Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Penyakit dan Obat dalam al-Qur`an

Di dalam al-Qur`an, terdapat beberapa penjelasan tentang konsep penyakit

yang ada dalam manusia dan juga konsep obatnya. Konsep penyakit dalam al-

Qur`an terbagi menjadi dua, yaitu fisik dan non-fisik. Penyakit fisik adalah

penyakit yang muncul dan ada dalam diri manusia sendiri yang bisa langsung

nampak dengan kasap mata, dengan kata lain, penyakit fisik adalah penyakit

yang terdapat dalam jasmani atau tubuh manusia. Sementara penyakit yang

non-fisik adalah penyakit yang tidak dapat dilihat dengan kasap mata, dan

penyakit ini terbagi menjadi dua, yaitu non-fisik yang muncul dari diri atau

hati, dan non-fisik yang muncul dari luar. Keterangan ini bisa kita temukan

dalam ayat-ayat al-Qur`an sebagai berikut:

Surat al-Anbiya: 83

‫وأيوب إذ نادى ربه أنى مسنى الضر وأنت أرحم الراحمين‬

“Dan ingatlah kisah Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “ya Tuhanku,

sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan engkau adalah Tuhan yang maa

penyayang diantara semua penyayang”

Diantara konsep penyakit non-fisik dari dalam hati diterangkan dalam surat al-

Baqarah: 10 yang berbunyi:


1

‫فى قلوبهم مرض فزادهم هللا مرضاولهم عذاب عليم بما كانوا يكذبون‬

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya: dan bagi

mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”

Diantara konsep fisik non-fisik dari luar diterangkan dalam surat al-Falaq: 4

‫ومن شر النفاثات فى العقد‬

“dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang mengembus pada buhul-

buhul”,

Sihir yang di dalamnya termasuk santet, merupkan sebuah penyakit yang tidak

bisa dilihat dari kasat mata, karena biasanya menyerang tubuh bagian dalam,

tetapi penyakit itu datang dari luar bukannya dari dalam diri sendiri.

Sementara konsep obat dalam al-Qur`an terdapat dua konsep, konsep

kebathinan dan konsep obat dari luar. Diantara konsep obat kebathinan salah

satunya terdapat dalam surat ar-Ra`du: 28

‫اللذين آمنوا وتطمئن قلوبهم بذكر هللا اآل بذكر هللا تطمئن القلوب‬

“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan

mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi

tenteram”

Sementara konsep pengobatan dari luar bisa ditemukan di dalam surat an-Nahl:

68-69:
2

‫ ثم كلى‬.‫وأوحىربك إلى النحل أن اتخذى من الجبال بيوتاومن الشجر ومما يعرشون‬

‫من كل الثمرات فاسلكى سبل ربك ذلك يخرج من بطونها شراب مختلف ألوانه فيه‬

‫شفاء للناس إن فى ذلك آلية لقوم يتفكرون‬

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-

bukit, di pohon-pohon kayu, di tempat-tempat yang dibikin manusia, kemudian

makanlah dari tiap-tiap macam buah-buahan, dan tempuhlah jalan Tuhanmu

yang telah dimudahkan bagimu. Dari perut lebah itu keluar minuman madu

yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang

menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-

benar terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang-orang yang memikirkan.”

Jadi di dalam al-Qur`an pun dengan jelas telah diterangkan akan adanya

beberapa penyakit bagi manusia, dimulai dari penyakit yang datang dari hati,

dari lingkungan, maupun penyakit yang datang dari luar, dan di dalam al-

Qur`an juga sekaligus memberi kita pengetahuan tentang obat-obat dari

penyakit-penyakut tersebut sebagaimana disebutkan di dalam surat al-Isra: 82

..... ‫وننزل من القرآن ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين‬

“Dan kami turunkan dari al-Qur`an sesuatu yang menjadi obat dan

rahmat dari orang-orang yang beriman”


3

Dan juga Allah berfirman di dalam surat Fushshilat: 44

.... ‫ قل هو للذين آمنوا هدى وشفاء‬...

“Katakanlah, al-Qur`an itu adalah petunjuk dan obat bagi orang-orang

yang beriman”

Berdasarkan penjelasan di atas, maka sejak pertama diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw., al-Qur`an sudah mendapatkan perhatian cukup besar dari

masyrakat Arab. Sebagai sebuah kalam ilahi, sejak kali pertama diturunkan, al-

Qur`an telah diyakini kebenarannya oleh umat muslim. Lebih dari itu, ia juga

merupakan dokumen untuk umat manusia. Bagi orang mukmin, pengalaman

berinteraksi dengan al-Qur`an telah memperkuat keyakinan bahwa al-Qur`an

adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw1 sebagai petunjuk

bagi umat manusia. Sehingga ia dianggap sumber yang paling otoritatif dalam

menjawab berbagai persoalan keagamaan (Islam).

Lebih dari itu, Mohammad Arkoun mengungkapkan bahwa selain sebgai

petunjuk, al-Qur`an juga telah digunakan oleh jutaan kaum muslim untuk

mengabsahkan perilaku, mendukung peperangan, melandasi berbagai aspirasi,

memelihara berbagai harapan, melestarikan berbagai keyakinan, dan bahkan

memperkuat berbagai identitas kolektif dalam menghadapi berbagai kekuatan

penyeragaman dari peradaban industri.2 Artinya, dalam konteks global, al-

Qur`an memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan

umat muslim.

1
QS. At-Taubah: 124.
2
Mohammad Arkoun, Berbagai Pembacaan al-Qur`an, Terj. Machasin (Jakarta: INIS, 1997), hal. 9.
4

Sebagaimana telah disebutkan di awal, bahwa dalam sejarah

perkembangannya, al-Qur’an telah singgah di berbagai budaya dan peradaban.

Ia telah hidup mengikuti dinamika sosial kehidupan umat Islam. Pluralitas

budaya yang telah ia hampiri, menyebabkan beragamnya perlakuan terhadap

al-Qur`an itu sendiri, ada yang tetap konsisten selaras dengan fungsi dasarnya

sebagai petunjuk (hudan li an-nas),3 namun ada juga yang memperlakukannya

di luar kapasitas tekstualnya, seperti pengobatan dan bahkan sampai ke wilayah

perdukunan. Hal ini berarti bahwa terjadi praktik pemaknaan al-Qur’an yang

tidak mengacu pada pemahaman atas pesan tekstualnya, tetapi berlandaskan

anggapan adanya “faḍīlah” dari unit-unit tertentu dari teks al-Qur’an yang

dapat berfungsi bagi kepentingan kehidupan keseharian umat.4

Sebagai bukti perlakuan ummat muslim dalam menjadikan al-Qur`an

sebagai pengobatan dapat disinyalir dari salah satu karya Farid Esack; The

Qur’an: A Short Introduction, yang menggambarkan secara fenomenologis

tentang bagaimana ragam respon masyarakat di berbagai belahan dunia

terhadap al-Qur’an. Salah satu respon yang menarik adalah bagaimana ketika

al-Qur’an digunakan untuk menghindari kemungkinan bahaya anjing yang

berada di dekatnya dan bahkan fenomena yang lebih menarik lagi adalah

penggunaan ayat al-Qur’an untuk melezatkan masakan, sebagaimana yang

telah dilakukan oleh ibunya.5

3
Q.S. al-Baqarah (2):185.
4
M. Mansur, “Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah” dalam Sahiron Syamsuddin (ed.),
Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: TH Press dan Teras, 2007), hlm. 4.
5
. Farid Esack, The Qur’an: A Short Introduction (Oxford: Oneworld Publications, 2004),
hlm. 1-5.
5

Dalam sejarah Islam juga terekam bagaimana praktek memperlakukan al-

Qur’an sebagaimana dicontohkan di atas. Hal ini disebutkan dalam sebuah

riwayat dari Abu Sa´īd al-Khużrī r.a., di mana pada saat itu salah seorang

sahabat menggunakan Q.S. al-Fātiḥah untuk menyembuhkan pimpinan sebuah

suku yang sedang tersengat hewan. Praktik penggunaan al-Qur’an untuk

ruqyah tersebut didiamkan (disetujui) oleh Nabi Muhammad Saw. dengan

menyuruh sahabat tersebut untuk mengambil hadiah yang diberikan oleh

pimpinan suku.6 Apa yang terekam dalam riwayat tersebut tentu bergulir

sampai generasi-generasi berikutnya, terlebih ketika al-Qur’an mulai

merambah wilayah baru yang memiliki kesenjangan budaya dengan wilayah di

mana al-Qur’an pertama kali turun. Bagi telinga dan lidah yang sama sekali

asing dengan bunyi teks al-Qur’an dalam kapasitasnya sebagai teks berbahasa

Arab, maka peluang untuk memperlakukan al-Qur’an secara khusus menjadi

jauh lebih besar dibandingkan ketika masih berada dalam komunitas aslinya.

Kenyataan semacam ini secara jelas menunjukkan bahwa sejak awal al-Qur`an

sudah diberlakukan melebihi kapasitasnya sebagai sebuah teks. Seperti dalam

surat al-Mu`awwidzatain yang secara semantis dapat dipahami bawha ayat di

dalamnya menunjukkan perintah untuk “berlindung”, sedangkan al-Fatihah

setidaknya mempunyai makna keimanan, makna hukum, dan kisah umat

terdahulu, sehingga secara semantis tidak memiliki hubungan dengan sengatan

kalajengking seperti dalam kisah sahabat Nabi di atas.

6
Abū al-Ḥusain Muslim al-Naisabūrī, Al-Jāmi´ al-Ṣaḥīḥ (Bairut: Dār al-Afāq al-Jadīdah,
tt), juz VII, hlm 19.
6

B. Tatacara Penyembuhan Menurut Islam

1. Melakukan Rukyah

Secara bahasa, rukyah memiki arti “memohon perlindungan kepda Allah

baginya”. Adapun secara istilah, menurut Ibnu Atsir, rukyah merupakan

bacaan yang digunakan untuk merukyah orang yang terkena penyakit

seperti demam, pusing, dan penyakit-penyakit lainnya.7

Rukyah disyari`atkan dengan menggunakan al-Qur`an, nama-nama dan

sifat Allah swt, atau dengan zikir-zikir yang disyari`atkan. Kaitannya

dengan hal tersebut, para ulama telah sepakat atas diperbolehkannya rukyah

dengan syarat tetap menggunakan Bahasa Arab atau dengan lafadz yang

sudah diketahui maknanya oleh orang lain dan berkeyakinan bahwa rukyah

adalah sebab yang tidak memiliki pengaruh kecuali atas izin dan ketentuan

dari Allah.

Diantara dalil yang menunjukkan diperbolehkannya rukyah adalah sabda

Rasulullah saw tatkala beliau ditanya mengenai rukyah:

.‫ مالم يكن فيه شرك‬,‫ البأس بالرقى‬,‫ي رقاكم‬


ّ ‫إعرضوا عل‬
“tunjukkan rukyah kalian kepadaku, rukyah itu diperbolehkan selama di

dalamnya tidak terdapat syirik”

Dalil lain yang dapat dijadikan alasan untuk menunjukkan bahwa rukyah

diperbolehkan dalam Islam adalah sabda Rasulullah saw:

7
Ibnu Atsir, an-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar (Beirut: dar al-Fikr, 1399 H), 254
7

“barang siapa dari kalian yang mampu memberikan manfaat bagi

saudaranya, hendaklah ia melakukannya”

Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka dapat dikatakan bahwa tidak

diragukan lagi bahwa rukyah yang dilakukan oleh seorang muslim terhadap

saudaranya merupakan perbuatan baik dan manfaatnya jelas.

Adapun proses rukyah ini dapat dilakukan dengan menggunakan ayat-ayat

al-Qur`an maupun dengan dzikir kepada Allah. Berikut penjelasannya:

a. Rukyah dengan ayat al-Qur`an

Kaitannya dengan rukyah yang menggunakan al-Qur`an, maka terdapat

3 jenis surat yang selama ini digunakan dalam Islam, yaitu; surat al-

Fatihah, surat Mu`awwidzat (ayat-ayat untuk memohon perlindungan),

dan ayat-ayat yang mulia.

Rukyah dengan Surat al-Fatihah

Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan, dari Abu Sa`id

al-Khudri, ada sejumlah Sahabat Nabi saw mendatangi suatu

perkampungan Arab, namun penduduknya tidak mau menjamu mereka.

Ketika mereka berperilaku demikian, tiba-tiba pemimpin

perkampungan tiba-tiba tersengat kalajengking berbisa. Mereka pun

bertanya: “Apakah ada diantara kalian yang punya obat atau seseorang

yang bisa merukyah?” mereka menjawab: “sesungguhnya kalian tidak

mau menjamu kami dan kamipun tidak akan melakukannya hingga

kalian menjanjikan upah kepada kami.” Akhirnya, penduduk

perkampungan tersebut menjanjikan kepada mereka sekawan kambing.


8

Maka mulailah salah seorang dari mereka membaca ummul qur`an, ia

mengumpulkan air liurnya dan meludahkannya, maka pemimpin

merekapun sembuh. Lalu penduduk kampung tersebut memberikan

sekawan kambing. Para sahabat berkata: “kami tidak akan

mengambilnya hingga kami bertanya kepada Nabi saw,” kemudian

mereka bertanya kepada beliau. Beliaupun tertawa dan bersabda:

“Tahukah engka bahwa ummul qur`an adalah rukyah? Ambilah

kambing-kambing itu dan beri aku satu bagian”8

Menurut Ibnu al-Qayyim, hadis di atas menerangkan berhasilnya

penyembuhan terhadap orang yang tersengat binatan berbisa dengan

bacaan surat al-Fatihah untuknya, sehinga ia tidak lagi membutuhkan

obat. Bahkan terkadang surat al-Fatihah itu dapat menyembuhkan

sesuatu yang tidak dapat disembuhkan oleh obat, sekalipun orang yang

dibacakan itu tidak menerima.9

Di bagian lain, ketika menuturkan beberapa keistimewaan surat al-

Fatihah, Ibnu al-Qayyim berkata: memang terbukti bahwa surat ini

(surat al-Fatihah) bisa dijadikan sebagai media penyembuhan dari

berbagai macam penyakit dan dijadikan sebagai rukyah bagi orang

yang tersengat binatang berbisa. Kemudian Ibnu al-Qayyim

melanjutkan: “secara global, apa saja yang terkandung dalm surat al-

Fatihah berupa keikhlasan beribadah, sanjungan kepada Allah,

8
9
Nashir bin Abdurrahman bin Muhammad al-Judai`, Tabarruk Memburu Berkah: Sepanjang Masa
di Seluruh Dinia Menurut al-Qur`an dan as-Sunnah, Alih Bhasa: Ahmad Yunus (Jakarta: Pustaka
Imam Asy-Syafi`i, 2009), hal. 306-307.
9

penyerahan semua urusan kepadanya, memohon pertolongan dan

bertawakkal kepada-Nya, serta permohonan kepada-Nya berupa

penyempurnaan segala kenikmatan dan menolak siksaan, semua itu

termasuk obat terbesar yang menyembuhkan dan mencukupi.10

Ibnu al-Qayyim juga menceritakan eksperimennya yang berhasil

meakukan penyembuhan dengan surat al-Fatihah, ia berkata: “mengenai

kesaksisan dan keberhasilannya, ada banyak fakta yang menunjukkan

keberhasilan penyembuhan dengan surat al-Fathihah, dan hal itu terjadi

sepanjang masa. Aku sendiri pernah mengadakan eksperimen terhadap

diriku sendiri dan orang lain, dan hasilnyapun mengagumkan, terutama

selama menetap di Makkah. Ketika itu, aku pernah mengalami sakit

yang sangat mengganggu, yang hampir saja mebuat tubuhku tidak dapat

digerakkan. Hal itu terjadi ketika aku melalukan thawaf dan lainnya.

Lalu, aku segera membaca surat al-Fatihah dan mengusapkan telapak

tanganku pada tempat yang sakit. Hasilnya, seakan-akan penyakit itu

seperti kerikil yang berjatuhan. Akupun telah mencoba hal itu berkali-

kali.11

Rukyah dengan Surat-Surat Mu`awwidzat

Yang dimaksud dengan surat-surat mu`awwidzat adalah surat-surat

yang digunakan untuk memohon perlindungan, dalam hal ini adalah

surat al-Falaq dan surat an-Nas. Kaitannya dengan itu, maka terdapat

10
Ath-Thibban Nabawi, hal. 139.
11
Madarijus Salikin, I/57-58.
10

beberapa dalil yang menerangkan tentang proses penyembuhan dengan

menggunakan surat-surat mu`awwidzat tersebut.

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan, dari `Aisyar ra:

,‫أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم كان إذا شتكى نفث على نفسه بالمعوذات‬

‫ فلما اشتكى وجعه الذى توفى فيه طفقت أنفث على نفسه‬,‫ومسح عنه بيده‬

.‫ وأمسح بيد النبى صلى هللا عليه وسلم عنه‬,‫بالمعوذات التى كان ينفث‬

“Bahwasanya apabila mengeluh sakit, Rasulullah saw meniupkan ke

tubuhnya dengan bacaan surat-surat mu`awwidzat dan

mengusapkannya dengan telapak tangan beliau. Tatkala beliau

menderita sakit yang menyebabkan beliau wafat, akulah yang

meniupkan ke tubuh beliau dengan bacaan surat-surat mu`awwidzat

yang dulu pernah beliau lakukan dan aku mengusapnya dengan tangan

Nabi saw.12”

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إذا مرض أحد من أهله نفث عليه‬

‫بالمعوذات‬

“ketika salah seorang isterinya sakit, Rasulullah saw meniupnya

dengan surat-surat mu`awwidzat”

12
Shahih al-Bukhari, V: 139, dan Shahih Muslim, IV: 1723.
11

Rukyah dengan Ayat-Ayat Mulia

Diantara ayat-ayat mulia yang biasanya digunakan sebagai obat

penyembuhan aalah ayat kursi dan dua ayat terakhir surat al-Baqarah.

Kaitannya dengan ayat kurs, maka Ibnu Taimiyah berkata: “orang yang

telah banyak mengadakan eksperimen bahwa ayat kursi ini memiliki

pengaruh dalam menolek syaitan dan menggagalkan tipu muslihatnya

yang banyak dan kekuatannya. Jika ayat kursi ini dibacakan dengan

benar, maka syaitan akan terusir dan batallah hal-hal yang diangan-

angankan oleh syaitan.13

Sementara dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah, dalam Shahih

Bukhari dan Muslim disebutkan, dari Abu Mas`ud dia berkata,

Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa membaca dua ayat di akhir surat al-Baqarah pada

malam hari, maka keduanya telah mencukupinya”

Mengenai makna “keduanya telah mencukupinya”, an-Nawawi berkata:

“maksudnya adalah ada yang mengatakan keduanya telah

mencukupinya dari Qiyamul lail, ada juga yang mengatakan dari

syaitan, dan ada pula yang mengatakan dari penyakit. Dan diungkinkan

bahwa keduanya mencukupinya dari semua itu.14

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa penyembuhan

dengan ayat-ayat al-Qur`an merupakan keberkahan dari al-Qur`an. Hal


13
Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim al-`Asyimi, Majmu` Fatawa Syaikhul Islam Ahmad bin
Taimiyah: jam` wa tartib, ttp.: tp., ), ha. 55.
14
Ibnu Hajar al-`Asqalani, Fath al-Bari bi Syarhin Shahihi Imam al-Bukhari (tt., th.), IX: 56.
12

ini sebagaimana yang Allah swt telah sebutkan di dalam surat Al-Isra`:

82:

..... ‫وننزل من القرآن ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين‬

“Dan kami turunkan dari al-Qur`an sesuatu yang menjadi obat dan

rahmat dari orang-orang yang beriman”

Dan juga Allah berfirman di dalam surat Fushshilat: 44

.... ‫ قل هو للذين آمنوا هدى وشفاء‬...

“Katakanlah, al-Qur`an itu adalah petunjuk dan obat bagi orang-orang

yang beriman”

Oleh sebab itu, berdasarkan beberapa dalil dan penjelasan di atas, maka

tepat apa yang dikatakan Ibnu al-Qayyim, ia mengatakan bahwa al-

Qur`an adalah obat yang sempurna dari semua penyakit hati dan tubuh

serta penyakit-penyakit dunia dan akhirat. Tidak semua diberikan

kemampuan oleh Allah untuk menggunakan al-Qur`an sebagai obat.

Apabila seorang yang sakit dapat menjadikan al-Qur`an sebagai obat

dengan baik dan ia meletakkannya di atas penyakitnya dengan benar

dan penuh keimanan, kepasrahan yang sempurna, keyakinan yang

mantap, dan dapat memenuhi syarat-syaratnya maka penyakit itu tidak

akan dapat melawat obat tersebut untuk selamanya. Lebih lanjut ia

mengatakan bahwa bagaimana bisa penyakit-penyakit itu menghadapi

firman Rabb bumi dan langit yang seandainya al-Qur`an diturunkan ke

atas gunng niscaya dapat menghancurkannya; atau ke atas bumi niscaya


13

dapat membe;ahnya. Maka dari itu, tidak ada suatupun penyakit hati

dan tubuh melainkan di dalam al-Qur`an terdapat petunjuk mengenai

obat dan sebabnya serta perlindungan darinya, yaitu bagi orang yang

dianugerahi pemahaman oleh Allah mengenai kitab-Nya.15

b. Rukyah dengan Zikir Kepada Allah

Sebagaimana diketahui bawha rukyah dengan menggunakan nama-

nama dan sifat-sifat Allah dengan meminta perlindungan kepadanya,

maka hal yang demikian itu dibenarkan oleh Islam. Berikut

penjelasannya menurut beberapa riwayat.

Dalam Shahih Muslim disebutkan riwayat dari Abu Sa`id al-Khudri.

Jibril mendatangi Rasulullah saw lalu bertanya: “Hai Muhammad,

apakah engkau sakit?” beliau menjawab: “Ya”. Jibril berkata:

‫ هللا‬,‫ من شر كل نفس أو عين حاسد‬,‫ من كل شيئ يؤذيك‬,‫باسم هللا أرقيك‬

.‫ باسم هللا أرقيك‬,‫يشفيك‬

“Dengan nama Allah, aku merukyah mu dari segala sesuatu yang

menyakitimu, dan dari kejahatan setiap jiwa atau mata yang dengki.

Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan nama Allah, aku

merukyahmu.16”

Dalam Shahih Muslim disebutkan, dari Utsman bin Abdul `Ash ats-

Tsaqafi, ia pernah mengadu kepada Rasulullah saw mengenai sakit

15
Ibnu al-Qayyim, Ath-Thibbun Nabawi, hal. 272.
16
Shahih Muslim, IV:1718
14

yang dirasakan pada tubuhnya sejak ia masuk Islam. Lalu Rasulullah

saw bersabda:

:‫ وقل سبع مرات‬,‫ باسم هللا ثالثا‬:‫ضع يدك على الذى تألم من جسدك وقل‬

‫أعوذ باهلل وقدرته من شرما أجد و أحاذر‬

“letakkanlah tanganmu di atas anggota tubuhmy yang kamu rasakan

saki, lalu bacalah Bismillah sebanyak tiga kali dan bacalah sebanyak

tujuh kali A`udzubillah wa qudratihi min syarri ma ajidu wa

uhadziru (aku berlindung kepada Allah dan kekuasan-Nya dari

kejahatan apa saja yang aku rasakan dan aku khawatirkan darinya”

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari `Aisyah ra, Nabi memohonkan

perlindungan bagi sebagian istri beliau, kemudian beliau menyentuhkan

tangan kananya dan membaca:

‫ شفاء‬,‫ ال شفاء إال شفاؤك‬,‫ أذهب الباس واشفه وأنت الشافى‬,‫اللهم رب الناس‬

‫ال يغادر سقما‬

“Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah derita, dan sembuhkanlah.

Engkau adalah yang maha menyembuhkan, tidak ada kesembuhan

kecuali kesembuhan dar-Mu, yaitu kesembuhan yang tidak

meninggalkan penyakit (efek samping)”17

17
Shahih Bukhari, VII: 24 dan Shahih Muslim, IV: 1722.
15

2. Membaca al-Qur`an Pada Orang Yang Sakit

Berangkat dari suatu pertanyaan; bolehkah membaca sebagian ayat al-

Qur`an sebagai untuk menyembuhkan pasien yang sakit? Untuk menjawab

pertanyaan ini, maka terdapat beberapa ketentuan.

Dalam Sunan Abu Dawud dan Shahih Ibn Hibban disebutkn bahwa

Rasulullah saw pernah membacakan al-Qur`an pada air untuk Tsabit bin Qais

bin Syammas yang ketika itu sedang sakit, kemudian menuangkan air itu

padanya.18

Diriwayatkan dari `Aisyah RA., ia memperbolehkan pembacaan

ta`awudz (permohonan perlindungan kepada Allah) pada air, kemudian

dituangkan kepada orang yang sakit. Ia juga pernah membaca surat al-Falaq

dan an-Nas pada sebuah bejana air, lalu ia memerintahkan agar

menuangkannya pada orang yang sakit.19

Ibnul Qayyim menerangkan bahwa: “Aku pernah membuat obat dengan

surat al-Fatihah, yakni aku mengambil air zamzam dan aku membacakan surat

al-Fatihah di atasnya berkali-kali, kemudian aku meminumnya. Hasilnya,

akupun merasakan kesembuhan yang sempurna karenanya, sehingga aku selalu

berpedoman padanya ketika sering merasakan sakit, dan aku benar-benar dapat

merasakan manfaatnnya.20

18
Sunan Abu Dawud : VII: 623
19
Tafsir al-Qurthubi, IV: 178
20
16

3. Menulis al-Qur`an Pada Suatu Bejana Yang Berisi Air

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya ia pernah memerintahkan agar

menulis dua ayat al-Qur`an dan beberapa kalimat pada bejana yan berisi air

untuk seorang perempuan yang sedang kesulitas dalam proses

perslinannya, kemudian air itu dibasuhkan dan diminumkan.21

Diriwayatkan bahwa Abu Qilabah pernah menuliskan sebagian ayat al-

Qur`an pada bejana yang berisi air, kemudian dia membasuh dirinya

dengan air itu, dan meminumnya kepada seorang laki-laki yang sedang

sakit.22

Ibnu Taimiyah berkata bahwa diperbolehkan menulis sesuatu dari

Kitabullah dan dzikir-Nya bagi orang yang terkena penyakit dan orang

sakit lainnya dengan menggunakan tinta yang diperbolehkan, lalu

dibasuhkan dan diminumkan kepadanya.23

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ketika seorang perempuan mengalami

kesulitas dalam proses persalinan, kemudian ia menyebutkan dai Abdullah

bin Ahmad bahwa ia berkata: aku pernah melihat ayahku menulis di dalam

bejana air atau sesuatu yang bersih untuk seorang perempuan.24

212121
22
23
24
17

4. Menulis Beberapa Ayat al-Qur`an Pada Tubuh Orang Yang Sakit

Kaitannya dengan metode keempat ini, Ibnu al-Qayyim pernah bercerita

tentang sesuatu yang ditulis untuk sakit mimisan (keluar darah dari

hidung), maka Ibnu Taimiyyah menulis di dahinya:

‫وقيل يآأرض ابلعى ماءك وباسماء وغيض الماء وقضي األمر‬

“Dan difirmankan: hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit (hujan)

berhentilah, dan air pun disurutkan, perintahpun diselesaikan” (Hud: 44)

5. Menggantungkan Tamaim (Jimat) yang Berasal dari Al-Qur`an atau

Lafadz-Lafadz Tertentu

Tamaim adalah bentuk jama` dari tamimah, yang memiliki arti sesuatu

yang digantungkan kepada orang yang sakit, anak kecil, atau binatang

ternak, untuk menolak `ain atau penyakit-penyakit lainnya dengan berbagai

cara.25 Adapun hukum menggunakan zimat ini adalah apabila jiat tersebut

berasal dari al-Qur`an atau do`a-do`a maka hukumnya boleh. Namun,

apabila jimat tersebut dibuat dengan selain al-Qur`an, maka hukumnya

haram.

6. Menulis atau menggantungkan beberapa ayat zikir di dinding

Sejumlah ulama salaf ketika membahas tentang adab-adab yang khusus

terhadap al-Qur`an, maka mereka menetapkan bahwa hukumnya makruh

menulis al-Qur`an di dinding, di dalam masjid, dan lainnya. Namun,

terlepas dari hukumnya makruh, metode ini salah satu metode yang

25
Ibnu Atsir, An-Nihayah, hal. 136-137.
18

digunakan oleh orang terdahulu sebagai media penyembuhan, yaitu dengan

cara menulis ayat-ayat al-Qur`an atau do`a-do`a pada dinding atau tempat

lain dalam rangka mencari keberkahannya.

7. Meletakkan Mushaf di Suatu Tempat

Terkait dengan metode yang ketujuh ini maka yang diaksud dengan

meletakkan mushaf-mushaf yang mulia di tempat tertetu dengan al-Qur`an

adalah agar dapat mendatangkan kebaikan atau menolak bahaya atau

menolak syaitan. Di samping itu juga, mushaf ditaruh di toko untuk

mencari berkah dengannya agar dapat mendatangkan rizki.26

C. Persepsi Masyarakat Terhadap Mantra Qur`ani

Menurut Stephen P. Robbins, persepsi adalah suatu proses di mana

individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka

untuk memberikan makna terhadap lingkungannya.27 Pada hakikatnya,

persepsi merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang saat

memahami informasi tentang lingkungannya, baik melaui penglihatan,

pendengaran, perasaan, maupun penciuman. Kunci untuk memahami persepsi

terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penaksiran yang

unik terhadap situasi dan bukan sebagai pencatatan yang benar terhadap

situasi itu.28

26
Nashir al-Judai`, Tabarruk, hal 323.
27
Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge, Organizational Behavior (New Jersey: Prentice Hall
dan Englewood Cliff,, 1991), hal. 124.
28
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Jakarta: Rajawali, 1993), hal. 127.
19

Menurut Robbins, ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi

seseorang, yaitu penerima persepsi, target, dan situasi. Karakteristik pribadi

penerima, seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapan,

memiliki peranan signifikan dalam pembentukan persepsi seseorang.

Demikian pula dengan karakteristik target yang dipersepsikan, dalam arti

sama-sama memiliki peranan signifikan dalam pembentukan persepsi. Selain

itu, persespi seseorang juga kuat dipengaruhi oleh faktor situasi dan kondisi

yang mengitarinya.29

29
Ibid. Hal. 126.

Anda mungkin juga menyukai