Anda di halaman 1dari 34

KONSEP KHAMAR DALAM AL – QURAN DAN HADIST

Makalah Mata Kuliah


Fiqh Al-Quran dan Hadits

Dosen Pengampu:
1. Prof. Dr. Iskandar Usman, MA
2. Dr. Tarmizi M. Jakfar, M.Ag
3. Dr. Salman Abdul Muthalib, M.Ag

Oleh:
Taufiq Maulana
NIM: 201001002

PROGRAM STUDI FIQH MODERN


PROGRAM DOKTOR PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2020M/ 1442
BAB 1
PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang Masalah


Mengkonsumsi minuman keras sudah menjadi budaya masyarakat yang telah
ada sejak masa periode klasik sejarah manusia. Nelson (dalam Anwari, 2015: 1)
mengemukakan bahwa menurut catatan sejarah, minuman keras telah dipromosikan
oleh bangsa Mesir Kuno dan Mesopotamia sejak satu abad sebelum Masehi. Banyak
faktor yang memengaruhi penerimaan konsumsi minuman beralkohol ini antara lain
adalah gaya hidup, batasan usia, serta kondisi alam, dan sosial sekitarnya (Bamforth
dalam Anwari, 2015:2). Bangsa Eropa yang menjajah negeri – negeri lainnya secara
sadar maupun tidak telah membawa minuman keras sebagai budaya dan entitas baru
di wilayah koloni masing-masing.1
Di kalangan masyarakat Arab, minum khamar pun sudah menjadi budaya yang
turun temurun. Shiddiqie (dalam Ummatin, 2014:190) menegaskan bahwa bagi
mereka minum minuman keras merupakan pelampiasan kesombongan dan ingin
menunjukkan status sosial bahwa mereka adalah kelompok elit karena khamar bagi
mereka tergolong barang mewah selain juga sebagai pelarian dari persoalan hidup
yang sulit2. Bagi mereka, minuman memabukkan itu layaknya air putih sebagai
penghilang dahaga bagi kita. Sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas tentang
kebiasaan ayahnya yakni paman Nabi ‫ﷺ‬, Al Abbas, ia berkata,

“Aku mendengar ayahku di masa jahiliyah mengatakan, ‘Berilah kami minum dengan
gelas-gelas penuh berisi minuman (khamar)’.” (HR. al-Bukhari). Minuman kerasnya
penduduk Madinah terbuat dari perasan kurma. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu
mengatakan,

“Aku pernah menuangkan khamar pada sekelompok orang di rumah Abu Thalhah.
Hari itu adalah hari khamar diharamkan. Mereka (penduduk Madinah) hanya minum
1
Anwari, IR. 2015. “Minuman Keras sebagai Necessary Evil di Surabaya 1900 - 1942”. Jurnal Mozaik
Humaniora Vol 15 (2)

2
Ummatin, Khoiro. 2014. Tiga Model Interaksi Dakwah Rasulullah Terhadap Budaya Lokal. Jurnal
Dakwah, Vol. XV, No. 1

1
fadhih (minuman keras yang terbuat dari perasan kurma), kurma muda dan kurma
masak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Sedangkan khamarnya penduduk Yaman adalah Al-Bit’u. Khamar yang terbuat
dari madu. Abu Musa al-Asy’ari mengatakan,

“Rasulullah ‫ ﷺ‬mengutusku dan Muadz menuju Yaman. Aku bertanya, ‘Wahai


Rasulullah, berilah fatwa kepada kami mengenai minuman yang biasa kami buat di
negeri Yaman, yaitu Al-Bit’u. Terbuat dari madu yang direndam hingga mengental’.
Beliau bersabda, ‘Aku melarang segala sesuatu yang memabukkan dan dapat
menghalangi dari shalat’.” (HR. Muslim)
Kebiasaan meminum khamar telah menimbulkan dampak – dampak negatif
dalam hubungan sosial masyarakat misalnya meningkatnya kriminalitas, juga
terhadap sektor perekonomian dan terutama berpengaruh buruk terhadap kesehatan
mental masyarakat di lingkungan tersebut khususnya kesehatan akal padahal akal
adalah unsur terpenting dalam diri manusia yang menjadikan ia lebih mulia dari pada
makhluk lainnya. Sebab itulah, sebagai wujud kepedulian dan kasih sayang-Nya
kepada manusia, Allah memberikan perhatian yang sangat serius terhadap khamar
agar kerusakan akal manusia bisa dihindari. Karena itu, Alquran membuat tahapan
terhadap hukum khamar hingga mereka bisa meninggalkan candu yang luar biasa itu.3

I. 2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diurai sebelumnya, maka didapatkan bahwa
banyaknya permasalahan yang harus mendapatkan perhatian besar dalam
permasalahan ini dan untuk mendapatkan berbagai macam pengetahuan baru sampai
kepada maslahat yang dibutuhkan ummat maka dibutuhkan sebuah perumusan
masalah atau pembatasan masalah. Sehingga pembahasan ini menjadi lebih fokus dan
berbobot. Rumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut.
a. Apa yang dimaksud dengan khamar dalam tinjauan Al – Quran dan Hadist?
b. Bagaimana tahapan pemberlakuan hukum khamar?
3
Hadi, N. 2007. “Budaya Arab: Akhlak Masyarakat Arab Sebelum Islam”. https://kisahmuslim.com/5434-budaya-
arab-akhlak-masyarakat-arab-sebelumislam.html?fbclid=IwAR2sj09265Zqwe4Ox_ydZ6CUFgzbD7cD4-
VXVoKAhUueDCauuKl_m1SxmeQ. diakses pada 6 November 2020.

2
c. Bagaimana hukuman bagi peminum khamar?

I. 3. Metodologi Penelitian
Makalah ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research)
yakni penelitian yang metode pengumpulan data-datanya merujuk kepada literatur
buku-buku karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
Sumber data dari penelitian ini adalah kitab tafsir Al – Jami’ Li Ahkam Al – Quran
karya Al - Qurthubi. Selain itu, kitab tafsir Ibnu Katsir juga dijadikan sebagai
referensi disamping kitab – kitab tafsir lainnya. Disamping itu, beberapa hadist dari
Rasulullah ‫ ﷺ‬juga dijadikan sebagai sumber data pendukung.
Penelitian ini menggunakan metode analisis isi, yaitu metode yang digunakan
untuk menarik kesimpulan dari data atas dasar konteksnya dan metode yang lebih
mengedepankan pada pengungkapan aspek isi (esensi) dari beberapa proposisi yang
ada. Penafsiran tentang ― khamar dalam Tafsir Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran
menggunakan metode maudhu’i yakni menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur‘an
dengan menghimpun ayat yang bertema khamar meskipun waktu, tempat dan sebab
turunnya berbeda satu sama lain. Penafsiran Al-Qur‘an secara tematik merupakan
langkah tepat untuk membumikan Al-Qur‘an sebab melalui metode ini diperoleh
petunjuk Al-Qur‘an secara jelas, tuntas, dan mudah dicerna.

BAB II

PEMBAHASAN

II. 1. Pengertian Khamar Dalam Perspektif Hukum Islam (Fiqh)

3
Secara bahasa atau etimologi, khamar berasal dari kata “khamar” yang
bermakna satara yang berarti menutupi. Adapun al-khamar diartikan sebagai arak
atau segala yang memabukkan. Muhammad Quraish Shihab (dalam Arisiana, T dan
Eka Prasetiawati. 2019), dalam kitab tafsirnya Al – Lubab, menjelaskan bahwa kata
khamar memiliki empat makna, yakni pertama, menutupi akal, kedua dari kata khimar
yang bermakna menutupi wanita, ketiga dari al-khamaru yang berarti sesuatu yang
bisa dipakai bersembunyi dari pohon dan tumbuhan atau dengan kata lain semak-
semak, dan yang keempat dari kata khamir yang bermakna orang yang
menyembunyikan janjinya.
Khamar dapat juga diartikan menutupi, sehingga khamar bermakna sebagai
jenis minuman yang memabukkan dan menutupi kesehatan akal. Menurut Abu
Hanifah, yang dimaksud khamar adalah minuman dari perasan anggur yang dimasak
sampai mendidih serta mengeluarkan buih dimana sari dari buih tersebut mengandung
unsur memabukkan. Sedangkan menurut imam Al-Syafi‘i serta jumhur ulama selain
Abu Hanifah, khamar adalah seluruh minuman yang mengandung unsur yang
memabukkan bukan hanya yang terbuat dari perasan anggur.
Pendapat kedua yang dikemukakan oleh Al-Syafi‘i merujuk kepada pendapat
sahabat Nabi ‫ ﷺ‬terhadap diharamkannya khamar sebagai minuman yang
memabukkan. Pemahaman ini bersumber dari keterangan Nabi ‫ ﷺ‬bahwa setiap yang
memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram. Di samping itu, juga
didasarkan kepada penjelasan Nabi bahwa dari anggur juga bisa dibuat khamar,
demikian pula dengan kurma, madu, dan gandum. 4
Makna khamar kemudian berkembang sebagai minuman memabukkan yang
bisa menutup akal. Berdasarkan ijma‘ yang dikatakan khamar adalah minuman
memabukkan yang dibuat dari perasan anggur. Menurut pengertian’urf yang berlaku
pada masa itu, apa saja yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur
disebut khamar.
Sedangkan dalam pengertian syara‘, khamar adalah semua minuman yang
memabukkan dan tidak terbatas dari perasan anggur saja. Setiap minuman yang
memabukkan dan menutupi akal layak disebut khamar, baik terbuat dari anggur,
gandum, jagung, kurma maupun lainnya. Sebab khamar diharamkan karena zatnya,
sementara pada hadits di atas disebutkan bahwa sifat yang melekat pada zat khamar
44
Arisiana, T dan Eka Prasetiawati. 2019. “Wawasan Al-Quran Tentang Khamar Dalam Tafsir Al –
Jami’ Li Ahkam Al – Quran”. Fikri: Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya. Volume 4, Nomor 2, Desember
2019

4
adalah memabukkan, maka untuk mengetahui keberadaan zat khamar atau untuk
mengidentifikasinya adalah dengan meneliti zat-zat apa saja yang memiliki sifat
memabukkan.
Minuman sejenis ini dinamakan dengan khamar karena dia mengeruhkan dan
menyelubungi akal, artinya menutupi dan merusak daya tangkapnya. Hal ini adalah
pengertian khamar menurut medis (kedokteran). Definisi di atas memberikan
pengertian bahwa minuman beralkohol dalam Islam dikenal dengan kata khamar yang
terbuat dari perasan buah-buahan maupun biji-bijian serta dapat menutup akal dimana
alkohol sendiri merupakan cairan tanpa warna, dengan aroma dan rasa tersendiri
(menyenangkan sementara orang).
Mahmud, H (2020) mengemukakan bahwa bagi ulama yang menganalogikan
alkohol dengan khamar, maka hukum menggunakannya sama dengan hukum
menggunakan khamar sedang yang menganologikannya dengan nabīdz maka
hukumnya boleh diminum sampai batas tidak memabukkan dimana nabidz adalah
semua yang memabukkan yang terbuat dari selain perasan anggur. Sekian banyak
ulama kontemporer berpendapat bahwa alkohol sebaiknya dihindari, karena terbiasa
meminum alkohol dapat mengakibatkan kecanduan, mereka berpegang teguh pada
kaidah sad adz-dzarā’i (tindakan pencegahan). 5

II. 2. Jenis – Jenis Khamar


Khamar atau minuman keras diperoleh dari peragian atau fermentasi madu,
gula, sari buah atau umbi-umbian yang nantinya akan diperoleh khamar atau minuman
keras sampai 15 % tetapi dengan proses penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar
khamar atau minuman keras yang lebih tinggi bahkan mencapai 100 %. Kadar khamar
atau minuman keras dalam darah maksimum dicapai 30 sampai 90 menit. Setelah
diserap, khamar atau minuman keras tersebar merata ke seluruh jaringan dan cairan
tubuh. Seseorang akan merasakan euforia seiring dengan peningkatan kadar alkohol
dalam darah, namun saat kadar alkoholnya menurun ia akan merasa depresi.
Dadang Hawari (dalam Winarno, 2018:4) menjelaskan bahwa ada 3 golongan
khamar atau minuman keras dengan level kandungan alkohol yang beragam, yaitu
golongan (A) kadar etanol 1 sampai 5 % (Bir), golongan (B) kadar etanol 5 sampai 20
5
Mahmud, H. 2020. “Hukum Khamar Dalam Perspektif Islam”. Maddika : Journal of Islamic Family
Law Vol. 01 , No. 01 ,Juli - 2020

5
% (Anggur atau Wine) dan golongan (C) kadar etanol 20 sampai 45 % (Whiskey,
Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput).
Konsumsi khamar akan menimbulkan efek yang berbeda - beda dalam waktu
beberapa menit saja, tergantung dari jumlah atau kadar alkohol yang dikonsumsi.
Perasaan relax, dan mudah mengekspresikan emosi, seperti rasa senang, rasa sedih
dan rasa marah akan muncul dalam diri seseorang yang minum khamar dalam
kandungan alkohol yang kecil. Namun bila dikonsumsi secara berlebihan, akan
muncul efek yang lebih bebas lagi dalam mengekspresikan diri, tanpa ada perasaan
terhambat menjadi lebih emosional (sedih, senang, marah secara berlebihan) dan
berefek ke fungsi fisik motorik, yaitu pandangan menjadi kabur, bicara cadel,
sempoyongan, inkoordinasi motorik dan bisa mengakibatkan tidak sadarkan diri.
Disamping itu, kemampuan mental orang tersebut akan mengalami hambatan seperti
terganggunya daya ingat dan sulit untuk memusatkan perhatian.

II. 3. Tahapan- Tahapan Penetapan Hukum Terhadap Khamar


Status hukum khamar mengalami perubahan secara bertahap dalam beberapa
fase. Al-Qur’an menjelaskan ada empat tahap yang dilalui sampai lahirnya hukum
haram atas khamar dimana semuanya dapat kita ketahui melalui pengkajian terhadap
asbabun nuzul ayat-ayat yang berkenaan dengan khamar.
Fase pertama dari hukum khamar dapat ditemui dalam Surah An-Nahl ayat 67.
Pada ayat tersebut, Al-Qur’an secara tidak langsung mulai menganjurkan menghindari
khamar dengan menunjukkan bahwa padanya terdapat unsur memabukkan tetapi juga
bisa menjadi sumber rezeki yang baik seperti ditegaskan ayat berikut:

“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki
yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan”. ( QS An-Nahl: 67 )
Ayat ini turun sebelum diberlakukannya hukum haram terhadap khamar, dan
sesungguhnya ayat ini adalah permulaan bagi haramnya khamar, yang semula mereka
anggap baik. Sebagian ulama berpendapat bahwa bagi yang membaca ayat ini dengan
kedalaman instingnya akan berkata bahwa akan datang ketetapan atau hukum dari
Allah tentang yang memabukkan. Saat itu khamar belum haram, sebab bersamaan

6
dengan efek mabuk yang ditimbulkan oleh khamar, ternyata masih terdapat manfaat
yang bisa dirasakan oleh penjualnya yaitu rezeki yang baik.6
Oleh karenanya ayat di atas membicarakan minuman keras sebagai sesuatu
yang berbeda dengan makanan yang baik. Namun bagi muslim yang memiliki
kepekaan tinggi seperti Umar ibn Khattab, ayat ini sudah cukup menimbulkan
kecurigaannya tentang kebijaksanaan dan kesucian akan konsumsi khamar.
Pada ayat di atas Allah sama sekali tidak menyinggung tentang dosa dan juga
keharaman bagi peminum khamar yang berarti khamar bukanlah minuman yang
haram untuk diminum. Kemudian sejumlah sahabat menjumpai Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,
untuk menanyakan kebiasaan mereka minum khamar. Beberapa dari mereka langsung
mengurangi takarannya dan yang lain ada yang langsung meninggalkannya, meski
khamar kala itu belum dilarang oleh Allah. Oleh sebab itu, pada fase kedua dari
penetapan hukum khamar, Allah menurunkan ayat sebagai jawaban atas pertanyaan
para sahabat menyangkut persoalan khamar dan judi yang kandungan ayat tersebut
lebih cenderung kepada keharaman walaupun tetap menjelaskan bahwa masih ada
manfaat yang diperoleh dari khamar. Ayat tersebut Allah abadikan dalam Surah Al –
Baqarah ayat 219,

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.
Ayat itu turun ketika Umar bin Khatab, Muadz bin Jabal dan beberapa sahabat
Anshar mendatangi Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬untuk meminta fatwa tentang minuman
keras dan judi. Jawaban Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah, “keduanya dapat menghilangkan akal
dan menghabiskan harta.” pertanyaan ini muncul sebab saat itu penduduk Madinah
gemar minum khamar dan makan dari hasil perjudian. Sehubungan dengan hal

6
Mahmud, H. 2020. “Hukum Khamar Dalam Perspektif Islam”. Maddika : Journal of Islamic Family
Law Vol. 01 , No. 01 ,Juli – 2020 hal. 31

7
tersebut, maka Allah SWT menurunkan ayat ke-219 dari Surah al-Baqarah. Setelah
mendapat jawaban mereka berkata “Tidak diharamkan kita meminum khamar, hanya
saja berdosa besar”. Oleh sebab itu mereka melanjutkan kebiasaan tersebut.
Menanggapi ayat ini maka dapat dikatakan bahwa umat Muslim ketika itu
masih terpecah menjadi dua kelompok. Sebagian dari mereka langsung meninggalkan
minum khamar karena menyadari adanya dosa yang besar. Namun sebagian lagi tetap
meminumnya karena mereka menganggap ayat tersebut belum sepenuhnya
mengharamkan khamar melainkan masih berisi nasehat dan arahan ditambah lagi
masih ada manfaat dari minuman tersebut. Oleh sebab itu, sejumlah besar muslim
masih terus minum, khususnya di waktu pagi hari (subuh) dan pada siang menjelang
sore atau pun malam, sebagaimana tradisi dan kebiasaan mereka saat itu.7
Menurut Malik bin Nabi (dalam Mahmud, H 2020: 33) ayat ini hanya
mengingatkan “keburukan” alkohol untuk menggugah kesadaran kaum Muslimin. Ini
adalah cara yang paling jelas dalam merumuskan masalah; pertama dengan mengingat
bahwa sebagian besar muslimin masih dalam tahap mengenal Islam dimana
keimanannya belum kuat ditambah lagi dengan fakta bahwa kebiasaan minum khamar
sudah begitu mendarah daging dalam budaya mereka sehingga apabila langsung
diharamkan maka dikhawatirkan akan menimbulkan penolakan dari para muslimin.
Hal senada juga dinyatakan oleh Munib Thaḥan (dalam Mahmud, 2020: 33) bahwa
tahap kedua ini menumbuhkan kesadaran bahwa meninggalkan khamar itu lebih baik,
dan fokus ayat ini lebih kepada bahaya dan manfaat khamar.
Tahap ketiga pembatasan konsumsi khamar adalah tatkala Allah menurunkan
ayat ke 43 dari Surah An – Nisa yang berbunyi,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga
kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,

7
Mahmud, H. 2020. “Hukum Khamar Dalam Perspektif Islam”. Maddika : Journal of Islamic Family
Law Vol. 01 , No. 01 ,Juli – 2020 hal. 33

8
maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”.
Ayat di atas merupakan tahapan selanjutnya dalam penetapan hukum khamar.
Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat tersebut turun di latar
belakangi suatu kejadian dimana ada seorang laki-laki yang memimpin shalat setelah
sebelumnya ia mengkonsumsi khamar sehingga menyebabkan ia mabuk yang
mengakibatkan ayat dari surah Al – Kafirum yang dibacanya menjadi keliru.
“Katakanlah hai orang-orang kafir ! Aku tidak menyembah apa yang kalian sembah,
dan kami menyembah apa yang yang kalian sembah”.
Pembatasan ini amat penting bila ditinjau dari segi medis, psikologis, dan juga
aspek ekonomi. Dari bunyi redaksi ayat di atas maka dapat diketahui bahwa kondisi
mabuk sekarang dihadapkan langsung dengan praktek shalat, praktek ibadah
terpenting dalam Islam. Nabi ‫ﷺ‬., bersabda, “shalat adalah tiang agama.” Demikian
pula apa yang disampaikan Umar ibn Khattab kepada para pekerjanya,
“Sesungguhnya sepenting-pentingnya perkara kalian bagiku adalah shalat, barang
siapa yang menjaga shalatnya maka telah menjaga segala urusan dan agamanya dan
bagi yang meninggalkan shalat maka ia akan lebih mudah meninggalkan segala
urusannya”. Oleh sebab itu sejumlah ilmuwan muslim menganggap seseorang yang
telah berhenti shalat sebagai orang yang murtad.
Seperti diketahui, seorang muslim harus mempraktekkan shalatnya lima kali
sehari. Periode paling panjang adalah antara shalat malam (isya) sampai fajar, namun
meskipun memiliki rentan waktu yang cukup panjang, pastilah ia akan datang ke
tempat shalat dengan membawa pengaruh mabuk. Dengan rentan waktu yang
demikian singkat antara satu waktu shalat ke waktu shalat yang lain dapat
mempersempit ruang gerak atau kesempatan untuk minum minuman keras sebab
pengaruh yang ditimbulkan tidak dapat hilang dengan cepat, maka priode ini adalah
priode pembasmian kebiasaan minum minuman keras. Jadi ada sebuah konflik yang
jelas antara perintah baru ini dengan tradisi Arab menyangkut konsumsi alkohol pada
waktu subuh dan sore atau malam. Ini khususnya terjadi ketika orang-orang datang ke
masjid untuk shalat di malam hari, dalam keadaan mabuk. Bagi mereka yang belum
siap mengurangi minuman khamarnya sebelum turunnya ayat ini akan merasakan

9
pertempuran psikologis dan organis untuk menarik diri dari kebiasaan, sesuatu yang
harus diperangi dengan baik. 8
Sejumlah kecil dari muslimin ketika itu mungkin sudah menjadi pecandu
alkohol dan fisiknya rusak oleh alkohol. Jadi secara medis, tahap ini bisa menjadi
suatu tahap untuk melarang atau mencegah khamar dimana timbal balik kolektif
merupakan sebuah fase penting menuju tahap pengharaman selanjutnya. Mereka itu
memerlukan waktu untuk mengatasi gejala-gejala menarik diri, karena tidak ada obat-
obat mujarab untuk mengurangi gejala yang menyakitkan ini.
Adapun akibat ekonomis dari fase ini adalah terjadinya penurunan penjualan
khamar. Para pedagang dan penjual anggur Muslim yang baik dan sensitif telah
merasakan sikap negatif terhadap pekerjaan mereka dan berpikir untuk mengganti
barang dagangannya. Bagaimana pun, ayat yang melarang mendirikan shalat selama
mabuk ini telah membuat jelas, bahkan terhadap para pedagang Nasrani dan Yahudi,
bahwa akan terjadinya pengurangan lebih besar dalam konsumsi khamar. Meskipun
demikian, ternyata masyarakat Muslim belumlah dapat meninggalkan kebiasaan
mereka meminum minuman keras. disebabkan belum adanya larangan tegas tentang
keharaman meminumnya, dan kemudian turunlah tahap akhir dari larangan ini ayat 90
dan 91 dari Surah Al – Maidah yang berbunyi,

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,


(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu)”.

8
Mahmud, H. 2020. “Hukum Khamar Dalam Perspektif Islam”. Maddika : Journal of Islamic Family
Law Vol. 01 , No. 01 Juli – 2020 hal. 34

10
Ayat di atas merupakan fase terakhir dari tahap pengharaman khamar. Setelah
ayat tersebut turun maka khamar menjadi haram. Imam Al-Qurthubi menyebutkan
sampai-sampai sebahagian Muslimin menganggap bahwa Allah SWT tidak pernah
mengharamkan sesuatu yang sangat dahsyat kecuali khamar. Abu Maisarah berkata,
“Ayat ini turun sebab Umar bin Khattab. Sesungguhnya ia menyampaikan kepada
Nabi ‫ ﷺ‬kelemahan-kelemahan khamar dan pengaruhnya terhadap manusia, maka ia
pun berdo’a kepada Allah SWT agar khamar diharamkan seraya berkata, “Ya Allah
jelaskan kepada kami mengenai hukum khamar dengan penjelasan yang memuaskan”
maka turunlah ayat-ayat tersebut. Kemudian Umar berkata, “kami menyudahinya,
kami menyudahinya.”
Tahapan demi tahapan dalam pengharaman khamar menjadi bukti bahwa
Islam bukanlah agama yang memberatkan umatnya. Islam mengajarkan bahwa
membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai suatu tujuan yang besar. Ini juga
menunjukan bahwa untuk membiasakan suatu hal yang baru haruslah dimulai dari
tahap yang paling mudah tidak langsung kepada tahap yang sulit. Hal ini dilakukan
setahap demi setahap dengan meningkatkan kesadaran masyarakat. Keimanan
memainkan peran penting dalam pendekatan gradual ini.
Waktu yang diperkirakan untuk kampanye ini sekitar 15 tahun. Menurut
catatan sejarah, sejak turunnya ayat terkahir, mayoritas pecandu minuman keras
(miras) telah berhenti menyalahgunakan alkohol dan masyarakat hidup tanpa alkohol,
tidak minum, menyentuh, membawa, atau menjualnya, bahkan tidak duduk
bercampur dengan pemabuk. Gambaran unik sejarah ini merupakan saksi
keberhasilan kampanye, dan dari contoh tersebut, disusun langkah-langkah
pendekatan Islami sebagai berikut: keteladanan pemimpin (Al-Aḥzāb: 21),
penyebaran informasi tentang bahaya penyalahgunaan (Al-Baqarah: 219), langkah
persuasif disertai dengan perubahan kehidupan sosial yang lebih baik dari masyarakat
(An-Nisā: 43), hukum pelarangan dan pelaksanaan hukuman bagi penyalahguna
muncul terakhir (Al-Māidah: 90-91).
Langkah-langkah ini turut mempertimbangkan dua aspek utama yaitu aspek
spiritual dan aspek sosial, yang dipadukan secara keseluruhan. Dalam periodesasi
pengharaman tersebut, Al – Quran mengajarkan umat Islam agar seorang muslim
tidak mengerjakan shalat tatkala ia mabuk sampai ia sadar dengan apa yang
diucapkannya, larangan tersebut adalah tindakan preventif Al-Qur’an dalam
mencegah manusia berperilaku buruk. Al-Qur’an melarang seorang muslim untuk

11
meminum minuman keras karena mudharat atau bahayanya jauh lebih besar dari
manfaatnya. Sementara larangan yang menyebutkan mudharat lebih besar dari
manfaatnya merupakan metodologi Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan
kuratif. Sementara upaya rehabilitatif berupa memperbanyak amalan-amalan shaleh
dan menjauhi pergaulan yang salah yang memungkinkan seseorang terjebak dalam
kemaksiatan dan dosa juga banyak kita temukan dalam Al-Qur’an. Pendekatan
rehabilitatif ini merupakan bagian dari menifestasi taubat dengan memperbanyak
amal shaleh dan peningkatan keimanan dan ketaqwaan.

II.4. Tafsir Al – Quran Tentang Khamar


II.4. 1. Penafsiran Imam Al-Qurtubi Terhadap Khamar Dalam Tafsir Al-Jami’ Li
Ahkam Al-Qur’an
a) Surat al-Nahl ayat 67:

“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki
yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan”.
Imam Al-Qurthubi menerangkan bahwa ayat di atas menyebutkan buah-
buahan yang dapat dimakan, sekaligus dapat menghasilkan minuman. Namun
minuman tersebut dapat beralih menjadi sesuatu yang buruk karena memabukkan.
Dari sisi lain, keberadaan minuman tersebut baru terpenuhi ketika ada campur tangan
manusia sehingga ayat ini menegaskan adanya upaya manusia untuk membuatnya.
Kata “sakaran” diambil dari fi‘il “sakira-yaskuru” yakni menutup. Maksudnya,
minuman keras menutup akal sehingga yang meminumnya tidak dapat berfikir secara
normal, lagi tidak menyadari apa yang dia ucapkan dan lakukan. Maka “sakara”
dipahami memabukkan. Ayat di atas belum menetapkan keharaman minuman keras,
tetapi telah mengisyaratkannya melalui pemisahan dengan kata “wa” antara kata
“sakara” dengan “rizqan hasanan”.
Kata “wa” berfungsi menggabungkan dua hal yang berbeda. Ini berarti antara
“sakara” dan rezeki yang baik terdapat perbedaan, dan kalau salah satu dikatakan
baik maka tentu yang dipisahkan oleh kata “wa” adalah sesuatu yang tidak baik. Ayat
ini menegaskan bahwa kurma dan anggur dapat menghasilkan dua hal yang berbeda,
yaitu minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Jika demikian, minuman

12
keras yang memabukkan, baik yang terbuat dari anggur maupun kurma, bukanlah
rezeki yang baik. 9Ayat ini menjadi isyarat pertama tentang keburukan minuman keras
yang kemudian mengundang sebagian umat Islam untuk menjauhinya, walaupun
dalam ayat ini khamar belum secara tegas diharamkan.
b) Surat Al-Baqarah ayat 219

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.
Pada ayat diatas di atas terdapat beberapa catatan penting. Pertama, firman
Allah ta‘ala “yas-aluunaka” (Mereka bertanya kepadamu), Orang-orang yang
bertanya dalam ayat ini adalah orang-orang yang beriman. Hal ini sebagaimana
dijelaskan di atas, kata khamar itu diambil dari kata “khamara” yang artinya
menutupi seperti khimar al-mar’ah (kerudung perempuan). Dikatakan pula khamar
menutupi akal. Kedua, mayoritas ulama berpendapat bahwa sesuatu yang dapat
membuat mabuk jika mengkonsumsinya dalam jumlah yang banyak tapi sesuatu itu
bukanlah perasan anggur, maka sesuatu itu diharamkan baik dalam jumlah banyak
maupun sedikit. Namun Abu Hanifah, AtsTsauri, Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubrumah,
dan kelompok ulama Kufah berpendapat bahwa sesuatu yang dapat memabukkan jika
dikonsumsi dengan banyak selain perasan anggur, maka hal itu adalah halal. Apabila
seseorang mabuk karena mengkonsumsi sesuatu itu tanpa ada kesengajaan untuk
mabuk, maka dia tidak boleh dijatuhi hukuman. Namun pendapat ini lemah dan
bertolak baik menurut logika maupun syara’. Ketiga, sebagian mufassir berkata,
―Allah tidak menyisakan sedikitpun kemurahan dan kebaikan melainkan
memberikannya kepada umat ini. Di antara kemurahan dan kebaikan Allah terhadap
umat ini adalah tidak mewajibkannya syari‘at kepada manusia secara sekaligus,
melainkan mewajibkannya secara bertahap.

9
Abu Abdillah Al-Qurthubi, Al-Jami‟ Li Ahkam Al-Qur‟an, vol. 3 (Beirut, Libanon: Dar Kutub Ilmiyyah, 1993),
85

13
Begitu juga dengan pengharaman khamar, ayat yang turun dengan redaksi
“...jangan mendekati...” dalam QS. An-Nisa‘:43, selanjutnya naik ke tahap haram
dalam Al - Maidah: 90. Ayat ini menjelaskan tentang minuman keras yang diikuti
dengan perjudian, karena sebuah budaya di zaman jahiliyah adalah minum minuman
keras diiringi dengan berjudi. Minuman yang berpotensi memabukkan bila diminum
dengan kadar normal oleh seseorang yang normal, maka minuman itu adalah khamar
sehingga haram hukum meminumnya, baik diminum banyak maupun sedikit serta
baik ketika ia diminum memabukkan secara faktual atau tidak.
Jika demikian, keharaman minuman keras bukan karena adanya bahan
alkoholik pada minuman itu, tetapi karena adanya potensi memabukkan. Dari sini,
makanan dan minuman apapun yang berpotensi memabukkan bila diminum oleh
orang yang normal, bukan yang biasa meminumnya maka ia adalah khamar.
Ayat ini menjadi isyarat kuat tentang keharamannya yang sudah lebih jelas,
walau belum juga tegas. Jawaban yang menyatakan dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya menunjukkan bahwa ia seharusnya dihindari, karena sesuatu yang
keburukannya lebih banyak dari pada kebaikannya adalah sesuatu yang tercela, bukan
haram. Salah satu penyebab banyaknya minuman keras, adalah karena mereka enggan
menafkahkan kurma dan anggur yang mereka miliki. Dari keengganan itu mereka
memiliki kelebihan kurma dan anggur, dan ini yang membuat mereka
menggunakannya sebagai bahan untuk membuat minuman keras.
c) Surat An-Nisa ayat 43

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga
kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”.

14
Dalam ayat ini Imam Al-Qurtubi mengingatkan muslimin tentang salah satu
adab seseorang tatkala menghadap Allah SWT melalui ibadah shalat dan beberapa
hukum yang berkaitan dengannya. Ada dua macam hukum yang terkandung dalam
ayat ini. Pertama, larangan melaksanakan shalat dalam keadaan mabuk. Kedua,
larangan mendekati masjid dalam keadaan junub. Al-Qurtubi juga menjelaskan bahwa
ada sebagian ulama yang menafsirkan kata “sukara” dalam ayat ini sebagai orang-
orang yang mengantuk tidak sadarkan diri. Pendapat ini menurutnya, walaupun dapat
diterima dari segi penggunaan bahasa, tetapi sekian banyak riwayat mendukung
pendapat yang memahaminya dalam arti mabuk karena minuman keras dan
semacamnya.
Riwayat-riwayat menyebutkan bahwa sejak turunnya ayat ini kaum muslimin
yang terbiasa dengan minuman keras tidak lagi meminumnya di siang hari. Mereka
meminumnya setelah shalat isya‘, karena jarak waktu antara shalat isya‘ dan shalat
shubuh cukup panjang, sehingga kalaupun ketika itu merela mabuk, keesokan harinya
menjelang shalat shubuh mereka telah sadar kembali.
d) Surat Al-Maidah ayat 90

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,


(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.

Menurut Imam Al – Qurtubi, redaksi ayat diatas menyinggung soal minuman


yang haram dan yang biasa berkaitan dengan minuman yang haram itu. Kata “al-
khamaru” adalah minuman yang dapat memabukkan yang dapat menutupi akal sehat.
e) Surat Al-Maidah ayat 91

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan


kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu)”.

15
Ayat diatas dipahami bahwa khamar dan perjudian mengakibatkan aneka
keburukan besar. Keduanya adalah rijs, yakni sesuatu yang kotor dan buruk. Banyak
segi keburukannya pada kesehatan manusia baik dari segi jasmani ataupun rohaninya,
akal dan pikirannya. Konsumsi khamar dan narkotika pada umumnya mengakibatkan
sel-sel otak tidak berfungsi untuk sementara atau selama-selamanya dan
mengakibatkan peminumnya tidak dapat memelihara keseimbangan pikiran dan
jasmaninya. Apabila keseimbangan tidak terpelihara, maka permusuhan akan lahir,
bukan hanya yang sifatnya sementara, tetapi dapat berlanjut sehingga menjadi
kebencian antar manusia.
Inilah ayat terakhir yang menjelaskan tentang hukum meminum minuman
keras yang menjelaskan alasan dilarangnya perjudian dan khamar dengan sangat tegas
karena tidak sedikit dari mereka yang masih mempraktekannya. Apalagi ayat-ayat Al-
Qur‘an yang sebelumnya terkesan bolehnya meminum khamar beberapa saat sebelum
shalat dan bahwa ada sisi positif dari khamar dan perjudian sebagaimana diisyaratkan
oleh Q.S. Al-Baqarah: 219. Ayat ini dimaksudkan untuk menghilangkan kesan
kebolehan atas kedua hal itu (judi dan khamar) dalam waktu tertentu dengan cara
lebih menegaskan bahwa: sesungguhnya setan itu hanya bermaksud dengan
mendorong dan menggambarkan kesenangan serta kelezatan khamar dan perjudian
untuk menimbulkan permusuhan dan bahkan kebencian diantara kamu melalui
upayanya memperindah dalam benak kamu akan judi dan khamar itu.
Adapun yang dimaksud dengan menghalangi kamu dari mengingat Allah
disamping dapat berarti melupakan dzikir dengan hati dan lidah, juga dapat berarti
melupakan dzikir atau peringatan yang disampaikan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬, berupa al-
Qur‘an dan Sunnah, atau melupakan dzikir dari sisi rububiyyah (pemeliharaan) Allah
kepada manusia, dan ini mengantar kepada melupakan sisi ubudiyyah (ibadah)
kepada-Nya dan terutama adalah melaksanakan shalat. Melupakan sisi rububiyyah
Allah dapat mengantar seseorang hidup tanpa arah dan tanpa pegangan.
Penyebutan shalat secara khusus, setelah menyebut dzikir, padahal shalat
merupakan bagian dari dzikir, bahkan tidak jarang dinamai oleh al-Qur‘an sebagai
dzikir seperti: “Sungguh shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadah-ibadah yang lain).”(Q.S. Al-„Ankabut :45). Penyebutan tersebut menunjukkan
bahwa shalat adalah salah satu hal yang terpenting dalam beragama.

16
Jika dilihat dari penafsiran ayat-ayat yang telah di paparkan di atas, tahap
pengharaman khamar dalam Al - Qur‘an menurut al-Qurthubi melewati beberapa
tahapan, yaitu: tahapan pertama, Di awal periode Islam kaum muslimin masih
dihalalkan untuk minum khamar. Khamar yang terbuat dari buah kurma dan anggur,
keduanya merupakan komoditi perdagangan negeri Syam dan merupakan hasil dari
diversifikasi produk buah kurma dan anggur mereka. Khamar adalah sesuatu yang
menyenangkan yang disejajarkan dengan rizki lainnya. tahapan kedua, meminum
khamar mempunyai manfaat yang banyak tetapi juga merupakan suatu perbuatan dosa
sehingga digunakan hanya untuk mengambil sisi manfaatnya saja. Para saudagar Arab
membeli khamar-khamar tersebut dengan partai besar dengan harga murah dari negeri
Syam kemudian mereka jual di negeri Hijaz dengan harga yang mahal. Inilah yang
disebut manfaat pada ayat di atas, khamar menghasilkan keuntungan materi besar bagi
saudagar-saudagar Arab.
Pada tahapan ketiga, larangan menunaikan ibadah shalat dalam keadaan
mabuk setelah melihat kisah seorang sahabat Abdurrahman bin Auf memimpin shalat
Maghrib padahal dia baru mengadakan pesta, makan-makan dan minum khamar
bersama kawan-kawannya yang berdampak pada kesalahan baca pada surat Al-
Kafirun sehingga menimbulkan kekeliruan makna. Pada tahapan keempat, barulah
khamar dinyatakan haram bagi muslimin. Dalam sebuah kisah ketika sahabat Umar
bin Khattab r.a berkata, “Ya Allah, jelaskanlah kepada kami tentang khamar dengan
penjelasan yang memuaskan karena ia melenyapkan harta dan akal. Maka turunlah
ayat ini, ketika turun ayat ini sahabat Umar berkata lagi, “Ya Allah, jelaskanlah
kepada kami tentang khamar dengan penjelasan yang memuaskan”. Maka turunlah
ayat 43 dari surat An-Nisa‘.

II.4. 2. Penafsiran Ayat – Ayat Tentang Khamar Dalam Tafsir Ibnu Katsir
a) Surat al-Nahl ayat 67:

“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki
yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan”.
Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya dimana Allah
memberitahukan bahwa Dia memberi minum kepada manusia dari apa yang terdapat

17
dalam perut hewan ternak seperti unta, sapi dan kambing. Selain itu, ada jenis
minuman lain yang dibuat oleh manusia yang dihasilkan dari buah kurma dan anggur
serta minuman perasan yang memabukkan yang dahulu sering mereka buat sebelum
diharamkan.
Ayat ini juga menunjukkan bahwa khamar dihalalkan menurut syara’ sebelum
ada pengharamannya sekaligus menunjukkan makna persamaan antara yang
memabukkan yang terbuat dari perasan buah kurma dan yang terbuat dari perasan
buah anggur.
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa minuman yang memabukkan ialah minuman
yang terbuat dari keduanya (kurma dan anggur), sedangkan yang dimaksud dengan
rezeki yang baik adalah hal – hal yang dihalalkan dari hasil keduanya. Menurut
riwayat yang lain, yang memabukkan adalah yang diharamkan, sedangkan yang baik
ialah yang dihalalkan. Penyebutan akal dalam ayat ini sangat tepat, karena akal
merupakan bagian yang termulia dari manusia. Untuk itulah Allah mengharamkan
kepada umat ini semua jenis minuman yang memabukkan demi menjaga akal mereka.

b) Surat Al-Baqarah ayat 219

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat diatas bermula tatkala Umar Bin Khattab
berkata, “ Ya Allah berilah kami penjelasan mengenai khamar ini dengan penjelasan
yang memuaskan.” Sehingga turunlah ayat tersebut. Kemudian Umar dipanggil dan
dibacakan ayat itu kepadanya, maka ia pun berdo’a lagi dengan do’a yang sama, maka
turunlah ayat 43 dari surah An – Nisa. Lalu Umar dipanggil lagi dan dibacakan ayat
tersebut dan ia pun kembali berdo’a dengan redaksi yang sama sehingga turunlah
Surah Al – Maidah ayat 91. Lalu Umar dipanggil dan dibacakan ayat tersebut, dan
ketika bacaan itu sampai pada kalimat { } (maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan perbuatan itu), Umar berkata, “ kami berhenti, kami berhenti.”

18
Selanjutnya Imam Ibnu Katsir menerangkan bahwa yang dimaksud dengan
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia dari khamar adalah dosanya itu
menyangkut masalah agama, sedangkan manfaatnya berkaitan dengan masalah
duniawi, yakni khamar bermanfaat bagi badan, membantu pencernaan makanan, dan
mengeluarkan sisa – sisa makanan, mempertajam sebagian pemikiran, kenikmatan
dan daya tariknya yang menyenangkan. Demikian pula dengan menjualnya dan
memanfaatkan uang hasil dari penjualannya untuk nafkah diri dan keluarganya.
Tetapi manfaat tersebut tidak sebanding dengan bahaya dan kerusakan yang
terkandung didalamnya karena berhubungan dengan akal dan agama.
Oleh karena itu, ayat ini diturunkan sebagai pendahulu untuk mengharamkan
khamar secara keseluruhan, tapi larangan itu masih dalm bentuk sindiran dan belum
secara tegas. Karenanya, ketika dibacakan ayat ini kepada Umar Bin Khattab, ia
berdo’a,” ya Allah terangkanlah kepada kami mengenai khamar ini sejelas –
jelasnya.” Maka turunlah ayat yang terdapat dalam surah Al – Maidah yang secara
tegas mengharamkan khamar.

c) Surat An-Nisa ayat 43

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga
kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”.
Dalam salah satu penggalan pada ayat ini Allah melarang mukminin
melaksanakan shalat dalam keadaan mabuk yang membuat seseorang tidak menyadari
apa yang diucapkannya. Ketentuan ini terjadi sebelum khamar diharamkan. Seruan ini
pun dilakukan oleh muadzin Rasulullah ‫ ﷺ‬apabila mengiqamahkan shalat, “jangan
sekali – kali orang yang sedang mabuk mendekati shalat.” Demikianlah lafaz hadist
menurut riwayat Imam Abu Daud.

19
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Humaid hingga Abdur Rahman As –
Sulami yang menceritakan bahwa Ali pernah diundang ke rumah Abdurrahman Bin
Auf dengan beberapa orang sahabat, lalu mereka makan dan tuan rumah menyajikan
khamar kepada mereka dan mereka meminumnya. Hal ini terjadi sebelum ada
pengharaman khamar. Lalu datanglah waktu shalat Magrib dan mereka shalat
berjama’ah yang didalamnya dibacakan surat Al – Kafirun dengan arti bacaan sebagai
berikut, “ katakanlah, ‘Hai orang – orang kafir, aku menyembah yang kalian sembah
dan kalian menyembah yang aku sembah, dan aku menyembah apa yang kalian
sembah, bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami’.” sehingga Allah
menurunkan firman-Nya di Surat An - nisa ayat 43.10
Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan bahwa larangan ini tidak ditujukan kepada
mabuk yang menyebabkan orang yang bersangkutan tidak dapat memahami khitab
(perintah) karena hal ini disamakan hukumnya dengan orang gila. Sesungguhnya
larangan ini hanyalah ditujukan kepada mabuk dimana yang bersangkutan masih
dapat memahami taklif (kewajiban). Demikianlah kesimpulan dari komentar Ibnu
Jarir.
Interpretasi lain dari ayat tersebut adalah sindiran yang mengandung arti
larangan terhadap orang yang mabuk berat, mengingat mereka diperintahkan pula
untuk melakukan shalat lima waktu di sepanjang malam dan siang hari. Dengan
demikian, orang yang mabuk berat selamanya tidak dapat mengerjakan shalat lima
waktu pada waktunya masing – masing. Hal ini merupakan pendapat terbaik yang
dikatakan sehubungan dengan definisi mabuk, yaitu orang yang tidak mengerti apa
yang diucapkannya yang disebabkan karena bacaan yang pasti akan kacau sehingga
akan sulit untuk mencapai kekhusyu’an dalam shalatnya.

d) Surat Al-Maidah ayat 90 dan 91

10
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi. 1994. “Terjemah Tafsir Ibnu Katsir”. Bogor: Pustaka
Imam Syafi’i

20
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu).”
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwasanya Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa rijsun artinya perbuatan yang dimurkai (Allah)
dan termasuk perbuatan setan. Menurut Sa'id ibnu Jubair, arti rijsun ialah dosa.
Sedangkan menurut Zaid ibnu Aslam disebutkan bahwa makna rijsun ialah jahat,
termasuk perbuatan setan. Sehingga perbuatan – perbuatan seperti minum khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah harus dijauhi
karena termasuk perbuatan yang jahat dan keji. Sebagai konsekuensi dari ketaatan
menjauhi semua perbuatan itu adalah mendapatkan keberuntungan dimana ayat ini
mengandung makna targib (anjuran untuk memikat). Dan ayat 91 dari surat tersebut
mengandung ancaman dan peringatan akan bahayanya pengaruh setan pada khamar
dan judi yang bisa menghalangi manusia dari mengingat Allah dan shalat.

II.5. Penjelasan Hadist tentang Khamar


Dalam kitab Mukhtashar Shahih Bukhari karya Az – Zabidi, terdapat beberapa
hadist dari Rasulullah ‫ ﷺ‬yang memberikan perhatian sangat serius terhadap khamar.
Pernah suatu ketika Aisyah ra berkata, “Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah ditanya tentang bita’,
yaitu arak yang dibuat dari madu, dan penduduk Yaman biasa meminumnya, lalu
beliau bersabda,

“Setiap minuman yang memabukkan, maka hukumnya haram.” (HR. Bukhari)


Dalam hadist lainnya, baginda Nabi ‫ ﷺ‬menegaskan bahwa setiap yang memabukkan
dinamakan khamar yang haram untuk dikonsumsi

“Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar haram hukumnya.”
(HR. Muslim).
Keterangan lainnya datang dari Ibnu ‘Umar ra, ia berkata,

21
“Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Khamar dilaknat pada sepuluh hal; (1) pada zatnya, (2)
pemerasnya, (3) orang yang memerasnya untuk diminum sendiri, (4) penjualnya, (5)
pembelinya, (6) pembawanya, (7) orang yang meminta orang lain untuk
membawanya, (8) orang yang memakan hasil penjualannya, (9) peminumnya, dan
(10) orang yang menuangkannya.” (HR. Ibnu Majah)
Selain mengingatkan hukum meminum khamar, Rasulullah ‫ ﷺ‬mengingatkan
umatnya akan kerugian yang didapatkan bila tetap mengkonsumsi minuman keras
tersebut melalui hadist berikut,

“Dikisahkan oleh Ibn Umar, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, barang siapa minum khamar di
dunia dan tidak bertaubat (sebelum meninggal), maka khamar itu akan diharamkan
baginya di akhirat.” (HR. Bukhari)11
Hal menarik dari hadist diatas adalah bila dalam kehidupan di dunia ini kita
diharamkan meminum khamar, maka itu tidak berlaku lagi bagi penduduk surga nanti
dimana mereka bisa meminum khamar sepuasnya karena khamar itu menjadi halal,
bahkan ada sungai-sungai yang mengalirkan khamar yang lezat yang bebas di minum
oleh penghuninya. Allah Ta’ala berfirman:

“perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa


yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar
yang lezat rasanya bagi peminumnya..”  (QS. Muhammad: 15)
Ada beberapa alasan mengapa khamar di surga nanti tidak lagi diharamkan
dikarenakan khamar surgawi berbeda dengan khamar di dunia. Imam Ibnu Katsir
dalam tafsirnya menjelaskan beberapa sifat khamar surgawi:
1. Tidak mengandung zat yang memabukkan. Sebagaimana firman Allah:
(QS. Ash Shaffat: 47)
“Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya”
2. Tidak membuat mabuk dan pusing. Sebagaimana firman Allah:
11
Az – Zabidi. 2017. “Mukhtashar Shahih Bukhari.” Jakarta: Ummul Qura

22
“mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk” (QS. Al Waqi’ah: 19)
3. Warnanya putih, rasanya lezat, sebagaimana firman Allah:

“warnanya putih dan terasa lezat bagi yang meminumnya(QS As-Shaffat: 46)

Keterangan lainnya datang dari kitab hadist Nailul Authar karya Imam As-
Syaukani yang merupakan syarah dari kitab hadist yang dihimpun oleh Ibnu Taimiyah
yang menjelaskan bahwa makna hadist tersebut adalah bahwa peminum khamar tidak
akan masuk surga karena khamar itu minuman ahli surga. Ibnu Abdil Barr berkata
bahwa orang yang mengkonsumsi minuman keras tidak akan masuk surga serta tidak
akan minum khamar didalamnya kecuali Allah memaafkannya sebagaimana dosa –
dosa besar yang lain, jadi hal itu termasuk wewenang Allah.12
Ada peringatan lain dari Rasulullah ‫ ﷺ‬tentang minum khamar melalui sebuah
hadist Pecandu khamar seperti penyembah berhala. (HR. Ibnu
Majah). Dalam kitab tersebut, Imam Asy – Syaukani berpendapat bahwa hadist diatas
memuat sebuah ancaman keras dari Nabi ‫ ﷺ‬karena penyembah patung atau berhala itu
adalah kekufuran yang berat. Jadi, mempersamakan peminum khamar dengan penyembah
berhala adalah menunjukkan betapa besarnya dosa peminum khamar dan betapa keras
larangannya.

II.6. Analisis Terhadap Istimbath Hukum Khamar


Salah satu metode yang digunakan dalam menetapkan hukum terhadap suatu
permasalahan adalah melalui metode lughawiyah atau pendekatan kebahasaan dan hal
penting yang mendapat perhatian dari para ulama ushul fiqh adalah pengertian lafadz
di dalam kalimat.
Menyangkut hukum khamar, paling tidak ada dua ayat penting yang bisa
dijadikan rujukan. Pada Surat Al-Māidah ayat 90 tidak dinyatakan bahwa yang
disebut khamar adalah air perasan anggur atau apel, namun hanya disebutkan khamar
secara umum yang berarti bahwa yang dikatakan khamar adalah segala kategori apa
saja yang memabukkan sehingga menyebabkan tertutupnya akal dan yang lebih
mengejutkan para ulama tafsir bahwa ayat ini turun di negeri yang tidak
12
Asy – Syaukani. 1994. Nailul Authar. Terjemahan oleh Hamidy, M dkk. Kuala Lumpur: Victory Agencie.

23
memperoduksi air anggur, hal ini disebabkan mereka menduga bahwa yang
memabukkan itu hanya air perasaan angur. ini menegaskan bahwa sesuatu yang
memabukkan itu bukan hanya minuman keras namun dapat saja dalam bentuk yang
lain.
Jadi inti larangan pengharaman bukan pada bentuk atau merek tapi pada
kategori yang memabukkan. Ayat ini juga mengisyaratkan adanya kesamaan
peminum arak dengan perbuatan setan, dan perbuatan setan identik dengan hal-hal
yang mengarah pada keburukan, kegelapan, dan sisi-sisi destruktif manusia. Semua
bentuk kejahatan ini bisa dipicu dari khamar dan judi karena bisa membius nalar yang
sehat dan jernih. Khamar dan judi sangat dekat dengan dunia kejahatan dan kekerasan,
maka menurut Al-Qur’an khamar dan judi juga bisa memalingkan seseorang dari
mengingat Allah SWT dan mengerjakan shalat.
Adapun maksud kalimat “menghalangi kamu dari mengingat Allah” di
samping dapat berarti melupakan zikir dengan hati dan lidah, juga dapat berarti
melupakan zikir atau peringatan yang disampaikan oleh Rasulullah ‫ ﷺ‬berupa Al-
Qur’an dan sunah, atau melupakan zikir dari sisi rububiyyah (pemeliharaan) kepada
manusia, dan ini mengantar kepada melupakan sisi ‘ubudiyah (ibadah) kepada-Nya
dan terutama adalah melaksanakan shalat. Melupakan sisi rububiyyah (pemeliharaan)
Allah dapat mengantar seseorang hidup tanpa arah dan tanpa pegangan. Adapun
penyebutan shalat secara khusus, setelah menyebut zikir, karena shalat merupakan
bagian dari zikir, bahkan tidak jarang shalat dinamai oleh Al - Qur’an dengan sebutan
zikir seperti makna dari firman Allah pada Surat Al – Ankabut ayat 45,
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-
ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Melalui ayat 90 dan 91 pada Surah Al – Maidah kita memahami bahwa
khamar dan perjudian mengakibatkan aneka keburukan besar. Keduanya adalah rijs
yakni sesuatu yang kotor dan buruk. Banyak segi keburukannya pada jasmani dan
ruhani manusia, akal serta pikirannya. Khamar dan narkotika pada umumnya
menyerang bagian-bagian otak yang dapat mengakibatkan sel-sel otak tidak berfungsi
untuk sementara atau selama-lamanya dan mengakibatkan peminumnya tidak dapat
memelihara keseimbangan pikiran dan jasmaninya. Apabila keseimbangan tidak
terpelihara, permusuhan akan lahir, bukan hanya yang bersifat sementara, tetapi dapat
berlanjut sehingga menjadi kebencian antar manusia. Setan yang memperindah

24
khamar dan judi mengoda manusia sehingga ia lupa diri dan melupakan Allah, baik
dengan berzikir memohonan ampunan-Nya maupun shalat kepada-Nya. Alasan yang
dikemukakan ini terlihat dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari.
Dari sisi bahasa, keharaman khamar ayat ini sangat jelas seperti ungkapan
pertama ayat ini yang menggunakan kata kepastian “innamā” atau sesungguhnya,
hingga Rasulullah ‫ ﷺ‬pun menyamakan peminum khamar dengan penyembah patung
Demikian pula dengan dinyatakannya bahwa khamar dan judi adalah najis, perbuatan
setan sebagaimana diketahui bahwa setan tidak pernah mendatangkan kebaikan,
kemudian dilanjutkan dengan perintah untuk dijahui, menimbulkan permusuhan dan
melalaikan dari mengingat Allah SWT dan waktu shalat. Kemudian ayat ini diakhiri
dengan peringatan untuk menyudahinya. Maka dapat dikatakan periode ini adalah
periode kematangan psikologis peminun khamar hingga penyataan Al-Qur’an pun
jelas dengan mengharamkan minuman khamar secara keseluruan.
Menyangkut firman-Nya (maka hindarilah ia) Al-Māidah/5 : 90, kata
ini mengandung kewajiban menjauhinya dari segala aspek pemanfaatan. Bukan saja
tidak boleh diminum, tetapi juga tidak boleh dijual dan tidak boleh dijadikan obat.
Berdasarkan penjelasan tentang larangan meminum khamar baik melalui dalil
Al-Qur’an maupun hadis, maka dapat dikatakan bahwa motif keharaman khamar
dikarenakan beberapa sebab. Pertama, merupakan perbuatan dosa (Al - Baqarah: 219).
Kedua, merupakan perbuatan yang melampaui batas (Al-‘Arāf: 31). Ketiga, merusak
nalar (An-Nisā: 43). Keempat, merupakan perbuatan setan (Al-Māidah: 90-91).
Kelima, minuman yang haram tetap haram walaupun jumlahnya sedikit.
Dengan motif-motif pengharaman inilah maka menjauhkan khamar adalah
suatu kewajiban individu maupun masyarakat. Adanya perbedaan pendapat individual
di antara muslim menyebabkan sebagian dari mereka terjun ke dalam penantangan
langsung dari tahap pertama larangan dan yang lain menundanya sampai datang
larangan terakhir, hingga akhirnya mereka semua siap menerima perintah akhir berisi
larangan itu dengan sepenuh hati.
Demikian pula bila ditinjau dari keterangan hadist – hadist yang ada, maka
jelas pula bahwa hukum keharaman khamar. Adapun hadits-hadits yang menyatakan
kategori khamar diharamkan karena sifatnya yang memabukkan adalah sebagai
berikut:
1. Khamar adalah sesuatu yang mengacaukan akal. (HR. Bukhari dan Muslim).

25
2. Setiap yang memabukkan adalah haram. Allah Swt berjanji kepada orang - orang
yang meminum minuman yang memabukkan, bahwa Dia akan memberi mereka
minuman dari thinah al-khabal. Ia bertanya, “Apa itu thinah al-khabal ya
Rasulullah ‫ ”?ﷺ‬Rasulullah ‫ ﷺ‬menjawab, “keringat ahli-ahli neraka atau perasan
tubuh ahli neraka". (HR. Muslim).
3. Dari Ibnu Umar dari Aisyah bahwa Rasulullah ‫ﷺ ﷺ‬. Bersabda, “Setiap yang
memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.” (HR. Muslim).
4. Minuman yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya juga diharamkan. (HR.
Tirmidzi).
Adapun tentang keberadaan alkohol dalam makanan atau minuman, maka
tidak bisa langsung dihukumi bahwa setiap yang mengandung alkohol maka
hukumnya haram karena alkohol sendiri dalam diklasifikasikan dalam beberapa jenis:
1. Alkohol untuk senyawa kimia yang memiliki gugus fungsional –OH, dan senyawanya
biasa diakhiri kata alkohol atau –nol. Contohnya, kandungan alkohol dalam madu lebah
adalah: benzyl alkohol, beta-methallyl alkohol, ethanol, isobutanol, 2-butanol, 2-methyl-1-
butanol, 3-methyl-1-butanol, 3-methyl-1-butanol, 3-pentanol, n-butanol, n-pentanol, n-
propanol, phenylethyl alkohol.
2. Alkohol biasa digunakan untuk menyebut etanol. Semacam yang biasa kita temui dalam
parfum, mouth wash, deodorant, kosmetik, dan sebagainya.
3. Alkohol untuk minuman keras. Minuman ini biasa disebut minuman beralkohol (alkohol
beverage) atau alkohol saja, dan sifatnya memabukkan. Di dalam minuman ini terdapat
unsur etanol, namun bukan keseluruhannya.

II.7. Dosa Bagi Peminum Khamar


Rasulullah telah memperingatkan dosa yang akan didapatkan oleh orang yang minum
khamar dimana orang tersebut tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari. Diantara hadits
yang menerangkan hal tersebut adalah

Artinya:
“Khamar adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, shalatnya
selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih di perutnya,
berarti ia mati seperti matinya orang Jahiliyyah.” (HR. Ath-Thabrani)

Para ulama mengatakan bahwa orang yang minum khamar itu kafir, maksudnya
bukan dia murtad dari Islam, melainkan maksudnya adalah bahwa dia seperti orang kafir yang

26
apabila melakukan shalat, maka shalatnya tidak diterima, selama dia menunaikan sesuai
dengan rukun dan aturannya. Namun bukan berarti kewajibannya untuk shalat menjadi gugur.
shalat tetap wajib atasnya, namun selama 40 hari tidak akan diterima shalat itu di sisi Allah.
Imam an-Nawawi berpendapat bahwa makna dari 'shalatnya tidak diterima' adalah bahwa
shalatnya tidak mendapat pahala meskipun kewajibannya telah gugur.

II.8. Hukuman Terhadap Peminum Khamar


II.8.1. Menurut Syariat Islam
Menyangkut perlunya penegakan hukum terhadap pemabuk dapat mengambil
contoh dengan apa yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW. Hukuman atau sanksi
pidana untuk pemabuk, memang tidak ditentukan secara jelas dalam rangkaian ayat
tentang pengharaman khamar. Dalam surat Al-Māidah: 91 hanya ditegaskan dengan
kalimat “maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.” Namun demikian kita dapat menemukan sanksi tersebut
dalam hadis yang maknanya adalah sebagai berikut:
“Dari Anas ibn Malik, bahwasanya Nabi SAW. didatangi oleh seorang yang
telah meminum khamar. Beliau lalu mencambuknya dengan dua pelepah kurma
sebanyak empat puluh kali”. (HR. Muslim).
Menurut jumhur ulama, orang yang ketahuan minum khamar wajib dihukum. Dan
hukuman atas peminum khamar ini adalah hukum hudud, sehingga tidak boleh diganti dengan
cara yang lain, mengingat hukum hudud itu segala ketentuannya datang langsung dari Allah
SWT. Dalam hal ini ketentuan dari Allah untuk orang yang minum khamar, mabuk atau tidak
mabuk adalah dicambuk, sebagaimana sabda Rasulullah SAW

ُ‫ب ال َخ ْم َر فَاجْ لِدُوه‬


َ ‫َم ْن َش ِر‬

Orang yang minum khamar maka cambuklah (HR. Muttafaqun 'alaih).


Hadits ini termasuk jajaran hadits mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
sejumlah besar perawi pada tiap thabawatnya (jenjang) dan mustahil ada terjadi
kebohongan diantara mereka. Di tingkat shahabat, hadits ini diriwayatkan oleh 12
orang shahabat yang berbeda. Mereka adalah Abu Hurairah, Muawiyah, Ibnu Umar,
Qubaishah bin Zuaib, Jabir, As-Syarid bin suwaid, Abu Said Al-Khudhri, Abdullah
bin Amru, Jarir bin Abdillah, Ibnu Mas`ud, Syarhabil bin Aus dan Ghatif ibn Harits.

II.8.2. Menurut Hukum Nasional

27
Dalam hukum nasional, masalah minuman memabukkan adalah masalah
nasional yang mesti ditangani secara profesional. Sebab masalah ini mempunyai
dampak yang tidak hanya mengancam kelangsungan hidup bangsa, tetapi juga bisa
menghancurkan masa depan generasi muda. Sugandhi (dalam Sajali. 2018)
menjelaskan bahwa pemerintah dalam KUHP memberikan sanksi atas pelaku
(pengguna khamar) hanya jika sampai mabuk dan mengganggu ketertiban umum,
yakni kurungan paling lama tiga hari hingga paling lama tiga bulan (pasal 536).
KUHP juga memberi sanksi atas orang yang menyiapkan atau menjual khamar, sanksi
hukum yang dimaksud paling lama tiga minggu (Pasal 537), apalagi jika yang diberi
minuman adalah anak dibawah umur 16 tahun (pasal 538 dan 539). Berikut adalah
beberapa pasal yang mengatur tentang hukuman yang terkait dengan minuman
keras.13
Pasal 536 KUHP
a. Barang siapa nyata mabuk ada dijalan umum, dihukum denda sebanyak banyaknya
Dua Ratus Dua Pulu Lima Ribu Rupiah.
b. Jika pada waktu melakukan pelanggaran itu belum satu tahun, sejak ketetapan
hukum yang dahulu bagi si tersalah lantaran pelanggaran serupa itu juga atau
pelanggaran yang ditersangkakan dalam pasal 492, maka hukuman denda itu dapat
diganti dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga hari.
c. Kalau pelanggaran itu diulangi untuk kedua kalinya dalam satu tahun sesudah
keputusan hukuman yang pertaa karena ulangan pelanggaran itu, maka dijatuhkan
hukuman kurungan selama-lamanya dua minggu.
d. Kalau pelanggaran itu diulangi untuk ketiga kalinya atau selanjutnya di dalam satu
tahun sesudah ketetapan putusan hukuman yang kemudian sekali lantaran ulangan
pelanggaran untuk kedua kalinya atau selanjutnya, maka dijatuhkan hukuman
kurungan selama-lamanya tiga bulan.

Pasal 537 KUHP


Barang siapa menjual atau memberikan minuman keras atau arak kepada anggota
Angkatan Bersenjata di bawah pangkat letnan atau kepada istrinya, anak atau
pelayan, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga minggu atau pidana
denda paling tinggi seribu lima ratus rupiah.

Pasal 538 KUHP


13
Sajali, M. 2018. “Pelaksanaan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat Terhadap Peminum Khamar
(Studi Kasus Di wilayah Kota Banda Aceh)

28
Penjual atau wakilnya yang menjual minuman keras yang dalam menjalankan
pekerjaan memberikan atau menjual minuman keras atau arak kepada seorang anak
dibawah umur enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga
minggu atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 539 KUHP
Barang siapa pada kesempatan diadakan pesta keramaian untuk umum atau
pertunjukan rakyat atau diselenggarakan arak-arakan untuk umum, menyediakan
secara cuma-cuma minuman keras atau menjanjikan sebagai hadiah, diancam
dengan pidana kurungan paling lama dua belas hari atau pidana denda paling tinggi
tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.

II.8.3. Menurut Qanun Aceh


Persoalan minuman keras juga mendapat perhatian serius dari pemerintah
Aceh yang bersama – sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh telah menyusun
dan mengesahkan Qanun Aceh No.6 Tahun 2014 tentang khamar dimana khamar
dipandang sebagai kesalahan yang termasuk di bawah hukum hudud. Sanksi hukuman
bagi pelaku khamar dijelaskan pada bab empat empat tentang khamar. 14
Pasal 15
1. Setiap orang yang dengan sengaja minum khamar diancam dengan ‘uqubat
hudud cambuk 40 (empat puluh) kali.
2. Setiap orang yang mengulangi perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diancam dengan ‘uqubat hudud cambuk 40 (empat puluh) kali ditambah ‘uqubat
ta’zir cambuk paling banyak 40 (empat puluh) kali atau denda paling banyak 400
(empat ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 40 (empat puluh) bulan.
Pada Pasal 15 mengatur mengenai sanksi hukuman bagi setiap orang yang dengan
sengaja minum khamar, yaitu dihukum cambuk sebanyak 40 kali, selain itu, dalam
ayat (2) dijelaskan bagi setiap orang yang mengulangi perbuatan meminum khamar,
maka dikenai hukuman cambuk 40 kali disertai dengan hukuman ta’zir cambuk paling
banyak 40 kali atau dikenakan denda 400 (empat ratus) gram emas murni atau diganti
dengan hukuman penjara paling lama 40 bulan.
Pasal 16
1. Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi, menyimpan/menimbun,
Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat
14

29
menjual, atau memasukkan khamar, masing- masing diancam dengan ‘uqubat
ta’zir cambuk paling banyak 60 (enam puluh) kali atau denda paling banyak 600
(enam ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan.
2. Setiap Orang yang dengan sengaja membeli, membawa/mengangkut, atau
menghadiahkan Khamar, masing-masing diancam dengan „Uqubat Ta‟zir cambuk
paling banyak 20 (dua puluh) kali atau denda paling banyak 200 (dua ratus) gram
emas murni atau penjara paling lama 20 (dua puluh) bulan.
Larangan mengenai perbuatan memproduksi khamar dan menimbunnya atau membawanya
juga diatur dalam pasal 16 ayat (1) dan (2), yaitu dihukum dengan hukuman ta’zir sebanyak
60 kali atau denda sebanyak 600 (enam ratus) gram emas murni atau dihukum penjara selama
60 bulan. Pasal ini juga mengatur mengenai orang yang dengan sengaja membeli khamar atau
menghadiahkannya, maka masing-masing diancam dengan hukuman Ta’zir cambuk sebanyak
100 kali atau denda paling banyak 200 gram emas murni atau penjara paling lama 20 (dua
puluh) bulan.

Pasal 17
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 dengan mengikutsertakan anak- anak
dikenakan ‘uqubat ta’zir cambuk paling banyak 80 (delapan puluh) kali atau
denda paling banyak 800 (delapan ratus) gram emas murni atau penjara paling
lama 80 (delapan puluh) bulan.
Qanun Jinayat Aceh juga memberikan sanksi yang tegas bagi orang yang
sengaja melakukan sebagaimana yang dimaksud Pasal 15 dan Pasal 16 dengan
melibatkan anak-anak, maka dihukum dengan hukuman ta’zir cambuk sebanyak
80 kali atau denda paling banyak 800(delapan ratus) gram emas murni atau
penjara paling lama 80 (delapan puluh) bulan.

30
BAB III

Makna khamar secara etimologi, berasal dari kata “khamr” yang bermakna
satara, artinya menutupi. Sedangkan secara istilah khamar adalah segala sesuatu yang
memabukkan, apa pun bahan mentahnya. Melalui penjelasan di atas tentang khamar,
jelas bahwa hukum mengkonsumsi adalah haram dengan konsekwensi hukum had.
Keharaman ini bukan saja karena daya rusaknya bagi fisik, namun khamar juga
disinyalir sebagai induk kejahatan sosial, menyebabkan manusia lalai dari mengingat
Tuhan, menutup hati, merusak jasmani dan harta, serta menyebabkan timbulnya
permusuhan sesama manusia dan dampak patologis yang masif.
Penetapan hukum khamar dalam Al – Quran melalui beberapa tahapan dalam
ayat – ayat yang terkait dengan minuman keras. Dimulai dari Surah An – Nahl ayat 67
yang masih membolehkan muslimin untuk minum khamar. Pada ayat – ayat
berikutnya khamar masih dibolehkan untuk dikonsumsi namun tidak diminum ketika
akan shalat karena dapat mengganggu kekhusyu’an shalat sampai akhirnya khamar
diharamkan secara total melalui firman Allah dalam Surah Al – Maidah ayat 90 – 91
karena banyaknya mudharat yang terdapat dalam minuman tersebut.
Oleh sebab itu upaya-upaya menangani para pecandu minuman keras bukan
saja bentuk dari menciptakan lingkungan yang sehat di tengah masyarakat, namun hal
ini juga berarti upaya membantu para pecandu kembali kepada Allah SWT. Di antara

31
upaya-upaya tersebut adalah dengan mensosialisaikan kembali keharaman khamar
sebagaimana gambaran Al-Qur’an serta upaya mengembalikan manusia untuk selalu
mengingat Allah SWT., yang diajarkan Al-Qur’an atau Islam adalah seperti dengan
berzikir, doa, puasa, shalat, dan lain sebagainya.
Penggunaan khamar oleh medis boleh dilakukan apabila hal tersebut
merupakan alternatif terakhir yang bersifat kondisonal karena hal tersebut merupakan
mudharat, dan kemudharatan dalam Islam harus dihilangkan. Hal ini mengingat
agama Islam memerintahkan agar penganutnya untuk menjaga agama, jiwa, nasab,
harta serta kehormatan manusia.
Adapun hukuman bagi peminum khamar, menurut jumhur ulama, adalah
hukum hudud, sehingga tidak boleh diganti dengan cara yang lain, mengingat hukum
hudud itu segala ketentuannya datang langsung dari Allah SWT. Dalam hal ini
ketentuan dari Allah untuk orang yang minum khamar, mabuk atau tidak mabuk
adalah dicambuk dengan jumlah cambukan tertentu.
REFERENSI

Abu Abdillah Al-Qurthubi. 1993. “Al-Jam’ Li Ahkam Al-Qur’an”. Beirut, Libanon: Dar
Kutub Ilmiyyah, Vol. 3

Al - Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi. 1994. “Terjemah Tafsir Ibnu Katsir”.
Bogor: Pustaka Imam Syafi’i

AlKhalafi, A. 2007. “Hadd Sakr (Minuman Keras)” https://almanhaj.or.id/1461-hadd-sakr-


minuman-keras.html. Diakses pada 26 November 2020.

Andirja, F.” Bahaya Minuman Memabukkan (Khomr)” https://muslim.or.id/597-bahaya-


minuman-memabukkan-khomr-3.html. Diakses pada 27 November 2020.

Anwari, IR. 2015. “Minuman Keras sebagai Necessary Evil di Surabaya 1900—1942”. Jurnal
Mozaik Humaniora Vol 15 (2)

Arisiana, T dan Eka Prasetiawati. 2019. “Wawasan Al-Quran Tentang Khamar Dalam Tafsir
Al – Jami’ Li Ahkam Al – Quran”. Fikri: Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya. Volume
4, Nomor 2, Desember 2019

Asy – Syaukani. 1994. Nailul Authar. Terjemahan oleh Hamidy, M dkk. Kuala Lumpur:
Victory Agencie.

Az – Zabidi. 2017. “Mukhtashar Shahih Bukhari.” Jakarta: Ummul Qura

Hadi, N. 2007. “Budaya Arab: Akhlak Masyarakat Arab Sebelum Islam”.


https://kisahmuslim.com/5434-budaya-arab-akhlak-masyarakat-arab-sebelum islam.html?

32
fbclid=IwAR2sj09265Zqwe4Ox_ydZ6CUFgzbD7cD4-VXVoKAhUueDCauuKl_m1SxmeQ.
diakses pada 6 November 2020.

Mahmud, H. 2020. “Hukum Khamar Dalam Perspektif Islam”. Maddika : Journal of Islamic
Family Law Vol. 01 , No. 01 ,Juli – 2020

Pemerintah Aceh. 2014. Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat

Sajali, M. 2018. “Pelaksanaan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat
Terhadap Peminum Khamar (Studi Kasus Di wilayah Kota Banda Aceh).” Skripsi tidak
dipublikasikan. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.

Ummatin, Khoiro. 2014. “Tiga Model Interaksi Dakwah Rasulullah Terhadap Budaya
Lokal”. Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 1

Winarno. 2018. “Status Hukum Khamar Dalam Perspektif Fiqh”. Asy Syar’iyyah: Jurnal
Ilmu Syari’ah dan Perbankan Islam – ISSN 2089-7227 (p) 2598-8522 (e) Vol. 3, No. 1, Juni
2018, pp.1 – 25

33

Anda mungkin juga menyukai