Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Hadist dan Penjelasan Tentang Talak dan Rujuk

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan Tassawuf

Dosen Pengampu: Drs. Hasbullah Dja`far,M.A

Disusun Oleh :
Abdul Azis Ujung (0206212127)
Edwar Nawansyah PS (0206212140)
M. Fahrul Riza (0206213082)

PRODI HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul” Hadist dan Penjelasan
Tentang Talak dan Rujuk ”. Makalah ini merupakan laporan yang di buat sebagai bagian
dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Sholawat bertangkaikan Salam kita kirimkan kepada
junjungan kita tercinta Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat serta seluruh kaum
muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau. kami menyadari bahwa makalah ini masih
ada kekurangan di sebabkan oleh kedangkalan dalam memahami teori, keterbatasan keahlian,
dana, dan tenaga penulis. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk serta bimbingan
yang telah diberikan kepada kami dapat bernilai Ibadah disisi Alloh SWT. Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis.

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar
belakang....................................................................................................... 1

B. Rumusan
masalah................................................................................................. 2

C.
Tujuan...................................................................................................................
.2

BAB II PEMBAHASAN

A. Hadist dan penjelasan tantang talak...................................................................... 3


B. Hadist dan penjelasan tentang rujuk..................................................................... 11

BAB III PENUTUP

A.
Kesimpulan...........................................................................................................
15

DAFTARPUSTAKA................................................................................................
...... 11

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Pada dasarnya perceraian itu adalah hal yang di bolehkan tetapi hal tersebut
adalah hal yang dibenci olah Allah SWT. Maka dari itu, sebisa mungkin manusia
menghindari perceraian tersebut. Tetapi apabaila sudan terlanjur bercerai, maka
haruslah kita berpikir kembali tentang apa yang sudah diputuskan karena suami
mempunyai hak, yaitu hak merujuk kepada istri yang sudah terlanjur di ceraikan.

Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena beberapa hal, yaitu karena
terjadi talak yang dijatuhkan kepada suami kepada istrinya, atau karena perceraian
yang terjadi antara keduanya, atau karena sebab-sebab lain. Hal-hal yang
mengakibatkan putusnya perkawinan akan dijelaskan didalam makalah ini.

Namun disetiap perceraian antara suami dan istri ada kata untuk kembali. Pada
dasarnya rujuk berarti kembali, dan masih bersifat umum maka dari itu dalam
pembahasan kali ini kami akan mencoba membahas atau mengkhususkan arti dari
Talak dan rujuk tersebut ke dalam sebuah pernikahan, kita semua mengetahi bahwa
pernikahan itu ialah sebuah ikatan yang sangat kuat antara laki-laki dan perempuan
(mitsaqah ghalidhon) sebagaimana dalam KHI disebutkan, terlepas dari itu muncul
berbagai permasalahan-permasalahan dalam pernikahan seperti talak, cerai dan rujuk.
Dan untuk menyelesaikannya telah berbagai disiplin ilmu mempelajarinya mulai dari
ilmu perkawinan, UU perkawinan, antropologi keluarga dan fiqih

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hadist dan penjelasan tentang talak ?
2. Bagaimana hadist dan penjelasan tentang rujuk ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hadist dan penjelasan tentang talak
2. Untuk mengetahui hadist dan penjelasan tentang rujuk

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadist dan PenjelasanTentang Talak


Hadis Tentang Talaq

:‫ قَا َل‬,‫ َوَأ َخافُ َأنْ يُ ْقت ََح َم َعلَ َّي‬,‫ث‬


ً ‫زَو ِجي طَلَّقَنِي ثَاَل‬ ُ ‫ (يَا َر‬: ْ‫س قَالَت‬
ْ َّ‫سواَل هللِ! إن‬ ِ ‫َوعَنْ فَا ِط َمةَ بِ ْن‬
ٍ ‫ت قَ ْي‬
ْ ‫فَت ََح َّولَتْ ) َر َواهُ ُم‬ , ‫فََأ َم َرهَا‬
‫سلِ ٌم‬

Artinya: “Fathimah Binti Qais berkata : Aku berkata : Wahai Rasulullah, suamiku


telah mentalakku dengan tiga talak, aku takut ada orang mendatangiku. Maka beliau
menyuruhnya pindah dan ia kemudian pindah. (HR. Muslim).
Dari hadis di atas dijelaskan, talak tiga yang disebutkan dalam hadis Fathimah
binti Qais bukanlah talak yang dijatuhkan sekaligus, karena sebelumnya suaminya
pernah mentalaknya sebanyak dua kali, lalu mentalaknya lagi untuk ketiga kalinya.
Setelah Fathimah binti Qais ditalak tiga oleh suaminya, sekarang ia menjalani masa
iddahnya. Mula-mula ia ber-iddah di satu rumah, tetapi lantaran takut akan didatangi
oleh beberapa peminang disebabkan karena dirinya telah menjanda, maka ia minta
izin kepada Rasulullah Saw untuk berpindah dari situ agar terhindar dari fitnah orang-
orang. Dan Rasulullah-pun mengizinkannya, sehingga Fathimah terhindar dari
kemudharatan tersebut.
Hadis Mentalak Isteri dan Masa Iddahnya

‫َان) َر َواهُ الدَّا َرقُ ْطنِ ُّي‬


ِ ‫ضت‬ َ ‫ َو ِع َّدتُ َه‬,‫ق اَأْل َم ِة تَ ْطلِ ْيقَتَا ِن‬
َ ‫اح ْي‬ ُ ‫ (طَاَل‬: ‫ض َي هللاُ َع ْن ُه َما قَا َل‬
ِ ‫َو َع ِن اِ ْب ِن ُع َم َر َر‬
َ ‫َوَأ ْخ َر َجهُ َم ْرفُوعًا َو‬
ُ‫ضعَّفَه‬

Artinya:“Ibnu Umar Radliyallahu’anhu berkata : Talak budak perempuan ialah


dua kali dan masa iddahnya dua kali haid. (HR. Daruquthni dengan marfu’ dan iapun
menilainya dhaif).

Analisa Hadis :
Hadis ini menunjukkan bahwa suami yang telah mentalak isterinya sebanyak dua kali,
maka masa iddah si isteri itu ialah dua kali haid. Dua kali haid di sini maksudnya
ialah satu kali haid dan satu kali masa suci setelah haid tersebut. Di mana setelah

3
habis masa suci itu, suami boleh mentalak isterinya dengan sisa satu talak lagi (talak
bai’in) atau sebaliknya yaitu merujuk kembali isterinya. Adapun hikmah
dianjurkannya penantian masa suci yang kedua yaitu agar kebersamaan suami dengan
sang isteri akan menjadi lama, sehingga ada kemungkinan sang suami akan
menggaulinya pada masa itu lalu hilanglah dalam hatinya apa yang menjadi penyebab
pentalakannya, sehingga putus keinginannya untuk mentalak isterinya dan berpaling
agar tetap mempertahankannya (rujuk).

ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ ْبغَضُ ْال َحاَل ِل ِإلَى هَّللا ِ الطَّاَل‬
.‫ق‬ َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن ُع َم َر ق‬
َ َ‫ق‬ ‫ال‬

Dari Abdullah bin Umar telah berkata bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda:“Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.” (HR. Abu Dawud
dan Ibnu Majah).
Lafadh ‫طالق‬ merupakan bentuk masdar dari madli  ‫طلق‬yang secara bahasa memiliki
arti bercerai, berpisah, atau melepaskan ikatan. Sedangkan talak secara istilah yang
dimaksud disini adalah melepaskasn ikatan pertalian nikah dengan lafadh talak atau
sejenisnya. Lafadh  ُ‫َأ ْبغَض‬ (amat dibenci) dalam hadis di atas mengindikasikan bahwa,
perbuatan talak merupakan suatu hal yang makruh.

َ‫آل طَ ْل َحة‬ِ ‫َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ِر بْنُ َأبِي َش ْيبَةَ َو َعلِ ُّي بْنُ ُم َح َّم ٍد قَااَل َح َّدثَنَا َو ِكي ٌع ع َْن ُس ْفيَانَ ع َْن ُم َح َّم ِد ب ِْن َع ْب ِدالرَّحْ َم ِن َموْ لَى‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل ُمرْ هُ فَ ْليُ َر‬
‫اج ْعهَا‬ َ ‫ق ا ْم َرَأتَهُ َو ِه َي َحاِئضٌ فَ َذ َك َر َذلِكَ ُع َم ُر لِلنَّبِ ِّي‬
َ َّ‫ع َْن َسالِ ٍم ع َْن ا ْب ِن ُع َم َرَأنَّهُ طَل‬
‫ثُ َّم يُطَلِّ ْقهَا َو ِه َي طَا ِه ٌر َأوْ َحا ِم ٌل‬

Dari ibnu Umar sesunnguhnya ia telah menceraiakan istrinya dalam keadaan haid.
Lalu Umar bin Khathab menanyakan kejadian tersebut kepada Rasulullah saw., beliau
menjawab kepada Umar: “Perintahkanlah dia untuk merujuknya kembali kemudian
ceraikanlah dia dalam keadaan suci atau hamil.” (HR. Ibnu
Majah).Lafadh ‫فَ ْليُ َرا ِج ْعهَا‬berasal dari akar kata ‫رجع‬ yang secara bahasa memiliki arti
kembali. Dalam kaitan tentang nikah kata tersebut sering kali diungkapkan dengan
kata ruju’, yang secara istilah telah diartikan mengembalikan istri yang telah ditalak
pada pernikahan asal sebelum diceraiakan. Hadis tersebut  mengisyaratkan bahwa
seorang suami dilarang mencerai istrinya pada saat haid, dan suami baru boleh
mentalak istrinya tatkala telah suci atau dalam keadaan hamil, karena dalam hadis ini
Nabi memerintahkan untuk segera meruju’ tatkala Ibnu Umar telah menceraikan

4
istrinya pada saat haid, dan Ibnu Umar baru  diperbolehkan menceraikan istrinya pada
saat istrinya dalam keadaan suci atau hamil.

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬


َ ِ ‫ُول هَّللا‬
ِ ‫ َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى َرس‬: ‫س َوهَا ُرونُ لَ ْم يَرْ فَ ْعهُ قَااَل‬ ٍ ‫س َع ْب ُد ْال َك ِر ِيم يَرْ فَ ُعهُ ِإلَى ا ْب ِن َعبَّا‬ٍ ‫ع َْن اب ِْن َعبَّا‬
َ َ‫س قَا َل طَلِّ ْقهَا قَا َل اَل َأصْ بِ ُر َع ْنهَا ق‬
‫ال‬ ِ َّ‫ال ِإ َّن ِع ْن ِدي ا ْم َرَأةً ِه َي ِم ْن َأ َحبِّ الن‬
َّ َ‫اس ِإل‬
ٍ ‫ي َو ِه َي اَل تَ ْمنَ ُع يَ َد اَل ِم‬ َ َ‫َو َسلَّ َم فَق‬
‫ا ْستَ ْمتِ ْع بِهَا‬

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Harun, mereka berkata: “Telah datang seorang
laki-laki kepada Nabi Saw. Dia berkata, “ Sesungguhnya saya mempunyai istri, dia
termasuk orang yang sangat aku cintai. Dia  tidak menolak tangan orang yang
menyentuhnya”, Jawab Rasulullah Saw., “Hendaklah engkau ceraikan saja
perempuan itu”, laki-laki itu berkata “saya tidak kuasa jauh darinya”, Nabi berkata: “
ٍ ‫التَ ْمنَ ُع يَدَال ِم‬dapat
bersenang-senanglah dengannya.” (HR. An-Nasa’i). Lafadh  ‫س‬
dipahami bahwa, perempuan tersebut adalah seorang wanita yang tidak menjaga
akhlak atau kehormatannya karena dia tidak menolak tangan orang yang
menyentuhnya, sehingga Nabi Saw. memerintahkan untuk menceraikan. Lanjutan
hadis dikatakan bahwa seseorang tersebut tidak kuasa meninggalkannya, lalu Nabi
menjawab: bersenang-senanglah dengannya, ini menggambarkan bahwa Nabi
memperbolehkan tidak menalak pada istrinya tatkala memang ada alasan sangat berat
untuk meninngalkan istrinya. Secara keseluruhan hadis ini bisa diambil pengertian
bahwa seorang suami wajib menalak istrinya tatkala istrinya tidak menjaga akhlaknya
kecuali kalau ada alasan-alasan tertentu. 

َ ََّ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ُع َم َر رضى هللا عنهما َأنَّهُ طَل‬


  ‫ صلى هللا عليه وسلم‬ ِ ‫ق ا ْم َرَأتَهُ َو ْه َى َحاِئضٌ َعلَى َع ْه ِد َرسُو ِل هَّللا‬
ُ‫ ُمرْ ه‬ ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ ِ‫ب َرسُو َل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم ع َْن َذل‬
َ َ‫ك فَق‬ ِ ‫فَ َسَأ َل ُع َم ُر بْنُ ْال َخطَّا‬
، َّ‫ق قَ ْب َل َأ ْن يَ َمس‬ ْ ‫ ثُ َّم ت‬، ‫يض‬
َ ‫ ثُ َّم ِإ ْن َشا َء َأ ْم َسكَ بَ ْع ُد َوِإ ْن َشا َء‬، ‫َطهُ َر‬
َ َّ‫طل‬ ْ ‫ ثُ َّم لِيُ ْم ِس ْكهَا َحتَّى ت‬، ‫اج ْعهَا‬
َ ‫َطه َُر ثُ َّم تَ ِح‬ ِ ‫فَ ْليُ َر‬
َ َّ‫ك ْال ِع َّدةُ الَّتِى َأ َم َر هَّللا ُ َأ ْن تُطَل‬
‫ق لَهَا النِّ َسا ُء‬ َ ‫فَتِ ْل‬

“Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Bahwa ia menceraikan istrinya dalam keadaan haid
pada masa Rasulullah saw. Lalu Umar bin Khathab menanyakan kejadian tersebut
kepada Rasulullah saw., beliau menjawab kepada Umar: “Perintahkanlah dia untuk
merujuknya kembali kemudian tahanlah sampai ia suci, lalu haid lagi, kemudian suci
lagi. Kemudian setelah itu kalau ingin ia dapat menahannya, dan kalau ingin
(menceraikan) ia juga dapat menceraikannya sebelum menyentuhnya. Itulah masa

5
iddah yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala, supaya perempuan ditalak ketika
itu.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i).

Talak secara etimologi adalah melepas ikatan, sedangkan secara terminologi


adalah melepas ikatan perkawinan dengan lafad talak atau yang semakna, atau
menghilangkan ikatan perkawinan dengan seketika atau rentang waktu jarak tertentu
dengan menggunakan lafad tertentu. Yang dimaksud disini ialah melepaskan ikatan
pernikahan. Tujuan dari sebuah pernikahan itu ialah :
a. Untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna.
b. Suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan.
c. Sebagai suatu tali yang amat teguh guna memperkokoh tali persaudaraan antara
kerabat laki-laki (suami) dengan kerabat perempuan (istri)

Dalam rumah tangga selalu perselisihan antara suami dan istri sehingga
menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap
kaum kerabat mereka , sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiar untuk
perdamaian tidak dapat di sambung lagi, maka talak (perceraian)itulah jalan satu-
satunya yang menjadi pemisah antara mereka; sebab menurut  asalnya hukum talak itu
makruh hukum adanya, Berikut ini klasifikasi talak sebagai berikut :
1.  Dari Segi Lafadz
Talak ditinjau dari segi lafadz terbagi menjadi talak sharih (yang dinyatakan
secara tegas) dan talak kinayah (dengan sindiran).
a. Talak sharih
Talak sharih ialah talak yang difahami dari makna perkataan ketika
diharapkan, dan tidak mengandung kemungkinan makna yang lain.
Misalnya, ”Engkau telah tertalak  dan dijatuhi talak”. Dan semua kalimat
yang berasal dari lafazh thalaq. Dengan redaksi talak di atas, jatuhlah talak,
baik bergurau, main-main ataupun tanpa niat. Kesimpulan ini didasarkan
pada hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda, ”Ada
tiga hal  yang sungguh-sungguh, jadi serius dan gurauannya jadi serius
(juga) : nikah, talak, dan rujuk.” (HR. Hasan dan Tirmidzi).

6
b. Talak kinayah
Talak kinayah ( sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boeh di
artikan untuk perceraian nikah atau yang lain, seperti kata suami, pulanglah
engkau ke rumah keluargamu, atau pergilah dari sini, dan sebagainya.
Kalimat sindiran ini bergantung pada niat, artinya kalau tidak diniatkan
untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak, kalau diniatkan untuk
menjatuhkan talak barulah menjadi talak. Pengertian talak di atas maka
tidak terjadi talak, kecuali diiringi dengan niat. Jadi apabila sang suami
menyertai ucapan itu dengan niat talak maka jatuhlah talak; dan jika tidak
maka tidak terjadi talak.

Dari Aisyah r.a. berkata, Tatkala puteri al-Jaun menikah dengan Rasulullah
saw. dan beliau (kemudian) mendekatinya, ia mengatakan, ”’Auudzubillahi
minka (aku berlindung kepada Allah darimu). Maka kemudian beliau bersabda
kepadanya, ”Sungguh engkau telah berlindung kepada Dzat  Yang Maha
Agung, karena itu hendaklah engkau bergabung dengan keluargamu.”
(HR.Shahih, Fathul Bari, dan Nasa’i). Dari Ka’ab bin Malik r.a., ketika ia dan
dua rekannya tidak bicara  oleh Nabi saw, karena mereka tidak ikut bersama
beliau pada waktu perang Tabuk, bahwa Rasulullah saw pernah mengirim
utusan menemui Ka’ab (agar menyampaikan pesan Beliau kepadanya),
’Hendaklah engkau menjauhi isterimu!” Kemudian Ka’ab bertanya, ”Saya
harus mentalaknya, ataukah apa yang harus aku lakukan?” Jawab Beliau,
”Sekedar menjauhinya, jangan sekali-kali engkau mendekatinya.” Kemudian
Ka’ab berkata, kepada isterinya, ”Kembalilah engkau kepada keluargamu.”
(Muttafaqun ’alaih).

2. Dari Sudut Ta’liq dan Tanjiz


Talak berbentuk Munajazah dan berbentuk mu’allaqah.
a. Talak Munajazah
Talak Munajazah ialah pernyataan talak yang sejak dikeluarkannya
pernyataan tersebut pengucap bermaksud untuk mentalak, sehingga ketika
itu juga jatuhlah talak. Misalnya: ia berkata kepada isterinya : “Engkau
tertalak”. Hukum talak munajazah ini terjadi sejak itu juga, ketika
diucapkan oleh orang yang bersangkutan dan tepat sasarannya.

7
b. Talak Mu’allaq
Talak Mu’allaq ialah seorang suami menjadikan jatuhnya talak bergantung
pada syarat. Misalnya, ia berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ke
tempat, maka engkau ditalak. Hukum talak mu’allaq ini apabila dia
bermaksud hendak menjatuhkan talak ketika terpenuhinya syarat. Maka
jatuh talaknya sebagaimana yang diinginkannya.

Adapun manakala yang dimaksud oleh sang suami dengan talak mu’allaq,
adalah untuk menganjurkan (agar sang isteri) melakukan sesuatu atau
meninggalkan sesuatu atau yang semisalnya, maka ucapan itu adalah sumpah.
Jika apa yang dijadikan bahan sumpah itu tidak terjadi, maka sang suami tidak
terkena kewajiban apa-apa, dan jika terjadi, maka ia wajib membayar kafarah
sumpah.

3. Dari Segi Argumentasi


Talak terbagi kepada talak sunni dan talak bid’i.
a. Talak sunni
Ialah seorang suami menceraikan isterinya yang sudah pernah
dicampurinya sekali talak, pada saat isterinya sedang suci dari darah haidh
yang mana pada saat tersebut ia belum mencampurinya. Firman Allah SWT
yang artinya : ”Hai Nabi apabila kamu akan menceraikan isteri-isterimu,
maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya yang wajar.” (QS.At-Thalaq:1). Nabi saw
menjelaskan maksud ayat di atas sebagai berikut : Ketika Ibnu Umar
menjatuhkan talak pada isterinya yang sedang haidh, maka Umar bin
Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw lalu beliau
menjawab, ”Perintahkan anakmu supaya ruju’ (kembali) kepada isterinya
itu kemudian teruskanlah pernikahan tersebut hingga ia suci dari haidh, lalu
haidh kembali dan kemudian suci dari haidh yang kedua. Lalu jika
berkehendak ia boleh menceraikannya sebelum ia diceraikan.” (Muttafaqun
’alaih)
b. Talak Bi’i

8
Ialah talak yang di jatuhkan suami pada istrinya, dan istrinya dalam
keadaan haid, atau bermasalah dalam pandangan syar’i. Misalnya seorang
suami mentalak isterinya ketika ia dalam keadaan haidh, atau pada saat suci
namun ia telah mencampurinya ketika itu atau menjatuhkan talak tiga kali
ucap, atau dalam satu majlis.

4. Dari Segi Boleh Tidaknya Rujuk


Talak terbagi menjadi dua yaitu talak raj’i (suami berhak untuk rujuk) dan talak
ba’in (tak ada lagi hak suami untuk rujuk kepada isterinya).
a. Talak Raj’i
Talak raj’i adalah talak isteri yang sudah didukhul (dicampuri) tanpa
menerima pengembalian mahar dari isteri dan sebagai talak pertama atau
talak kedua. Wanita yang dijatuhi talak raj’i suami berhak untuk rujuk dan
dia berstatus sebagai isteri yang sah selama dalam masa iddah, dan bagi
suami berhak untuk rujuk kepadanya pada waktu kapan saja selama dalam
massa iddah dan tidak dipersyaratkan harus mendapat ridha dari pihak isteri
dan tidak pula izin dari walinya.  Allah SWT berfirman yang artinya:
”Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru’. Tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya jika mereka beriman  kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-
suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti (berakhirnya masa
iddah) itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah.” (Al-
Baqarah:228).
b. Talak Ba’in
Talak ba’in ialah Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang
ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami
hanya boleh merujuk setelah isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya
menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis idah
dengan suami barunya. Talak ba’in di bagi menjadi 2 yaitu Talak ba’in
sugrhra dan talak ba’in kubra :
1) Talak Ba’in Sughra
Talak ba'in sughra adalah talak yang dijatuhkan suami pada istrinya
(talak 1 dan 2) yang telah habis masa iddahnya. suami boleh rujuk lagi
dengan istrinya, tetapi dengan aqad dan mahar yang baru.

9
2) Talak ba’in Kubra
Talak ba'in kubra adalah talak yang dijatuhkan suami pada istrinya
bukan lagi talak 1 dan 2 tetapi telah talak 3. dalam hal ini, suami juga
masih boleh kembali dengan istrinya, tetapi dengan catatan, setelah
istrinya menikah dengan orang lain dan bercerai secara wajar. oleh
karena itu nikah seseorang dengan mantan istri orang lain dengan
maksud agar mereka bisa menikah kembali (muhallil) maka ia dilaknat
oleh Rasulullah SAW. dalam salah satu haditsnya.
* Talak 2 : Pernyataan talak yang dijatuhkan sebanyak dua kali dan
memungkinkan suami rujuk dengan istri sebelum selesai masa iddah
* Talak 3 : Pernyataan talak yang bersifat final. Suami dan istri tidak
boleh rujuk lagi, kecuali sang istri pernah dikawini oleh orang lain lalu
diceraikan olehnya.
Hukum talak ada 4 yaitu sebagai berikut :
a. Wajib
1) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
2) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat
untuk perdamaian rumahtangga mereka
3) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik.
4) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami.

b. Haram
1) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas.
2) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi.
3) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada
menuntut harta pusakanya.
4) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi
disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih.

c. Sunat
1) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya.
2) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya.

d. Makruh

10
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan
mempunyai pengetahuan agama.

Berikut ini merupakan rukun talak :


a. Suami :
1) Berakal
2) Baligh
3) Dengan kerelaan sendiri.

b. Istri
1) Akad nikah sah
2) Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya

c. Lafaz
1) Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
2) Dengan sengaja dan bukan paksaaan

B. Hadist dan Penjelasan Tentang Rujuk

ِ‫س ْو ِل هللا‬
ُ ‫ض على َع ْه ِد َر‬ ٌ ‫ق اِ ْم َرَأتَهُ َو ِه َي َحاِئ‬ َ َّ‫َح َدثَنَا القَ ْعنَبِي عَنْ َمالِك عَنْ نَافِع عَنْ َع ْب ِد هللا ابن ُع َمر اَنَّهُ طَل‬
‫س ْك َها َحتَّى تَ ْط ُه َر ثم‬
ِ ‫ ثُ َّم ليُ ْم‬,‫اج ْع َها‬
ِ ‫س ْو ُل هللاِ ُم ْرهُ فَ ْليُ َر‬ُ ‫سو َل هللاِ عَنْ َذلِ َك فَقَا َل َر‬ َ ُ‫سَأ َل ُع َم ُر ابْن‬
ِ ‫الخطَّا‬
ُ ‫ب َر‬ َ َ‫ ف‬.‫صلعم‬
‫ق لَ َها‬ َ ِّ‫ فَتِ ْلكَ ال ِع َّدةُ التي َأ َم َر هللا ُاَنْ تُطَل‬,‫س‬
َّ ‫ق قَ ْب َل َأنْ َي َم‬
ْ ِّ‫سكْ بَ ْع َد َذلِ َك َواِنْ شَا َء طَل‬
ِ ‫ض ثم تَ ْط ُه َر ثم اِنْ شَا َء اَ ْم‬
َ ‫تَ ِح ْي‬
‫سا َء‬ َ ِّ‫الن‬

Al-Qa’nabi bercerita kepada kami dari Malik dari Nafi’ dari Abdillah ibnu Umar,
bahwa beliau mentalak istrinya sedang dia dalam keadaan datang bulan dimasa Rasul
SAW. kemudian Umar Ibnu Al-Khattab menanyakan hal itu pada Rasul SAW, lalu
Rasul bersabda: temui dia! Kemudian suruh merujuk kembali, kemudian biarkan
istrinya sampai masa suci, kemudian menjalani masa haid, lalu masa suci, setelah itu
jika ia mau, maka setelah itu, biarkan dia tetap menjadi istrinya, dan jika ia mau boleh
mentalak sebelum digauli. Masa iddah inicmerupakan perintah Allah SWT. Jika
mentalak istri-istrinya. (H. R. Abu Daud).

11
Hadist diatas berawal dari kisah abdullah bin umar yang menceraikan istrinya
yaitu Aminah binti Ghiffar al-Nawwar di waktu haid kemudian oleh ayahnya yaitu
umar bin khattab hal itu dalaporkan kepada rasulllah. Reaksi rasul ketika mendengar
cerita umar adalah menyuruhnya untuk memerintahkan pada anaknya agar merujuk
istrinya dan menunggu sampai dua kali suci dan satu kali haid jika memeng ingin
mencerikannya atau meneruskan perkawinannya. Dari keterangan di atas dapat
diambil kesimpulan bahwsasannya mentalak istri dalam keadaan haidh adalah
dilarang oleh agama atau syariat, hal tersebut biasa dibuktikan dengan perintah
rasulullah yang menyuruh abdullah bin umar via umar bin khattab u nti\uk merujuk
istrinya yang notabene ia cereikan dimasa haid. Hadist tersebut secara eksplisit
menyinggung tentang pelaksanaan rujuk sebagaimana yng disinggung oleh taqiyuddin
abu bakar dalam kifayatul akhyar bahwa hadist di atas menjadi rujukan dan dasar
tentang pensayariatan rujuk. Sedangkan menurut As-Syafi'i bahwa tenggang waktu
yang di tentukan dalam hadist di atas itu adalah merupakan manifestasi dali nash al-
Qur'an yamnh berbunyi tiga kali sucian sebagaiman yang dikutib oleh At-Thahawi.
Lebih lanjut menurut As-Syafi'i bahwa filosofis dari penentuan itu adalah untuk
mengetahui keadaan rahim sang istri.
ْ ُ‫ َو لَ ْم ي‬،ُ‫اج َع ا ْم َرَأتَه‬
‫ فِى‬:‫ فَقَا َل‬،ْ‫ش ِهد‬ َ ‫ص ْي ٍن رض سُِئ َل َع َّمنْ َر‬ َ ‫ اَنَّ ِع ْم َرانَ بْنَ ُح‬:‫و اخرجه البيهقى بلفظ‬
َ‫ستَ ْغفِ ِر هللا‬
ْ ‫ َو َي‬:‫ و زاد الطبرانى فى رواية‬. َ‫ش ِه ِد ْاآلن‬ ْ ُ‫سنَّ ٍة فَ ْلي‬
ُ ‫ َغ ْي ِر‬.

Dan Baihaqi meriwayatkan dengan lafadh : Bahwasanya ‘Imran bin Hushain


RA ditanya tentang laki-laki yang merujuki istrinya dengan tanpa saksi, ia berkata, “Ia
tidak menurut sunnah, maka sekarang ia harus bersaksi”. Dan dalam sebuah riwayat,
Thabrani menambahkan, “Dan hendaklah ia minta ampun kepada Allah”.

‫ البخارى و مسلم‬.‫ ُم ْرهُ فَ ْليُ َرا ِج ْع َها‬:‫ق ا ْم َرَأتَهُ قَا َل النَّبِ ُّي ص لِ ُع َر‬
َ َّ‫َع ِن ا ْب ِن ُع َم َر رض اَنَّهُ لَ َّما طَل‬

Dari Ibnu ‘Umar RA bahwasanya ketika ia mencerai istrinya (dalam keadaan


haidl), Nabi SAW bersabda kepada ‘Umar, “Suruhlah ia agar merujuki istrinya”. [HR.
Bukhari dan Muslim]

12
َ ‫ش ِه ْد َعلَى‬
‫طالَقِ َها َو الَ َعلَى‬ ْ ُ‫ق ا ْم َرَأتَهُ ثُ َّم َيقَ ُع ِب َها َو لَ ْم ي‬ُ ّ‫ص ْي ٍن اَنَّهُ سُِئ َل َع ِن ال َّر ُج ِل يُطَل‬
َ ‫عَنْ ِع ْم َرانَ ْب ِن ُح‬
‫ ابو داود و ابن‬.ْ‫طالَقِ َها َو َعلَى َر ْج َعتِ َها َو الَ تَ ُعد‬ َ ‫ش َه ْد َعلَى‬ ْ ِ‫ ا‬،‫سنَّ ٍة‬
ُ ‫اجعْتَ لِ َغ ْي ِر‬ َ ‫سنَّ ٍة َو َر‬ َ :‫ فَقَا َل‬،‫َر ْج َعتِ َها‬
ُ ‫طلَّ ْقتَ لِ َغ ْي ِر‬
‫حبان و لم يقل و ال تعد‬

Dari ‘Imran bin Hushain bahwa ia pernah ditanya tentang laki-laki yang
menthalak istrinya kemudian ia tetap mencampurinya, sedang ia ketika menthalak itu
tidak ada saksinya, demikian pula rujuknya. Kemudian ia menjawab, “Kamu
menthalak tidak menurut sunnah (Nabi) dan merujuk (juga) tidak menurut sunnah.
Adakanlah saksi ketika menthalak dan merujuk dan janganlah kamu ulangi (perbuatan
seperti itu). [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, sedang Ibnu Majah tidak berakata,
“Jangan kamu ulangi”.]

َّ‫ فَطَلَّقَنِى فَبَت‬،َ‫ ُك ْنتُ ِع ْن َد ِرفَا َعة‬: ْ‫ت ا ْم َرَأةُ ِرفَا َعةَ ْالقُ َر ِظ ّي اِلَى النَّبِ ّي ص فَقَالَت‬ ِ ‫ َجا َء‬: ْ‫شةَ قَالَت‬ َ ‫عَنْ عَاِئ‬
‫ اَتُ ِر ْي ِديْنَ اَنْ ت َْر ِج ِعى اِلَى‬:‫ فَقَا َل‬،‫ب‬ ِ ‫ َو اِنَّ َما َم َعهُ ِم ْث ُل َه ْدبَ ِة الثَّ ْو‬،‫الزبَ ْي ِر‬
ُّ َ‫ فَتَ َز َّو ْجتُ بَ ْع َدهُ َع ْب َد ال َّر ْحم ِن بْن‬،‫طَالَقِى‬
‫ الجماعة‬.‫س ْيلَت َِك‬ َ ‫ق ُع‬ َ ‫س ْيلَتَهُ َو يَ ُذ ْو‬
َ ‫ِرفَا َعةَ؟ الَ َحتَّى تَ ُذ ْوقِى ُع‬

Dari ‘Aisyah, ia berkata : Istri Rifa’ah Al-Quradhiy pernah datang kepada


Nabi SAW, lalu berkata, “Aku fulu menjadi istri Rifa’ah, kemudian ia menthalaqku
thalaq tiga, kemudian sesudah itu aku kawin dengan ‘Abdurrahman bin Zubair,
sedang apa yang ada padanya seperti ujung pakaian”. Kemudian Nabi SAW bertanya,
“Apakah kamu ingin kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh, sehingga kamu
merasakan madunya dan dia merasakan madumu”. [HR. Jama’ah]

ِ ‫س ْيلَةُ ِه َي ْا‬
‫ احمد و النسائى‬.ُ‫لج َماع‬ َ ‫ اَ ْل ُع‬:‫شةَ اَنَّ النَّبِ َّي ص قَا َل‬
َ ‫عَنْ عَاِئ‬

Dari ‘Aisyah bahwa sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Yang dimaksud


madu itu ialah jima’ “. [HR. Ahmad dan Nasai]

Kata rujuk berasal dari kata bahasa arab yaitu “raja’a-yarji’i,rujk’an” yang
berarti kembali dan mengembalikan, sedangkan secara terminologi, rujuk artinya
kembalinya seorang suami kepada istrinya yang di talak raj’i, tanpa melalui

13
perkawinan dalam masa iddah.    Rujuk disini adalah mengembalikan status hukum
perkawinan secara penuh. Berikut ini adalah hukum rujuk sebagai berikut :
a. Wajib, khusus bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu, jika salah
seorang di talak sebelum gilirannya di sempurnakan nya.
b. Haram, apabila rujuk itu istri lebih menderita.
c. Makruh jika diteruskan, bercerai akan lebih abik bagi suami istri.
d. Sunnah jika rujuk akan membuat lebih baik dan mafaat bagi suami istri.

Berikut ini adalah rukun rujuk :


a. Istri syaratnya pernah di campuri talak raj’i dan masih dalam masa iddah, istri yan
g tertentu yaitu kalau suami menalak beberapa istrinya kemudian ia rujuk dengan
salah satu dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang di rujukkan maka rujuk
nya tidak sah.
b. Suami, syaratnya atas kemauan sendiri dan tidak di paksa
c. Saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil
d. Sighat (lafal) rujuk

Dibawah ini adalah hukum rujuk terhadaap talak :


a. Hukum Rujuk Terhadap Talak Raj’i
Kaum muslimin telah sepakat bahwa suami mempunyai hak meruju’ istrinya
selama istrinya masih dalam masa iddah, dan tgidak atau tanpa pertimbangan
seorang istri atau persetujuan  seorang istri.
b. Hukum Rujuk Terhadap Talak Ba’in
Talak ba’in dengan bilanga talak kurang dari tiga, dan ini terjadi pada istri yang
belum di gauli tanpa di perselisihkan.

Dibawah ini adalah hikmah rujuk :


a. Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan
numah tangga
b. Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
c. Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.

14
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hadis di atas dijelaskan, talak tiga yang disebutkan dalam hadis Fathimah
binti Qais bukanlah talak yang dijatuhkan sekaligus, karena sebelumnya suaminya
pernah mentalaknya sebanyak dua kali, lalu mentalaknya lagi untuk ketiga
kalinya. Setelah Fathimah binti Qais ditalak tiga oleh suaminya, sekarang ia
menjalani masa iddahnya. Mula-mula ia ber-iddah di satu rumah, tetapi lantaran
takut akan didatangi oleh beberapa peminang disebabkan karena dirinya telah
menjanda, maka ia minta izin kepada Rasulullah Saw untuk berpindah dari situ
agar terhindar dari fitnah orang-orang. Dan Rasulullah-pun mengizinkannya,
sehingga Fathimah terhindar dari kemudharatan tersebut.
Hadist tersebut secara eksplisit menyinggung tentang pelaksanaan rujuk
sebagaimana yng disinggung oleh taqiyuddin abu bakar dalam kifayatul akhyar
bahwa hadist di atas menjadi rujukan dan dasar tentang pensayariatan rujuk.
Sedangkan menurut As-Syafi'i bahwa tenggang waktu yang di tentukan dalam
hadist di atas itu adalah merupakan manifestasi dali nash al-Qur'an yamnh
berbunyi tiga kali sucian sebagaiman yang dikutib oleh At-Thahawi. Lebih lanjut
menurut As-Syafi'i bahwa filosofis dari penentuan itu adalah untuk mengetahui
keadaan rahim sang istri.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maqdisi, Syaikh Abdul Ghani, Umdatul Ahkam, Yogyakarta: Media Hidayah, 2005.

asy-Syafi’I, Al-Imam , Al-umm Kitab Induk , Kuala Lumpur: Victory Agencie, 1982.

Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, Jakarta: Gema Insani, 2001.

Hamidy, Mu’ammal, dkk, Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadis-Hadis


Hukum, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001.

Malik Kamal, Abu bin as-Sayyid Salam, Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka At-Tazkia,
2006.

16

Anda mungkin juga menyukai