Anda di halaman 1dari 10

PENDIDIKAN IBADAH IBADAH DALAM AL-QURAN

Azia Alan Abdillah


STAI AL- AZHARY Cianjur, Jawa Barat, Indonesia

Aris Sutiawan
STAI AL- AZHARY Cianjur, Jawa Barat, Indonesia
Sutiawanaris020@gmail.com

Abstrak:

Al-Quran merupakan wahyu Allah S.W.T yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad Saw sebagai petunjuk bagi seluruh kehidupan umat manusia, tidak hanya
umat Islam pada khususnya. Untuk itu, Al-Quran menjadi oase dalam kehidupan
manusia yang dijadikan sebagai pedoman dalam hidup. Orisinalitas Al-Quran sebagai
kitab suci sangat terjamin tidak seperti kitab-kitab yang lain, yang sampai sekarang
sudah tidak ada yang otentik dan orisinal, akibat dari prilaku manusia yang berani
mengubah dan menyelewengkan serta tidak adanya jaminan kepastian orisinalitasnya.
Sedangkan di dalam Al-Quran dan Hadis Nabi membahas masalah Pengabadian atau
penghambaan kepada Allah merupakan salah satu tanggung jawab manusia dan Jin
secara fitrah diciptakannya oleh Allah. Sehingga segenap dinamika hidup manusia di
muka bumi seharusnya didasarkan pada prinsip dan nilai-nilai ubudiyah, baik aktivitas
yang bersifat politik, pendidikan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan lain
sebagainya. Menurut Imam al-Thabari di dalam tafsirnya; bahwa tujuan Allah
menciptakan manusia dan jin adalah untuk mengabdi kepada-Nya, jika mereka
berbuat yang baik maka akan dibalas dengan pahala, tetapi jika mereka berbuat jelek,
maka mereka akan dibalas dengan siksa nanti di hari kiamat. Hal ini, bukan
didasarkan pada kebutuhan Allah, manusia beribadah, tetapi demi kemaslahatan dan
manfaatnya juga kembali kepada manusia itu sendiri

Kata kunci:

Pendidikan ibadah, perspektif Al-Quran dan Hadits

Pendahuluan
Al-Quran merupakan wahyu Allah S.W.T yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw sebagai petunjuk bagi seluruh kehidupan umat manusia, tidak hanya
umat Islam pada khususnya.1 Untuk itu, Al-Quran menjadi oase dalam kehidupan
manusia yang dijadikan sebagai pedoman dalam hidup. Al-Quran mempunya
kelebihan dibanding kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi
terdahulu, sebelum Nabi Muhammad Saw, yaitu terkait dengan orisinalitas.
Orisinalitas Al-Quran sebagai kitab suci sangat terjamin tidak seperti kitab-kitab
yang lain, yang sampai sekarang sudah tidak ada yang otentik dan orisinal, akibat dari
prilaku manusia yang berani mengubah dan menyelewengkan serta tidak adanya
jaminan kepastian orisinalitasnya. Berbeda dengan Al-Quran, kemurnian Al-Quran
memang menjadi ciri khasnya bahwa ia benar-benar mujijat dari Allah yang di Wahyukan
kepada Nabi Muhammad Saw penutup para nabi dan rasul. Sehingga, berbagai upaya
untuk mendistorsi isi Al-Quran baik secara tersurat mau vpun tersirat tidak pernah ada
yang mampu untuk menandinginya apalagi mengubahnya. Sebab, ia sudah dijamin
keotentikan dan orisinalitasnya oleh Allah sendiri sebagai kitab yang memuat firman-
Nya kepada seluruh umat manusia pasca Nabi Muhammad saw. diutus.2
Sebagai kitab penghimpun seluruh prinsip dasar wahyu-wahyu yang diturunkan
kepada Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad Saw, Al-Quran tentunya secara prinsip
memuat ide-ide dasar doktrin ke-Tuhan-an yang meliputi teologi, hukum, etika,
politik, sosial-masyarakat, dan termasuk di dalamnya adalah pendidikan.3 Al-Quran
mengulas prinsip-prinsip dasar yang berkaitan dengan pendidikan cukup banyak,
termasuk di dalamnya pendidikan ibadah kepada Allah. 4 Sehingga penulis tertarik
untuk menelisik lebih luas lagi tentang pendidikan Ibadah di dalam Al-Quran dan
juga hadits-hadits Nabi Muhammad Saw.

Pembahasan
1. Ayat-ayat Tentang Pendidikan Ibadah di dalam Al-Quran
ِ ُ‫صا لَّه‬
َ‫الديْن‬ ً ‫ّٰللا ُم ْخ ِل‬ ِ ‫ب بِا ْل َح‬
َ ‫ق فَا ْعبُ ِد ه‬ َ ‫اِنَّا ٓ ا َ ْنزَ ْلنَا ٓ اِلَيْكَ ا ْل ِك ٰت‬
Tafsiran
Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan
(membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.
(Q.S Az-Zumar :2)
ٍّ ُ‫َِّل اِيَّاهُ َو ِبالْ َوا ِلدَي ِْن اِحْسٰ نًا اِ َّما َي ْبلُغَ َّن ِع ْندَكَ الْ ِك َب َر اَ َحدُهُ َمآ اَ ْو ك ِٰل ُه َما ف َََل تَقُ ْل لَّ ُه َمآ ا‬
‫ف َّو ََّل تَ ْن َهرْ هُ َما َوقُ ْل لَّ ُه َما قَ ْو ًَّل ك َِر ْي ًما‬ ٓ َّ ‫َوقَضٰ ى َربُّكَ اَ ََّّل تَعْ ُبد ُْٓوا ا‬

Tafsiran:

Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, serta
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.(Q.S Al- Isra :23)

‫علَ ْي ِه الض َّٰللَةُ فَ ِسي ُْر ْوا فِى‬ ‫طاغُ ْو َۚتَ فَمِ ْن ُه ْم َّم ْن َهدَى ه‬
ْ َّ‫ّٰللاُ َومِ ْن ُه ْم َّم ْن َحق‬
َ ‫ت‬ َّ ‫ّٰللا َواجْ ت َ ِنبُوا ال‬
َ ‫س ْو ًَّل ا َ ِن ا ْعبُدُوا ه‬ ْ ‫َولَقَدْ َب َعثْنَا ِف‬
ُ ‫ي كُ ِل ا ُ َّم ٍّة َّر‬
َ‫عا ِق َبةُ ا ْل ُمك َِذ ِبيْن‬
َ َ‫ْف َكان‬َ ‫ض فَا ْنظُ ُر ْوا َكي‬ َْ
ِ ‫اَّل ْر‬

Tafsiran:

Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan),
“Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk
oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).. (Q.S An-Nahl
:36)

2. Relevansinya Dengan Ayat Lain (Munasabat Bi Al-Ayah)


Relevansinya dengan surat Ali Imran ayat 64
‫ّٰللا‬ ُ ‫شيْـًٔا َّو ََّل َيتَّخِ ذَ َب ْع‬
ِ ‫ضنَا َب ْعضًا ا َ ْر َبابًا مِ ْن د ُْو ِن ه‬ َ ‫ّٰللا َو ََّل نُ ْش ِركَ ِب ٖه‬ َ ‫ب ت َ َعالَ ْوا ا ِٰلى َك ِل َم ٍّة‬
َ ‫س َو ۤا ٍۢ ٍّء َب ْينَنَا َو َب ْينَكُ ْم ا َ ََّّل نَ ْعبُدَ ا ََِّّل ه‬ ِ ‫قُ ْل ٰ ٓيا َ ْه َل ا ْل ِك ٰت‬
َ‫فَا ِْن ت ََولَّ ْوا فَقُ ْولُوا ا ْش َهد ُْوا بِاَنَّا ُم ْس ِل ُم ْون‬
Tafsiran:

Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat
(pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan
kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu
sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka),
“Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”

Kemudian juga dengan QS: al-Hijr : 99 :


‫َوٱ ْعبُدْ َربَّكَ َحت َّ ٰى يَأْتِيَكَ ٱ ْليَقِي ُن‬
tafsiran:
Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)

Kemudian Q.S Al- Anbiya :25


ْٓ ِ‫س ْلنَا مِ ْن قَ ْبلِكَ م ِْن َّرسُ ْو ٍّل ا ََِّّل نُ ْوح‬
‫ي‬ َ ‫َو َما ٓ ا َ ْر‬
ٓ َّ ‫َّل ا ِٰلهَ ا‬
‫َِّل اَن َ۠ا فَا ْعبُد ُْو ِن‬ ٓ َ ‫اِلَ ْي ِه اَنَّ ٗه‬
Tafsiran:
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami
wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka
sembahlah Aku.

3. Relevansinya Dengan Hadis


Relevansinya dengan hadits riwayat Imam Bukhari dari sahabat Jabir ra:

Artinya Dari Jabir pura Abdullah berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda " perumpamaan
shalat lima waktu adalah seperti sungai yang mengalir dengan jernih melewati depan pintu
kamu sekalian dan dapat mandi di dalamnya lima kali dalam sehari.

Kemudian relevansinya dengan hadits tentang Ibadah Zakat Yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh Imam al-Thabrani dari Abdullah :

Artinya: Rasulullah Saw bersabda " Aku diperintahkan oleh Allah untuk menunaikan shalat
dan membayar zakat. Maka barang siapa yang tidak berzakat, ia seperti halnya tidak
bershalat.

Kemudian juga relevan dengan hadits tentang ibadah puasa diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dari Abu Hurairah
'".
Artinya Dari Rasulullah Saw beliau bersabda "segala perbuatan anak Adam itu pahalanya
miliknya, kecuali puasa. Ia (puasa) adalah milikku da akan membalasnya nanti. Dan bau
mulut orang yang berpuasa 5/12 m di sisi Allah dari minyak misik.

Kemudian relevan dengan hadits tentang haji, yang diriwayatkan oleh Imam
al-Nasa'ie dari sahabat Abu Hurairah ra. :

Artinya Rasulullah Saw berkhotbah kepada


seluruh manusia, beliau bersabda " sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu
sekalian ibadah haji. Seorang laki-laki bertanya kepada beliau apakah kewajiban itu setiap
tahun wahai Rasul? beliau terdiam sampai pertanyaannya diulang tiga kali, beliau kemudian
menjawab "jika aku mengatakan ia setiap tahuan, maka aku mewajibkan, jika aku
mewajibkan, kamu sekalian tidak mengerjakannya, tinggalkan aku, aku tidak akan
meninggalkan kamu sekalian.

4. Penjelasan Ayat

a). Ibadah itu Keharusan/tuntutan Ibadah merupakan terminologi Arab" Tbadal" yang berarti
"menyembah dan mengabdi ". Ia menjadi alasan utama dan tujuan utama manusia diciptakan
oleh Allah di muka bumi. Sebagaimana dijelaskan di dalam firman-Nya QS: al- Dzariyat
[51]: 56
َ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ٱ ْل ِج َّن َوٱ ْ ِْل‬
ِ ‫نس إِ ََّّل ِليَ ْعبُد‬
‫ُون‬
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mengabdi kepada-Ku.

Keabadian atau pengabdian kepada Tuhan adalah salah satu tanggung jawab manusia
dan jin secara alami diciptakan oleh Tuhan. Sehingga segala dinamika kehidupan manusia di
muka bumi harus berdasarkan prinsip dan nilai Ubudiyah, baik kegiatan yang bersifat politik,
pendidikan, ekonomi, sosial dan sebagainya. Menurut Imam al-Thabari dalam tafsirnya;
bahwa tujuan Allah menciptakan manusia dan jin adalah untuk beribadah kepada-Nya, jika
berbuat baik akan mendapat pahala, tetapi jika berbuat buruk akan mendapat siksaan kelak di
hari kiamat. Ini tidak didasarkan pada kebutuhan Tuhan, orang beribadah, tetapi demi
manfaat dan manfaat juga kembali ke orang itu sendiri.

Dengan demikian, hidup dan keberadaannya di dunia tidak lain adalah dalam rangka
beribadah kepada Allah sebagai khalifah Allah di muka bumi untuk menyampaikan risalah
Allah di alam semesta ini. Tentu saja, beribadah kepada Allah memiliki ketentuan-ketentuan
khusus yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya.

Menurut Mahjuddin, Ibadah dalam Islam kadang murni (mahdah) berupa ritual tertentu dan
rutin, kadang tidak murni (ghair mahdab). Ibadah mahdah adalah ibadah yang berhubungan
langsung dengan hubungan antara Tuhan sebagai Tuhan dan manusia sebagai hamba-Nya,
seperti shalat, zakat, puasa, dan haji, yang kesemuanya telah ditentukan pada waktu
pelaksanaannya serta petunjuk teknisnya oleh Tuhan. dan Rasul-Nya dalam Al-Qur'an dan
hadits Nabi Kadang-kadang ibadah mahdah tidak termasuk dalam waktu, seperti dzikir,
membaca Al Quran, dan bermeditasi yang termasuk dalam kategori ibadah murni.” Dan
ibadah gbairn mahdah adalah ibadah yang langsung berhubungan dengan manusia dengan
sesamanya, dengan hewan, dan segera.

b). Format ibadah berupa sikap dan perilaku positif bagi orang lain.

Ayat 2 pada QS: al-Zumar, Allah menjelaskan bahwa Allah menurunkan kitab suci kepada
manusia sebagai bekal dan pedoman di dalam menjalani hidup yang kompleks dan
berdinamika, sehingga mampu menentukan sikap dan prilakunya sesuai dengan tuntunan
Allah di dalam kitab sucinya. Kitab Al-Quran itu adalah satu-satunya kitab yang memiliki
keistimewaan luar biasa. maka untuk merealisasikan cita-cita Allah menciptakan manusia di
muka bumi sebagai wakil dan duta dari Allah yang akan dimintai segenap pertanggung
jawabannya.

Kemudian, Allah dalam ayat 2 mengajarkan kepada kita fungsi Al-Quran dalam kehidupan
manusia secara umum untuk membimbing bagaimana beribadah kepada Allah dan mengabdi
kepada kebenaran terhadap Allah dan sesama makhluk, sehingga diharapkan mampu
mencurahkan hidupnya pada kehidupan. muka bumi dengan penuh keikhlasan dan
keikhlasan.” Ketulusan hati dan niat hanya untuk melayani sesama makhluk terutama yang
berhubungan dengan manusia dan Tuhan.

Oleh karena itu, penting kiranya kita tahu bagaimana cara untuk terus berbenah dalam rangka
mengasah kepekaan spiritual untuk bisa sadar bahwa hidup di dunia tidak membutuhkan
waktu lama, karena manusia tidak bisa dilepaskan dari kungkungan cara berpikirnya,
sehingga ia menjadi pribadi-pribadi yang tulus ikhlas dalam mengabdi kepada Allah dan
manusia.

Kemudian, Ibadah itu memiliki ritualitas khusus dan teknik-teknik tertentu yang secara syar'i
dikategorikan ibadah (pengabdian kepada Allah). Di antaranya adalah ibadah yang memang
dijelaskan syarat dan ketentuannya di dalam Al- Quran dan al-Hadits dan ibadah yang tidak
tersurat dalam a-Qur'an dan al-hadits sebagai sebuah ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, dan
haji. Salah satu indikator bahwa perbuatan itu dikategorikan Ibadah dan bernilai ibadah
(berpahala) apabila memberikan implikasi positif terhadap kehidupan pelaku dan orang lain.
Sebagaimana ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya yaitu QS: al-Ankabut [29]: 45:

ْ َ ‫ّٰللاُ َي ْعلَ ُم َما ت‬


َ‫صنَ ُع ْون‬ ‫ّٰللا ا َ ْك َب ُر َو ه‬ َ ‫ص ٰلوة َ ت َ ْنهٰ ى‬
ِ ‫ع ِن ْالفَ ْحش َۤاءِ َو ْال ُم ْنك َِر َولَ ِذ ْك ُر ه‬ َّ ‫ص ٰلوة َ اِ َّن ال‬ ِ ‫ي اِلَيْكَ ِمنَ ْال ِك ٰت‬
َّ ‫ب َواَق ِِم ال‬ َ ِ‫اُتْ ُل َما ٓ ا ُ ْوح‬

Tafsiran :
Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan
laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.
Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang
lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Imam al-Sha'rawi dalam tafsirnya menyatakan bahwa shalat adalah merupakan salah satu
ibadah yang bisa menjaga pelaksananya dari pe 7/12 keji dan munkar, karena shalat adalah
ibadah yang memiliki nila ng komprehensif dan tercermin dalam kehidupan manusia, seperti
bertakbiratul ihram, membaca doa iftitah dan lain sebagainya, maka jika ada orang yang
melakukan shalat tetapi tetap pada sikap dan prilaku buruk dan tercela, berarti ia tidak bisa
memenuhi ketentuan secara kualitas terhadap shalat sesuai dengan harapan dan tuntunan
Allah."

Begitu juga dengan puasa dan zakat. Keduanya merupakan ibadah yang berimplikasi pada
kebersihan batin. Zakat diambil dari bahasa arab “zakka yuzakki” yang artinya “menyucikan
jiwa dan harta. Karena, zakat adalah pembayaran hak-hak yang terdapat pada harta. Dan
hanya akan dikeluarkan oleh orang yang benar-benar menaati perintah agama dengan ikhlas.
Karena, orang yang menunaikan zakat secara materialistis-kapitalis akan mengurangi
hartanya. Sedangkan puasa merupakan bentuk ibadah yang juga berimplikasi pada mentalitas
seseorang, seperti kesabaran, ketekunan, dan komitmen terhadap perintah agama, maka orang
yang berpuasa harus bermental sabar dan mandiri serta qana'ab terhadap kekayaan dunia.”

Kemudian di dalam Surat al-A'raf: 23, terdapat kata-kata ! dalam ayat tersebut yang secara
struktur kalimat memiliki kata sambung "wawn" yang secara hukum memiliki maksud yang
sama dari kalimat sebelumnya. Kata tersebut memiliki makna "berbuat hal-hal yang positif
kepada orang lain, seperti orang tua, kerabat, dan lain sebagainya. Sebab, menebarkan hal-hal
yang positif dan berdampak positif kepada orang lain merupakan bagian dari perintah Allah
yang diwajibkan juga dijelaskan dalam redaksi dan format secara eksplisit. Sebagaimana di
jelaskan oleh Rasulullah Saw di dalam sabdanya yang

“Rasulullah SAW bersabda, “Allah mengamanatkan sikap dan perilaku yang positif terhadap
segala sesuatu. Maka jika kalian semua membunuh, perbaiki cara menyembelih, dan saat
menyembelih, perbaiki cara menyembelih. dengan mengasah keris dan menenangkan jiwa
hewan yang disembelih.”

Dengan demikian, memberikan hal-hal positif dan mencerminkan sikap yang melahirkan
implikasi positif dan bermanfaat bagi kesejahteraan termasuk bagian dari ajaran Rasulullah
Muhammad Saw. beliau adalah sosok yang senantiasa membawa rahmat dan kepedulian pada
yang lain. Beliau ibarat pelindung dan pemandu kedamaian dan keselamatan di dunia dan
akhirat. Maka, sikap positif dan hal-hal yang memberikan dampak yang baik dan positif bagi
lainnya, merupakan bagian dari sebab diberikannya syafa'at Nabi Muhammad Saw..

C). Obyek Penyembahan/Pengabdian adalah Tuhan

Segala misi dakwah dan seruan para Rasul dan Nabi dalam kehidupan manusia adalah
perintah beribadah kepada satu Tuhan yang Esa dan berkuasa. Tuhan dalam hal ini
merupakan objek dari sesembahan maupun ritualitas ibadah." Segala sesuatu secara ilmiah
bisa dianggap sebagai agama adalah apabila memiliki credo, ritus, dan norma. Credos adalah
merupakan objek keyakinan, dalam hal ini, Tuhan." Tuhan adalah eksistensi yang diyakini
adanya memiliki kualitas yang serba adikuasa dalam segala hal. Ia merupakan tumpuan dan
curahan segala pengaduan, pengharapan, dan pujaan makhluk yang meyakininya (makhluk).

Dalam Islam, Al-Quran menjelaskan bahwa objek keyakinan umat Islam adalah Allah SWT.
Sebab, secara aklamasi Allah menyatakan dengan dzat-Nya bahwa Dia-lah dzat yang petut
dan harus disembah karna Dia adalag Tuhan penguasa jagad raya ini. Allah sendiri
menyebutkan identitasnya sebagai Tuhan sebagaimana dijelaskan di dalam firman-Nya QS:
Thaha (20); 14:
۠ ٓ َّ ِ‫َّل اِ ٰل هَ ا‬
‫َّل ا َنَا‬ ٓ َ ُ‫ّٰللا‬
‫ه‬ ‫ي ا َنَا‬ ْٓ ‫ن‬ِ َّ‫اِن‬
ْ ٰ ْۙ ِ ‫د‬
‫ي‬
ْ ‫ر‬
ِ ‫الصل وة َ ِل ذِ ك‬ َّ ِ َ ‫وا‬
‫ق ِم‬ َ ‫ي‬
ْ ‫ن‬ ْ ُ‫فَاعْ ب‬

Sesungguhnya aku adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak) selain Aku, maka sembahlah
aku dan dirikanlah shalat untuk mengingatku.

Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa Allah adalah Tuhan sang penguasa yang pantas
menjadi objek sesembahan makhluknya, tempat pemujaan, tempat pengaduan, dan tempat
mengembalikan semua yang terjadi dalam setiap keadaannya.

Allah sendiri dalam QS: al-Nahl: 36. Sendiri melarang manusia sebagai makhluk-Nya untuk
tidak menyembah sesuatu yang diyakini sebagai tuhan selain Allah, seperti Thagut dan
manusia, dan sebagainya. Karena semua itu tidak bisa mendatangkan manfaat dan tidak bisa
menolak kemudharatan yang menimpanya. Sehingga Tuhan melarang untuk menyembahnya
dan mengabdikan dirinya untuk segalanya.

Dengan demikian, objek keyakinan yang wajib diketahui dan diyakini oleh umat Islam dalam
perspektif Al-Quran dan hadits adalah Allah SWT yang tidak menyerupai apapun dan
siapapun. Eksistensinya secara absolut menegaskan ke-Tuhan-Nya sebagaimana dijelaskan di
dalam firman-Nya di atas. Dia adalah Tuhan dari semua dewa yang diyakini, maha kuasa,
maha kuasa, maha kuasa, dan seterusnya.

d). Konsekuensi bagi para penista

Ayat-ayat yang ditulis di atas adalah ayat-ayat yang memiliki muatan teologis yang mutlak
dan pasti. Tentu saja kejelasan objek kepercayaan yang harus disembah dan dijadikan tempat
mengadu, dan sebagainya. Jadi harus jelas bagi para pemuja dan pemujanya konsekuensi
positif di kehidupan selanjutnya, tetapi juga jelas bagi setiap orang yang suka membangkang
bahkan berani menantang-Nya selama hidup di dunia.

Oleh karena itu, Tuhan dalam firman-Nya jelas mengancam mereka yang selalu mengingkari
keberadaan-Nya sebagai Tuhan dan tidak mau mengabdi sebagai hamba-Nya dengan
berbagai hukuman yang sangat menyakitkan. Siksaan yang pedih dan keragaman siksaan itu
bergantung pada dinamika persaingan keyakinan yang telah dibuat manusia selama hidupnya
di dunia, sehingga Allah akan tegas menuntut pertanggung jawaban dan siksaan yang sangat
pedih. Hal ini dijelaskan Allah dalam QS: al-Nahl (36) tentang akibat orang yang berdusta
kepada Allah dan segala ketentuan-Nya dalam Al-Qur'an.
Oleh karena itu, pendidikan ibadah merupakan salah satu pendidikan yang penting dalam
perspektif keagamaan, khususnya Islam. Karena ibadah merupakan pengejawantahan dari
rasa keberimanan yang secara ekspresif dibuktikan dalam bentuk sikap dan perbuatan. Ibadah
juga menjadi wujud nyata sikap keber-Tuhan- an dan ketundukan seorang hamba kepada
Tuhan dan perintah-Nya. Ia merupakan buah dari pada keimanan. Imam al-Sya'rani di dalam
kitab "Qami" al- Tugbyan menyatakan bahwa ibadah adalah bukti fisik dari iman, sebab iman
tidak hanya cukup diikrarkan dalam ucapan dan diyakini di dalam hati, tetapi juga
diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan."

Maka dari itu, orang yang beragama pasti baik, sebab, ibadah yang dilakukan adalah
merupakan proses pendidikan dalam berbagai aspek dan bentuknya, seperti pendidikan
konsistensi (yang tercermin dalam waktu shalat dan keutamaan di awal waktu), kesabaran
dan ketabahan (seperti yang terefleksikan dalam ibadah puasa yang berperang melawan haus
dan lapar walaupun tidak seorang pun mengetahuinya), pendidikan kepedulian dan
kedermawanan (yang terefleksikan dalam ibadah zakat dengan menyisihkan sebagian harta
kekayaannya untuk yang lebih membutuhkan) serta kesetiaan dan ketulusan (seperti dalam
ibadah haji yang menyita harta dan waktu serta tenaga untuk mengunjungi Masjidil Haram
dalam rangka menunaikan haji), serta lainnya.

PENUTUPAN

Dari apa yang sudah dijelaskan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulannya sebagai
berikut: Ibadah adalah kewajiban manusia sebagai makhluk sebagai akibat dari cita-cita
Tuhan dalam menciptakannya di muka bumi. Dengan demikian, semua nabi, termasuk Nabi
Muhammad SAW, diutus kepada seluruh umatnya tidak lain untuk mengajak mereka
menyembah Tuhan dalam bentuk iman dan amalan ibadah.

Kemudian juga. Perbuatan ibadah secara formal adalah shalat, zakat, puasa, dan haji yang
masing-masing memiliki implikasi positif terhadap personalitas pelaku dan sosial
masyarakat, karena ibadah-ibadah tersebut merupakan salah satu pendidikan dari Allah untuk
hamba-Nya untuk menjadi baik dan bermanfaat di dunia bagi agama, manusia, dan alam
semesta serta baik di akhirat dengan balasan surga dan limpahan kebaikan. Sebaliknya, orang
yang enggan beribadah dan abai terhadap semua perintah Allah melalui para rasul-Nya, maka
Allah akan mengancamnya dengan siksa yang pedih di samping kehidupan dunia yang tidak
bernilai positif.

Oleh karena itu, maka pendidikan ibadah merupakan pendidikan yang utama dan pertama
ditanamkan. Sebab, ia merupakan bukti kebertuhanan manusia terhadap Allah di dalam
kehidupannya. Adapun teknik pelaksanaan ibadah-ibadah yang perintahkan dan wajib
diketahui adalah dijelaskan oleh para ulama' di dalam kitab- kitab yang memuat hukum Islam
yaitu kitab-kitab fiqh.
Daftar Pustaka

Anwar, Rosihon. dkk, Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Rosdakarya, 2006. Al-Ahmad al-
Shafi'ie al-Kushini al-Malibari, Imam Zainuddin Ibn 'Ali Ibn. Qumi' al-Tughyan. Suarabay:
Maktabah al-Hidayah, t.tt.

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdullah. al-Jami' al-Shabib, Jilid VII. Beirut
Maktabah Tuq al-Najat, t.tt.

Al-Tabrani, Abu al-Qasim. al-Mu'jam al-Kabir, Jilid X. Kairo: Maktabah Ibnu


Taimiyah,:1415.

Al-Naisaburi, Muslim bin Hajjaj Abu al-Hasan al-Qushairi. Sahih Muslim, Jilid I. Beirut: Dar
Ihya' al-Turath, t.tt.

Al-Sha'rawi, Muhammad Mutawalli. Tafsir al-Sha'rawi, Jillid XVIII. Kairo: Muthabi' Ahbar
al-Yaum, 1418.

Anda mungkin juga menyukai