Anda di halaman 1dari 3

THE PIONEER: MAN OF ACTION, NOT MAN OF IDEA

(Napak Tilas Perjalanan Abdullah Said)

Oleh: Nauratun Nahdhah

Judul buku: Mencetak Kader (Perjalanan Hidup Ustadz Abdullah Said; Pendiri
Hidayatullah)

Penulis: Manshur Salbu

Tebal: 358 Halaman

Cetakan : I, Juni 2009

Penerbit: Hidayatullah Publisher

17 Agustus 1945 menjadi saksi lahirnya seorang anak lelaki yang kelak akan
menggoreskan tinta emas dalam sejarah perjuangan Islam di tanah air, dialah
Muhsin Kahar atau yang lebih dikenal dengan Abdullah Said. Mengawali
perjalanannya dalam berorganisasi dengan bergabung di organisasi Pelajar Islam
Indonesia (PII), selanjutnya ia bergabung dalam organisasi Pemuda Muhammadiyah
dan juga Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), telah memberi Abdullah Said
pengalaman juga banyak pengetahuan yang berharga dalam hal berorganisasi.
Meski demikian, kecintaannya terhadap dunia dakwah mengalahkan segala posisi
dan jabatan menggiurkan yang ditawarkan organisasi-organisasi yang digelutinya.

Melalui perjalanan panjang penuh lika-liku perjuangan, impian Abdullah


Said untuk mendirikan kampus peradaban Islam sebagaimana Madinah pada zaman
Rasulullah, akhirnya terwujud. Maka terpilihlah Gunung Tembak, Balikpapan
sebagai tonggak awal berdirinya pesantren pencetak kader ini. Berkampus,
merupakan puncak aktualisasi dan sosialisasi Islam kaffah. Meskipun tanpa dilatar
belakangi pendidikan formal yang tinggi, beliau mampu memahami dan menyentuh
esensi yang paling dalam dari ajaran Islam ini. Saat itu pembicaraan tentang EQ dan
SQ belum populer, namun Abdullah Said telah melangkah jauh dengan
memperagakannya. Peragaan hidup itulah yang ada di Pondok Pesantren
Hidayatullah. EQ dan SQ teraktualisasi lewat pengikisan thagha` dan penegakan
shalat lail.

Abdullah Said berkeyakinan bahwa demi eksistensi dimasa depan, maka


pengkaderan harus diprogram lebih intensif. Dengan demikian akan mampu
melahirkan kader-kader yang lebih mumpuni dan lebih konsisten dalam
memperjuangkan dan mempertahankan nilai-nilai Islam. Maka apa yang diyakini
oleh beliau kini menjadi kenyataan. Bahkan setelah wafatnya, perjuangan beliau
menyampaikan syi’ar Islam masih terus dilanjutkan oleh para santri-santri kadernya.

1
Kisah hidup beliau inilah yang menginspirasi Manshur Salbu untuk
menuangkannya dalam buku ‘Mencetak Kader’. Buku setebal 358 halaman ini
mengupas tuntas profil Sang Pionir, Abdullah Said. Perjalanan hidup, pokok-pokok
pemikiran, hingga kehidupan sosial beliau. Salah satu kelebihan buku ini adalah
isinya disusun berdasarkan data sejarah yang sangat akurat, berdasarkan catatan-
catatan dokumentasi yang merupakan rekaman peristiwa penting di Pondok
Pesantren hidayatullah hingga ungkapan-ungkapan Abdullah Said. Untuk
menguatkan data sejarah, buku ini juga dilengkapi foto-foto perjalanan Hidayatullah
sejak pertama kali dibangun.

‘Mencetak Kader’ menjadi pilihan judul yang menimbulkan rasa penasaran


tersendiri untuk membacanya lebih lanjut. Seolah-olah buku ini memfokuskan
kajiannya mengenai kader, akan tetapi judul tersebut pada dasarnya mengkiaskan
pekerjaan sang pencetak kader, Abdullah Said. Buku yang terdiri dari delapan bab
ini disusun dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah dipahami, menjadikan
buku ini sebagai bacaan yang pas bagi semua umur. Membacanya mampu
membangkitkan imajinasi pembacanya seakan-akan ikut merasakan perjuangan para
pendahulu. Diakhir buku juga disertakan tulisan yang merupakan kesan-kesan
mendalam para tokoh-tokoh yang pernah mengenal serta menjadi saksi kiprah
seorang Abdullah Said.

Sebagaimana yang kita ketahui, tidak ada sesuatupun di dunia ini yang
sempurna, kecuali Sang Pencipta. Demikian pula halnya dengan buku ini. Meskipun
memiliki banyak kelebihan, akan tetapi kita tidak bisa menutup mata dari
kekurangan-kekurangan yang ada. Salah satu kekurangan yang memberikan efek
negative adalah dari segi desain cover. Sebuah buku mampu membangkitkan
ketertarikan dan rasa penasaran pembacanya berdasarkan apa yang pertama tampak
atau terlihat. Sayangnya hal ini tidak ditemukan dalam ‘Mencetak Kader’.

Cover buku ini didominasi warna-warna gelap dan judul yang penulisan
dan peletakannya terkesan kaku, sehingga para calon pembaca terutama dari
kalangan remaja dan anak-anak menganggap buku ini sebagai bacaan berat yang
membosankan sebagaimana covernya dan hanya pantas untuk orang-orang dewasa.
Background cover yang menggunakan foto buram dengan kombinasi warna-warna
gelap juga memberi andil terhadap kesan membosankan pada buku ini. Untuk
seorang ulama sekaliber Ustadz Abdullah Said yang namanya telah meng-Indonesia,
maka alangkah baiknya jika biografinya diterbitkan dengan tampilan yang lebih
eksklusif sehingga tidak terkesan sebagai buku biasa.

Dari segi penulisannya masih terdapat banyak kesalahan tulisan, salah


menulis huruf atau bahkan kurang. Kesalahan-kesalahan kecil ini harusnya
diminimalisir demi kenyamanan pembaca. Sisi sejarah yang ingin ditonjolkan dalam
buku ini beberapa diantaranya ditulis dengan gaya bercerita yang tidak sistematis,
dengan komentar-komentar rancu yang diselipkan oleh penulisnya yang sebenarnya
tidak perlu. Salah satu kekurangan mendasar buku ini juga tidak adanya

2
pembahasan yang dikhususkan mengenai karya-karya Abdullah Said semasa
hidupnya. Bagi pembaca yang awam terhadap figur Abdullah Said, hal ini
menimbulkan tanda tanya besar, apa saja karya-karya riil Abdullah Said semasa
hidupnya dan yang masih nampak hingga saat ini? dan jawabannya tidak
ditemukan secara khusus dalam buku ini. Karya-karya besar Abdullah Said hanya
diselipkan dalam kisah-kisah perjuangannya.

Last but not the least, meskipun masih terdapat kekurangan disana-sini, akan
tetapi penulisan hingga penerbitan buku ini merupakan sebuah prestasi yang luar
biasa, dimana belum ada seorangpun kader yang mampu menuliskannya, dengan
rincian-rincian kecil yang tidak terlewatkan. Membaca buku ini saja sudah memberi
nilai lebih, sebab buku ini merupakan bacaan wajib bagi para kader-kader beliau
setelahnya, untuk menapaktilasi perjuangannya juga sebagai pembakar semangat
disaat futur melanda. Inilah salah satu goresan pena yang menginspirasi dari
seorang Abdullah Said yang dicantumkan dalam ‘Mencetak Kader’;

Inilah tantangan yang harus kita jawab, sekarang dan esok

Mampukah kita mempertahankan apa yang telah dicapai kini?

Dan mampukah kita meningkatkannya dihari mendatang?

Mari kita jawab dengan praktek dan kenyataan.

Selamat berjuang di alam realita, tidak di alam cerita.

Selamat bertemu di alam kenyataan, tidak di alam pernyataan..

Anda mungkin juga menyukai