Anda di halaman 1dari 14

THE CHANGER FROM AMUNTAI; KH.

Idham
Chalid

Oleh :
Dimas Rayhan Giffary
M. Yasin Ar Rumi
M. Zain Al Azhari
Naufal Azizan Rafiansyah
Satrio Anggara

SMAN BANUA KALIMANTAN SELATAN

Tahun Ajaran 2021/2022


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... 2

ABSTRAK ....................................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 4

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4

1.2. Tujuan................................................................................................................................... 5

1.3. Ruang lingkup Materi ........................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................... 6

2.1. Biografi KH. Idham Chalid.................................................................................................... 6

2.2. Karier dan Peran Idham Chalid dalam Dunia Perpolitikan Indonesia ................................. 7

2.3. Pendidikan dan Kontribusi Idham Chalid dalam Dunia Pendidikan .................................... 9

BAB III PENUTUP......................................................................................................................... 12

3.1. Kesimpulan......................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 15

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata pelajaran Sejarah Indonesia, dengan judul “THE
CHANGER FROM AMUNTAI; KH. Idham Chalid”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Tim Penyusun
22 Februari 2022

2
ABSTRAK

Idham Chalid lahir pada tanggal 27 Agustus 1921 di Desa Satui dekat Kecamatan Kota
Baru di sebelah tenggara Kalimantan Selatan. Idham Chalid merupakan anak sulung dari lima
bersaudara. Ayahnya bernama Muhammad Chalid dan Ibunya bernama Umi Hani. Pada saat umur
6 tahun beliau pindah ke Amuntai.

Di Amuntai beliau bersekolah di Sekolah Rakyat (SR) Amuntai dan disinilah bakat
pidatonya mulai terasah. Setelah lulus dari SR, beliau melanjutkan pendidikan ke Madrasah Ar-
Rasyidiah (dulunya bernama Arabisch School). Banyaknya pengajar dari Pondok Modern Gontor
membuat Madrasah Ar-Rasyidiah terlihat “modern”. Pengetahuan umum dimasukkan, organisasi
didirikan, bahasa asing dipraktekkan. Hal ini meningkatkan kemampuan berbahasa asing Idham
Chalid. Selanjutnya beliau bersekolah di Pondok Modern Gontor. Lalu pendidikan beliau
dilanjutkan ke Kulliyah al Mu’allimin al Islamiyah (pendidikan guru agama islam) dan sisanya di
tingkat Kweekschool Islam Bovenbouw.

Berbicara tentang karier dan peran KH. Idham Chalid dalam dunia perpolitikan Indonesia
memang takkan ada habisnya. Beliau pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri
Kesejahteraan Rakyat, Menteri Sosial, Ketua DPR/MPR, Ketua Partai Masyumi, Ketua Partai
NU,dll.

Idham Chalid juga memiliki peran dalam bidang pendidikan. Beliau menjadi Kepala
Sekolah di sekolahnya dulu yaitu Madrasah Ar-Rasyidiah. Perubahan yang dibawa adalah
ditambahnya mata pelajaran eksakta dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Arab. Selain
itu beliau juga menanamkan semangat kebangsaan kepada murid-muridnya.

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia terdiri atas gugusan kepulauan dengan kekayaan dan keanekaragaman


yang berlimpah ruah. Negara yang kaya akan cerita-cerita perjuangan yang heroik dari para
pahlawan dan legendanya. Sejarah itu telah terukir selama berabad-abad lamanya. Salah
satu daerah yang memiliki segudang cerita tersebut adalah Kalimantan Selatan. Sejarah
Kalimantan Selatan tidak hanya cerita mengenai perlawanan Pangeran Antasari yang
terkenal, namun juga kisah-kisah lain yang tidak kalah heroiknya. Perlawanan itu tidak
hanya bersifat fisik tapi juga perlawanan pemikiran.
Kalimantan Selatan sendiri dikenal sebagai daerah yang menghasilkan tokoh-tokoh
Islam yang berpengaruh tidak hanya di Indonesia tapi juga sampai negara tetangga seperti
Malaysia dan Thailand. Tokoh-tokoh besar seperti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari
atau yang lebih dikenal sebagai Datu Kalampayan dan Syekh Abdurrahman Siddiq Al-
Banjari atau Tuan Guru Sapat adalah contohnya. Kitab Sabilal Muhtadin karya Datu
Kalampayan telah menjadi rujukan masyarakat melayu dalam hal ilmu fiqh dan Tuan Guru
Sapat sendiri memiliki pengaruh sangat besar terhadap pengajaran ilmu Islam di Singapura
dan Pattani, Thailand. kedua-dua tokoh besar tersebut lahir pada masa sebelum
kemerdekaan. Bumi Banjar bukan berarti tidak memiliki regenerasi tokoh islamnya. Salah
satu yang paling tersohor adalah KH. Idham Chalid yang pernah menjabat sebagai Ketua
MPR, Wakil Perdana Menteri, dan pernah juga menjadi menteri di beberapa Kementerian.
KH Idham Chalid adalah seorang pendakwah dan juga seorang politikus ulung. Beliau juga
merupakan ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) ke-7 yang menjabat selama 23
Tahun dari tahun 1956-1979. Pengalaman organisasi dan politiknya yang panjang
membuat beliau dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada tahun 2011. Wajah beliau juga menghiasi mata uang pecahan 5.000
remisi 2016.
Sebagai generasi muda penerus bangsa, sudah sepatutnya kita meneladani
perjuangan pahlawan kesuma bangsa karena atas jasa merekalah kita bisa hidup dengan
aman dan damai dalam persatuan yang dibingkai dalam Negara Kesatuan Republik

4
Indonesia. KH Idham Chalid memiliki teladan tersebut, beliau memiliki kemampuan
berbahasa Arab, Inggris, Jepang, Jerman, dan Prancis. Beliau tidak hanya belajar agama
tapi juga ilmu-ilmu lain seperti ilmu politik dan sosial. Kecintaan terhadap ilmu inilah yang
generasi muda harus teladani dan terapkan dalam menyongsong kehidupan berbangsa dan
bernegara kita untuk masa depan.

1.2. Tujuan

Tujuan makalah ini disusun adalah sebagai media penambah pengetahuan sekaligus
apresiasi terhadap kisah hidup serta peran dan jasa K.H Idham Chalid terhadap bangsa
Indonesia.

1.3. Ruang lingkup Materi

Materi yang dibahas pada makalah ini terfokus pada beberapa poin, yaitu:
➢ Biografi K.H Idham Chalid
➢ Karier dan Peran K.H Idham Chalid dalam Dunia Perpolitikan Indonesia
➢ Pendidikan dan Kontribusi K.H Idham Chalid dalam Dunia Pendidikan

5
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Biografi KH. Idham Chalid

Idham Chalid lahir pada tanggal 27 Agustus 1921 di Desa Satui dekat Kecamatan
Kota Baru di sebelah tenggara Kalimantan Selatan. Idham Chalid merupakan anak sulung
dari lima bersaudara. Ayahnya bernama Muhammad Chalid dan Ibunya bernama Umi
Hani.
Pada saat berusia 6 tahun, Idham dan keluarganya berpindah ke Amuntai dan
tinggal di daerah Tangga Ulin. Idham menghabiskan waktu kecilnya di Amuntai. Idham
terkenal dengan kecerdasannya. Ketika masuk Sekolah Rakyat (SR) Amuntai, beliau
langsung duduk di kelas dua dan bakat pidatonya mulai terlihat dan terasah. Pada tahun
1935, beliau menamatkan pendidikannya di SR.
Setelah bersekolah di SR, Idham kemudian melanjutkan pendidikannya ke
Madrasah Ar-Rasyidiah (dulunya bernama Arabisch School). Madrasah ini didirikan oleh
Tuan Guru H. Abdurrasyid pada tahun 1922. Beliau merupakan lulusan universitas
Al-Azhar. Pada 22 Agustus 1931 kepemimpinan sekolah ini diserahkan oleh Tuan
Guru H. Abdurrasyid kepada H. Juhri Sulaiman, karena beliau akan pergi ke
Kandangan (HSS) untuk mendirikan perguruan Islam di sana. Pada saat itulah sekolah
ini diganti namanya menjadi Madrasah Ar-Rasyidiyyah yang dimaksudkan madrasah ini
adalah warisan dari Tuan Guru Abdurrasyid.
Direkrutnya para pengajar dari Pondok Modern Gontor adalah salah satu
perkembangan yang terjadi saat Idham bersekolah di Madrasah Ar-Rasyidiyyah. Tokoh
dari Gontor yang berpengaruh bagi sekolah ini di masa-masa awal pengembangannya
adalah Ustadz Arif Lubis. Pengajar dari gontor inilah yang kemudian memberikan
warna “modern” bagi sekolah ini. Pengetahuan umum dimasukkan, organisasi didirikan,
bahasa Arab dan Inggris dipraktekkan. Hal ini memberi pengaruh yang positif bagi
Idham. Bahasa yang dikenalnya bertambah, yakni bahasa Arab dan Inggris. Para
pengajarnya pula yang membuat Gontor menjadi tujuan para murid setamatnya dari
sekolah tersebut.

6
Setelah menempuh pendidikan di Madrasah Ar-Rasyidiyyah, pada tahun 1938
Idham melanjutkannya di Pondok Modern Gontor, yang berada di Ponorogo, Jawa Timur.
Selama lima tahun Idham menimba ilmu dan menyelesaikan pendidikannya disana.
Tiga tahun di Kulliyah al Mu’allimin al Islamiyah (pendidikan guru agama Islam) dan
sisanya di tingkat Kweekschool Islam Bovenbouw. Biasanya untuk menyelesaikan
pendidikan disana dibutuhkan waktu sekitar 7 hingga 8 tahun. Akan tetapi, berkat
kecerdesan beliau, beliau mampu menyelesaikannya hanya dalam waktu 5 tahun.
Keterampilan bahasa asing Idham Chalid tidak hanya bahasa Arab, Jerman, Prancis
dan Inggris. Tetapi dia juga bisa menguasai bahasa Jepang. Jadi pada tahun 1943. Karena
keikhlasannya ingin belajar bahasa Jepang, salah seorang gurunya di Pondok Modern
Gontor, Ustadz Imam Zarkasyi, memberinya kesempatan datang ke Jakarta untuk
mengikuti undangan Syumubu (Kantor Agama Gunseikanbu). Atas rekomendasi
Syumubu, Dr. KH. Idham Chalid diterima belajar di bagian Djakarta Nippongo Gakko di
Jl. Cilacap, Jakarta. Dia berkembang sangat cepat dalam menguasai bahasa Jepang. Bahkan
dia pernah menjadi seorang guru bahasa Jepang. Orang Jepang sangat senang karena
pemuda pribumi bisa menguasai bahasa mereka. Pihak Jepang juga sering memintanya
menjadi penerjemah dalam beberapa pertemuan dengan alim ulama. Dalam pertemuan-
pertemuan itulah Idham mulai akrab dengan tokoh-tokoh utama NU.

2.2. Karier dan Peran Idham Chalid dalam Dunia Perpolitikan Indonesia

Berbicara tentang karir dan peran KH. Idham Chalid dalam dunia perpolitikan
Indonesia memang takkan ada habisnya. Ia dikenal sebagai sosok yang sangat aktif
berkontribusi dan sarat akan pengalaman di dunia perpolitikan Indonesia. KH. Idham
Chalid pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri pada era pemerintahan
Soekarno, Menteri Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Sosial pada era pemerintahan
Soeharto dan mantan Ketua DPR/MPR. Idham juga pernah menjadi Ketua Partai
Masyumi, Pendiri/ Ketua Partai Nahdlatul Ulama dan Ketua Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Peranan inilah yang membuatnya dikenal sebagai politisi tangguh.

Idham Chalid memulai kariernya di Jakarta dengan aktif di gerakan Pemuda


Ansor, kemudian sebagai ketua PB Ma‟arif, organisasi yang berafiliasi kepada NU dengan

7
konsentrasi pada penanganan masalah pendidikan, pada tahun 1952. Pada tahun yang
sama ia diangkat PBNU menjadi Sekretaris Jenderal partai dan dua tahun kemudian,
terpilih sebagai Wakil Ketua. Selama masa kampanye Pemilu 1955 ia memegang
jabatan penting sebagai Ketua Lajnah Pemilihan Umum Nahdlatul Ulama (Lapunu).
Dalam pemilu yang pertama kali diselenggarakan ini NU meraih keberhasilan
yang mengejutkan, bahkan bagi pihak NU sendiri. Dari hanya delapan kursi Parlemen
yang dimiliki, NU berhasil mencapai prestasi sebagai tiga besar, dengan 45 kursi,
Kemudian presiden waktu itu mengangkat 2 orang anggota DPR dari NU, sehingga
mendapat tambahan 2 kursi sehingga menjadi 47 kursi. Dengan peningkatan jumlah kursi
di Parlemen, pengaruh NU menjadi semakin besar dalam pembentukan kabinet. Pada
1956 lima Menteri menjadi jatah NU dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo II, termasuk
Wakil Perdana Menteri yang diserahkan pada Idham Chalid.
Karir politik Idham semakin meningkat tatkala ia terpilih sebagai Ketua Umum
PBNU pada Muktamar NU ke-21 yang diselenggarakan di Ibukota Sumatera Utara,
Medan, di bulan Desember tahun 1956. Ia dengan telak mengungguli Mohammad
Dachlan yang telah memegang jabatan tersebut sejak April 1953. Jabatan ini terus
dipertahankannya hingga diminta mundur pada tahun 1982 oleh para kiai. Secara
keseluruhan, Idham Chalid memimpin NU selama delapan periode dalam waktu hampir
tiga dekade. Jaringan eksternalnya yang luas di pusat pemerintahan membuatnya masuk
dalam struktur kenegaraan. Tepat sebulan sesudah Soekarno mengumumkan Dekrit,
pada bulan Agustus, Idham diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung
Sementara (DPAS). Badan ini berfungsi memberikan pertimbangan kepada
Presiden dan Pemerintah, dan pada saat itu nampak lebih berpengaruh dari pada
parlemen. Selanjutnya di tahun 1960, Idham menjadi Wakil Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang antara lain tugasnya membuat Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN).
Posisi Wakil Perdana Menteri Kedua kembali dijabat Idham pada tahun 1966
dalam jajaran Kabinet Dwikora hasil reshuffle, walaupun dalam jangka waktu yang
sangat pendek hanya empat bulan. Jabatan ini pula yang terakhir didudukinya di masa
Orde Lama.

8
Meskipun Orde Lama sudah runtuh, karier politik Idham tetap bertahandi
puncak. Dia tetap dianggap penting oleh pemerintah Orde Baru hingga dua kali
menjabat dalam Kabinet. Pada kabinet Orde Baru yang pertama Idham diangkat menjadi
Menteri Kesejahteraan Rakyat dalam kurun waktu 1967 hingga 1970. Kemudian dia
menduduki posisi Menteri Sosial di tahun 1970 sampai 1971.
Idham dipilih menjadi Ketua DPR dan MPR sesudah Pemilu 1971 dalam masa bhakti
1971-1977. Jabatan terakhir yang dipegangnya adalah sebagai Ketua DPA.Jabatan ini
tidak lagi punya pengaruh besar dalam kehidupan bernegara, dan sering dianggap
posisi kehormatan bagi para pejabat tinggi atau tokoh politik sebelum
dipensiunkan.

2.3. Pendidikan dan Kontribusi Idham Chalid dalam Dunia Pendidikan

KH Idham Chalid diundang ke Jepang dan kabar tersebut sampai ke kampung


halamannya. Orang tuanya bukannya senang, mereka justru mengkhawatirkannya. Hal ini
wajar karena Jepang datang ke Indonesia bukan sebagai tamu atau penolong, melainkan
penjajah yang menggantikan Belanda. Ditambah kerinduan setelah lima tahun berpisah,
orang tua Idham memanggilnya pulang. Pada tahun 1945, Idham kembali ke Kalimantan
Selatan. Tidak berselang lama ia diminta menjadi Kepala di sekolahnya dulu, Madrasah
Ar-Rasyidiyyah. Sekolah tersebut mengalami kekosongan pimpinan dalam rentang waktu
hampir satu tahun, sejak 1944, terkait dengan semakin ketatnya pengawasan dari pihak
Jepang.
Berbekal pengetahuan dan pengalaman diperantauan, Idham Chalid kembali
membawa semangat perubahan ke dalam almamaternya dengan merubah nama sekolah
tersebut menjadi Normal Islam Amuntai. Normal berasal dari bahasa Belanda (Noormaal)
yang berarti sekolah lanjutan. Nama ini nampaknya merujuk pada sekolah “Normal Islam”
Padang (Sumatera Utara) yang merupakan almamater sebagian besar guru yang mengajar
Idham ketika di Gontor. Perubahan nama ini seiring dengan perubahan sistem pengajaran
dan pendidikan yang disesuaikan dengan yang diikuti Idham di Gontor.
Perubahan yang kentara ada pada penambahan mata pelajaran ilmu-ilmu eksakta
dan pengetahuan umum disamping ilmu agama beserta penunjangnya. Perbandingannya
adalah 60% pelajaran agama, dan 40% pelajaran umum. Dalam kegiatan belajar

9
mengajarnya bahasa Arab digunakan sebagai bahasa pengantar. Semangat lain yang
dibawa Idham adalah semangat kebangsaan. Sebagai anak zaman yang terlahir dan tumbuh
di zaman revolusi kemerdekaan, Idham Chalid mendapatkan kesadaran tentang Indonesia
Merdeka. Kemungkinan besar kesadaran ini telah didapat sewaktu masih di Amuntai dan
diperkuat saat bersekolah di Gontor. Kesadaran yang sama “ditularkan” dan ditanamkan
kepada murid-muridnya di Normal Islam Amuntai pada saat proses belajar mengajar di
kelas. Ahmad Muhajir menyebutkan bahwa Idham Chalid yang terlahir dan tumbuh di
zaman revolusi kemerdekaan mendapatkan kesadaran tentang Indonesia merdeka yang
didapatkannya sewaktu masih di Amuntai dan diperkuat saat beliau bersekolah di Gontor.
Nampaknya jiwa dan roh dari kurikulum ini adalah tekanannya kepada penguasaan
bahasa Arab dan Inggris, sebagai bahasa agama, ibadah dan ilmu pengetahuan serta
komunikasi internasional. Karena itu bukan saja mata pelajaran agama diajarkan dengan
mempergunakan kitab-kitab berbahasa Arab, bahkan pelajaran umum pun juga diajarkan
dengan referensi kitab-kitab berbahasa padang pasir tersebut. Mata pelajaran umum yang
diajarkan dengan mempergunakan 38 buku-buku berbahasa Arab seperti pelajaran At
Tarbiyah wa at-Ta’lim, al Adyan, Ilm an Nafas, Falsafah, Thabaqah al Umam dan
sebagainya.
Idham Chalid bersama teman-temannya mendirikan Ittihad al Ma’ahid al
Islamiyyah (IMI) atau Ikatan Sekolah-sekolah Islam, hal ini menunjukkan kecenderungan
aktivisnya dan kemampuannya mengorganisir massa terlihat ketika. Sebagaimana telah
disebutkan, ada kecenderungan untuk mendirikan perguruan-perguruan agama dalam
masyarakat di Amuntai. Pada saat kekuasaan Jepang di Hindia Belanda hampir lumpuh,
kondisi perguruan-perguruan Islam di daerah ini sangat menyedihkan sebagai akibat
ketatnya sistem yang dijalankan oleh Jepang. Tidak sedikit sekolah yang tutup karena
dicurigai pemerintah Jepang. Idham melihat adalah saat yang tepat bagi perguruan-
perguruan yang masih tersisa untuk bangkit kembali. Terdorong oleh komitmen terhadap
pendidikan Islam Idham Chalid dan beberapa temannya mendirikan IMI dengan tujuan
mempersatukan dan membangun kerja sama di antara perguruan-perguruan Islam. Ada
tujuh perguruan yang saat itu bergabung dalam IMI, yaitu Normal Islam Pekapuran,
Amuntai; Al Fatah- Paliwara Hilir; Zakhratun Nisaa- Paliwara Hulu; Al Hidayah- Sungai
Durian; At Tadlhiyyah- Pekapuran; Al Fajar- Paringin; As Sullamun Najah- Telaga Selaba;

10
dan Asy Syafi’iyyah- Lok Bangkai. Mereka menyadari hanya dengan bekerja sama maka
umat Islam dapat maju ke depan dan terus menyebarkan ajaran Islam dan pengetahuan
umum. Idham Chalid pun diangkat menjadi Ketua Umumnya dan Normal Islam sebagai
pusat segala kegiatan.

11
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sosok Idham Chalid memang pantas untuk selalu kita kenang karena berkat dan
usaha beliau dalam menegakkan dunia perpolitikan Indonesia. Semangat beliau
menggambarkan semangat untuk pantang menyerah dalam menuntut Ilmu. Dilahirkan dari
keluarga yang berdomisili di wilayah Kalimantan, tidak membuat gentar semangat beliau
serta beliau meraih predikat Pahlawan Nasional. Selain itu, beliau juga melakukan
kontribusi di dunia pendidikan yaitu Perubahan yang dibawa adalah ditambahnya mata
pelajaran eksakta dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Arab.
Beliau pandai dalam berpidato dan menguasai bahasa asing seperti bahasa Jepang.
Membuat bangsa Jepang yang menduduki Indonesia kala itu kagum dengan beliau. Beliau
diundang mengikuti undangan Syumubu, menjadi guru bahasa Jepang dan menjadi
Penerjemah. Hal ini diawali oleh bersekolah beliau di Sekolah Rakyat Amuntai,
dilanjutkan bersekolah di Madrasah Ar-Rasyidiah (dulunya bernama Arabisch School),
Pondok Modern Gontor, Kulliyah al Mu’allimin al Islamiyah (pendidikan guru agama
Islam) dan sisanya di tingkat Kweekschool Islam Bovenbouw. Beliau pernah menjabat
sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Kesejahteraan Rakyat, Menteri Sosial, Ketua
DPR/MPR, Ketua Partai Masyumi, Ketua Partai NU,dll.

3.2. Saran
● Semangat Menuntut ilmu harus dimiliki oleh siapapun dengan berbekal rajin untuk
bersekolah dan menuntut ilmu.
● Semangat untuk menguasai bahasa asing diperlukan untuk membawa nama Indonesia di
kancah Internasional sebagai bangsa yang dapat bersaing dalam bidang apapun.
● Menumbuhkan sikap percaya diri dan optimis itu penting serta menghilangkan rasa malu
untuk menunjukan kepada orang-orang bahwa kita juga bisa untuk berkontribusi terhadap
Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Salam, Rudi. 2012. “Pemikiran Politik KH. Idham Chalid”, https://docplayer.info/29639041-


Bab-iii-pemikiran-politik-kh-idham-chalid.html, diakses pada 22 Februari 2022, pukul 05.13
WITA.

Wikipedia. 2022. “KH. Idham Chalid”, https://id.wikipedia.org/wiki/Idham_Chalid, diakses pada


21 Februari 2022, pukul 20.23 WITA.

Muhajir, Ahmad. 2007. IDHAM CHALID: Guru Politik Orang NU. Yogyakarta: Pustaka
Pesantren.

13

Anda mungkin juga menyukai