MAKALAH
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat-Nya kepada penulis, sehingga kami dapat menulis makalah ini.
Dengan kata penghantar ini, semoga dengan usaha kami ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan yang luas. kami ucapkan terima kasih.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan......................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
A. Perkembanngan Tarekat di Indonesia..........................................................3
B. Tarekat Qadiriyah.........................................................................................8
C. Tarekat Syadziliyah.......................................................................................9
D. Tarekat Naqsyabandiyah.............................................................................11
E. Tarekat Khalwatiyah...................................................................................13
F. Gerakan Politik Kaum Tarekat...................................................................15
BAB III..................................................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tarekat memanglah tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam dunia Islam.
Meskipun penamaannya hanya tersirat dalam Islam dan diri Nabi Muhammad
namun dalam kenyataannya tarekat merupakan suatu fenomena yang ada
dalam dunia Islam. Pada perkembangannya tarekat memberi ulasan tersendiri
jika dibahas dalam sudut agama Islam dan selalu berkaitan dengan ilmu
tertinggi dalam Islam, yakni tasawuf. Hakikat tarekat yang merupakan jalan
menuju ketenangan dan semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta juga
menjadi tujuan utama dari tasawuf. Hal inilah yang menghubungakan
keduanya untuk saling berkaitan dan menarik satu sama lain dalam agama
Islam. Dapat dikatakan bahwa tasawuf itu ilmunya dan tarekat adalah tempat
untuk belajarilmunya.
Pada abad ke-19 ada beberapa tarekat yang berkembang pada abad ke-19
dan mulai diikuti oleh beberapa orang dan mulai menjadi tarekat yang cukup
besar, seperti tarekat Nasqabandiyah tarekat tersebut berekmbang pesat pada
abad ke-19, banyak orang muslim yang tertarik pada tarekat ini. ndonesia
sebagai salah satu negara yang berpenduduk muslim terbanyak di
AsiaTenggara memiliki keterkaitan sejarah dengan tasawuf.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan dan kemajuan tarekat di Indonesia?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan tarekat Qadiriyah?
3. Bagaimana sejarah dan perkebangan tarekat Khalwatiyah?
4. Bagaimana sejarah dan perkembangan tarekat Syadziliyah?
5. Bagaimana sejarah dan perkembangan tarekat Naqsyabandiyah?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui perkembangan dan kemajuan tarekat di Indonesia.
2. Mengetahui sejarah dan perkembangan tarekat Qadiriyah.
3. Mengetahui sejarah dan perkebangan tarekat Khalwatiyah.
4. Mengetahui sejarah dan perkembangan tarekat Syadziliyah.
1
5. Mengetahui sejarah dan perkembangan tarekat Naqsyabandiyah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Pada Abad 17-18
Tarekat lain yang tercatat masuk ke Nusantara pada periode awal adalah
Tarekat Qodiriyyah, Syaththariyyah dan Rifa’iyyah. Ketiga tarekat
tersebut masuk ke Sumatra sepanjang abad 16 dan 17 secara susul
menyusul.
Tarekat Qadiriyyah yang di bawa oleh Hamzah Fansuri, ulama dan
sastrawan sufi kontroversial dari Aceh. Meski banyak meninggalkan karya
tulis, namun sang sufi yang sempat berkelana kenegeri-negeri di Asia
selatan dan tenggara itu diyakini tidak menyebarkan tarekat nya kepada
khalayak umat Islam. Jejaknya hanya diikuti oleh murid utamanya,
Syamsudin al-Sumatrani, yang belakangan justru menyebarkan Tarekat
Syadthariyyah izazah kemursidan Syathariyyahnya di peroleh dari sufi asal
Hujarat, Syeh Muhammad Bin Fadhlullah Burhanpuri.
Meskipun berbeda tarekat, guru dan murid itu mempunyai kesamaan
kecenderungan, yakni mengajarkan faham Wahdatul wujud, yang
kemudian memicu konflik tajam dengan Sufi lain yang menjadi mufti
kerajaan Aceh, yakni Syekh Nuruddin Al-Raniri. Usaha kelompok Al-
Raniri dalam memeranggi ajaran pantaisme ala-Syamsuddin itu tidak
main-main. Selain pembakaran kitab pegangan dan zauwiyyah-
zauwiyyahnya, alRaniri juga berhasil meyakinkan pemerintah untuk
menghukum bakar Syamsuddin serta para pengikutnya.
Sepeninggal al-Raniri, jejaknya diteruskan oleh Syekh Abdul Rau’f al-
Singkili asal Singkel, Aceh. Ulama muda yang pernah belajar di Tanah
Suci selama 19 tahun itu membawa TarikatSyadthariyyah yang lebih
bercorak ahklaki. Ijazah kemursyidan Syehk Abdul Rau’f Singkel
diperoleh dari dua sufi besar Madinah, Syehk Ahmad al-Qusasy (wafat
1660 M) dan Syekh Ibrahim al-Kurani (wafat 1691). Setelah mendengar
konflik antara pengikut Syadthariyyah la Syamsudin yang kontrofersial
dan Syekh Nuruddin al-Raniri, Abdul Rau’f di utus gurunya untuk kembali
ke Aceh guna menyebarkan Tarekat Syadthariyyah yang benar.
Kedatangannya diterima dengan tangan terbuka oleh kerajaan.
4
Bahkan ia lalu diangkat menjadi salah satu mufti kerajaaan. Syekh Abdul
Rauf Singkel memiliki beberapa murid yang mengikuti jejaknya
menyebarkan agama Islam dan Tarekat Syaddthariyyah. Yang paling
terkenal di antara mereka adalah Syekh Burhanuddin Ulakan, yang
berdakwah, berjuang melawan VOC dan wafat priaman sumatra barat.
Melalui ulama sufi dan juga pernah berguru kepada Syekh Ahmad
alKusasi di Mekah, Tarekat Syadthariyyah kemudian menyebar di Sumatra
Barat.
Tokoh lain yang hidup semasa Syekh Abdul Rauf Singkel dan pernah juga
berguru kepada Syekh Ibrahim al-Kurnia serta ulam sufi lainnya di Timur
Tenggah adalah Syekh Yusuf al-Makassari, ulama pejuang asal Sulawesi
Selatan. Setelah mengembara hingga ke Damaskus, Syekh Yusuf pulang
ke Nusantara dengan mengantongi izazah kemursyidan tarikat
Naqsabandiyah, Qadariyyah, Syathariyyah, Ba‟alawiyyah dan
Khalwatiyyah.
Di Makasar, Syekh Yusuf lalu mengajarkan Tarekat Khalwatiyyah yang
dipadu dengan beberapa ritual tarekat lain yang dikuasainya, dan dikenal
kemudian dengan nama Khalwatiyyah Yusufiyyah. Pengikut tarekat ini
juga dikenal sangat militan. Beberapa kali merekat terlibat bentrokan
dengan penjajah dan ditangkapi. Syekh Yusuf sendiri kemudian hijrah ke
kesultanan Banten, ikut membantu perjuangan rakyat Banten sambil terus
mengajarkan tarekat Khalwatiyyahnya.
Sepeningal Sultan Ageng yang gugur di penjara komponi Belanda, Syekh
Yusuf membangun basis pertahanan di sekitar Tangerang. Namun raja
Banten berikutnya cenderung membela penjajah, perjuangan Syekh Yusuf
pun semakin melemah hingga akhirnya tertangkap pada tahun 1683.
Setelah dipindahpindahkan dari penjara Cirebon ke Batavia, akhirnya pada
tanggal 12 September 1684 ia dibuang ke Ceylon, Afrika Selatan. Di
negeri itu ia menghabiskan sisa usia dengan berdakwah, mengajarkan dan
menulis kitab. Hingga kini masyarakat Ceylon masih mengangap sang
Syekh sebagai wali dan pahlawan kebanggaan mereka.
3. Era Modern
5
Dalam tasawuf, seringkali dikenal istilah tarekat, yang berarti jalan, yakni
jalan untuk menuju mencapai ridha Allah. Dengan pengertian ini bisa
digambarkan adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian Sufi
mengatakan, al-aturuk anfasil makluq, yang artinya jalan menuju Allah itu
sebanyak nafasnya makhluk, aneka ragam dan bermacam-macam. Kendati
demikian orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah berhati-hati.
Karena dinyatakan pula faminha mardudah waminha maqbulah, yang
artinya dari sekian banyak jalan itu ada yang sah dan ada yang tidak sah
yang dalam istilah ahli tarekat lazim dikenal dengan ungkapan mu’tabarah
wa ghair mu‟tabarah. Dimana tarekat mu‟tabarah adalah sebuah
perkumpulan anggota-anggota tarekat yang diakui berdasarkan silsilah
Nabi Muhammad SAW.
Seorang ahli tarekat terbesar menerangkan, bahwa sebenarnya tarekat itu
tidak terbatas banyaknya, karena tarekat atau jalan kepada Allah itu
sebanyak jiwa manusia. Maka dari itu, tiap tarekat diakui sah ulama harus
mempunyai lima dasar, yaitu:
a. Menuntut ilmu untuk dilaksanakan sebagai perintah Tuhan
b. Mendampingi guru dan teman se tarekat untuk meneladani
c. Meninggalkan rukhsandan ta’wil untuk kesungguhan
d. Mengisi semua waktu dengan do’a dan wirid
e. Mengekangi hawa nafsu dari pada berniat salah dan untuk kesalamatan
Jadi pada dasarnya, kekeluargaan tarekat terdiri dari syekh, mursyid,
murid, ribath (tempat latihan), kitab-kitab, bai’at, metode ajaran, dan
silsilah.
Dari unsur-unsur di atas, salah satu yang menjadi kartu nama dan legitim
sebuah tarekat adalah silsilah. Silsilah ini menjadi tolok ukur sebuah
Tarekatat itu mu’tabarah. Silsilah tarekat adalah nisbah hubungan guru
terdahulu sambung menyambung antara satu sama yang lain sampai
kepada Nabi. Ini harus ada, sebab bimbingan kerohaniaan yang diambil
dari guru-guru itu harus benar-benar berasal dari Nabi.
Tarekat-tarekat itu banyak sekali, ada tarekat-tarekat yang merupakan
induk, diciptakan oleh tokoh-tokoh tasawuf aqidah, dan ada tarekat-tarekat
6
yang merupakan perpecahan dari pada tarekat induk tersebut, yang sudah
dipengaruhi oleh syekh-syekh tarekat yang mengamalkannya. Dan diantara
perpecahan tarekat-tarekat itu disusun dalam atau diberi istilah-istilah yang
sesuai dengan tempat perkembangannya. Dan dalam perkembangannya di
Indonesia sekarang, sudah tercatat ada 45 tarekat mu’tabarah,16yaitu:
Rumiyah, Rifa’yah, Sa’diyah, Bakriyah, Justiyah, Umariyah, Alawiyah,
Abasiyah, Zainiyah, Dasuqiyah, Akbariyah, Bayumiyah, Malamiyah,
Ghoibiyah, Kubrowiyah, Maulawiyah, Jalwatiyah, Baerumiyah,
Ghozaliyah, Hamzawiyah, Hadadiyah, Mabuliyah, Sumbuliyah, Idrusiyah,
Usmaniyah, Syadziliyah, Sya’baniyah, Khalsyaniyah, Qodiriyah,
Syatoriyah, Khalwatiyah, Bakdasiyah, Syuhriyah, Ahmadiyah, „Isawiyah,
Thuruqil Akabiril Auliya, Qdariyah wa Naqsabandiyah, Khalidiyah wa
Naqsabandiyah, Ahli Mulazamatil Qur’an wa Sunnah wa Dalailil Khoiroti
Wata’limi Fathil Qoribi, au Kifayatil Awam.
Untuk menghindari penyimpangan sufisme dari garis lurus yang
diletakkan para sufisme dari garis lurus yang diletakkan oleh para sufi
terdahulu, maka NU meletakkan dasardasar tasawuf sesuai dengan khittah
ahlussunnah wal jamaah. Dalam kerangka inilah JATMAN (Jam’iyyah
Ahl Tarekat Al Mu’tabarah ah Nahdiyah) dibentuk, yaitu untuk
memberikan rambu-rambu kepada masyarakat tentang tarekat yang
mu’tabarahdan ghairu mu’tabrah.
Sebelum terbentuk JATMAN, ulama-ulama Indonesia yang berpaham
Ahlussunnah wal jama’ah dan aktif di dunia tarekat telah membentuk
organisasi tarekat dengan nama Jam’iyyah ahlaTarekat al Mu’thabarah
Indonesia (JATMI). Kata “nahdiyyah” ini dimaksudkan untuk menegaskan
bahwa feredasi tarekat ini harus tetap berafiliasi kepada NU.1[ CITATION
Awa16 \l 1033 ]
1
Awaludin. (2016). Sejarah dan Perkembangan Tarekat di Nusantara. El-Afkar Vol. 5 Nomor II,
126-131.
7
B. Tarekat Qadiriyah
Nama Qodiriyah diambil dari nama pendirinya yaitu Syaikh ‘Abdul
Qodir al-Jailani yang memiliki nama lengkap al-Imam Muhyiddin Abu
Muhammad Abu Sholih ‘Abdul Qodir bin Abi Sholih Musa Jangki Dausat al-
jilani.
Beliau dilahirkan di desa Busytiru kota Jilan pada bulan Ramadhan tahun
(470 H / 1077 M), wafat pada malam sabtu 8 Rabi’ul akhir tahun (561 H /
1166 M) di kota Baghdad5 . Menurut J. Spencer Trimingham, meniliti
biografi Syaikh ‘Abdul Qodir al-Jailani seperti menembus legenda awan yang
semakin lama semakin menggumpal karena semakin menumpuknya legenda
yang mengelilinginya.
Syaikh ‘Abdul Qodir al-Jailani adalah seorang tokoh sufi yang memiliki
pengikut dan pengaruh besar didunia islam, termasuk di Indonesia. Ia dikenal
sebagai penguasa para wali (Sulthon Al-Auliya) dan pemuka para sufi (Imam
al-Shifa’). Jama’ah sufi yang di nisbatkan kepadanya (Qodiriyah) merupakan
tarekat yang paling tua usianya dan paling luas daerah penyebarannya.
Keilmuan yang dimiliki oleh syaikh „abdul qodir al-Jailani sangat luas,
selain ilmu tasawuf beliau juga hafal al-qur an, ilmu hadits, fiqih, ushul fiqih
dan kalam. Setiap hari beliau mengajarkan kepada muridmuridnya terkait
ilmu Taswuf, Kalam, Ushul Fiqih, Hadits dan Tafsir. Selain beliau juga
dikenal sebagai seorang sastrawan dari hasil karyanya antara lain, Futhuh al
Ghoib, Fath ar- rabani, Ghosiya al-Ghoutsiyah.
Syaikh ‘Abdul Qodir al-Jailani mengalami masa pemerintahan lima kali,
pertama, Al-Mustandzir Billah (487 H - 512 H), kedua, AlMustarsyid Billah
bin Al-Mustandzir (512 H-529H), ketiga, Al-Rasyid Billah (529 H – 529 H)
hanya 11 bulan memimpin, keempat, Al-Muqtafi li Amrillah (555H), kelima,
Al-Mustanjid Billah (555 H – 566 H).
Ajaran Thariqoh Qodiriyah Syaikh ‘Abdul Qodir al-Jailani Ra.
Menetapkan tujuh ajaran dasar Tarekat Qodiriyah:
1) Mujahadah yaitu melawan kehendak hawa nafsu dan membelenggunya
dengan taqwa dan takut kepada allah Swt. Dengan jalan muraqabah
8
(beribadah kepada Allah Swt. Seakan –akan melihatNya jika tidak
mampu maka yakinilah bahwa Allah Swt. Maha melihat).
2) Tawakkal dalam arti hakikatnya yaitu menyerahkan segala urusan
kepada Allah Swt.
3) Akhlak yang mulia baik kepada Allah Swt. Maupun kepada sesama
hamba Allah Swt.
4) Syukur yang menurut ahli tahqiq adalah pengakuan nikmat Allah Swt.
Dengan cara tunduk kepada-Nya.
5) Sabar. Ada tiga macam : 1) Sabar karena Allah Swt 2) Sabar bersama
Allah Swt 3) Sabar atas Allah Swt.
6) Ridha maksudnya adalah ridha atas segala sesuatu yang telah
ditentukan oleh Allah Swt.
7) Jujur disebutkan dalam kitab Adhwa‟ “baik secara yang tersembunyi
dan yang terbuka”.2 [ CITATION Mar18 \l 1033 ]
C. Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang dipelopori oleh Syekh Abul
Hasan Asy-Syadzili. Nama Lengkapnya adalah Abul Hasan Asy Syadzili al-
Hasani bin Abdullah Abdul Jabbar. Nama kecil Syekh Abul Hasan Asy-
Syadzili adalah Ali, gelarnya adalah Taqiyuddin, Julukanya adalah Abu
Hasan dan nama populernya adalah Asy Syadzili. al-Syadzili lahir di sebuah
desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah pada tahun 593 H
(1197 M). menghapal al-Quran dan pergi ke Tunis ketika usianya masih
sangat muda. Ia tinggal di desa Syadzilah. Oleh karena itu, namanya
dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun ia tidak berasal dari desa
tersebut.3[ CITATION alH09 \l 1033 ]
Victor Danner mengatakan bahwa perkembangan tarekat ini bermula di
kota Tunisia yang pada saat itu ada dibawah pimpinan dinasti Hafsiyah
dengan rajanya Zakariya (625H/1228M), lalu disebarkan ke daerah timur
yaitu di kota Mesir dibawah kekuasaan Dinasti Mamluk dan berkembang
2
Ma’ruf, M. S. (2018). Tasawuf Amali Qodiriyah (Syaikh Abd. Qodir Aljailani). Multicultural of
Islamic Education Vol. 2 No.1, 40-42.
3
Ibn Abi-Qasim al-Humairi: "Jejak-jejak Wali Allah". Penerbit ERLANGGA, 2009 ISBN. Hlm.2-
4
9
disana. Pada abad 10H/ 16M. Banyak tokoh Maghribi yang mulai bergabung
dengan tarekat ini seperti „Ali al-Sanhaji dan muridnya Abd al-Rahman al-
Majdhub. Ada juga sejumlah intelek dan ulama terkenal seperti Jalal al-Din
al-Syuyuti.4[ CITATION Ard \l 1033 ]
Dalam beberapa buku sejarah dituliskan sejarah Islam ndonesia pada
abad ke-17 yang menceritakan tentang salah satu wali sanga yaitu Sunan
Gunung Jati yang pergi ke Makkah untuk berguru kepada Najmuddin al-
Kubra dan selanjutnya berguru kepada Ibn Athaillah alIskandari al-Syadzili di
Madinah dan dibaiat langsung oleh Ibn Athaillah menjadi penganut tarekat
Syadziliyah, Sattariyah, dan Naqsabandiyah.5[CITATION Mar99 \l 1033 ]
masuknya Tariqah Syadziliia ke Indonesia maka terjadi pula penyesuaian
mazhab yang dianut oleh orang Indonesia dengan Tarekat Syadziyah yang
berasal dari Maghribi. Seperti yang kita tahu bahwa tarekat Syadzilyah
awalnya banyak yang bermazhab Malikiyah sebelum masuk ke Indonesia,
namun setelah masuk ke Indonesia tarekat ini menyesuaikan dengan aspek-
aspek yang dianut di Indonesia, yaitu menjadi tarekat Syadziliyah yang
bermazhab Syafi‟iyah.
Beberapa tarekat Syadziliyah yang berkembang di pondok pesantren di
Jawa juga mengalami perkembangan yang cukup pesat, diantara seperti
tarekat Syadziliyah yang berada di Kabupaten Bekasi yang mengalami
perkembangan yang sangat pesat sejak periode KH. Mahfudz Syafi‟I (1993-
2003) hingga sekarang.
1. Ajaran dan Amalan
Sebagaimana tarekat pada umumnya yang mempunyai beberapa ritual,
tarekat Syadziliyah al-Mas‟udiyah juga yang memiliki beberapa ritual
yang dilakukan seperti baiat dan fida‟.
Imam al-Syadzili menyatakan terdapat lima ajaran pokok yang terdapat
pada tarekat Syadziliyah. Pertama, taqwa kepada Allah SWT. Kedua,
itba‟ kepada al-Sunnah baik dari segi perkataan maupun perbuatan.
Ketiga, tidak “menoleh” kepada orang lain dalam melaksanakan
4
Ardani, “Tarekat Syadziliyah”, dalam Sri Mulyati et.al, Mengenal dan, hlm 66-67
5
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Isam di Indonesia,
(Bandung: Mizan, 1999) cet III, 223-224.
10
kebajikan. Keempat, rida/rela terhadap karunia yang diberikan Allah,
baik limpahan kekayaan yang banyak atapun sedikit. Dan kelima,
membrikan segala urusan kepada Allah, baik dalam keadaan sempit
maupun dalam keadaan lapang.6[CITATION Abu \l 1033 ]
D. Tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat Naqsyabandiyah sudah ada di Indonesia sejak dua abad sebelum
Belanda mengenalnya untuk pertama kali - kendatipun bentuk tarekat itu
mungkin berbeda. Ulama dan sufi Indonesia yang pertama sekali menyebut
tarekat ini dalam tulisan-tulisannya adalah Syaikh Yusuf Makassar (1626-
1699) yang masyhur itu. Syaikh Yusuf bukan hanya berbaiat masuk tarekat
Khalwatiyah, tetapi ia pun berbaiat masuk macam-macam tarekat lainnya.
Dalam karyanya, Safinah Al-Najat, ia menyebut nama-nama para gurunya
dalam tarckat-tarekat Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syattariyah, Ba'alawiyah
dan Khalwatiyah serta silsilah mereka secara lengkap. Sebagai guru
Naqsyabandinya yang utama, ia menyebut Abu 'Abdallah Muhammad Abd
Al-Baqi Al Mizjaji Al-Yamani, yang berdomisili di Nuhita, Yaman. Teks
Naqsyabandi karya Syaikh Yusuf yang paling eksplisit, Al Risalah Al-
Naqsyabandiyah.7[ CITATION Mar92 \l 1033 ]
1. Gerakan Politik
Tarekat Naqsyabandiyah yang menyebar ke Nusantara dari pusatnya di
Mekkah dalam batas tertentu, boleh dipandang sebagai suatu pembaharuan
keagamaan. Tetapi dengan pergantian abad, kaum pembaharu Wahabi
beroleh pengaruh di Mekkah,31 dan itu membawa akibat di Indonesia.
Naqsyabandiyah sendiri menjadi sasaran kritik kaum pembaharu. Kritikan
yang muncul pertama, bukanlah menyerang tarekat sebagai tarekat, tetapi
mencemoohkan syaikh-syaikh yang berpengaruh yang mereka sebut
sebagai ‘guru-guru gadungan. Kritik seperti ini dilnacarkan oleh Salim ibn
Samir dan Sayyid Usman pada tahun 1852. Kemudian serangan utama dari
6
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani , Madkhal ila al-Tasawwuf al-Islami yang dikutip dari
Muzaiyana, “Paradigma Sufistik Tarekat Shadhiliyah: Study Kasus di Kecamatan Sugihwaras
Kabupaten Bojonegoro”, Jurnal Tasawuf, vol. 1, No. 2, Juli 2012. 182.
7
Martin van Bruinessen. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. 1992. Bandung: Mizan. Hlm. 34-
35
11
kaum pembaharu datang dari Ahmad Khatib (1852-1915), seorang ulama
Minangkabau yang mukim di Mekkah. Mereka bukan menyerang syaikh-
syaikh tetapi mengutuk ajaranajaran dan amalan-amalan yang utama dalam
tarekat Naqsyabandiyah sebagai bid’ah dan syirk.
Sebagai tanggapan terhadap serangan para pembaharu pada tahun 1928
guru-guru dari berbagai aliran tarekat bersama ulama tradisional
mendirikan suatu badan pemersatu yaitu madrasah Tarbiyah Isalamiyah
yang tujuannya mengadakan koordinasi antar madrasah yang ada. Dua
tahun kemudian (1930) organisasi ini diperluas menjadi organisasi
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). Di antara pendirinya adalah syaikh
Sulaiman Al-Rasuli, syaikh Abbas Qadhi dari Lawas, keduanya adalah
syaikh Naqsyabandiyah. Dalam periode penutup penjajahan, PERTI
merupakan wadah utama yang menampung kepentingan Naqsyabandiyah.
Pada tahun 1940-an PERTI dinyatakan sebagai partai politik yang
mengklaim mewakili tarekat Naqsyabandiyah. Syaikh Sulaiman Al-Rasuli
sebagai pimpinan PERTI, mendepak keluar Syaikh Haji Jalaluddin
seorang anggota Naqsyabandiyah dari PERTI. Akibat polemik
menyangkut akidah dan juga fikih yang dikeluarkan oleh syaikh Jalaluddin
dalam kitab-kitabnya. Karena dikeluarkan dari PERTI ia pun mendirikan
organisasinya sendiri, yaitu partai Politik Tarekat Islam (PPTI) kemudian
menjadi Persatuan Pengamal Tarekat Islam. Kedua partai politik ini
(PERTI dan PPTI) mengklaim mewakili tarekat Naqsyanbandiyah.
Dalam perkembangan berikutnya, Haji Jalaluddin berperan aktif dalam
pentas politik zaman Soekarno. Untuk upaya ini tokoh ini mencoba
berfikir akomodatif, sehingga mengajukan terma-terma tarekat yang
dikaitkan terhadap Soekarno. Misalnya, Soekarno disebut dengan Mahdi.
Kemudian menyebut tarekat Soekarnoisme (Pancasilaisme)sebagai tarekat
Islam, dan lain-lain. Tahun 1961 partainya berubah menjadi ormas dan
kepanjangan PPTI menjadi Persatuan Pembela Tarekat Islam. Pada
permulaan Orde Baru PPTI masuk Golkar, dan pada tahun 1971
menganjurkan semua anggota dan simpatisannya untuk menusuk tanda
gambar beringin. Tahun 1975 PPTI pecah menjadi dua, yaitu Persatuan
12
Pembela Tarekat Islam dan Persatuan Pembina Tarekat Islam. Di samping
PPTI ada lagi organisasi tarekat yang mempunyai massa besar yang
didirikan tahun 1957, yaitu Jam’iyyah Ahl Al-Thariqah AlMu’tabarah.
Karena Kiyai Musta’in pimpinan organisasi ini masuk ke Golkar, maka
pada muktamar tahun 1979 di Semarang, kubu non-Golkar, kata al-
nahdhiyyah ditambah pada organisasi ini, dan Jam’iyyah ini pun menjadi
terpecah dua, yang pertama mendukung Golkar sedang yang kedua
cenderung mendukung PPP.8[ CITATION LHi09 \l 1033 ]
E. Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Khalwatiyah diambil dari kata “khalwat” yang artinya
menyendiri atau merenung, karena pendiri aliran ini yaitu Syekh Muhammad
al-Khalwatī sering melakukan khalwat di tempat yang sepi. Penyebaran
tarekat ini di Indonesia berfokus di Provinsi Sulawesi Selatan, meskipun
demikian, ditemukan di beberapa daerah Sepanjang sejarah Khalwatiyah di
Indonesia, dikenal dua jenis tarekat Khalwatiyah yang berkembang
khususnya di Sulawesi Selatan yaitu:
1) Tarekat Khalwatiyah Syekh Yusuf
Tarekat ini diperkirakan telah ada sejak abad ke 17, yang disebarkan
oleh Muḥammad Y ūsuf ‘Abdul Maḥ ḥāsin al-Tāj al-Khalwatī al-
Makassarī al-Bantānī (1626 – 1699 M). akan tetapi, tarekat ini tidak
bisa berthan lama setelah Syekh Yusuf, Meninggal tarekat inipun
terhenti diakibatkan tidak adanya tokoh-tokoh yang meneruskan dan
yang mengembangkannya.
2) Tarekat Khalwatiyah Sammān
Tarekat Khalwatiyah Sammān didirikan oleh Muḥammad al-Sammān
di Madinah. Tarekat ini masuk ke Indonesia pada abad ke-19 lebih
tepatnya pada tahun 1852. yang dibawa oleh ‘Abdullāh al-Munīr
sekembalinya dari Makkah ke Sulawesi Selatan. Tarekat ini
dikembangkan oleh putranya Muḥammad Fudail di Kabupaten Barru.
Penyebarannya kemudian dilakukan oleh ‘Abdul Razāk di Kabupaten
8
L. Hidayat Siregar(2009). Sejarah, Pemikiran dan Gerakan Politik Tarekat (Mencermati Politik
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia). SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009. Hlm.149-
151.
13
Maros dan dilanjutkan oleh keturunannya hingga kini9.[ CITATION
Aja13 \l 1033 ]
9
Ajaran Eksistensinya and Sulawesi Selatan, “Tarekat Khalwatiyah” 1 (2013) hal 3-9.
14
Setelah itu maka seseorang telah terikat janji dan sudah bersumpah untuk
mengikuti dan mengajaran tarekat
c. Dzikir, dalam Khalwatiyah Sammān dzikir adalah unsur sangat penting,
sebab tanpa adanya dzikir maka sarana penajaman spiritual tidak
tersedia.
d. Wihdah al- Wujud, Sementara wiḥdaḥ al-wujūd adalah pertanda
keberhasilan seseorang dalam mendekati Tuhan, sebagai puncakatau
klimak pengalaman spiritual yakni bersatunya Tuhan dengan makhluk. 10
[ CITATION Ami12 \l 1033 ]
11
Yulita Mansyur, Tarekat Khalwatiyyah Yusuf dan Tarekat Khalwatiyyah Saman, 1995, hal 24).
15
bersama pasukan Sabilillah. Akan tetapi, karena Syeikh Badruzzaman
berselisih faham tentang konsep jihad darurat yang dicetuskan oleh S.M.
Kartosoewirjo, ia kemudian, memisahkan diri pada tahun 1951. Konsep
jihad nya berbunyi, “Siapa yang tak mau tunduk pada perjuangan DI,
maka wajib dibunuh”. Akhirnya beliau beserta pengikut Tijaniyyah keluar
dari pergumulan politik DI/TII dan Pemerintah Republik Indonesia. 12
[ CITATION Dud09 \l 1033 ]
b. Mendirikan partai politik dan berpihak pada salah satu calon presiden.
Mendirikan parpol, contohnya adalah Persatuan Tarbiyah Islamiyah
(PERTI) yang didirikan oleh tokoh-tokoh Naqsyabandiah di Sumatera
pada tahun 1928 dan Partai Tarekat Islam (PPTI) bentukan Syeikh Haji
Djalaluddin, Bukittinggi. Syeikh Djalaluddin selalu meyakinkan
keberadaan PPTI diakui secara resmi, sehingga banyak khalifah
Naqsyabandiyah-Khalidiyah bergabung dengan partai tersebut.
Pengikut Tarekat Tijaniyah di Garut punya afiliasi politik yang berbeda,
setelah Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno, Syeikh
Badruzzaman memberikan kebebasan kepada para pengikutnya untuk
berafiliasi ke partai apapun terlebih lagi PERTI yang dipandang
mengakomodasi ideologi kaum tarekat.
Martin Van Bruinessen dalam NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa (1999)
mencatat bahwa tarekat kemudian memilih berafiliasi kepada partai
politik tertentu. Di era Orde Baru, kaum tarekat yang dalam hal ini
diwakili kyai sebagai aktor politik, memilih afiliasi politik yang berbeda-
beda, Kemudian terbelahnya kaum tarekat bukan hanya terjadi di
Jombang, tetapi juga kalangan internal tarekat Muffaridiyah di Sumatera
Utara. Syeikh Muhammad Makmun dan ahli warisnya tak mau
Muffaridiyah digiring mendukung Golkar. Tarekat ini solid dan tidak
tergoda politik, setelah wafatnya Syeikh Makmun pada tahun 1978,
pemerintah Orde Baru berhasil memecah tarekat Muffaridiyah menjadi
12
Dudung Abdurrahman, Gerakan sosial politik Kaum Tarekat, 2009, hal 150-157).
16
dua kelompok, yaitu kubu yang tetap setia dengan sikap Syeikh Makmun
dan ahli warisnya serta kubu yang mendukung Golkar di bawah
kepemimpinan Asyari Al-Hakim13.[ CITATION MZa07 \l 1033 ]
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam tasawuf, seringkali dikenal istilah tarekat, yang berarti
jalan, yakni jalan untuk menuju mencapai ridha Allah. Dengan pengertian ini
bisa digambarkan adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian Sufi
mengatakan, al-aturuk anfasil makluq, yang artinya jalan menuju Allah itu
sebanyak nafasnya makhluk, aneka ragam dan bermacam-macam. Tarekat
lain yang tercatat masuk ke Nusantara pada periode awal adalah Tarekat
Qodiriyyah, Syaththariyyah, Naqsyabandiyah, dan Khalwatiyah.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ardani. (n.d.). “Tarekat Syadziliyah”, dalam Sri Mulyati et.al, Mengenal dan.
19
20