Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan Tassawuf
Disusun Oleh :
Abdul Azis Ujung (0206212127)
Edwar Nawansyah PS (0206212140)
M. Fahrul Riza (0206213082)
PRODI HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul” Hadist dan Penjelasan
Tentang Talak dan Rujuk ”. Makalah ini merupakan laporan yang di buat sebagai bagian
dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Sholawat bertangkaikan Salam kita kirimkan kepada
junjungan kita tercinta Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat serta seluruh kaum
muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau. kami menyadari bahwa makalah ini masih
ada kekurangan di sebabkan oleh kedangkalan dalam memahami teori, keterbatasan keahlian,
dana, dan tenaga penulis. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk serta bimbingan
yang telah diberikan kepada kami dapat bernilai Ibadah disisi Alloh SWT. Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis.
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan
masalah................................................................................................. 2
C.
Tujuan...................................................................................................................
.2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Kesimpulan...........................................................................................................
15
DAFTARPUSTAKA................................................................................................
...... 11
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena beberapa hal, yaitu karena
terjadi talak yang dijatuhkan kepada suami kepada istrinya, atau karena perceraian
yang terjadi antara keduanya, atau karena sebab-sebab lain. Hal-hal yang
mengakibatkan putusnya perkawinan akan dijelaskan didalam makalah ini.
Namun disetiap perceraian antara suami dan istri ada kata untuk kembali. Pada
dasarnya rujuk berarti kembali, dan masih bersifat umum maka dari itu dalam
pembahasan kali ini kami akan mencoba membahas atau mengkhususkan arti dari
Talak dan rujuk tersebut ke dalam sebuah pernikahan, kita semua mengetahi bahwa
pernikahan itu ialah sebuah ikatan yang sangat kuat antara laki-laki dan perempuan
(mitsaqah ghalidhon) sebagaimana dalam KHI disebutkan, terlepas dari itu muncul
berbagai permasalahan-permasalahan dalam pernikahan seperti talak, cerai dan rujuk.
Dan untuk menyelesaikannya telah berbagai disiplin ilmu mempelajarinya mulai dari
ilmu perkawinan, UU perkawinan, antropologi keluarga dan fiqih
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hadist dan penjelasan tentang talak ?
2. Bagaimana hadist dan penjelasan tentang rujuk ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hadist dan penjelasan tentang talak
2. Untuk mengetahui hadist dan penjelasan tentang rujuk
2
BAB II
PEMBAHASAN
Analisa Hadis :
Hadis ini menunjukkan bahwa suami yang telah mentalak isterinya sebanyak dua kali,
maka masa iddah si isteri itu ialah dua kali haid. Dua kali haid di sini maksudnya
ialah satu kali haid dan satu kali masa suci setelah haid tersebut. Di mana setelah
3
habis masa suci itu, suami boleh mentalak isterinya dengan sisa satu talak lagi (talak
bai’in) atau sebaliknya yaitu merujuk kembali isterinya. Adapun hikmah
dianjurkannya penantian masa suci yang kedua yaitu agar kebersamaan suami dengan
sang isteri akan menjadi lama, sehingga ada kemungkinan sang suami akan
menggaulinya pada masa itu lalu hilanglah dalam hatinya apa yang menjadi penyebab
pentalakannya, sehingga putus keinginannya untuk mentalak isterinya dan berpaling
agar tetap mempertahankannya (rujuk).
ُ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ ْبغَضُ ْال َحاَل ِل ِإلَى هَّللا ِ الطَّاَل
.ق َ ِ ال َرسُو ُل هَّللا َ َع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن ُع َم َر ق
َ َق ال
Dari Abdullah bin Umar telah berkata bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:“Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.” (HR. Abu Dawud
dan Ibnu Majah).
Lafadh طالق merupakan bentuk masdar dari madli طلقyang secara bahasa memiliki
arti bercerai, berpisah, atau melepaskan ikatan. Sedangkan talak secara istilah yang
dimaksud disini adalah melepaskasn ikatan pertalian nikah dengan lafadh talak atau
sejenisnya. Lafadh َُأ ْبغَض (amat dibenci) dalam hadis di atas mengindikasikan bahwa,
perbuatan talak merupakan suatu hal yang makruh.
َآل طَ ْل َحةِ َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ِر بْنُ َأبِي َش ْيبَةَ َو َعلِ ُّي بْنُ ُم َح َّم ٍد قَااَل َح َّدثَنَا َو ِكي ٌع ع َْن ُس ْفيَانَ ع َْن ُم َح َّم ِد ب ِْن َع ْب ِدالرَّحْ َم ِن َموْ لَى
ِ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل ُمرْ هُ فَ ْليُ َر
اج ْعهَا َ ق ا ْم َرَأتَهُ َو ِه َي َحاِئضٌ فَ َذ َك َر َذلِكَ ُع َم ُر لِلنَّبِ ِّي
َ َّع َْن َسالِ ٍم ع َْن ا ْب ِن ُع َم َرَأنَّهُ طَل
ثُ َّم يُطَلِّ ْقهَا َو ِه َي طَا ِه ٌر َأوْ َحا ِم ٌل
Dari ibnu Umar sesunnguhnya ia telah menceraiakan istrinya dalam keadaan haid.
Lalu Umar bin Khathab menanyakan kejadian tersebut kepada Rasulullah saw., beliau
menjawab kepada Umar: “Perintahkanlah dia untuk merujuknya kembali kemudian
ceraikanlah dia dalam keadaan suci atau hamil.” (HR. Ibnu
Majah).Lafadh فَ ْليُ َرا ِج ْعهَاberasal dari akar kata رجع yang secara bahasa memiliki arti
kembali. Dalam kaitan tentang nikah kata tersebut sering kali diungkapkan dengan
kata ruju’, yang secara istilah telah diartikan mengembalikan istri yang telah ditalak
pada pernikahan asal sebelum diceraiakan. Hadis tersebut mengisyaratkan bahwa
seorang suami dilarang mencerai istrinya pada saat haid, dan suami baru boleh
mentalak istrinya tatkala telah suci atau dalam keadaan hamil, karena dalam hadis ini
Nabi memerintahkan untuk segera meruju’ tatkala Ibnu Umar telah menceraikan
4
istrinya pada saat haid, dan Ibnu Umar baru diperbolehkan menceraikan istrinya pada
saat istrinya dalam keadaan suci atau hamil.
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Harun, mereka berkata: “Telah datang seorang
laki-laki kepada Nabi Saw. Dia berkata, “ Sesungguhnya saya mempunyai istri, dia
termasuk orang yang sangat aku cintai. Dia tidak menolak tangan orang yang
menyentuhnya”, Jawab Rasulullah Saw., “Hendaklah engkau ceraikan saja
perempuan itu”, laki-laki itu berkata “saya tidak kuasa jauh darinya”, Nabi berkata: “
ٍ التَ ْمنَ ُع يَدَال ِمdapat
bersenang-senanglah dengannya.” (HR. An-Nasa’i). Lafadh س
dipahami bahwa, perempuan tersebut adalah seorang wanita yang tidak menjaga
akhlak atau kehormatannya karena dia tidak menolak tangan orang yang
menyentuhnya, sehingga Nabi Saw. memerintahkan untuk menceraikan. Lanjutan
hadis dikatakan bahwa seseorang tersebut tidak kuasa meninggalkannya, lalu Nabi
menjawab: bersenang-senanglah dengannya, ini menggambarkan bahwa Nabi
memperbolehkan tidak menalak pada istrinya tatkala memang ada alasan sangat berat
untuk meninngalkan istrinya. Secara keseluruhan hadis ini bisa diambil pengertian
bahwa seorang suami wajib menalak istrinya tatkala istrinya tidak menjaga akhlaknya
kecuali kalau ada alasan-alasan tertentu.
“Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Bahwa ia menceraikan istrinya dalam keadaan haid
pada masa Rasulullah saw. Lalu Umar bin Khathab menanyakan kejadian tersebut
kepada Rasulullah saw., beliau menjawab kepada Umar: “Perintahkanlah dia untuk
merujuknya kembali kemudian tahanlah sampai ia suci, lalu haid lagi, kemudian suci
lagi. Kemudian setelah itu kalau ingin ia dapat menahannya, dan kalau ingin
(menceraikan) ia juga dapat menceraikannya sebelum menyentuhnya. Itulah masa
5
iddah yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala, supaya perempuan ditalak ketika
itu.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i).
Dalam rumah tangga selalu perselisihan antara suami dan istri sehingga
menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap
kaum kerabat mereka , sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiar untuk
perdamaian tidak dapat di sambung lagi, maka talak (perceraian)itulah jalan satu-
satunya yang menjadi pemisah antara mereka; sebab menurut asalnya hukum talak itu
makruh hukum adanya, Berikut ini klasifikasi talak sebagai berikut :
1. Dari Segi Lafadz
Talak ditinjau dari segi lafadz terbagi menjadi talak sharih (yang dinyatakan
secara tegas) dan talak kinayah (dengan sindiran).
a. Talak sharih
Talak sharih ialah talak yang difahami dari makna perkataan ketika
diharapkan, dan tidak mengandung kemungkinan makna yang lain.
Misalnya, ”Engkau telah tertalak dan dijatuhi talak”. Dan semua kalimat
yang berasal dari lafazh thalaq. Dengan redaksi talak di atas, jatuhlah talak,
baik bergurau, main-main ataupun tanpa niat. Kesimpulan ini didasarkan
pada hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda, ”Ada
tiga hal yang sungguh-sungguh, jadi serius dan gurauannya jadi serius
(juga) : nikah, talak, dan rujuk.” (HR. Hasan dan Tirmidzi).
6
b. Talak kinayah
Talak kinayah ( sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boeh di
artikan untuk perceraian nikah atau yang lain, seperti kata suami, pulanglah
engkau ke rumah keluargamu, atau pergilah dari sini, dan sebagainya.
Kalimat sindiran ini bergantung pada niat, artinya kalau tidak diniatkan
untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak, kalau diniatkan untuk
menjatuhkan talak barulah menjadi talak. Pengertian talak di atas maka
tidak terjadi talak, kecuali diiringi dengan niat. Jadi apabila sang suami
menyertai ucapan itu dengan niat talak maka jatuhlah talak; dan jika tidak
maka tidak terjadi talak.
Dari Aisyah r.a. berkata, Tatkala puteri al-Jaun menikah dengan Rasulullah
saw. dan beliau (kemudian) mendekatinya, ia mengatakan, ”’Auudzubillahi
minka (aku berlindung kepada Allah darimu). Maka kemudian beliau bersabda
kepadanya, ”Sungguh engkau telah berlindung kepada Dzat Yang Maha
Agung, karena itu hendaklah engkau bergabung dengan keluargamu.”
(HR.Shahih, Fathul Bari, dan Nasa’i). Dari Ka’ab bin Malik r.a., ketika ia dan
dua rekannya tidak bicara oleh Nabi saw, karena mereka tidak ikut bersama
beliau pada waktu perang Tabuk, bahwa Rasulullah saw pernah mengirim
utusan menemui Ka’ab (agar menyampaikan pesan Beliau kepadanya),
’Hendaklah engkau menjauhi isterimu!” Kemudian Ka’ab bertanya, ”Saya
harus mentalaknya, ataukah apa yang harus aku lakukan?” Jawab Beliau,
”Sekedar menjauhinya, jangan sekali-kali engkau mendekatinya.” Kemudian
Ka’ab berkata, kepada isterinya, ”Kembalilah engkau kepada keluargamu.”
(Muttafaqun ’alaih).
7
b. Talak Mu’allaq
Talak Mu’allaq ialah seorang suami menjadikan jatuhnya talak bergantung
pada syarat. Misalnya, ia berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ke
tempat, maka engkau ditalak. Hukum talak mu’allaq ini apabila dia
bermaksud hendak menjatuhkan talak ketika terpenuhinya syarat. Maka
jatuh talaknya sebagaimana yang diinginkannya.
Adapun manakala yang dimaksud oleh sang suami dengan talak mu’allaq,
adalah untuk menganjurkan (agar sang isteri) melakukan sesuatu atau
meninggalkan sesuatu atau yang semisalnya, maka ucapan itu adalah sumpah.
Jika apa yang dijadikan bahan sumpah itu tidak terjadi, maka sang suami tidak
terkena kewajiban apa-apa, dan jika terjadi, maka ia wajib membayar kafarah
sumpah.
8
Ialah talak yang di jatuhkan suami pada istrinya, dan istrinya dalam
keadaan haid, atau bermasalah dalam pandangan syar’i. Misalnya seorang
suami mentalak isterinya ketika ia dalam keadaan haidh, atau pada saat suci
namun ia telah mencampurinya ketika itu atau menjatuhkan talak tiga kali
ucap, atau dalam satu majlis.
9
2) Talak ba’in Kubra
Talak ba'in kubra adalah talak yang dijatuhkan suami pada istrinya
bukan lagi talak 1 dan 2 tetapi telah talak 3. dalam hal ini, suami juga
masih boleh kembali dengan istrinya, tetapi dengan catatan, setelah
istrinya menikah dengan orang lain dan bercerai secara wajar. oleh
karena itu nikah seseorang dengan mantan istri orang lain dengan
maksud agar mereka bisa menikah kembali (muhallil) maka ia dilaknat
oleh Rasulullah SAW. dalam salah satu haditsnya.
* Talak 2 : Pernyataan talak yang dijatuhkan sebanyak dua kali dan
memungkinkan suami rujuk dengan istri sebelum selesai masa iddah
* Talak 3 : Pernyataan talak yang bersifat final. Suami dan istri tidak
boleh rujuk lagi, kecuali sang istri pernah dikawini oleh orang lain lalu
diceraikan olehnya.
Hukum talak ada 4 yaitu sebagai berikut :
a. Wajib
1) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
2) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat
untuk perdamaian rumahtangga mereka
3) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik.
4) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami.
b. Haram
1) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas.
2) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi.
3) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada
menuntut harta pusakanya.
4) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi
disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih.
c. Sunat
1) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya.
2) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya.
d. Makruh
10
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan
mempunyai pengetahuan agama.
b. Istri
1) Akad nikah sah
2) Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya
c. Lafaz
1) Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
2) Dengan sengaja dan bukan paksaaan
ِس ْو ِل هللا
ُ ض على َع ْه ِد َر ٌ ق اِ ْم َرَأتَهُ َو ِه َي َحاِئ َ ََّح َدثَنَا القَ ْعنَبِي عَنْ َمالِك عَنْ نَافِع عَنْ َع ْب ِد هللا ابن ُع َمر اَنَّهُ طَل
س ْك َها َحتَّى تَ ْط ُه َر ثم
ِ ثُ َّم ليُ ْم,اج ْع َها
ِ س ْو ُل هللاِ ُم ْرهُ فَ ْليُ َرُ سو َل هللاِ عَنْ َذلِ َك فَقَا َل َر َ ُسَأ َل ُع َم ُر ابْن
ِ الخطَّا
ُ ب َر َ َ ف.صلعم
ق لَ َها َ ِّ فَتِ ْلكَ ال ِع َّدةُ التي َأ َم َر هللا ُاَنْ تُطَل,س
َّ ق قَ ْب َل َأنْ َي َم
ْ ِّسكْ بَ ْع َد َذلِ َك َواِنْ شَا َء طَل
ِ ض ثم تَ ْط ُه َر ثم اِنْ شَا َء اَ ْم
َ تَ ِح ْي
سا َء َ ِّالن
Al-Qa’nabi bercerita kepada kami dari Malik dari Nafi’ dari Abdillah ibnu Umar,
bahwa beliau mentalak istrinya sedang dia dalam keadaan datang bulan dimasa Rasul
SAW. kemudian Umar Ibnu Al-Khattab menanyakan hal itu pada Rasul SAW, lalu
Rasul bersabda: temui dia! Kemudian suruh merujuk kembali, kemudian biarkan
istrinya sampai masa suci, kemudian menjalani masa haid, lalu masa suci, setelah itu
jika ia mau, maka setelah itu, biarkan dia tetap menjadi istrinya, dan jika ia mau boleh
mentalak sebelum digauli. Masa iddah inicmerupakan perintah Allah SWT. Jika
mentalak istri-istrinya. (H. R. Abu Daud).
11
Hadist diatas berawal dari kisah abdullah bin umar yang menceraikan istrinya
yaitu Aminah binti Ghiffar al-Nawwar di waktu haid kemudian oleh ayahnya yaitu
umar bin khattab hal itu dalaporkan kepada rasulllah. Reaksi rasul ketika mendengar
cerita umar adalah menyuruhnya untuk memerintahkan pada anaknya agar merujuk
istrinya dan menunggu sampai dua kali suci dan satu kali haid jika memeng ingin
mencerikannya atau meneruskan perkawinannya. Dari keterangan di atas dapat
diambil kesimpulan bahwsasannya mentalak istri dalam keadaan haidh adalah
dilarang oleh agama atau syariat, hal tersebut biasa dibuktikan dengan perintah
rasulullah yang menyuruh abdullah bin umar via umar bin khattab u nti\uk merujuk
istrinya yang notabene ia cereikan dimasa haid. Hadist tersebut secara eksplisit
menyinggung tentang pelaksanaan rujuk sebagaimana yng disinggung oleh taqiyuddin
abu bakar dalam kifayatul akhyar bahwa hadist di atas menjadi rujukan dan dasar
tentang pensayariatan rujuk. Sedangkan menurut As-Syafi'i bahwa tenggang waktu
yang di tentukan dalam hadist di atas itu adalah merupakan manifestasi dali nash al-
Qur'an yamnh berbunyi tiga kali sucian sebagaiman yang dikutib oleh At-Thahawi.
Lebih lanjut menurut As-Syafi'i bahwa filosofis dari penentuan itu adalah untuk
mengetahui keadaan rahim sang istri.
ْ ُ َو لَ ْم ي،ُاج َع ا ْم َرَأتَه
فِى: فَقَا َل،ْش ِهد َ ص ْي ٍن رض سُِئ َل َع َّمنْ َر َ اَنَّ ِع ْم َرانَ بْنَ ُح:و اخرجه البيهقى بلفظ
َستَ ْغفِ ِر هللا
ْ َو َي: و زاد الطبرانى فى رواية. َش ِه ِد ْاآلن ْ ُسنَّ ٍة فَ ْلي
ُ َغ ْي ِر.
البخارى و مسلم. ُم ْرهُ فَ ْليُ َرا ِج ْع َها:ق ا ْم َرَأتَهُ قَا َل النَّبِ ُّي ص لِ ُع َر
َ ََّع ِن ا ْب ِن ُع َم َر رض اَنَّهُ لَ َّما طَل
12
َ ش ِه ْد َعلَى
طالَقِ َها َو الَ َعلَى ْ ُق ا ْم َرَأتَهُ ثُ َّم َيقَ ُع ِب َها َو لَ ْم يُ ّص ْي ٍن اَنَّهُ سُِئ َل َع ِن ال َّر ُج ِل يُطَل
َ عَنْ ِع ْم َرانَ ْب ِن ُح
ابو داود و ابن.ْطالَقِ َها َو َعلَى َر ْج َعتِ َها َو الَ تَ ُعد َ ش َه ْد َعلَى ْ ِ ا،سنَّ ٍة
ُ اجعْتَ لِ َغ ْي ِر َ سنَّ ٍة َو َر َ : فَقَا َل،َر ْج َعتِ َها
ُ طلَّ ْقتَ لِ َغ ْي ِر
حبان و لم يقل و ال تعد
Dari ‘Imran bin Hushain bahwa ia pernah ditanya tentang laki-laki yang
menthalak istrinya kemudian ia tetap mencampurinya, sedang ia ketika menthalak itu
tidak ada saksinya, demikian pula rujuknya. Kemudian ia menjawab, “Kamu
menthalak tidak menurut sunnah (Nabi) dan merujuk (juga) tidak menurut sunnah.
Adakanlah saksi ketika menthalak dan merujuk dan janganlah kamu ulangi (perbuatan
seperti itu). [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, sedang Ibnu Majah tidak berakata,
“Jangan kamu ulangi”.]
َّ فَطَلَّقَنِى فَبَت،َ ُك ْنتُ ِع ْن َد ِرفَا َعة: ْت ا ْم َرَأةُ ِرفَا َعةَ ْالقُ َر ِظ ّي اِلَى النَّبِ ّي ص فَقَالَت ِ َجا َء: ْشةَ قَالَت َ عَنْ عَاِئ
اَتُ ِر ْي ِديْنَ اَنْ ت َْر ِج ِعى اِلَى: فَقَا َل،ب ِ َو اِنَّ َما َم َعهُ ِم ْث ُل َه ْدبَ ِة الثَّ ْو،الزبَ ْي ِر
ُّ َ فَتَ َز َّو ْجتُ بَ ْع َدهُ َع ْب َد ال َّر ْحم ِن بْن،طَالَقِى
الجماعة.س ْيلَت َِك َ ق ُع َ س ْيلَتَهُ َو يَ ُذ ْو
َ ِرفَا َعةَ؟ الَ َحتَّى تَ ُذ ْوقِى ُع
ِ س ْيلَةُ ِه َي ْا
احمد و النسائى.ُلج َماع َ اَ ْل ُع:شةَ اَنَّ النَّبِ َّي ص قَا َل
َ عَنْ عَاِئ
Kata rujuk berasal dari kata bahasa arab yaitu “raja’a-yarji’i,rujk’an” yang
berarti kembali dan mengembalikan, sedangkan secara terminologi, rujuk artinya
kembalinya seorang suami kepada istrinya yang di talak raj’i, tanpa melalui
13
perkawinan dalam masa iddah. Rujuk disini adalah mengembalikan status hukum
perkawinan secara penuh. Berikut ini adalah hukum rujuk sebagai berikut :
a. Wajib, khusus bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu, jika salah
seorang di talak sebelum gilirannya di sempurnakan nya.
b. Haram, apabila rujuk itu istri lebih menderita.
c. Makruh jika diteruskan, bercerai akan lebih abik bagi suami istri.
d. Sunnah jika rujuk akan membuat lebih baik dan mafaat bagi suami istri.
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hadis di atas dijelaskan, talak tiga yang disebutkan dalam hadis Fathimah
binti Qais bukanlah talak yang dijatuhkan sekaligus, karena sebelumnya suaminya
pernah mentalaknya sebanyak dua kali, lalu mentalaknya lagi untuk ketiga
kalinya. Setelah Fathimah binti Qais ditalak tiga oleh suaminya, sekarang ia
menjalani masa iddahnya. Mula-mula ia ber-iddah di satu rumah, tetapi lantaran
takut akan didatangi oleh beberapa peminang disebabkan karena dirinya telah
menjanda, maka ia minta izin kepada Rasulullah Saw untuk berpindah dari situ
agar terhindar dari fitnah orang-orang. Dan Rasulullah-pun mengizinkannya,
sehingga Fathimah terhindar dari kemudharatan tersebut.
Hadist tersebut secara eksplisit menyinggung tentang pelaksanaan rujuk
sebagaimana yng disinggung oleh taqiyuddin abu bakar dalam kifayatul akhyar
bahwa hadist di atas menjadi rujukan dan dasar tentang pensayariatan rujuk.
Sedangkan menurut As-Syafi'i bahwa tenggang waktu yang di tentukan dalam
hadist di atas itu adalah merupakan manifestasi dali nash al-Qur'an yamnh
berbunyi tiga kali sucian sebagaiman yang dikutib oleh At-Thahawi. Lebih lanjut
menurut As-Syafi'i bahwa filosofis dari penentuan itu adalah untuk mengetahui
keadaan rahim sang istri.
15
DAFTAR PUSTAKA
asy-Syafi’I, Al-Imam , Al-umm Kitab Induk , Kuala Lumpur: Victory Agencie, 1982.
Malik Kamal, Abu bin as-Sayyid Salam, Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka At-Tazkia,
2006.
16