Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abdullah ibn Mas’ud disebutkan,
Artinya: “Dicertikana kepada kami `Amr bin Hafs as-Sudusi, menceritakan `Ashim in
Ali, menceritakan al-Mas`udy, dari `Ashim dari Abi Wail dari Abdilah bin Mas`ud ia
berkata: … Apa yang dipandang baik oleh orang-orang mukmin, maka ia di sisi Allah
pun baik, dan apa saja yang dipandang buruk oleh orang-orang mukmin, maka buruk pula
ia di sisi Allah” Hadis tersebut oleh kalangan ushuliyyindipahami (dijadikan dasar)
bahwa tradisi masyarakat yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’at Islam
dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan hukum Islam (fiqh).
Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al
Harrani, atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah, adalah seorang pemikir
dan ulama Islam dari Harran, Turki. lahir 10 Rabiul Awwal 661 H (22 Januari 1263) –
wafat 22 Dzulqadah 728 H (26 September 1328)). Ibn Taimiyyah adalah pemikir Muslim
yang produktif. Ia menulis mengenai hampir setiap aspek dalam Islam.
Metode penulisan tafsir Ibn Taimiyyah adalah tahlili karena ia menyoroti ayat-
ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di
dalamnya, sesuai urutan bacaan yang terdapat di dalam al-Qur’an Mushaf ‘Utsmani.
Dilihat dari bentuk tinjauan dan kandungan informasinya, tahlili menggunakan metode
al-tafsir bi al-ma’tsur. Tafsir dengan metode ini menggunakan prinsip penafsiran ayat al-
Qur’an dengan ayat al-Qur’an lain, penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapat Rasul,
penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapat sahabat, dan penafsiran ayat al-Qur’an
dengan pendapat Tabi’in.
2) Penelusuran Literature
Dalam agama Islam menyebut adab sebagai sopan santun, hormat, dan
kesesuaian, yang meliputi tindakan seperti memasuki atau meninggalkan kamar kecil,
dan membersihkan diri maupun adab dalam menuntut ilmu. Begitu pentingnya persolan
adab dalam menuntut ilmu tersebut maka dalam makalah ini, adab disini diartikan
sebagai etika akademis-meminjam istilah Prof. Hasan Asarimaka kita jumpai banyak
ulama-ulama terdahulu yang telah menulis kitab yang berkenaan persoalan etika
akademis tersebut. salah satu adab yang perlu diperhatikan adalah dalam mengambil
sumber atau pustaka. Islam sebagai pedoman dan arahan hidup manusia, termasuk
pedoman dalam mencari, mendalami, dan mengembangkan ilmu pengetahuan
Alquran sebagai kitab suci dan petunjuk hidup umat Islam yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW pada 14 abad silam, secara mengagumkan,
mengungkapkan sederet fenomena ilmu pengetahuan yang telah terbukti akurasi dan
kebenarannya. Hal itu berbeda dengan Bible--ajaran Kristen yang justru memiliki banyak
perbedaan pandangan dengan ilmu pengetahuan.
Contoh dari kesesuaian penelitian modern dan Al Quran adalah pentingnya ASI
Dunia kesehatan modern beberapa tahun ini mulai menggaungkan pentingnya pemberian
Air Susu Ibu (ASI). Anjuran itu mulai digalakkan karena ASI memiliki banyak
keunggulan. Secara ilmiah, ASI merupakan makanan bagi bayi yang telah terbukti
memiliki keunggulan dibandingkan dengan susu sapi atau susu yang berasal dari sumber
lain. Alquran telah menyatakan pentingnya pemberian ASI bagi bayi dan batita sejak 14
abad lampau. Dalam surah Albaqarah ayat 233, Allah SWT berfirman, "Para ibu
hendaknya menyusukan anak-anaknya selama 2 tahun penuh. Yaitu, bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuannya. Dan, kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf." Serebrum (otak besar)
Pada surah Al 'Alaq ayat 15-16, Allah SWT berfirman, "Ketahuilah, sungguh jika dia
tidak berhenti (berbuat demikian), niscaya Kami tarik ubun-ubunnya. (Yaitu) ubun-ubun
orang mendustakan lagi durhaka." Ubun-ubun inilah yang disebut para saintis sebagai
serebrum (otak besar). Lalu, apa hubungannya dengan kebohongan dan serebrum? Secara
psikologi, otak besar ini ternyata bertanggung jawab untuk merencanakan, memotivasi,
dan memprakarsai hal yang baik ataupun buruk. Otak besar juga bertanggung jawab atas
kebohongan dan kebenaran yang dikatakan seseorang.
"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
(QS Almu'minun: 14).