Anda di halaman 1dari 11

DHIHAR DALAM AL-QURAN

(Kajian Al-Quran Surah Al-Mujadalah (58) ayat 1-4)

Makalah
Mata Kuliah Fiqh Al- Quran dan Hadits
Dosen Pengampu:
1. Prof. Dr. Iskandar Usman, MA
2. Dr. Tarmizi M. Jakfar, M. Ag
3. Dr. Salman Abdul Muthallib, M. Ag

Oleh:

Rahmad Sadli
Nim: 201001008

PROGRAM STUDI PIQH MODERN


PROGRAM DOKTOR PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2020/1441 H
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia sebagai khalifah dalam permukaan bumi ini butuh seorang Rasul
(Apostle) sebagai penerang dalam kehidupan pada tiap-tiap masa. Nabi Adam a.s
disamping sebagai Rasul beliau juga seorang klalifah pertama yang berperan sebagai
pengajar terhadap nama-nama benda sebagaimana yang terdapat dalam Al-Quran surah
Al-Maidah ayat 31 yang artinya: Dan dia ajarkan kepada Adam a.s nama-nama (benda
)semuanya. Kemudian dia perlihatkan kepada para malaikat seraya berfirman “Sebutkan
kepada Ku nama semua benda ini, jika kamu yang benar”
Pada tiap-tiap masa Allah mengutus seorang Rasul untuk menyampaikan syariat
baik berkaitan dengan ibadah, muamalah, munakahah, jinayah dan furuk-furuk yang
lainnya. Pada syariat Nabi Adam a.s tidak dijelaskan secara rinci tentang tata cara
pernikahan dan kaifiat pelaksanaannya, hal itu disebabkan dari ayat-ayat Qisah dalam Al-
Quran dan tidak termaktub dalam kitab susi melainkan melalui shuhuf-shuhuf yang
diturunkan pada Nabi Adam a.s yang keberadaannya tidak tersimpan dengan rapi
sebagaimana Al-Quran. Al-Quran yang diturunkann kepada Nabi Muhammad saw tetap
terjaga dan tersimpan ke orisinalnya sehingga menjadi pedoman hidup bagi ummat.
Dalam Al-Quran dijelaskan secara umun tentang pernikahan dan hal perceraian
(thalaq) serta kalimat-kalimat yang dilarang untuk diucapkan untuk terjaganya suatu
pernikahan yang utuh. Para ulama lewat penafsirannya berkaitan dengan ayat hukum
(Muhkam) memberikan beberapa hal tentang beberapa kalimat yang mesti dijaga oleh
seorang suami untuk terjaga dan senantiasa pernikan tersebut. Adapun perihal yang
sering muncul dalam sebuah ikatan pernikahan adalah Dhihar yang membuat hak suami

P a g e 2 | 11
isteri gugur dan berlaku sangsi yang berat. Adapun kajian makalah ini penulis ingin
mengkaji bagaimana penafsiran ayat tentang dhihar sebagaimana yang terdapat dalam
surah Al-Mujaadalah ayat 1-4

B. Rumusan Masalah
Pembahasan yang terdapat dalam makalah ini penulis ingin melihat penafsiran para
ulama tentang dhihar lewat kitab- kitab tafsir yang muktabarah, adapun rumusan
masalah ini adalah:
1. Bagaimana penafsiran ulama tentang ayat dhihar
2. Apa pemahaman ulama sehingga ayat tersebut digolongkan kepada ayat dhihar
C. Metode penelitian

Penelitian ini berbentuk perpustakaan (library Research) yaitu penelitian yang dilakukan
degan cara meneliti dan mengadakan penelusuran literature serta menganalisa data
sekunder berupa kitab-kitab tafsir untuk memperoleh data dan kebenarannya, Jenis
penelitian ini adalah normatif artinya penelitian yang menggunakan sumbernya dari ayat Al-
Quran dan Hadis tentang Dhihar. Penafsiran ini menggunakan metode Maudhu`I atau
penafsiran tematik, artinya salah satu penafsiran yang menghimpun ayat Al-Quran yang
terkait dengan tema teetentu yaitu Dhihar. Metode penelitian dalam kajian ini adalah
maudhu’I (tematik ), yaitu salah satu metode penafsiran al-quran dengn cara menghimpun
ayat-ayat al-quran dengan tema tertentu.

P a g e 3 | 11
BAB 11

PEMBAHASAN

A. Kajian Ayat-ayat Al-Quran tentang Dhihar


1. Qs Al- Mujaadalah ayat 1-4

َ ُ‫قَ ْد ََس َع ٱِهَّللُ قَ ْوَل ٱلِت َُٰتَدل‬


‫ك ِف َزْْوِج ََها َْوَتَ ْْشَتَِكٓى ِإ َىَل ٱِهَّلل َْوٱِهَّللُ يَ ْس َم ُع‬
ٌۢ
‫يع بَص ري‬ ‫ََتَ ُاْوَرُك َما ۚ ِإن ٱِهَّللَ ََس ر‬
Artinya: Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan

kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah
mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.

Menurut kitab tafsir Al-Qurthubi yang mengadu kepada Allah adalah Khaulat binti Tsa’labah
dan suaminya Aus bin saamat

‫ين يُ َٰظََهُرْو َن من ُِكم من ن َسائَهم ما ُهن أُم َََٰهَتَه ْم ۖ ِإ ْن أُم َََٰهَتُ َُه ْم ِإَّل َٰٱل ٓى‬
َ ‫ٱلذ‬
‫ور‬
‫َْولَ ْد ََنُ ْم ۚ َْوِإَنُ ْم لَيَ ُقولُو َن ُمن َِكًرا م َن ٱلْ َق ْول َْوُز ًْورا ۚ َْوِإن ٱِهَّللَ لَ َع ُف ٌّو َغ ُف ر‬
Artinya: Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya

sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain
hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh
P a g e 4 | 11
mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf
lagi Maha Pengampun.

‫ين يُ َٰظََهُرْو َن من ن َسائَه ْم ُُث يَ ُعوُُدْو َن ل َما قَالُوا َفََتَ ْْحر ُير َرقَبَ ٍة من قَ ْبل أَن‬
َ ‫َْوٱلذ‬

َ ُ‫يََتَ َماسا ۚ ََٰذل ُِك ْم َت‬


‫وعظُو َن بهۦ ۚ َْوٱِهَّللُ ِبَا َتَ ْع َملُو َن َخبير‬
Artinya :Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik

kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak
sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

‫َفَ َمن ّلْ ََي ْد َفَصيَ ُام َش َْهَريْن ُمَتَ َتَاب َع ْي من قَ ْبل أَن يََتَ َماسا ۖ َفَ َمن ّلْ يَ ْسَتَط ْع‬

ۗ ‫ك ُح ُدْوُُد ٱِهَّلل‬ َ ‫ي م ْسِكينًا ۚ ََٰذل‬


َ ‫ك لَتُ ْؤمنُوا بٱِهَّلل َْوَر ُسولهۦ ۚ َْوَت ْل‬ َ ‫َفَإطْ َع ُام سَت‬
‫اب أَل ريم‬ َٰ ‫ْول ْل‬
‫ين َع َذ ر‬
َ ‫ر‬ ‫ف‬‫ِك‬
َ َ
Artinya:Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua
bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah
atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan
yang sangat pedih.

P a g e 5 | 11
Penafsiran ayat

1. QS. Almujaadalah (58)

a. Sebab Turun
Sebab turunnya awal surah ini mengadu kepada Allah oleh Khaulat
binti Tsa’labah sedangkan suaminya bernama Aus bin shamit.1 Penyebutan
kata dhihar sebagai kinayah dari makna rukub( kenderaan, karena kenderaan
yang dipakai selain manusia adalah dhihar (dada) maka diserukan dhihar
dengan rukub.2 Menurut riwayat Hakim yang diriwayatkan dari Aisyah r.a ia
berkata “Mahasuci dan maha agung zhat yang pendengarannya meliputi
segala sesuatu sungguh waktu itu aku mendengar suara pembicaraan
Khaulah binti Tsa’labah dan ada sebahagian perkataannya yang tidak bisa
aku dengarkan, ketika dia mengadukan suaminya pada Rasulullah saw. Dan
berkata, Wahai Rasulullah, ia telah menghabiskan usia mudaku dan aku telah
memberinya banyak anak. Ketika usiaku sudah tidak muda lagi dan aku tidak
bisa hamil, ia pun mendhihar diriku. Ya Allah, hamba mengadu kepada
engkau. “ Lalu tidak lama sesudah itu, Malaikat Jibril a.s pun turun dengan
membawa ayat-aayat tersebut.
Penamaan surah ini dengan Al-Mujadalah karena surah ini dibuka
dengan (sungguh Allah telah mendengar ucapan perempuan yang
mengadukan gugatan kepadamu ( Muhammad )tentang suaminya

1
Imam Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, Tafsir Alqurthubi hal. 281
2
Ibid, hal. 285
P a g e 6 | 11
b. Persesuaian surah ini dengan sebelumnya
Korelasi dan relevansi surah ini degan surah sebelumnya (surah Al- Hadid)
bisa terlihat dar itiga aspek sebagai berikut:
1. Pada bahagian depan surah Al-hadid disebutkan sifat-sifat Allah swt yang
agung diantaranya adalah azh-Zhaahir, al-Baathin, yang maha
mengetahui segala apa apa yang masuk ke dalam bumi dana apa yang
keluar dari bumi, segala apa yang turun dari langit dan bumi dan apa yang
naik ke langit, dan Dia senantiasa bersama makhlukn-Nya dimanapun
mereka berada.
Sedangkan pada bagian depan surah al-mujaadalah ini disebutkan
ayat yang menunjukkan tentang hal itu, yaitu mendengar perkataan si
perempuan yang mengadu kepada Allah swt . Oleh karena itu, Aisyah r.a,
ketika turun ayat ini, berkata “mahasuci zat yang pendengarannya
meliputi segala suara. Waktu itu aku berada di sudut rumah dan aku tidak
mengetahui apa yang dikatakan oleh si perempuan tersebut.
2. Surah Al-Hadiid ditutup dengan ayat yang menerangkan karunia Allah
swt, sementara surah Al-Mujaadalah ini dibuka dengan ayat yang
meisyarahkan beberapa karuni. 3
c. Kandungan Surah
Tema surah ini sebagaimana surah-surah Madaniyyah yang lain
adalah menjelaskan hukum-hukum syariah. Surah ini memuat keterangan
Dhihar dan kafaratnya. Hukum Dhihar pada masa jahiliyyah adalah si isteri
haram bagi si suami selamanya. Kemudian, Allah swt mengganti dan
mengubah hukum dengan menjadikan hukum Dhihar hanyalah menjadikan

3
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, ter, jilid, 14 ( Jakarta: Gema Insani, 2014), hal. 379
P a g e 7 | 11
si isteri haram bagi suami secara temporal yang keharaman itu bisa hilang
dengan mengeluarkan kafarat dhihar4
d. Pembahagian dhihar
Sebelum penjelasan pembahagian dhihar penulisn ingin mengartikan
dhihar secara Bahasa, Dhihar menurut Bahasa perkataan suami kepada
isterinya “ Engkau aku haramkan seperti punggung ibuku”5. Dhihar ada dua
macam, sharih(eksplisit) dan kinayah. Dhihar sharih adalah seperti anti
a’layya ka zhahri ummi, anti I’ndi ka zhahri ummi, anti minnii ka zhahrii
ummii, anti ma’ii kazhahri ummii (maksudnya engkau bagiku seperti pundak
ibuku). Sedangkan Dhihar kinayah seperti, anti a’layya ka ummii, atau
a’layya mitslu ummii, (engkau seperti ibuku), maka disini niat
diperhitungkan. Jika ia menginginkan Dhihar, perkataan itu adalah perkataan
dhihar, namun jika ia tidak bermaksud dhihar, ia tidak dianggap sebagai
mudhaahir.
Dhihar bisa terjadi dan berlaku mengikat terhadap setiap isteri, baik
yang telah disetubuhi maupun yang belum disetubuh, dalam keadaan
bagaimanapun. Menurut imam malik , Dhihar jaga bisa terjadi dan berlaku
mengikat sebelum pernikahan jika laki-laki yang bersangkutan akhirnya
benar-benar menikahi perempuan yang ia dhihar sebelum nikah tersebut. 6
e. Komentar ulama terhadap kata Dhihar
Mayoritas ulama mengartikan dhihar dengan ungkapan seorang suami
kepada isterinya Anti A’layya ka dhahri ummii (engkau seperti belakang ibuku),
namun bila seorang suami mengatakan kepada isterinya engkau seperti perut

4
Ibid, hal. 380
5
Prof. Dr Muhmud Yunus, Kamus Arab Indonesia Jakarta PT. Mahmud Yunus wa Dzurryah, 2010, hal . 251
6
Prof. Dr. Wahbah Zubaili, Tafsir Al-Munir, jilid 14, hal. 395.
P a g e 8 | 11
ibuku atau seperti lambungnya atau seperti dadanya atau seperti tangannya
maka dihukumkan kepada dhihar juga, bahkan jika ada isterinya seorang hamba
sahaya atau masih kecil atau gila . 7Jika ada seorang suami memiliki empat isteri,
lalu ia melakukan Dhihar terhadap keempatnya dengan satu kalimat seperti
antunna a’layya ka dhahri ummi (kalian berempat bagiku adalah bagiku adalah
seperti punggung ibuku), ia dianggap telah melakukan dhihar kepada masing-
masing dari mereka berempat. Ia tidak boleh melakukan persetubuhan dengan
salah satunya. Ia hanya cukup membayar satau kafarat saja menurut jumhur,
sementara itu, imam Asy- Syafi’I mengatakan berdasarkan pendapat yang kuat
bahwa ia wajib membayar empat kafarat. 8
f. Rukun dan syarat dhihar

Rukun dhihar ada empat yaitu yang mendhiharkan dan yang didhiharkan
daripadanya dan orang yang diserupakan dengan dia dan tsiatnya (lafad).
Adapun syarat-syarat sebagai berikut:
- Yang mendhihar itu suami yang sah menthalaqkan isteri
- Yang didhiharkan dari padanya itu isterinya
- Disyaratkan pada orang yang diserupakan dengan dia itu tiap-tiap
perempuan yang muhramnya
- Pada tsiat (lafad) itu memberi ketahui degan dhihar dan pada maknanya
suratan dan isyarah yang bisu yang memberi paham9

7
Syaikh Daud Fathany,Furu’Masaail, Jilid 2 (Jeddah:Al-Haramain, t.t , hal . 252
8
Prof. DR. Wahbah Zuhaili, Tafsir Al-Munir, jilid 14, hal. 396
9
Muhammad bin Ismail Daud fathany, Mathlaul Badri wa majmaul Bahraini, (Jakarta: Maktabah Ilmu t.t . hal. 175
P a g e 9 | 11
BAB III
PENUTUP
Salah satu kebiasaan kaum jahiliyah adalah mengucapkan kalimat dhihar
pada isterinya, kalimat dhihar itu merupakan rukhsah (keringanan) yang
diberikan bagi ummat Muhammad. Karena pada awalnya dengan diucapkan
kalimat tersebut membuat siisteri teraniaya dari nafakah dhahir dan bathin
serta rendahnya harga diri. Kesedihan yang dialami oleh Khaula binti Tsa’labah
dan mengadu pada Rasul sehingga diturunkan ayat tentang dhihar merupakan
awal dari keringanan bagi si isteri dan sansi bagi si suami yang pada masa itu
dikatagorikan seperti kalimat thalaq. Mengucapkan kata Dhihar pada masa itu
hal yang biasa karna belum ada nash yang sharih tentang larangannya. Hal itu
sesuai dengan kaidah Dalam menjalankan syariat sebelum turunnya ayat dan
pengaduan maka masih berlaku ajaran dan kebiaasan kaum jahiliayah.
Ganjaran dan sansi yang berlaku bagi si suami sama seperti pelanggaran
berat yang lain yang dilakukan si suami terhadap isterinya. Kalimat dhihar
merupakan hal yang penting bagi si suami untuk menjaganya karena kalimat itu
ada yang sharih ada yang bersifat kinayah bahkan cakupan kalimat tersebut
bukan saja menyerupakan pundak si isteri dengan pundak ibu kandungnya akan
tetapi menyerupakan sebagian anggota tubuh yang lain. Perkataan si suami
terhadap isterinya sangat penting untuk dijaga sama halnya dengan kalimat
thalaq walaupun secara agama di bolehkan namun dihindari perihal itu karna
para malaikat penjaga ars menagis bila mendengar kalimat tersebut.
Untuk menjawab Kekhawatiran terhadap seseorang semasa hidupnya
apakah pernah mengucapkan kalimat tersebut atau tidak maka sebagian para
P a g e 10 | 11
ulama salaf melakukan Fidiyah berupa beras yang sudah ditentukan sesuai
denga usia simayat , Usaha itu dilakukan untuk bebas lisan dari ungkapan
Dhihar dan bebas dari iqab Allah swt, sama hal nya dengan fidyah sembahyang,
Qadha puasa dan kafarat sumpah. Munasabah surah Al-Mujadalah dengan
surah al-hadid dibelakangnya dan surah al-hasyar merupakan satu keutuhan
dan keterkaitan sama lain.

P a g e 11 | 11

Anda mungkin juga menyukai