Anda di halaman 1dari 11

SULTAN ISKANDAR MUDA

Nama Lengkap : Sultan Iskandar Muda


Alias : No Alias
Agama : Islam
Tempat Lahir : Aceh, Banda Aceh
Tanggal Lahir : Selasa, 0 1583
Zodiak :-
Warga Negara : Indonesia
Relation :-

Biografi
Sultan Iskandar Muda adalah putra dari Puteri Raja Indra Bangsa, keturunan keluarga Raja
Darul Kamal dan ayahnya adalah Sultan Alauddin Mansur Syah yang merupakan putra
Sultan Abdul Jalil bin Sultan 'Alaiddin Ri'ayat Syah Al-Kahhar.
Besar dalam lingkungan istana, ketika telah cukup umur Iskandar Muda dikirim ayahnya
untuk belajar pada Teungku Di Bitai, salah seorang ulama dari Baitul Mukadis pakal ilmu
falak dan ilmu firasat.
Iskandar muda mempelajari ilmu nahu dari beliau. Selanjutnya ayah Iskandar Muda mulai
menerima banyak ulama terkenal dari Mekah dan dari Gujarat.
Di antaranya adalah tiga orang yang sangat berpengaruh dalam intelektual Iskandar Muda,
yaitu Syekh Abdul Khair Ibnu Hajar, Sekh Muhammad Jamani dari Mekah dan Sekh
Muhammad Djailani bin Hasan Ar-Raniry dari Gujarat.
Dinobatkan pada tanggal 29 Juni 1606, Sultan Iskandar Muda memberikan tatanan baru
dalam kerajaannya. Beliau mengangkat pimpinan adat untuk tiap suku dan menyusun tata
negara sekaligus qanun yang menjadi tuntunan penyelenggaraan kerajaan dan hubungan
antara raja dan rakyat.
Selama 30 tahun masa pemerintahannya (1606 - 1636 SM) Sultan Iskandar Muda telah
membawa Kerajaan Aceh Darussalam dalam kejayaan. Saat itu, kerajaan ini telah menjadi
kerajaan Islam kelima terbesar di dunia setelah kerajaan Islam Maroko, Isfahan, Persia dan
Agra.
Seluruh wilayah semenanjung Melayu telah disatukan di bawah kerajaannya dan secara
ekonomi kerajaan Aceh Darussalam telah memiliki hubungan diplomasi perdagangan yang
baik secara internasional.
Rakyat Aceh pun mengalami kemakmuran dengan pengaturan yang mencakup seluruh aspek
kehidupan, yang dibuat oleh Iskandar Muda.
Tahun 1993, pada tanggal 14 September, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan
gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Iskandar Muda atas jasa dan kejayaannya
membangun dasar-dasar penting hubungan ketatanegaraan dan atas keagungan beliau.
SULTAN HASANUDDIN

Nama Lengkap : Sultan Hasanuddin


Alias : Ayam Jantan Dari Timur
Agama : Islam
Tempat Lahir : Makassar, Sulawesi Selatan
Tanggal Lahir : Minggu, 12 Januari 1631
Zodiak : Capricorn
Warga Negara : Indonesia
Relation :-

Biografi
Terkenal dengan sebutan 'Ayam Jantan Dari Timur', Sultan Hasanuddin adalah pahlawan
nasional dari Sulawesi, tepatnya dari Kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa
ke-16, putra dari I Manuntungi Daeng Mattola yang bergelar Sultan Malikussaid (ayah) dan
ibunya bernama I Sabbe To'mo Lakuntu.
Ilmu berpolitik, diplomasi, ilmu pemerintahan dan ilmu perang dipelajari Hasanuddin ketika
ikut mendampingi ayahnya melakukan perundingan-perundingan penting, ditambah dengan
bimbingan Karaeng Pattingaloang, mangkubumi kerajaan Gowa, yang sangat berpengaruh
dan cerdas.
Pergaulan Hasanuddin yang luas dengan rakyat jelata, orang asing dan Melayu membuatnya
sering dipercaya menjadi utusan ayahnya untuk mengunjungi daerah dan kerajaan lain.
Pada usia 21 tahun, Sultan Hasanuddin ditugaskan untuk menjabat bagian pertahanan
Kerajaan Gowa. Di sinilah Sultan Hasanuddin mulai bermain strategi mengatur pertahanan
untuk melawan serangan Belanda yang ingin memonopoli perdagangan di Maluku.
Setahun kemudian ayahnya wafat, dan atas titah beliau, Sultan Hasanuddin yang seharusnya
tidak ada dalam garis tahta dinobatkan menjadi raja karena kepintaran dan keahliannya.
Peperangan dengan Belanda berlangsung alot karena dua kubu memiliki kekuatan armada
yang sebanding. Hingga Belanda menemukan bahwa daerah-daerah di bawah kekuasaan
Gowa mudah dihasut dan dipecah belah.
Arung Palakka yang merupakan sahabat sepermainan Sultan Hasanuddin saat kecil
memimpin pemberontakan Raja Bone terhadap Kerajaan Gowa.
Tahun 1662, Belanda kembali mengobarkan perang saudara dan di tahun 1664, Sultan
Ternate, Sultan Buton dan Arung Palakka berhasil disatukan di bawah kendali Belanda.
Setelah 16 tahun berperang tidak hanya dengan Belanda namun juga dengan rakyatnya
sendiri (yang memberontak), Sultan Hasanuddin akhirnya kalah dalam peperangan tahun
1669.
Di tahun yang sama Sultan Hasanuddin mundur dari jabatannya sebagai Raja Gowa dan
memilih menjadi pengajar agama Islam sambil tetap menanamkan rasa kebangsaan dan
persatuan. Sultan Hasanuddin wafat tanggal 12 Juni 1670, dan tidak mau bekerja sama
dengan Belanda hingga akhir hayatnya.
Mahapati

Mahapati adalah nama seorang tokoh penghasut dalam sejarah awal Kerajaan Majapahit.
Namanya disebut dalam Pararaton sebagai pemegang jabatan rakryan patih sejak tahun
1316. Kelicikan Mahapati dianggap sebagai penyebab kematian para pahlawan pendiri
Majapahit, misalnya Ranggalawe, Lembu Sora, dan Nambi. Mahapati sendiri akhirnya
dihukum mati setelah pemberontakan Ra Kuti tahun 1319.

Kisah Hidup
Nama Mahapati terdapat dalam naskah Pararaton dan Kidung Sorandaka. Ia dikisahkan
sebagai tokoh licik yang gemar melancarkan fitnah dan adu domba demi meraih ambisinya,
yaitu menjadi patih Majapahit.
Pada tahun 1295 Mahapati menghasut Ranggalawe supaya menentang pengangkatan Nambi
sebagai patih. Sebaliknya, ia juga menghasut Nambi supaya menghukum kelancangan
Ranggalawe. Akibat adu domba tersebut, perang saudara pertama pun meletus. Ranggalawe
akhirnya tewas di tangan Kebo Anabrang dalam sebuah pertempuran di Sungai Tambak
Beras. Namun, Kebo Anabrang sendiri juga tewas karena dibunuh dari belakang oleh Lembu
Sora, paman Ranggalawe.
Pada tahun 1300 Mahapati menghasut Mahisa Taruna putra Kebo Anabrang supaya menuntut
pengadilan untuk Lembu Sora. Mengingat jasa-jasanya selama perjuangan mendirikan
kerajaan, Lembu Sora hanya dihukum buang oleh Raden Wijaya, raja Majapahit saat itu.
Mahapati ganti menghasut Sora supaya meminta hukuman yang lebih pantas. Sora pun
berangkat ke ibu kota untuk meminta hukuman mati. Di sana ia tewas dikeroyok tentara
istana, karena Nambi sudah lebih dahulu dihasut Mahapati, bahwa Sora akan datang untuk
membuat onar.
Pada tahun 1316 Mahapati mengadu domba Nambi dengan Jayanagara, raja kedua Majapahit
pengganti Raden Wijaya. Suatu ketika Nambi mengambil cuti karena ayahnya di Lamajang
meninggal dunia. Mahapati datang melayat sambil menyarankan supaya ia memperpanjang
cuti. Mahapati bersedia menyampaikan permohonan izin kepada raja. Akan tetapi, di hadapan
Jayanagara, Mahapati justru mengabarkan bahwa Nambi tidak mau kembali ke Majapahit
karena sedang mempersiapkan pemberontakan. Jayanagara marah dan mengirim pasukan
untuk menghancurkan Lamajang. Nambi sekeluarga pun tewas. Mahapati kemudian diangkat
sebagai patih baru sesuai dengan cita-citanya.
Pada tahun 1319 terjadi pemberontakan Ra Kuti. Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh
seorang pegawai bhayangkari bernama Gajah Mada yang kemudian menjadi abdi kesayangan
Jayanagara.
Setelah pemberontakan Ra Kuti, hubungan antara Jayanagara dengan Mahapati mulai
renggang. Akhirnya, semua kejahatan yang pernah dilakukan Mahapati pun terbongkar. Ia
kemudian dihukum mati dengan cara cineleng-celeng, artinya "dicincang seperti babi hutan".

Identifikasi dengan Dyah Halayudha


Tokoh Mahapati hanya ditemukan dalam naskah Pararaton dan Kidung Sorandaka. Istilah
maha bermakna "besar", sedangkan pati bermakna "penguasa". Maksudnya ialah "orang yang
memiliki ambisi besar untuk menjadi penguasa". Hal ini menunjukkan, nama Mahapati
bukanlah nama asli, melainkan nama julukan.
Nama Mahapati tidak dijumpai dalam prasasti apa pun, sehingga diduga merupakan nama
ciptaan pengarang Pararaton. Nagarakretagama yang juga berisi sejarah Kerajaan Majapahit
hanya mengisahkan kematian Nambi secara singkat tanpa menjelaskan apa penyebabnya.
Pararaton mengisahkan Mahapati menjadi patih setelah kematian Nambi tahun 1316.
Sejarawan Slamet Muljana menganggap Mahapati identik dengan Dyah Halayudha, yaitu
nama patih Majapahit yang tertulis dalam prasasti Sidateka tahun 1323.
Apabila dugaan Slamet Muljana benar, maka tokoh Mahapati alias Halayudha bukan orang
biasa, tetapi masih keluarga bangsawan. Hal ini dikarenakan gelar yang ia pakai adalah dyah
yang setara dengan raden pada zaman berikutnya. Misalnya, pendiri Majapahit dalam
Nagarakretagama disebut Dyah Wijaya sedangkan dalam Pararaton disebut Raden Wijaya.
Sementara itu Nambi dan Sora yang dalam prasasti Sukamreta hanya bergelar mpu.
Dengan demikian dapat dipahami mengapa Halayudha sakit hati ketika Nambi dan Sora yang
bukan dari golongan bangsawan namun memperoleh kedudukan tinggi, masing-masing
sebagai patih Majapahit dan patih Daha. Ia pun melancarkan aksi fitnah dan adu domba
sehingga satu per satu para pahlawan pendiri kerajaan tersingkir.
Pengarang Pararaton mungkin tidak mengenal nama asli tokoh licik yang menyingkirkan
Ranggalawe, Sora, dan Nambi sehingga ia pun menyebutnya dengan nama Mahapati. Maha
artinya Besar, dan Pati artinya Mati. Boleh jadi, Mahapati artinya: Orang yang menyebabkan
kematian yang besar, atau penyebab matinya orang-orang besar.
Balaputradewa

Masa Awal
Palembang
Dapunta Hyang 671–702
Sri Indrawarman 702–728
Rudra Wikrama 728–775
Masa Peralihan (Wangsa Sailendra)
Sri Maharaja 775–(?)
Jawa
Dharanindra 778–782
Samaragrawira 782–792
Samaratungga 792–840
Suwarnadwipa
Balaputradewa 860–(?)
Sri Udayaditya Warmadewa 960–988
Sri Cudamani Warmadewa 988–1008
Sri Mara-Wijayottunggawarman 1008–1017
Kadaram
Sangrama-Vijayottunggawarman 1017–1030
Sri Dewa 1028–(?)
Di bawah dinasti Chola
Rajendra Chola I 1012–1044
Kulothunga Chola I 1070–1120
Di bawah dinasti Mauli
Trailokyaraja 1183–(?)
Sri Maharaja Balaputradewa adalah anggota Wangsa Sailendra yang menjadi raja
Kerajaan Sriwijaya

Asal-Usul
Menurut prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah cucu seorang raja Jawa yang dijuluki
Wirawairimathana (penumpas musuh perwira). Julukan kakeknya ini mirip dengan
Wairiwarawimardana alias Dharanindra dalam prasasti Kelurak. Dengan kata lain,
Balaputradewa merupakan cucu Dharanindra.
Ayah Balaputradewa bernama Samaragrawira, sedangkan ibunya bernama Dewi Tara putri
Sri Dharmasetu dari Wangsa Soma. Prasasti Nalanda sendiri menunjukkan adanya
persahabatan antara Balaputradewa dengan Dewapaladewa raja dari India, yaitu dengan
ditandai pembangunan wihara yang diprakarsai oleh Balaputradewa di wilayah Benggala.

Menyingkir dari Jawa


Teori yang sangat populer, yang dikembangkan oleh De Casparis, menyebutkan bahwa
Samaragrawira identik dengan Samaratungga raja Jawa. Sepeninggal Samaratungga terjadi
perebutan takhta di antara kedua anaknya, yaitu Balaputradewa melawan Pramodawardhani.
Pada tahun 856 Balaputradewa dikalahkan oleh Rakai Pikatan suami Pramodawardhani
sehingga menyingkir ke pulau Sumatra.
Teori ini dibantah oleh Slamet Muljana karena menurut prasasti malang, Samaratungga hanya
memiliki seorang anak perempuan bernama Pramodawardhani. Menurutnya, Balaputradewa
lebih tepat disebut sebagai adik Samaratungga. Dengan kata lain, Samaratungga adalah putra
sulung Samaragrawira, sedangkan Balaputradewa adalah putra bungsunya.
Pengusiran Balaputradewa umumnya didasarkan pada prasasti Wantil bahwa telah terjadi
perang antara Rakai Mamrati Sang Jatiningrat (alias Rakai Pikatan) melawan seorang musuh
yang membangun benteng pertahanan berupa timbunan batu. Dalam prasasti itu ditemukan
istilah Walaputra yang dianggap identik dengan Balaputradewa.
Teori populer ini dibantah oleh Pusponegoro dan Notosutanto bahwa, istilah Walaputra
bukan identik dengan Balaputradewa. Justru istilah Walaputra bermakna “putra bungsu”,
yaitu Rakai Kayuwangi yang dipuji berhasil mengalahkan musuh kerajaan. Adapun Rakai
Kayuwangi adalah putra bungsu Rakai Pikatan yang berhasil mengalahkan musuh ayahnya.
Benteng timbunan batu yang diduga sebagai markas pemberontakan Balaputradewa identik
dengan bukit Ratu Baka. Namun prasasti-prasasti yang ditemukan di daerah itu ternyata tidak
ada yang menyebut nama Balaputradewa, melainkan menyebut Rakai Walaing Mpu
Kumbhayoni. Jadi, musuh Rakai Pikatan yang berhasil dikalahkan oleh Rakai Kayuwangi
sang Walaputra ternyata bernama Mpu Kumbhayoni, bukan Balaputradewa.
Menurut prasasti-prasasti itu, tokoh Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni mengaku sebagai
keturunan pendiri Kerajaan Medang (yaitu Sanjaya). Jadi sangat mungkin apabila ia
memberontak terhadap Rakai Pikatan sebagai sesama keturunan Sanjaya.
Kiranya teori populer bahwa Balaputradewa menyingkir ke pulau Sumatra karena didesak
oleh Rakai Pikatan adalah keliru. Mungkin ia meninggalkan pulau Jawa bukan karena kalah
perang, melainkan karena sejak awal ia memang tidak memiliki hak atas takhta Jawa,
mengingat ia hanyalah adik Maharaja Samaratungga, bukan putranya.
Menjadi Raja Sriwijaya
Prasasti Nalanda menyebut Balaputradewa sebagai raja Suwarnadwipa, yaitu nama kuno
untuk pulau Sumatra. Karena pada zaman itu pulau Sumatra identik dengan Kerajaan
Sriwijaya, maka para sejarawan sepakat bahwa Balaputradewa adalah raja Sriwijaya.
Pendapat yang paling populer menyebutkan Balaputradewa mewarisi takhta Kerajaan
Sriwijaya dari kakeknya (pihak ibu), yaitu Sri Dharmasetu. Namun, ternyata nama Sri
Dharmasetu terdapat dalam prasasti Kelurak sebagai bawahan Dharanindra yang ditugasi
menjaga bangunan Candi Kelurak.
Jadi, Dharanindra berbesan dengan pegawai bawahannya, bernama Sri Dharmasetu melalui
perkawinan antara Samaragrawira dengan Dewi Tara. Dharmasetu menurut prasasti Kelurak
adalah orang Jawa. Jadi, teori populer bahwa ia merupakan raja Kerajaan Sriwijaya adalah
keliru.
Balaputradewa berhasil menjadi raja Kerajaan Sriwijaya bukan karena mewarisi takhta Sri
Dharmasetu, tetapi karena pada saat itu pulau Sumatra telah menjadi daerah kekuasaan
Wangsa Sailendra, sama halnya dengan pulau Jawa.
Berdasarkan analisis prasasti Ligor, Kerajaan Sriwijaya dikuasai Wangsa Sailendra sejak
zaman Maharaja Wisnu. Sebagai anggota Wangsa Sailendra, Balaputradewa berhasil menjadi
raja di Sumatra, sedangkan kakaknya, yaitu Samaratungga menjadi raja di Jawa.
Hayam Wuruk
Hayam Wuruk
Penguasa monarki Kerajaan Majapahit

Masa kekuasaan Majapahit: 1350–1389


Dinobatkan 1350
Nama lengkap Maharaja Sri Rajasanagara
Gelar Rajasanagara
Lahir 1334
Tempat lahir Majapahit
Wafat 1389
Tempat wafat Majapahit
Pendahulu Tribhuwana Wijayatunggadewi
Pengganti Wikramawardhana
Ratu Sri Sudewi (Paduka Sori)
Pasangan Selir ? (Ibunda Wirabhumi)
Dinasti Wangsa Rajasa
Ayah Cakradhara
Ibu Tribhuwana Wijayatunggadewi
Agama Hinduisme

Mahkota Ulun Umbul yang diduga merupakan mahkota Hayam Wuruk yang ditemukan di
Kampung Leuwidulang, Desa Sukamaju, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Tatar
Pasundan. Selain itu terdapat juga sebuah tongkat bermotif burung Galudra (Garuda). Artefak
tersebut kini tersimpan di lemari kaca ruang Kepala Sekolah SMA Pasundan Majalaya.
Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1350-1389,
bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Majapahit
mencapai puncak kejayaannya.[1]

Silsilah Hayam Wuruk


Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang terpelajar". Ia adalah putra pasangan Tribhuwana
Tunggadewi dan Sri Kertawardhana alias Cakradhara. Ibunya adalah putri Raden Wijaya
pendiri Majapahit, sedangkan ayahnya adalah raja bawahan di Singhasari bergelar Bhre
Tumapel.
Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334. Peristiwa kelahirannya diawali dengan gempa bumi di
Pabanyu Pindah dan meletusnya Gunung Kelud. Pada tahun itu pula Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Palapa.
Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah Nertaja alias Bhre Pajang, dan
adik angkat bernama Indudewi alias Bhre Lasem, yaitu putri Rajadewi, adik ibunya.
Permaisuri Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar Paduka Sori putri Wijayarajasa
Bhre Wengker. Paduka Sori adalah saudara Hayam Wuruk seayah, beda ibu. Dari
perkawinan itu lahir Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana putra Bhre
Pajang. Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai Bhre
Wirabhumi, yang menikah dengan Nagarawardhani putri Bhre Lasem.

Masa pemerintahan Hayam Wuruk


Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit menaklukkan Kerajaan Pasai dan Aru
(kemudian bernama Deli, di era pemerintahan Hayam Wuruk menyimpan polemik dalam
pengangkatannya sebagai Raja. Hal itu dikarenakan Hayam Wuruk menjadi Raja Majapahit
untuk menggantikan ibunya (Tribhuwana Tunggadewi) yang menjadi Wali
Kerajaan/Makamanggalya, dikarenakan status ibunya sebagai Ratu Majapahit telah habis.
Habisnya status tersebut dikarenakan Gayatri (sebagai pemegang status kekuasaan yang sah)
telah meninggal)

Anda mungkin juga menyukai