Anda di halaman 1dari 21

TOKOH PENYEBAR ASWAJA DI INDONESIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam V (DAKWAH
ISLAM) Dosen Pengampu: Adi Sudrajat, M.Pdi

Disusun Oleh Kelompok 5:


Pupung Pramada (22001021130)
Nailul Lailatul M. (22001021129)
Ajeng Zulsifa P. (22001021136)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam atas pemberian rizki dan hidayahnya, sehingga
memudahkan kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat waktu. Tanpa
bantuan-Nya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan kami
petunjuk agar kami berada di jalan yang benar.

Sekaligus pula kami sampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada dosen
pengajar kami, Bapak Adi Sudrajat M.Pdi yang telah meyerahkan kepercayaannya kepada kami
guna menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Kami berharap, makalah yang kami susun ini dapat berguna serta bermanfaat bagi
pengetahuan sekaligus wawasan tentang Tokoh Penyebar Aswaja di Indonesia. Selain itu, kami
juga sadar apabila makalah kami ini mempunyai banyak kesalahan dan kekurangan, serta jauh
dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami menanti kritik dan saran bapak dosen pengampu,
sehingga kami dapat membuat makalah lebih baik untuk kedepannya. Demikian yang dapat kami
sampaikan, apabila ada kurang lebihnya kami sebagai penyusun memohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Malang, 02 November 2022

Penulis

2
3
DAFTAR ISI

JUDUL……………………………………………………………………………………………1

KATA PENGANTAR…………….……………………………………………………………...2

DAFTAR ISI………..………………………………………………………………………….…3

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………...………
4

A.LATAR BELAKANG…..……………………………………………………………..4

B.RUMUSAN MASALAH..……………………………………………………………..5

C.TUJUAN..……………………………………………………..……………………….5

BAB II PEMBAHASAN..………………………………………………………………..………6

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ASWAJA DI INDONESIA……………….6


B. TOKOH PENYEBAR ASWAJA DI INDONESIA …………………………………
8

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..18

A.KESIMPULAN………………………………………..……………………………..18

B.SARAN…………………………………………………..……………………………18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….20

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kelahiran aswaja di Indonesia tidak lepas dari sejarah kedatangannya di Indonesia. Secara
historis, islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7. Hal ini dibuktikan dengan adanya makam-
makam dikawasan barat Nangroe Aceh Darussalam pada masa Bani Umayyah. Juga berita dari
Tiongkok tentang kedatangan Ta-Cheh du wilayah Kalingga ( Holing ) pada amsa Szima.

Dari segi sejarah kedatangan aswaja dibuktikan dengan sejarah yang ada, dimulai dari laporan
Ibnu Batutah tentang Islam di Indonesia, dengan nama raja- raja Samudra Pasai yang cenderung
menyamai raja - raja Syafi'i di Timur Tengah dan penemuan makam Siti Fatimah binti Maimun
Leran Gresik, ditambah lagi dengan cerita raja - raja Sunda ( Banten ) yang cenderung dari raja -
raja / babad / Syafi'i pada abad XI. Adapun masuknya Islam di Indonesia ternyata Islam
kebanyakan berasal dari Hadramout dan Yaman, bukan Iran yang cenderung Hanafi.

Sebagaimana sejarah Islam dikembangkan di Indonesia oleh para pedagang. Sembari berdagang
para mubaligh ini mengorganisir pesantren - pesantren untuk membentuk kader-kader ulama-
ulama yang sangat berperan dalam perkembangan Islam di masa depan . Salah satu tradisi dalam
proses pengajaran adalah tradisi pengajaran melalui kajian kitab klasik "kitab kuning ".
Pengajaran kitab - kitab di pesantren di Indonesia khususnya jawa dari madzhab Syafi'i inilah
memiliki pengaruh yang sangat kuat di Indonesia.

Di Jawa, berdasarkan bukti-bukti sejarah, para penyebar dan pembawa agama Islam, khususnya
di wilayah pesisir utara, adalah para misionaris yang diberi gelar wali, yang sangat populer
disebut wali songo. Sesuai dengan ideologi Islam, yaitu ideologi Ahlussunah wal Jamaat, para
walinya selalu menerapkan prinsip tawasud, tasamuh, dan i'tidal dalam misi dan ajakannya. Ciri-
ciri tersebut tercermin dalam semua bidang akidah, syariah, akhlak, tasamuh, dan mu'amale
antara lain. Dengan prinsip-prinsip tersebut, cara Islamisasi di Indonesia dipertahankan melalui

5
seni budaya seperti pertunjukan wayang gamelan dan seni ukir. Adat dan kebiasaan yang
mengakar di masyarakat juga digunakan sebagai sarana ajakan. Adat dan keselamatan orang
yang meninggal masih dilindungi oleh warna-warna Islami. Mereka mengajarkan Islam dengan
lembut. Penggunaan bahasa dan budaya tanpa kekerasan yang dimiliki oleh jemaah, keramahan
dalam berdakwah ini menyentuh hati nurani bangsa dan mengungkapkan bahwa Islam adalah
agama yang damai, membawa persahabatan di antara manusia alam semesta. Keramahan ini
diwarisi oleh para ulama yang akan mengikuti ajaran Islam. Demikian pula NU secara tegas
menyatakan dalam piagamnya bahwa tujuan NU adalah mengembangkan dan melestarikan
ajaran Ahlussunah Wal Jama'ah Islam.

B. RUMUSAN MASALAH

Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah sejarah dan perkembangan Aswaja di Indonesia?


2. Siapakah tokoh yang berperan dalam penyebaran Aswaja di Indonesia ?

C. TUJUAN PENULIS
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan makalah “Tokoh Penyebar
Aswaja di Indonesia” adalah sebagai berikut:

1. Untuk menambah wawasan mengenai sejarah dan perkembangan Aswaja di Indonesia


2. Untuk mengenali tokoh yang berperan dalam penyebaran Aswaja di Indonesia

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ASWAJA DI INDONESIA


Pada abad ke-7, Islam masuk ke Indonesia tepatnya sejak masa-masa awal kejatuhan Dinasti
Abbasiyah. Dan sekitar 7 (tujuh) abad kemudian, pada tahun 1344 H. Nahdlatul Ulama (NU)
lahir di Surabaya. Artinya, metodologi Ahlussunnah Waljamaah mendorong umat Islam di
Indonesia untuk menjadi bagian dari peradaban Islam di seluruh dunia. Klaim bahwa NU adalah
pengemban tradisi Ahlussunnah dan secara otomatis menjadi bagian dari peradaban Islam dunia
didukung oleh fakta sejarah.

Sebagi contoh, Syekh Ahmad Khatib Sambas, seorang ulama terkemuka kelahiran Sambas,
Kalimantan Barat, bertekad untuk tinggal lebih lama di Makkah Al-Mukarramah karena ia telah
menunjukkan semangat yang menggebu-gebu dalam menjalani ilmu - ilmu keislaman sejak masa
mudanya. Iklim politik saat itu tidak kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di
Nusantara . Syaikh Ahmad Khatib Sambas muncul sebagai tokoh sufi dan cikal bakal perpaduan
autentik dua tarekat besar " Qadriyah wa Naqsyabandiyah", Tarekat Qadriyah dan
Naqsabandiyah. Tarekat Qadriyah digagas oleh Syaikh Muhyiddin Abu Muhammad Abdul
Qadir bin Abi Shaleh Zangi Dost Al-Jailani (w. 1166 M) yang mengacu pada tradisi mazhab irak
yang dibangun oleh imam al-junaid.

Sementara Tareka Naqsybandi dibangun oleh Syaikh Muhammad ibn Muhammad Bahauddin al-
Uwaisyi al-Bukhari al-Naqyabandi (w. 1189), berdasaran tradisi al-Khurasani yang dipimpin
oleh al-Bustami. Kedua jenis Tarekat inilah yang dipopuleri oleh Syekh Sambas. Ini adalah satu
kesatuan yang dikenal di kalangan umat Islam saat ini. Kitabnya Fath al-'Arifin menunjukkan
integritas keilmuan Syaikh Ahinad Khatib Sambas dalam lingkungan masyarakat Islam Tarekat
Ahmad Khatib Sambas, yang diterapkan di beberapa belahan dunia, terutama oleh masyarakat
Islam. Terutama negara dengan Bermaahab Syafii dan tasawuf ala al-Bushtami dan al-Junaid.

Penerus tradisi Aswaja adalah ulama besar Syekh Nawawi Banten (1813-1897). Ia adalah
seorang ulama yang telah mencapai tingkat “mazhab mujtahid”. Ia telah menulis sejumlah kitab
agama yang masih digunakan di pesantren-pesantren di Nusantara dan negara-negara Islam

7
lainnya. Syekh Nawawi merupakan wujud dari geliat dan perjuangan Islam lokal yang lahir di
tengah perbatasan nusantara. Akhirnya, ia menetap di Mekkah sebagai bentuk protes terhadap
kondisi penjajahan Belanda. Nawawi mencapai puncak karirnya sebagai mujtahid mazhab di
bidang fiqh. Dia meninggalkan lebih dari seratus karya tulis dan murid-muridnya tersebar di
seluruh dunia, terutama di negara-negara yang berafiliasi dengan mazhab Syafi'i.

Pengganti Awaja berikutnya adalah Syekh Mahfudz Termas (w. 1919). Saat ini sedang
menempuh pendidikan di Universitas Al Azhar Mesir. . Buku ini merupakan tafsir atas karya
Imam Abdur Rahman al-Suyuthi (w.911 H). Mandzhumat Ilm al-Atsar. Selain Mahfudz Termas,
ulama terkenal lainnya yang meneruskan tradisi Aswaja adalah Kiai Khalil Bangkalan (1819-
1925). Ia adalah seorang ahli tata bahasa Arab dan guru dari KH. Hasyim Asy'ari. Meskipun Kiai
Khalil Bangkalan tidak begitu dikenal dari segi pemikiran, ia berhasil mencapai puncak
popularitas dan kharismanya, sehingga menjadi rujukan para ulama Jawa pada masanya. Buku
ini merupakan tafsir atas karya Imam Abdur Rahman al-Suyuthi (w.911 H). Mandzhumat Ilm al-
Atsar. Selain Mahfudz Termas, ulama terkenal lainnya yang meneruskan tradisi Aswaja adalah
Kiai Khalil Bangkalan (1819-1925). Ia adalah seorang ahli tata bahasa Arab dan guru dari KH.
Hasyim Asy'ari. Meskipun Kiai Khalil Bangkalan tidak begitu dikenal dari segi pemikiran, ia
berhasil mencapai puncak popularitas dan kharismanya, sehingga menjadi rujukan para ulama
Jawa pada masanya.

Ulama periode selanjutnya adalah Syekh Ihsan Mohammed Dahlan (1901-1952), ulama asal
Kediri yang mendalami tasawuf. Dia menulis Sirajut al-Thalibin, sebuah komentar yang cukup
komprehensif tentang buku Ghazali, Minhajul al-'Abidin. Kitab ini merupakan kajian penting
dalam beberapa negara islam.

Dengan demikian, posisi krusial NU terletak pada keberlangsungan garis tradisi Aswaja di
belahan barat dan timur dunia Islam. Tekad NU untuk tetap berpegang pada tradisinya bermula
dari kesinambungan rantai khazanah Islam yang menghubungkan Timur Tengah, Asia, Afrika,
dan Nusantara. Jajaran ulama, Nahdlatul Ulama, merupakan generasi pertama yang berjasa
dalam meletakkan dasar-dasar corak keagamaan Khazanah. Inilah yang disebut dengan
Ahlussunnah Waljamaah atau Aswaja.

8
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, paham ini pada mulanya diberikan oleh Imam
Hasan al-Bashri sebagai generasi tabi'in setelah Rasulullah Saw. Dia bertindak moderat di tengah
krisis berkepanjangan yang menimpa umat Islam karena al-fitna-i kübra. Seabad kemudian, saat
kita memasuki abad ke-3, muncul al-Muhasibi, al-Qalauisi dan Ibn Kullab, yang menjadi
landasan wacana intelektual Muslim dalam memasuki abad ke 3-H. Langkah ini dilanjutkan oleh
Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi hingga Imam Abu Hamid al-
Ghazali, kemudian berkembang di Indonesia pada awal abad ke-20 melalui forum Jam'iyyah
Nahdlatul Ulama. Silsilah generasi setelah Imam Ghazali pendiri NU K.H. Hasyim Asy'ari,
Imam Abdul Karim al-Syahrastani, Imam al-Razi, al-Iji, al-Senusi, al Bajuri, al-Dasuki, Syekh
Zaini Dahlan, Syekh Mahfuz Termas melalui K.H. Hasyim Asy'ari.

B. TOKOH PENYEBAR ASWAJA DI INDONESIA

a. Wali Songo

Wali Songo adalah seorang ulama yang sangat berpengaruh dalam penyebaran agama Islam
di Indonesia khususnya di pulau Jawa. Semua orang tahu bahwa mereka adalah ulama yang
menganut ideologi Ahlusunah wal jamaah, yang berhasil menanamkan ajaran Islam di hati
masyarakat Muslim Indonesia, mengikuti ideologi Ahlussunah waljamaah. Berikut ini tentang
Wali Songo:

1. SUNAN GRESIK

Nama asli Sunan Gresik adalah Maulana Malik Ibrahim dan juga dikenal sebagai Syekh
Maghribi. Sunan Gresik berasal dari Samarkand, Asia Tengah. Ia menyandang gelar Sunan
Gresik karena menyebarkan ajaran Islam di wilayah Gresik di Jawa Timur. Metode dakwah
yang digunakan Sunan Gresik adalah mendekatkan diri dengan masyarakat dengan
mengajarkan bercocok tanam, melalui pendidikan pesantren, dan dengan membangun surau.
Sunan Gresik meninggal pada tahun 1419 dan dimakamkan di desa Gapura, Gresik di Jawa
Timur.

9
2. SUNAN AMPEL

Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Muhammad Ali Rahmatullah atau dikenal juga
dengan Raden Rahmat. Sunan Ampel adalah putra dari putri raja Campa, sebuah kerajaan di
Vietnam. Ia juga memiliki hubungan darah dengan istrinya Prabu Siliwangi, yang merupakan
bibi . Sunan Ampel juga menjadi pendiri Kerajaan Demak, di mana Raden Patah menjadi
rajanya. Sunan Ampel menyebarkan agama Islam di Surabaya dan terkenal dengan ajaran
"Moh Limo"-nya. Ajaran tersebut terdiri dari Moh main (tidak berjudi), Moh Ngombe (tidak
mabuk), Moh Maling (tidak mencuri), Moh Madat (bukan pecandu narkoba), dan Moh
Madon (tidak berzina). Gelar Sunan Ampel adalah Bapak Wali karena memiliki tujuh orang
anak diantaranya Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Syarifuddin (Sunan
Drajat). Sunan Ampel wafat sekitar tahun 1467 M dan dimakamkan di sebelah barat Masjid
Ampel di Surabaya.

3. SUNAN GIRI

Nama asli Sunan Giri adalah Muhammad Ainul Yaqin. Ia juga dikenal sebagai Raden Paku,
Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih dan Joko Samudro. Ia adalah putra dari Maulana Ishak,
seorang da'i dari Asia Tengah yang menikah dengan Dewi Sekardadu, anak dari Menak
Sembuyu. Nama Sunan Giri diambil dari nama Pesantren Giri yang didirikan di perbukitan
Sidomukti, Kebomas, Gresik. Pesantren ini terkenal sampai ke Madura, Kalimantan, Sumba,
Flores, Ternate, Maluku dan Sulawesi. Dalam perjalanannya, pesantren ini menjadi Kerajaan
Giri Kedaton. Ia juga dikenal dengan ajakan lewat kesenian dengan lagu-lagu Macapat
seperti Sunan Giri, Pucung dan Asmarandana. Sunan Giri meninggal pada tahun 1506 M dan
dimakamkan di Gresik, Kelurahan Kebomas, Desa Giri, Lapangan Giri Gajah.

4. SUNAN BONANG

Nama asli Sunan Bonang adalah Maulana Makdum ibrahim, putra Sunan Ampel. Sunan
Bonang menyebarkan ajaran Islam melalui seni dengan membudayakan budaya dari Tuban,
Rembang, Pulau Bawean hingga Madura. Peninggalan Sunan Bonang termasuk gamelan
Jawa, hasil modifikasi warisan budaya Hindu dengan menambahkan rebab dan bonang.
Sunan Bonang menggunakan gamelan untuk memainkan lagu-lagu Islami dan salah satunya

10
adalah Tombo Ati. Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, namun makamnya berada di
dua tempat. Yang pertama di sebelah barat Masjid Raya Tuban dan yang kedua di Pulau
Bawean1

5. SUNAN DRAJAT

Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel dan adik Sunan Bonang yang bernama Raden
Syarifudin atau Raden Qasim. Ia mendapat gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah dari
Kerajaan Demak. Ia berdakwah ke Lamongan dari daerah pesisir Gresik. Cara dakwahnya
menggunakan media seni dengan suluk dan tembang pangkur. Ada juga ajaran Catur
Piwulang yang berisi ajakan untuk berbuat baik kepada sesama. Sampai saat ini ajaran
tersebut masih dijadikan pedoman hidup dari generasi ke generasi. Sunan Drajat wafat pada
tahun 1522 M dan makamnya berada di Desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

6. SUNAN KALIJAGA

Sunan Kalijaga yang bernama asli Raden Said adalah anak dari bupati Tuban Tumenggung
Wilatikta. Ia menjadi seorang wali setelah bertemu dengan Sunan Bonang, guru spiritualnya.
Sunan Kalijaga mulai berdakwah di Cirebon kemudian menyebar ke Pamanukan dan
Indramayu. Sunan Kalijaga juga dikenal dengan metode dakwahnya yang menggunakan
kearifan lokal, termasuk kesenian melalui media wayang. Sunan Kalijaga wafat pada tahun
1513 M dalam usia 131 tahun dan dimakamkan di Desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah.

7. SUNAN MURIA

Sunan Muria yang bernama asli Raden Umar Said ini juga dikenal sebagai Raden Parwoto. Ia
juga berperan dalam mendirikan Kerajaan Demak bersama Raden Patah. Sunan Muria
mendapatkan namanya dari tempat tinggalnya di kaki Gunung Muria, sebelah utara Kudus.
Di antara tempat-tempat yang dikunjunginya untuk berdakwah adalah Jepara, Tayu, Juana,
Qudus, dan sekitar Pati. Dia berdakwah, mengajarinya berdagang, bercocok tanam, dan
melaut, dan juga seni gamelan. Dari segi seni, Sunan Muria menciptakan Tembang Macapat

1
Kompas.com,”Mengenal Wali Songo,Nama Lengkap, dan Wilayah Penyebaran Agama Islam di Jawa”
https://regional.kompas.com/read/2022/01/04/174810878/mengenal-wali-songo-nama-lengkap-dan-wilayah-
penyebaran-agama-islam-di-jawa?page=all ( Diakses pada tanggal 2 November 2022, pukul 15.00 )

11
yaitu Sinom dan Kinanti. Sunan Muria meninggal pada tahun 1551 M dan makamnya berada
di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.

8. SUNAN KUDUS

Nama asli Sunan Kudus adalah Jaffar Sadiq atau Sayyid Ja'far Sadiq Asmatkhan dan dikenal
sebagai Raden Undung. Sunan Kudus berperan sebagai panglima perang, hakim, dan
penasehat Arya Penangsang di Kerajaan Demak. Keunikan dari dakwah Sunan Kudus adalah
menggunakan seekor sapi bernama Kebo Gumarang. Dia menempatkan sapi India di taman
rumah sehingga sebagian besar umat Hindu akan tertarik padanya. Sunan Qudus bersikap
toleran, melarang penyembelihan sapi dan menggantinya dengan kerbau, serta berhasil
mendorong masyarakat untuk mengikuti ajaran Islam. Selain itu dari segi kesenian, Sunan
Kudus berdakwah dengan menciptakan lagu-lagu Macapat yaitu Gending, Maskumambang
dan Mijil. Sunan Kudus meninggal sekitar tahun 1550 M dan dimakamkan di lingkungan
Menara Kudus.

9. SUNAN GUNUNG JATI

Sunan Gunung Jati yang bernama asli Syarif Hidayatullah adalah pendiri Kesultanan Cirebon
dan Banten. Dia juga satu-satunya wali yang menjabat sebagai kepala pemerintahan. Ia
berasal dari Pasai, Aceh, singgah di Jawa Barat setelah kembali dari Mekah. Sunan Gunung
Jati mengambil pendekatan budaya dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat. Juga
melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan membangun berbagai infrastruktur di
bidang kepemimpinan. Sunan Gunung Jati meninggal pada tahun 1968 M dan dimakamkan
di atas Bukit Sembung yang terletak di pinggiran kota Cirebon.

b. Syaikh Nur al-Din al-Raniri

Nama lengkap Nuruddin Ar-Raniry adalah Nur Al-Din Muhammad Ibn 'Ali Ibn Hasanji Ibn
Muhammad Ar-Raniry. Beliau lahir di Ranir (Rander), dekat Surat di Gujarat (India). Disebut
Ar-Raniry karena lahir di Ranir (Rander). Beliau adalah keturunan campuran dari India-Arab,
dan berasal dari keluarga religius dan sufi. Nenek moyangnya kemungkinan berasal dari
keluarga Al-Hamid Zuhra, salah satu keluarga Quraisy. Sementara itu, Nuruddin Ar-Raniry

12
sendiri diasumsikan berasal dari keturunan Al-Asadi Al-Humaydi, salah satu ulama terkenal
Makkah. Keluarga Ar-Raniry memiliki hubungan baik dengan orang Melayu, terutama dengan
keluarga kerajaan Aceh Darussalam pada saat itu. Nuruddin Ar-Raniry pertama kali belajar
agama di tempat kelahirannya. Beliau kemudian melanjutkan studinya di Tarim dan berangkat ke
Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW pada tahun
1030 H (1621 M). Ada banyak pendapat tentang kapan Nuruddin Ar-Raniry datang menetap di
Aceh. Namun Ahmad Daudy menyebutkan bahwa Nuruddin Ar-Raniry tiba di Aceh pada
tanggal 6 Muharram 1047 H (31 Mei 1631).2

Sejak Islam mulai menyebar luas di wilayah ini, bahasa Melayu juga berperan sebagai sarana
pengenalan Islam. Sejak abad ke-16, bahasa Melayu telah memperoleh status "bahasa Islam"
bersama dengan bahasa Persia dan Turki. Padahal, bahasa Melayu merupakan salah satu unsur
pemersatu Islam Nusantara yang mencakup banyak etnis yang berbeda. Sebagian besar sastra
Melayu, khususnya sastra agama, ditulis dalam aksara Jawi. Huruf Jawi merupakan adaptasi
huruf Arab untuk menulis lafal atau frasa Melayu. Berdasarkan huruf Arab "jim" (‫)"ج‬, (ain" (‫)"ع‬,
(fa" (‫)"ف‬, (kaf" (‫)"ك‬, (ya" (‫)ي‬, cepat atau lambat lima huruf dihasilkan, masing-masing mewakili
suara Melayu umum. Lima huruf yang dibuat adalah: "ca", "nga", "pa", "ga", "nya" Jenis huruf
ini biasa digunakan untuk menulis buku-buku agama dalam bahasa Melayu Jawa Ini adalah
bagaimana ulama kita telah menulis karya-karya mereka untuk komunitas Muslim Melayu
Indonesia, termasuk kitab-kitab Fiqih.

Salah satu kitab fiqih paling awal di Nusantara adalah Shirath al-Mustaqim, karya Nur al-Din al-
Raniri. Dia sangat yakin akan transendensi Allah SWT. Beliau menekankan pentingnya Syariat
dalam praktik sufisyik. Terakhir, al-Raniri menulis Shirath al-Mustaqim dalam bahasa Melayu.
Dalam karyanya, ia menekankan tugas utama dan mendasar setiap Muslim dalam hidupnya.
Dengan menggunakan garis besar yang diketahui dari berbagai karya fiqih, al-Raniri
menjelaskan secara rinci berbagai hal yang berkaitan dengan taharah, bersuci (wudhu), shalat,
zakat, puasa (shaum), haji (hajj), berkurban, dll. Ini adalah kitab fiqih pertama yang cukup
komprehensif dalam bahasa Melayu untuk menjadi pedoman dan standar dalam berbagai
kewajiban mendasar umat Islam.

c. Syekh Abdurrauf Singkil


2
Aisyah Siti, “Biografi Tokoh Nuruddin Ar-Raniry”. https://pesantren.id/biografi-tokoh-nuruddin-ar-raniry-
12292/. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2022

13
Syekh Abdurrauf Singkil adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Beliau sangat
berpengaruh dalam menyebarkan Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Gelarnya
yang juga terkenal adalah Teungku Syiah Kuala (Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala). Nama
lengkapnya adalah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Menurut
sejarah setempat, keluarganya berasal dari Persia atau Arab, menetap di Singkil, Aceh pada akhir
abad ke-13. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, namun suatu pendapat mengatakan
bahwa ia dilahirkan sekitar tahun 1615 M. Di masa mudanya, ia pertama kali belajar dengan
ayahnya. Belakangan ia juga berguru kepada ustadz Fansur dan Banda Aceh. Kemudian beliau
pergi haji dan selama perjalanannya belajar dengan berbagai ulama di Timur Tengah untuk studi
Islam. Nama Abdurrauf muncul dalam silsilah tarekat dan dialah yang pertama kali
memperkenalkan Syattariyah ke Indonesia. Namanya juga dikaitkan dengan terjemahan dan
interpretasi Al-Qur'an dalam bahasa Melayu pada Anwar at-Tanzil Wa Asrar at-Ta'wil karya Al-
Baidhawi, pertama kali diterbitkan di Istanbul pada tahun 1884. Diperkirakan beliau kembali ke
Aceh sekitar tahun 1083/1662 M dan mengajar serta mengembangkan syariat yang diperolehnya.
Murid-murid yang belajar dengannya sangat banyak dan berasal dari Aceh hingga pelosok
nusantara lainnya. Beberapa ulama terkenal adalah Syekh Burhanuddin Ulakan (dari Pariaman,
Sumatera Barat) dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan (dari Tasikmalaya, Jawa Barat).3

Karya utama Al-Sinkili dalam fiqih adalah Mir'at al-Thullab fi Tasyi al-Ma'rifat al-Ahkam
al-Syar'iyah al-Malik al-Wahhab. Membahas mengenai aspek-aspek fiqih, termasuk kehidupan
politik, sosial, ekonomi dan agama umat Islam. Al-Sinkili merupakan ulama pertama di wilayah
Melayu-Indonesia hingga saat ini. Al-Sinkili, melalui Mir'at al Thullab, menunjukkan kepada
Muslim Melayu-Indonesia bahwa doktrin hukum Islam tidak terbatas pada ibadah. Karya ini
telah tersebar luas, bahkan ketika sudah tidak digunakan lagi di Nusantara.

d. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari

Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari atau lebih dikenal dengan Muhammad
Arsyad al-Banjari lahir di desa Luk Gabang (Kalimantan Selatan) pada 13 Safar AH 1122 (1710
M). Ayahnya bernama Abdullah dan ibunya bernama Siti Aminah. Ia meninggal di desa Dalam
Pagar (desa yang terletak sekitar 10 km sebelah barat Martapura, ibu kota Kabupaten Banjar

3
Auwalin Imadul. “Abdurrauf As-Singkili”. https://www.academia.edu/49287412/Abdurrauf_As_Singkili. Diakses
pada 29 Oktober 2022

14
sekarang), pada tanggal 6 Juni 1227 H (1812 M) dan dimakamkan di Kampung Kelampayan.
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari berumur 105 tahun dalam perhitungan tahun Hijriah atau
102 tahun dalam perhitungan Masehi.4

Dalam periode abad ke-18, Muhammad Arsyad alBanjari (1710-1812) merupakan ulama
yang membantu perkembangan syariat di Nusantara. Karya utama Arsyad al-Banjari dalam
bidang fiqih adalah Sabil al-Muhtadin li al-Tafaqquh fi ‘Amr al-Din. Kitab ini membahas aturan-
aturan terperinci aspek ibadah dalam fiqih. Menurut Azyumardi Azra, kitab ini pada dasarnya
merupakan penjelasan, atau sampai batas-batas tertentu adalah revisi, atas karya al-Raniri,
Shirath al-Mustaqim. Karya al-Raniri tersebut dipandang kurang dapat dipahami oleh
masyarakat Islam di wilayah-wilayah lain di Melayu-Nusantara karena banyak digunakan istilah
dalam bahasa Aceh. Walaupun Sabil al-Muhtadin termasuk kitab yang cukup tebal, tapi
pemikiran fiqihnya tidak begitu luas. Masalah ibadah adalah topik utama dalam kitab itu.
Tentang muamalat, faraid, nikah, hudud, dan jihad tidak masuk dalam kitab itu.

Kehadiran dan keberadaan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari telah membawa era baru
bagi umat Islam di kerajaan Banjar pada khususnya dan wilayah Kalimantan pada umumnya.
Sebagai seorang ulama terkemuka, ia dikenal lebih memusatkan perhatiannya pada bidang
hukum Islam (fiqh), dibandingkan bidang lainnya. Kekhususan pemikiran dan perkembangan
hukum Islam antara lain sebagai berikut:

 Menghadapi Masalah / Problema Baru

Mengatur mengenai ketentuan hukum makanan mana yang halal untuk dimakan dan mana yang
tidak boleh. Mengingat keadaan daerah Banjar khususnya atau Kalimantan pada umumnya
banyak rawa-rawa, sungai dan hutan. Karena itu daerah ini banyak ditemukan binatang-binatang,
baik yang hidup di hutan maupun di sungai yang di Timur Tengah tidak ditemukan.

 Membentuk Mahkamah Syar'iyah

Agar hukum Islam berkembang dan melembaga di kerajaan Banjar, maka Syekh Muhammad
Arsyad Al-Banjari menempuh suatu kebijaksanaan yaitu membentuk mahkamah Syar'iyah

4
Barsihannor, B. (2010). M. Arsyad Al-Banjari (Pejuang dan Penyebar Islam di Kalimantan). Jurnal
Adabiyah, 10(2), 170-181.

15
dengan mendapat ijin dari Sultan. Mahkamah ini dipimpin oleh seorang Mufti sebagai ketua
hakim tertinggi, dan didampingi oleh seorang Qadi sebagai pelaksana hukum dan mengatur
jalannya pengadilan agar hukum Islam dapat berlaku dengan sebaik-baiknya.5

e. Syaikh Nawawi al-Bantani

Syekh Nawawi, atau bernama lengkap Abu Abdul Mut'hi Muhammad Nawawi bin Umar al-
Tanari al-Bantani al-Jawi adalah seorang ulama terkenal di kalangan santri dan ulama Indonesia
dengan nama Syekh Nawawi Al-Bantani. Beliau lahir di Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa,
Kabupaten Serang, Keresidenan Banten pada tahun 1813 M. Beliau wafat di Mekkah sekitar
tahun 1897 M.

Sejak usia dini, Syekh Nawawi dipimpin oleh ayahnya, K.H. Umar bin Arabi, seorang
pejabat penghulu yang memimpin masjid menjadi ustadz. Kecerdasannya terlihat sejak kecil
ketika Syekh Nawawi berusia 5 tahun siap menerima pelajaran yang diajarkan ayahnya. Melihat
potensi yang ada pada anaknya, K.H Umar menitipkan anaknya kepada K.H Sahal seorang
ulama terkenal di Banten. Setelah itu beliau melanjutkan pendidikannya pada K.H. Yusuf,
seorang ulama besar di Purwakarta.6

Pemikiran-pemikiran di bidang tasawuf disampaikan dalam tulisan-tulisannya, berakar pada


kajian dan petualangan batinnya. Beliau mengumpamakan syariat dengan sebuah kapal, tarekat
sebagai laut dan hakekat merupakan intan dalam lautan yang hanya dapat diperoleh dengan kapal
yang berlayar di Samudera luas. Menurut Syaikh Nawawi, syariat dan tarekat adalah awal dari
perjalanan sufi, sedangkan hakikat merupakan hasil dari syariat dan tarekat. Maka Syekh
Nawawi menganggap amalan tarekat sebagai jembatan menuju hakikat, selama tidak
bertentangan dengan syariat. Pemikiran Syekh Nawawi sedikit berbeda dengan pemikiran
beberapa sufi di Nusantara, seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin arRaniri dan Abdurrauf as-
Singkili. Syaikh Nawawi lebih dekat pada pemahaman tasawuf Imam al-Ghazali, dalam
memandang sinergi tarekat, syariat dan hakikat. Berdasarkan hal di atas maka jelaslah bahwa
corak tasawuf di Nusantara masih sesuai dengan golongan Ahlusunnah Wal Jama'ah yaitu
dengan mengikuti tasawuf Imam Junaidi al-Bagdadi dan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.

5
Barsihannor. op.cit,. p.173
6
Hidayat, A. W., & Fasa, M. I. (2019). Syekh Nawawi Al-Bantani Dan Pemikirannya Dalam Pengembangan
Pendidikan Islam. Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 17(2), 297-317.

16
f. Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari

Nama lengkap K.H. Hasyim Asy'ari adalah Muhammad Hasyim. Sedangkan nama Asy'ari
dikaitkan dengan nama ayahnya, KH. Asy'ari, seorang ustad yang juga wali pondok pesantren di
Jombang. Oleh ayahnya, KH. Hasyim Asy'ari adalah keturunan penguasa kekhalifahan Demak,
Sultan Pajang atau Jaka Tingkir, yang merupakan putra Brawijaya VI, yang memerintah kerajaan
Majapahit pada abad ke-16. KH. Hasyim Asy'ari lahir pada 14 Februari 1871 M/24 Dzulqa'dah
1287 H dan meninggal di Jombang pada 25 Juli 1947.

KH. Hasyim Asy'ari adalah sosok yang tak terpisahkan dalam kehidupan pesantren. Ia lahir
dan besar di sebuah pesantren di bawah bimbingan ayahnya sendiri, KH. Asy'ari. Bahkan kakek
buyutnya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pondok Pesantren Jombang, dan kakeknya, Kiai Usman,
tidak lain adalah seorang ulama terkenal yang menggagas dan mendirikan pesantren tersebut.
Maka tidak heran jika KH. Hasyim Asy'ari kemudian menjadi seorang ulama yang seumur
hidupnya tidak bisa dipisahkan dari pesantren. Pesantren Tebuireng Jombang yang merupakan
pesantren terbesar dan paling berpengaruh di Kabupaten Jombang pada khususnya dan Jawa
Timur yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy'ari dan masih bertahan hingga saat ini dengan ribuan
santri dari berbagai pelosok tanah air.

Pandangan KH. Hasyim Asy'ari terhadap cara beragama dengan sistem bermadzhab
merupakan salah satu percikan pemikirannya dalam bidang keagamaan. Bahkan, pandangan
inilah yang mendorong NU sebagai organisasi sosial yang ia dirikan untuk selalu berpegang
teguh kepada "ahli sunnah wal jamaah". Dalam karyanya, Qanun Asasy li Jam'iyyati Nahdlatul
Ulama, yang kemudian dijadikan sebagai pijakan dasar organisasi NU, sangat jelas terlihat cara
pandangan KH. Hasyim Asy'ari terhadap paham keagamaan.

Menurut KH. Hasyim Asy'ari, untuk dapat memahami ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah
dengan benar, menerima mazhab atau bermadzhab adalah sikap yang diperlukan. Untuk itu, KH.
Hasyim Asy'ari menyimpulkan bahwa untuk pemahaman agama dan fiqh ditetapkan empat
mazhab (Syafi'i, Maliki, Hambali dan Hanafi) telah diidentifikasi sebagai ciri utama pemahaman
Ahlusunah dan NU.7

7
Hadi, A., & SH, M. (2018). KH Hasyim Asy'ari. Yogyakarta: Diva Press. Hlm 17-26

17
Dari tokoh-tokoh yang telah disebutkan diatas, masih banyak lagi tokoh dan ulama yang
menyebarkan ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah di Indonesia, contohnya seperti tokoh yang
menyebarkan tasawuf di Indonesia yaitu Syaikh Hamzah Fansuri, Syaikh Syamsuddin
Sumatrani, dan tokoh-tokoh yang lain.

18
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 (tujuh) tepat pada awal kejatuhan Dinasti
Abbasiyah. Kemudian pada tahun 1344H Nahdlatul Ulama (NU) lahir di Surabaya dengan
faham Ahlusunnah Waljamaah yang mendorong umat Islam di Indonesia untuk menjadi
bagian dari peradaban Islam di seluruh dunia. Klaim bahwa NU adalah pengemban tradisi
Ahlussunnah dan secara otomatis menjadi bagian dari peradaban Islam dunia didukung oleh
fakta sejarah.

Ahlusunnah Waljamaah ini disebarkan oleh seorang ulama yang sangat berpengaruh dalam
penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya di pulau Jawa yaitu Wali songo. Semua
orang tahu bahwa mereka adalah ulama yang menganut ideologi Ahlusunah wal jamaah,
yang berhasil menanamkan ajaran Islam di hati masyarakat Muslim Indonesia, mengikuti
ideologi Ahlussunah waljamaah. Selain wali songo terdapat juga beberapa ulama yang
berperan penting dalam penyebaran Ahlusuunah waljamaah.

B. SARAN

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah Siti, “Biografi Tokoh Nuruddin Ar-Raniry”. https://pesantren.id/biografi-tokoh-nuruddin-


ar-raniry-12292/. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2022

Auwalin Imadul. “Abdurrauf As-


Singkili”.https://www.academia.edu/49287412/Abdurrauf_As_Singkili. Diakses pada 29
Oktober 2022

Barsihannor, B. (2010). M. Arsyad Al-Banjari (Pejuang dan Penyebar Islam di


Kalimantan). Jurnal Adabiyah, 10(2), 170-181.

Hidayat, A. W., & Fasa, M. I. (2019). Syekh Nawawi Al-Bantani Dan Pemikirannya Dalam
Pengembangan Pendidikan Islam. Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 17(2),
297-317.

Hadi, A., & SH, M. (2018). KH Hasyim Asy'ari. Yogyakarta: Diva Press. Hlm 17-26

Syahid Ahmad. 2019. Islam Nusantara Relasi Agama-budaya Dan Tendensi Kuasa Ulama.
Depok: PT RajaGrafindo Persada. Hlm 72-88

Kompas.com. 04 Januari 2022. Mengenal Wali Songo, Nama Lengkap, dan Wilayah Penyebaran
Agama Islam di Jawa. Diakses pada tanggal 2 November 2022, dari
https://regional.kompas.com/read/2022/01/04/174810878/mengenal-wali-songo-nama-lengkap-
dan-wilayah-penyebaran-agama-islam-di-jawa?page=all

20
21

Anda mungkin juga menyukai