat diubah dari struktur hirarkis (patriarkis) menjadi egaliter
(matriarkis). (Megawangi: 1999).
Dengan demikian dapat ditarik garis besar, sebenarnya aliran-aliran feminisme
muncul karena adanya ketimpangan gender atau gender gap yang berkaitan dengan
peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat. Untuk mencapai pembangunan yang berkeadilan dan berkesetaraan gender
(gender equality) dan keadilan gender (gender equity), maka harus ada relasi gender
yang harmonis antara laki-laki dan perempuan

B. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)


Di dalam Dokumen Hasil Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Outcome
Document Transforming OurWorld: The 2030 Agenda For Sustainable Development
terdapat 17 tujuan yang salah satunya adalah mencapai Kesetaraan Gender dan
pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan. Agenda baru yang di
deklarasikan dalam dokumen pembangunan berkelanjutan tersebut penting terhadap
kemajuan keseluruhan tujuan dan target. Pencapaian terhadap potensi manusia secara
penuh dan terhadap pembangunan berkelanjutan tidak akan berhasil jika satu setengah
dari umat manusia terus diabaikan hak-hak dan oportunitas mereka secara penuh.
Perempuan dan anak perempuan harus dapat menikmati akses yang sama terhadap
pendidikan yang berkualitas, sumber daya ekonomi dan partisipasi politik, juga
kesempatan yang sama dengan laki-laki dan anak laki-laki untuk kesempatan kerja,
kepemimpinan dan pengambilan keputusan pada setiap level. Secara Konsensus negara-
negara anggota United Nations telah menyetujui adanya dokumen hasil United Nations
Summit untuk mengadopsi agenda pembangunan pasca-2015. Mereka akan bekerja agar
terdapat kenaikan yang signifikan terhadap investasi untuk menutup kesenjangan gender
dan menguatkan bantuan kepada institusi-institusi yang berhubungan dengan kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan pada level global, regional dan nasional. Segala
bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan akan
dihilangkan, termasuk melalui keterlibatan laki-laki dan anak laki-laki.
Pengarusutamaan yang sistematis dari sebuah perspektif gender di dalam implementasi
Agenda ini adalah sangat penting. (Deklarasi SDGs point 20)

13
Tujuan untuk mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua
perempuan dan anak perempuan tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1) Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap semua perempuan dan anak


perempuan dimana saja

2) Mengeliminasi segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak


perempuan pada ruang publik dan privat, termasuk perdagangan (trafficking)
dan seksual dan bentuk eksploitasi lainnya

3) Menghapuskan semua praktik yang membahayakan, seperti perkawinan anak


secara dini, dan paksa serta sunat pada perempuan

4) Menyadari dan menghargai pelayanan kerja domestik yang tidak dibayar


melalui penyediaan pelayanan publik, kebijakan perlindungan infrastruktur
dan sosial serta mendorong adanyatanggung jawab bersama didalam rumah
tangga dan keluarga yang pantas secara nasional

5) Memastikan bahwa semua perempuan dapat berpartisipasi penuh dan


mendapat kesempatan yang sama untuk kepemimpinanpada semua level
pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan publik

6) Memastikan adanya akses universal terhadap kesehatan seksual dan


reproduksi dan hak reproduksi sebagai telah disepakati dalam program aksi
konferensi internasional mengenai kependudukan dan pembangunan dan aksi
platform Beijing dan dokument dari hasil konferensi review keduanya.
(SDGs:18)

C. Kelas Inspirasi Perempuan


Posisi perempuan dalam pembangunan memang seharusnya ditempatkan sebagai
partisipan atau subjek pembangunan bukan sebagai objek sebagaimana yang terjadi
selama ini. Realitas menunjukan bahwa posisi perempuan masih sebagai objek
pembangunan, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: pertama, masih
kuatnya faktor sosial dan budaya patriarki yang menempatkan laki-laki dan perempuan
pada posisi yang beda; kedua, masih banyak perundang-undangan, kebijakan dan

14
program pembangunan yang belum peka gender; ketiga, kurang adanya sosialisasi
ketentuan hukum yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan secara
menyeluruh; keempat, belum adanya kesadaran gender di kalangan para perencana dan
pengambil keputusan; kelima, belum lengkapnya data pilah yang memaparkan posisi
perempuan dan laki-laki secara jelas dalam bidang pembangunan di semua departemen;
keenam, belum maksimalnya kesadaran, kemauan dan konsistensi perempuan itu sendiri
dan; ketujuh, kurangnya pengetahuan perempuan terhadap tujuan dan arah
pembangunan, sehingga perempuan kurang respon, masa bodoh atau menolak secara
tidak langsung dari program-program pembangunan. (Muwazah, Vol. 1, No.1, 2009,
hlm: 64).
Usaha-usaha pembangunan selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-
tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan
pendapatan, dan tingkat pengangguran. Kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang
sama bagi semua penduduk baik laki-laki maupun perempuan akan menambah
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000: 43).
Dengan alasan-alasan itulah penulis membentuk konsep kelas inspirasi
perempuan. Konsep kelas inspirasi yang akan kami realisasikan adalah dengan
membentuk kegiatan pembelajaran yang diisi dengan beberapa materi terkait dengan
pentingnya peranan perempuan dalam pembangunan. Pengisi materi dalam kelas
inspirasi ini adalah para aktivis perempuan yang ada di setiap daerah di Indonesia
dengan objek sasaran para ibu dan perempuan muda yang telah menikah. Untuk
menjawab berbagai permasalahan yang terjadi pada perempuan maka kelas inspirasi ini
akan membahas beberapa materi diantaranya adalah pendidikan hukum dan sosial.
Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja hukum merupakan keseluruhan kaidah serta
semua asa yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan untuk
memelihara ketertiban serta meliputi berbagai lembaga dan proses guna mewujudkan
berlakunya kaidah sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat. Kelas inspirasi
perempuan ini dilaksanakan sekali dalam seminggu, dengan tujuan untuk memberikan
pemahaman pada perempuan terkait kesetaraan gender sesuai SDGs.

15
BAB III

METODOLOGI PENULISAN

3.1. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian
normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang mengaitkan suatu masalah
tertentu dengan literatur yang bersangkutan. Komparasi literatur atau studi kasus
digunakan untuk mencari solusi atas permasalahan dengan penyaringan data atau
informasi yang bersift sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi, aspek atau
bidang terntu dalam kehidupan objeknya.

3.2. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang kami gunakan adalah sumber yang kami peroleh
dan dikorelasikan dengan permasalahan yang ada

3.3. TEKNIK ANALISA DATA

Teknik analisa data yang kami gunakan adalah deskriptif yang merupakan suatu
cara dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, kondisi, sistem pemikiran
atau juga peristiwa masa sekarang

16
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Permasalahan Yang Dihadapi Perempuan dalam Pencapaian Tujuan


Kesetaraan Gender Sesuai Dengan Sdgs Peran Dan Permasalahan Perempuan
Dalam Pekerjaan

Di dalam UUD NRI 1945 Pasal 27 ayat (2) telah dijelaskan bahwa tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal
tersebut di perkuat dalam pasal 28D ayat (2) yang berbunyi bahwa setiap orang berhak
untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja. Pada konteks tersebut dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam mensukseskan program-program
pembangunan secara proporsional. Namun kenyataanya, posisi dan peran perempuan
dalam pembangunan masih termarginalkan. Sebagai contoh perekrutan satpam dan
pekerjaan dibidang properti seperti arsitek. Sering kali seorang laki-laki yang lebih
dipilih untuk berkecimpung dibidang tersebut. Padahal belum tentu seorang arsitek laki-
laki lebih unggul dibandingkan arsitek perempuan. Implikasinya, walaupun dari segi
kuantitas jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki, akan tetapi secara kualitas lebih
kecil dari laki-laki. Kondisi tersebut terjadi karena model pembangunan yang dijalankan
masih bertumpu pada pertumbuhan ekonomi (Economic Growt), sentralistik, cenderung
eksploitatif dan menindas perempuan.

Perempuan tidak terwakili secara proporsional, sebagai akibat langsung dari


model pembangunan dominan yang dipromosikan diseluruh negara-negara miskin
berkembang, termasuk Indonesia. Proyek-proyek pembangunan yang diperuntukan bagi
perempuan, alih-alih justru menjadikan perempuan semakin termarginalkan. Perempuan
hanya sebagai objek, bukan pelaku pembangunan. Padahal partisipasi perempuan dalam
pembangunan hanya bisa diwujudkan jika perempuan diposisikan sebagai pelaku atau
subjek dalam pembangunan.

Usaha-usaha pembangunan selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-


tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan

17
pendapatan, dan tingkat pengangguran. Kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang
sama bagi semua penduduk baik laki-laki maupun perempuan akan menambah
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000: 43).

Masalah umum yang dihadapi perempuan dalam upaya pemenuhan kebutuhan


hidupnya adalah kecenderungan perempuan terpinggirkan pada jenis pekerjaan yang
berupah rendah, kondisi kerja yang buruk dan tidak memiliki kestabilan kerja. Hal ini
berlaku khususnya bagi perempuan berpendidikan rendah; untuk kasus urban sebagai
buruh pabrik. Hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah kecenderungan perempuan
terpinggirkan pada pekerjaan marginal tersebut adalah tidak semata-mata hanya
disebabkan oleh faktor pendidikan. Adanya kesenjangan pada kondisi dan posisi laki-
laki dan perempuan menyebabkan perempuan belum dapat menjadi mitra kerja aktif
laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, yang diarahkan
pada pemerataan pembangunan. Ketidakadilan gender dalam program pembangunan
inilah yang mengakibatkan: 1. Marginalisasi Perempuan, 2. Penempatan perempuan
pada subordinat, 3. Stereotype perempuan, 4. Kekerasan (violence) terhadap
perempuan, dan 5. Beban kerja tidak proporsional.

Pertama adalah marginalisasi. Marginalisasi yaitu suatu proses peminggiran


akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan, misalnya kaum
perempuan yang bekerja di sektor publik sering diberi upah yang lebih rendah dari laki-
laki karena dianggap hanya sebagai pencari nafkah tambahan. Meskipun kemiskinan
merupakan pengalaman hidup yang dapat dialami oleh siapapun namun pemiskinan
secara sistemik justru sering dialami oleh perempuan. Bentuk subordinasi terhadap
perempuan yang menonjol adalah bahwa semua pekerjaan yang dikategorikan sebagai
reproduksi dianggap lebih rendah dan menjadi subordinasi dari pekerjaan produksi yang
dikuasai kaum lelaki (Sugiarti 2002:16-17).

Kedua adalah subordinasi. Subordinasi yaitu suatu anggapan yang memandang


bahwa perempuan itu irasional dan emosional sehingga tidak dapat memimpin. Istilah
ini mengacu kepada peran dan posisi perempuan yang lebih rendah dibandingkan peran
dan posisi laki-laki. Subordinasi perempuan berawal dari pembagian kerja berdasarkan

18
gender dan dihubungkan dengan fungsi perempuan sebagai ibu.
(http://www.koalisiperempuan.or.id/subordinasi/) Oleh sebab itu perempuan harus
ditempatkan pada posisi yang tidak penting, misalnya perempuan tidak perlu sekolah
tinggi-tinggi karena nanti akan mengurusi dapur. Sering kita dengar bahwa jika
keuangan suatu rumah tangga terbatas dan mereka harus mengambil keputusan untuk
menyekolahkan anak-anaknya, maka anak laki-laki akan mendapat prioritas utama.
Praktik ini tentunya beraasal dari suatu ketidakadilan terhadap posisi perempuan
terhadap laki-laki.

Ketiga adalah stereotype. Miller dalam (Haslam, et.al., 1994) menyatakan bahwa
stereotip memiliki dua macam konotasi: rigiditas dan duplikasi atau kesamaan, ketika
dikaitkan dengan sikap dan perilaku manusia. Dengan demikian stereotip merupakan
sesuatu yang rigid yang merangkum keragaman sikap dan perilaku tersebut ke dalam
sebuah karakteristik yang sama atas dasar etnisitas nasionalitas maupun gender.
(Zaduqisti, 2009:74)

Keempat adalah timbulnya kekerasan yang merupakan tindak kekerasan baik


yang bersifat fisik maupun non fisik, ekonomi maupun seksual oleh laki-laki terhadap
perempuan karena dianggap sebagai mahluk lemah. Kekerasan yang timbul diakibatkan
dari ketiga faktor sebelumnya, juga karena anggapan bahwa laki-laki mendominasi dan
pemegang utama dari berbagai sektor kehidupan.

Kelima adalah beban kerja tidak proporsional, yang artinya beban kerja yang
diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Dalan hal ini meskipun perempuan sudah bekerja di wilayah publik akan tetapi tetap hal
tersebut tidak mengurangi beban mereka di wilayah domestic, akan tetapi malah berada
dalam wilayah tersebut.

1) Peran dan permasalahan Perempuan dalam Pendidikan

Gender memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan seseorang dan dapat
menentukan pengalaman hidup yang akan ditempuhnya. Gender dapat menentukan
akses seseorang terhadap pendidikan, dunia kerja, dan sektor-sektor publik lainnya.
Gender juga dapat menentukan kesehatan, harapan hidup, dan kebebasan gerak

19
seseorang. Jelasnya, gender akan menentukan seksualitas, hubungan, dan kemampuan
seseorang untuk membuat keputusan dan bertindak secara otonom. Akhirnya, genderlah
yang banyak menentukan seseroang akan menjadi apa nantinya, mengembangkan
dirinya secara optimal dengan cara menambah pengetahuan dan keterampilan di segala
bidang kehidupan. Masalah perempuan dan pendidikan diarahkan antara lain untuk : (1)
menghapuskan perbedaan partisipasi perempuan dan laki-laki di dalam pendidikan dari
tingkat dasar, menengah dan menengah atas, (2) terwujudnya pencapaian pendidikan
dasar bagi anak lakilaki dan perempuan sebelum tahun 2015, (3) rasio melek huruf
perempuan dibanding laki-laki usia 15-24 tahun, dan (4) partisipasi dan keterwakilan
perempuan di lembaga legislatif (Millenium Devolopment Goals, 2000). Rendahnya
tingkat pendidikan perempuan, akan berdampak pada rendahnya tingkat kesehatan. Hal
ini bisa dilihat dari masih tingginya angka kematian ibu melahirkan yaitu 425 per
100.000 kelahiran. Rendahnya tingkat pendidikan perempuan ini juga akan berpengaruh
pada kemampuan non fisik lainnya. (Triana Sofiani: Membuka Ruang Partisipasi
Perempuan dalam pembangunan hlm: 69)

2) Metode Pendekatan Perempuan dalam program pembangunan

Beberapa pendekatan yang menginginkan keikutsertaan kaum perempuan di


dalam program pembangunan atau pembangunan yang berwawasan gender, antara lain:
Pertama adalah Perempuan Dalam Pembangunan (Women In Development-WID).
Pendekatan WID muncul pada dekade 70-an sebagai produk dari gerakan kaum feminis
liberal Amerika yang melihat bahwa kaum perempuan diabaikan dan tereksklusi dari
program pembangunan. Para penganut pendekatan WID yakin bahwa pembangunan
tidak akan terjadi jika perempuan tidak dimasukkan di dalam proses pembangunan.
Oleh sebab itu untuk mengatasi marginalisasi perempuan, mereka memperjuangkan
penerapan proyek pembangunan terpisah atau terintegrasi untuk kaum perempuan.
Asumsi yang mereka kemukakan adalah jika kaum perempuan mendapat akses pada
sumber daya seperti kredit, pelatihan, kegiatan peningkatan penghasilan maka kaum
perempuan akan mampu meningkatkan posisinya sejajar dengan laki-laki. Penerapan
konsep WID ini ternyata tidak membawa perubahan yang signifikan terhadap partisipasi
perempuan dalam pembangunan. Hal ini disebabkan oleh budaya patriarkhi yang

20
membelenggu kebanyakan penduduk negara berkembang, menimbulkan peran sosial
budaya dan ekonomi kaum perempuan tersubordinasi oleh laki-laki.

Kedua adalah Perempuan dan Pembangunan (Women And Development- WAD),


Kegagalan pendekatan WID dalam memperjuangkan perbaikan posisi kaum perempuan
perempuan dalam pembangunan, menyebabkan perlunya pendekatan lain yang disebut
pendekatan Perempuan Dan Pembagunan (Women And Development-WAD). Para
pendukung pendekatan WAD berpendapat bahwa kaum perempuan tidak akan pernah
mendapatkan bagian dari manfaat pembangunan yang adil dan merata jika pengaruh
budaya patriarkhi belum dapat diatasi. Mereka melihat bahwa mengatasi kemiskinan
dan dampak kolonialisme juga penting untuk mempromosikan persamaan gender dalam
proses pembangunan. Pendekatan WAD ternyata juga gagal dalam mempengaruhi akses
kaum perempuan dalam program pembangunan.

Ketiga adalah Gender dan Pembangunan (Gender And Development-GAD).


Kegagalan pendekatan WID dan WAD menyebabkan pada tahun 1980-an muncul
pendekatan Gender dan Pembangunan (Gender And Development-GAD). Para
pendukung pendekatan GAD melihat bahwa terjadi subordinasi perempuan di bawah
pengaruh ayah dan suami mereka. Oleh sebab itu dengan meningkatkan akses
perempuan pada layanan publik dapat mengatasi persoalan subordinasi tersebut.
Pendukung pendekatan GAD berpendapat bahwa nilai peran produksi (kerja berbayar
dan kerja tak berbayar) serta peran reproduksi (melahirkan dan merawat anak) para ibu
rumah tangga dapat memberikan manfaat pada rumah tangga dan industri. Tujuan akhir
pendekatan GAD adalah terjadinya pergeseran hubungan kekuasaan yang akan
memberikan otonomi lebih besar terhadap kaum perempuan. Kesetaraan dan keadilan
gender masih sulit untuk dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya kaum
perempuan. Oleh sebab itu pemerintah telah mengambil kebijakan, tentang perlu adanya
strategi yang tepat sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Strategi ini
disebut Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming) yang tertuang di dalam
Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional sampai daerah. Dengan strategi Pengarusutamaan Gender ini,
pemerintah dapat melahirkan kebijakankebijakan yang adil bagi seluruh lapisan

21
masyarakat, baik pria maupun wanita. Melalui stratetgi ini, diharapkan program
pembangunan yang akan dilaksanakan akan menjadi lebih sensitif atau responsif gender,
sehingga mampu menegakkan hak-hak dan kewajiban kaum perempuan atas
kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama di
masyarakat secara operasional.

22
4.2. Efektivitas Kelas Inspirasi Perempuan Sebagai Salah Satu Sarana
Pencapaian Kesetaraan Gender

Program kelas inspirasi perempuan sebagai upaya mencapai kesetaraan gender


dapat terlaksana apabila mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan setiap
perempuan di Indonesia. Program ini dilaksanakan disetiap desa-desa di indonesia
dengan sistem pembelajaran non formal. Tempat yang digunakan dalam program ini
adalah gedung-gedung sekolah tentunya diluar jam kegiatan belajar mengajar sekolah
formal dengan alokasi waktu sekali dalam seminggu. Objek sasaran dalam program ini
adalah para ibu dan anak muda yang sudah menikah. Peran perempuan sangat
dibutuhkan dalam kegiatan ini karena pengisi materi inti di kelas inspirasi ini adalah
aktivis perempuan dan pelaku profesi perempuan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan adanya permasalahan yang belum terpecahkan dalam mengatasi
diskriminalisasi gender maka program kelas inspirasi ini mengupayakan “pembangunan
regenerasi non reinkarnasi”dalam artian, bahwa berbagai permasalahan yang dihadapi
oleh perempuan-perempuan dari zaman dahulu hingga masa sekarang dalam kaitannya
pencapaian kesetaraan gender, tidak lagi dirasakan oleh perempuan-perempuan pada
masa yang akan datang.

Materi yang nantinya akan disampaikan di dalam kelas inspirasi ini adalah
pendidikan hukum dan pendidikan sosial. Pendidikan hukum dimaksudkan agar para
perempuan sadar dan melek akan hukum. Bahwa setiap perempuan diajarkan akan
pentingnya hukum dalam keamanan serta sebagai payung yang akan melindungi
perempuan dari berbagai kekerasan yang akan menimpanya. Sedangkan pendidikan
sosial dimaksudkan agar para perempuan sadar bahwa pernikahan usia dini beresiko
terhadap kelangsungan hidup anak, akibat dari ketidaksiapan orang tua baik dalam fisik
maupun spikis. Selain itu adanya kelas sosial akan memberikan pemahaman bahwa
budaya patriarki tidak lagi relevan untuk diterapkan pada masa sekarang, karena dalam
era sekarang perempuan tidak hanya menjadi objek dari pembangunan melainkan harus
menjadi subjek dari pembangunan itu sendiri. Lebih dari itu di dalam pendidikan sosial
ini perempuan diajarkan tentang pentingnya kepemimpinan dalam urusan pekerjaan dan

23
politik. Bahwa tidak hanya laki-laki saja yang dapat menjadi pemimpin dalam dunia
kerja, tetapi perempuan juga dapat ikut andil dalam pembangunan.

24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
1. Pencapaian kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak
perempuan sebagaimana tercantum dalam outcome document transforming
ourworld: the 2030 agenda for sustainable development memiliki beberapa
hambatan diantaranya adalah permasalahan budaya, sosial dan hukum.
2. Kelas inspirasi perempuan merupakan sebuah gagasan sebagai salah satu upaya
pencapaian kesetaraan gender melalui forum pembelajaran non formal dengan
obyek perempuan-perempuan di desa yang telah menikah. Kelas perempuan ini
bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan semangat perempuan untuk
berperan aktif dalam menghapuskan diskriminasi terhadap hak-hak perempuan.

5.2. SARAN
1. Perempuan-perempuan di seluruh dunia, khususnya di Indonesia perlu diberi
pemahaman bahwa perempuan dan laki-laki memiliki peran dan fungsi yang
sama dalam hal pembangunan negara.
2. Perlu adanya upaya yang terpadu, komprehensif dan berkesinambungan dari
pemerintah dan warga masyarakat melalui forum-forum gerakan perempuan agar
permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian kesetaraan gender dapat teratasi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, B. (1983). Imagined communities: Reflections on The Origin and


Spread of Nationalism.London: Verso.
Anderson, A., & Haslam, I.R. 1994. “A three phase stress inoculation program for
adolescent learners”. Journal of Health Education, 1 (25) 4-9.
Badan Pusat Statistika (BPS). (2013a). Indonesia Socio-Economic. Survey 2012
Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian
Gender. Malang: Umm Press.
Megawangi, Ratna (1999). Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang
Relasi Gender. Bandung: Mizan. Cet. I.
The 2030 Agenda For Sustainable Development
Todaro, M.P. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, (Jakarta: Erllangga,
2000).
Triana Sofiani: Membuka Ruang Partisipasi Perempuan dalam pembangunan hlm:
69) (Muwazah, Vol. 1, No.1, 2009, hlm: 64)
Zaduqisti, E. 2009. Stereotipe Peran Gender dalam Pendidikan Anak.
Pekalongan. Muwazah, Vol. 1 No. 1.
https://www.komnasperempuan.go.id/lembar-fakta-catatan-tahunan-catahu-
komnas-perempuan-tahun-2017-labirin-kekerasan-terhadap-perempuan-dari-gang-rape-
hingga-femicide-alarm-bagi-negara-untuk-bertindak-tepat-jakarta-7-maret-2017/ (28
Juli 2017 pukul 20:15)

26
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Ketua Tim
1. Nama Lengkap : Camelia Rofi Safitri
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Fakultas/Jurusan : Hukum/Ilmu Hukum
4. NIM : 8111414178
5. Tempat Tanggal Lahir : Tegal, 03 Januari 1997
6. E-mail : camelia_safitri88@yahoo.com
7. Nomor Telepon/HP : 087752515062

SD SMP SMA

Nama Institusi : SDN Margasari SMPN 1 SMKN 1 Slawi


07 Margasari

Jurusan : Administrasi
Perkantoran

Tahun Masuk – 2002-2008 2008-2011 2011-2014


Lulus :

2. Anggota 2
1. Nama Lengkap : Umi Faridatul Khikmah
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Fakultas/Jurusan : Hukum/Ilmu Hukum
4. NIM : 8111415078
5. Tempat Tanggal Lahir : Kendal, 25 Januari 1997
6. E-mail : farida.umi77@yahoo.co.id
7. Nomor Telepon/HP: 087700551650

SD SMP SMA

Nama Institusi : MI NU 42 MTs NU 09 MAN Kendal


Tlahab Gemuh

Jurusan : Bahasa

27
Tahun Masuk – 2003-2009 2009-2012 2012-2015
Lulus :

28

Anda mungkin juga menyukai