Anda di halaman 1dari 17

THALAQ

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Ayat dan Hadits Ahkam

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Amin Suma, S.H., M.A., M.M
Dr. H. Abdurrahman Dahlan, M.A

Disusun Oleh :
Reza Hanafi
21210435000009

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022
Pendahuluan

Talak merupakan suatu bentuk cara memutuskan hubungan perkawinan.


Talak adalah melepaskan hubungan pernikahan dengan dengan menggunakan
lafadz talak dan sejenisnya. Talak juga diartikan sebagai pemutusan tali pernikahan
dari seorang suami terhadap isteri dengan alasan yang diterima secara syar’i. Talak
merupakan perbuatan halal, namun dibenci oleh Allah swt.

Perkawinan mesti ada aqad dan begitu juga dengan Talak. Aqad itu
berfungsi sebagai penghalalan atau legalitas hubungan yang akan dijalani oleh
suami isteri setelah menikah. Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk
selamanya. Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal- hal yang menghendaki
putusnya perkawinan, dalam arti bila perkawinan tetap dilanjutkan, maka
kemudaratan akan terjadi. Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai
langkah terakhir dari usaha melanjutkan rumah tangga. Putusnya perkawinan
tersebut merupakan jalan keluar yang terbaik. Maka Islam membuka pintu untuk
terjadinya perceraian.

Jumhur Ulama pada Fiqih klasik berpendapat bahwa hak talak mutlat ada
pada tangan suami, oleh sebab itu kapan saja dan dimana saja seorang suami yang
ingin menjatuhkan talak terhadap istrinya , baik ada saksi maupun tidak, baik
dengan alasan ataupun tidak, malak yang dijatuhkannya sah. Bahkan sebagian
ulama mengatakan bahwa talak seorang suami yang dijatuhkan dalam keadaan
mabuk pun sah. 1

1
Musda Asmara, dkk, Urgensi Talak di Depan Sidang Pengadilan, Al-Istinbath: Jurnal
Hukum Islam vol.3, no.2, 2018. h. 208; Lihat juga M. Anshary, Hukum Perkawinan di Indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar: 2010) h. 75
Perceraian pada prinsipnya dilarang, ini dapat dilihat pada isyarat
Rasulullah SAW,. Bahkan Talak atau perceraian adalah perbuatan halal yang paling
dibenci oleh Allah.

( ‫اﺑﻐﺾ اﻟﺤﻼل اﻟﻰ ﷲ اطﻼق ) رواه أﺑﻮ داود واﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ واﻟﺤﺎﻛﻢ‬

Artinya : sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak
(perceraian). (HR. Abu Dawud, Ibn Majah, dan al-Hakim, dari Ibn ‘Umar)2.

Hadits di atas merupakan isyarat bahwa talak atau perceraian merupakan


alternatif terakhir, sebagai ‘pintu darurat” yang boleh ditempuh, manakala bahtera
kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan
kesinambungannya. Sifatnya sebagai alternatif terakhir, Islam menunjukkan agar
sebelum terjadinya talak atau perceraian, ditempuh usaha-usaha perdamaian antara
kedua belah pihak, baik melalui hakam (arbitrator) dari kedua belah pihak 3.

Pembahasan

A. Pengertian Talak

Talak berasal dari bahasa Arab, yaitu ‫اﻟﻄﻼق‬. Kata ‫ اﻟﻄﻼق‬merupakan bentuk
mashdar dari kata ‫ طﻠﻖ‬- ‫ ﯾﻄﻠﻖ‬- ‫ طﻠﻖ‬yang mempunyai arti lepas dari ikatannya 4. Secara
etimologi kata ‫ اﻟﻄﻼق‬berarti : 5‫ ﻻ ﻗﯿﺪ ﻋﻠﯿﮭﺎ وﻛﺬﻟﻚ اﻟﺨﻠﯿﺔ‬tidak ada ikatan atasnya dan juga
berarti meninggalkan). Dengan redaksi lain, 'Ali ibn Muhammad Al-Jurjaniy6
mengemukakan pengertian etimologi dari kata ‫ اﻟﻄﻼق‬itu dengan : ‫إزاﻟﺔ اﻟﻘﯿﺪ و‬
‫(اﻟﺘﺨﻠﯿﺔ‬menghilangkan ikatan dan meninggalkan). Dalam pengertian etimologi kata

2
Jalal al-Din al-Suyuti, al-Jami’ al-Saghir, juz 1, (Bandung: al-Ma’arif, tt, hlm. 5
3
Drs. Ahmad Rafiq, MA, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1998), cet. 3, hlm. 269
4
Muhammad Fauzinuddin, Kamus Kontemporer Mahasantri Tiga Bahasa, (Surabaya:
Imtiyaz Press, 2012), 211. Lihat juga Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Arab-Indonesia,
Cet. 14, (Surabaya: Pustaka Progesif, 1997), 861.
5
Ibn Manzur, Lisan al-'Arab, cet. Ke-2, Jilid 8 (Beirut: Daar al-Ihya’ al-Turats al-'Arabiy,
1992), 188.
6
Ali bin Muhammad al-Jurjaniy, Kitab al-Ta'rifat, cet. Ke-3 (Beirut: Daar al-Kutub al-
'Ilmiyyah, 1998), 141.
‫ اﻟﻄﻼق‬tersebut digunakan untuk menyatakan melepaskan ikatan secara hissiy,
namun ‘urf mengkhususkan pengertian ‫ اﻟﻄﻼق‬itu kepada melepaskan ikatan secara
ma’nawi.7

Sedangkan pengertian talak secara terminologi telah dikemukakan olh


ulama fikih diantaranya adalah:

1. Menurut al-Sayyid al-Bakar (ulama dari golongan syafi’iyyah), talak adalah


Melepaskan akad pernikahan dengan menggunakan lafal berikut : ‫اﻟﻄﻼق‬,
‫ اﻟﻔﺮاق‬dan ‫اﻟﺴ ّّﺮاح‬. 8
7F

2. Adapun menurut al-Sayyid Saabiq, talak adalah melepaskan ikatan dan


mengakhiri hubungan perkawinan.9
3. Ulama Malikiyyah mendefinisikan makna talak tersebut dengan
mengedepankan konsekuensi yang ditimbulkan oleh keberadaan talak itu
dan penekanan terhadap perbedaan antara talak raj’iy dan talak ba’in.
Menurut mereka adalah Suatu sifat hukum yang mengangkat halalnya
bersenang-senang antara seorang suami dengan istrinya, yang mana apabila
hal itu telah dilakukan dua kali maka diharamkan atasnya (untuk menikahi)
sebelum ia menikah dengan orang lain.10

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa talak adalah


melepaskan ikatan pernikahan, baik dalam bentuk raj'iy maupun ba'in, dengan lafal-
lafal yang ditentukan, baik dalam bentuk sharih maupun kinayah sehingga antara
kedua orang tersebut tidak dihalalkan lagi untuk ‚bersenang- senang.

7
Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, cet. Ke-3, Juz 7 (Damaskus, Daar
al- Fikr, 1989), 356.
8
Al-Sayyid Abi Bakr (al-Sayyidal-Bakr), I'anatul-Thalibin, Juz4, (Beirut: Daar Ihya’ al-
Turats al-'Arabiy, t.th.), 2.
9
Al-Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz 2, (Beirut: Daar al-Fikr, 1983), 206.
10
Abdurrahman al-Jaziriy, al-Fiqħ 'Ala Madzahib al-Arba'aħ, Juz 4, (Beirut: Daar al-Fikr,
1990) , 279.
B. Ayat dan Hadits serta Terjemahan tentang Talak

1. Surat Al-Baqarah Ayat 229

‫ﻻ أَن ﯾَﺨَﺎﻓَﺎ ٓ أ َ ﱠﻻ‬ٓ ‫ﺴ ٖ ۗﻦ َو َﻻ ﯾَﺤِ ﱡﻞ ﻟَﻜُ ۡﻢ أَن ﺗ َۡﺄ ُﺧﺬُواْ ِﻣ ﱠﻤﺎ ٓ َءاﺗ َۡﯿﺘ ُ ُﻤﻮھ ﱠُﻦ ﺷ ۡ �َﯿﺎ ِإ ﱠ‬
َ ٰ ۡ‫ﺎكُ ﺑِ َﻤﻌۡ ُﺮوفٍ أ َ ۡو ﺗ َﺴۡ ِﺮﯾ ۢ ُﺢ ﺑِﺈِﺣ‬ۢ ‫ﺴ‬ َ ۡ‫َﺎن ﻓَﺈِﻣ‬ِ ۖ ‫ﻼ ُق َﻣ ﱠﺮﺗ‬َٰ ‫ﻄ‬
‫ٱﻟ ﱠ‬
‫ٱ� ﻓَ َﻼ ﺗ َﻌۡ ﺘَﺪُوھ َۚﺎ َو َﻣﻦ ﯾَﺘ َ َﻌﺪﱠ‬ ِ ‫ﻋﻠَ ۡﯿ ِﮭ َﻤﺎ ﻓِﯿ َﻤﺎ ۡٱﻓﺘَﺪَ ۡت ِﺑ ِۗۦﮫ ﺗ ِۡﻠﻚَ ُﺣﺪُودُ ﱠ‬
َ ‫ٱ� ﻓَ َﻼ ُﺟﻨَﺎ َح‬ ِ ‫ٱ� ﻓَﺈِ ۡن ﺧِ ۡﻔﺘ ُ ۡﻢ أ َ ﱠﻻ ﯾُﻘِﯿ َﻤﺎ ُﺣﺪُودَ ﱠ‬
ِ ۖ ‫ﯾُﻘِﯿ َﻤﺎ ُﺣﺪُودَ ﱠ‬
(۲۲۹ : ‫ﻈ ِﻠ ُﻤﻮنَ )اﻟﺒﻘﺮة‬ ‫ٱ� َﻓﺄ ُ ْو ٰ َﻟٓﺌِﻚَ ُھ ُﻢ ٱﻟ ٰ ﱠ‬
ِ ‫ُﺣﺪُودَ ﱠ‬
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-
hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-
hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Baqarah:229)

2. Hadits tentang Talak

‫ اﻟﻨﻜﺎح‬: ‫ﻋﻦ اٴﺑﻲ ھﺮﯾﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ اٴن رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﺛﻼث ﺟﺪھﻦ ﺟﺪ وھﺰﻟﮭﻦ ﺟﺪ‬
(‫واﻟﻄﻼق واﻟﺮﺟﻌﺔ )رواه اﻷرﺑﻌﺔ إﻻ اﻟﻨﺴﺎ ٴﯾﻲ وﺻﺤﺤﮫ اﻟﺤﺎﻛﻢ‬

Artinya: "Dari Abu Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Ada tiga
perkara sungguh-sungguh dalam tiga perkara itu menjadi sungguh- singguh dan
main-main menjadi sungguh-sungguh, yaitu nikah, talak, dan rujuk" (HR. Al-
Arbba’ah).

(‫ أﺑﻐﺾ اﻟﺤﻼل إﻟﻰ ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ اﻟﻄﻼق )رواه أﺑﻮ داود‬:‫ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل‬

Artinya: Dari Ibnu Umar R.A., dari Nabi Muhammad S.A.W Bersabda: Perkara
halal yang paling dibenci Allah SWT adalah Talak (Perceraian). (HR. Abu Dawud)
C. Makna Mufradat

a. Makna Mufradat surat Al-Baqarah:229

َ ‫ﻓَﺈِ ْﻣ‬
‫ﺴﺎكٌ ﺑﻤﻌﺮوف‬ : Hendaknya dalam mengembalikan istri kepadanya
tidak untuk menyakitinya tetapi untuk memperbaikinya dan
menggaulinya dengan baik. 11
‫ﺗَﺴ ِْﺮﯾ ۢ ٌﺢ ﺑﺈﺣﺴﺎن‬ : Melepaskan/menceraikan istri tiga kali, kemudian
memberikan kepadanya hak-haknya yang berupa harta dan tidak pernah
menyebut-nyebut lagi setelah berpisah12
۟ ُ‫ﺗ َﺄ ْ ُﺧﺬ‬
‫وا‬ : Kamu mengambil
‫َءاﺗ َ ْﯿﺘ ُ ُﻤﻮھ ﱠُﻦ‬ : yang telah kamu berikan kepada mereka(Istri)
ٓ ‫َﯾﺨَﺎﻓَﺎ‬ : keduanya khawatir
‫ﯾُﻘِﯿ َﻤﺎ‬ : keduanya melaksanakan
‫ت‬ ْ َ‫ٱ ْﻓﺘَﺪ‬ : membayar tebusan
‫ﺗ َ ْﻌﺘَﺪُوھ َۚﺎ‬ : kamu melanggarnya

b. Makna Mufradat hadits tentang talak

ّ‫ﺟﺪ‬ : Serius/sungguh-sungguh

‫ھﺰل‬ : Bercanda

‫أﺑﻐﺾ‬ : Paling dibenci

11
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Cet. 2, (Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang, 1993), h.292
12
Ibid
D. Tafsir Al-qur’an Surat Al-Baqarah : 229 dan Penjelasan Hadits
tentang Talak

1. Tafsir Surah Al-Baqarah:229

a. Tafsir Al-Jalalain (Jalaluddin Al-Mahalli & Jalaluddin As-


Suyuti)

Dalam Tafsir Al-Jalalain Talak atau perceraian yang dapat


kembali rujuk itu (dua kali) (setelah itu boleh memegang mereka)
dengan jalan rujuk (secara baik-baik) tanpa menyusahkan mereka
(atau melepas), artinya menceraikan mereka (dengan cara baik pula.
Tidak halal bagi kamu) hai para suami (untuk mengambil kembali
sesuatu yang telah kami berikan kepada mereka) berupa mahar atau
maskawin, jika kamu menceraikan mereka itu, (kecuali kalau
keduanya khawatir), maksudnya suami istri itu (tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah), artinya tidak dapat
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah digariskan-Nya.
Menurut satu qiraat dibaca 'yukhaafaa' secara pasif, Sedangkan 'an
laa yuqiimaa' menjadi badal isytimal bagi dhamir yang terdapat di
sana. Terdapat juga bacaan dengan baris di atas pada kedua fi`il
tersebut. (Jika kamu merasa khawatir bahwa mereka berdua tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidaklah mereka itu
berdosa mengenai uang tebusan) yang dibayarkan oleh pihak istri
untuk menebus dirinya, artinya tak ada salahnya jika pihak suami
mengambil uang tersebut begitu pula pihak istri jika
membayarkannya. (Itulah), yakni hukum-hukum yang disebutkan di
atas (peraturan-peraturan Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barang siapa yang melanggar peraturan-peraturan
Allah, maka merekalah orang-orang yang aniaya).
b. Tafsir Al-Quthby
Syekh Qutbhi menafsirkan ayat di atas sebagai ketentuan
bahwa talak itu terbatas dan terikat. Tidak ada jalan untuk
mengabaikan ketentuan ini dengan mempermainkan waktu. Apabila
terjadi talak pertama, maka pada masa iddah suami punya hak untuk
merujuknya dengan tanpa melakukan akad baru. Akan tetapi, jika
masa iddah itu terus berjalan hingga habis, maka istri telah lepas
darinya, dalam arti tidak dapat kembali lagi kepadanya kecuali
dengan akad dan mahar yang baru. Apabila dia merujuknya ketika
masa iddah, atau dia mengawininya kembali setelah terjadi talak
ba’in sughro, maka dia dapat menjatuhkan talak pada istrinya
sebagaimana talak pertama tadi dengan segala hukumnya. Adapun
jika dia telah mentalaknya tiga kali, maka talak tersebut termasuk ke
dalam talak ba’in kubro, dan dia tidak boleh merujuknya dalam masa
iddah atau mengawininya kembali setelah habis masa iddahnya.
Kecuali dengan syarat istrinya itu telah kawin dengan lelaki lain, lalu
terjadi perceraian secara wajar dan telah ba’in habis iddahnya serta
tidak dirujuki oleh suami keduanya itu. Atau terjadi beberapa kali
talak dengan suami keduanya itu. Maka, pada waktu itu boleh ia
nikah kembali dengan bekas suaminya yang pertama. 13
Menurutnya, bagaimanapun talak itu tidak seyogyanya
dilakukan melainkan sebagai obat terakhir terhadap penyakit yang
tidak dapat diobati dengan obat lain. Karena semua aturan yang ada
pada ayat di atas merupakan syariat yang realistis dalam menghadapi
kondisi-konsisi riil dengan pemecahan yang praktis.
Tidak halal bagi suami menarik kembali pemberian baik
berupa emas kawin, sedekah, maupun nafkah yang telah diberikan

13
Syekh Quthbhi, Fi Zilal Al-Qur’an Di Bawah Naungan Al-Qur’an. Terj. As’ad Yasin dan Abd.
Aziz (Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I. Al-Qur’an Al-Karim, 2000), 294
kepada istrinya selama hidup berumah tangga. Kecuali, jika istri
merasa tidak suka dan tidak nyaman untuk hidup bersama
dengannya lagi. Atau jika istri merasa bahwa kebenciannya dan
ketidak senangannya kepada suami akan dapat mengeluarkan
dirinya dari batas-batas pergaulan yang baik, menghilangkan harga
dirinya, atau merusak moralnya. Maka, dalam kondisi seperti itu
bolehlah istri meminta cerai dari suami dan membayar iwadh
“penggantian pemberian”. Dengan mengembalikan mahar yang
telah diberikan oleh suami kepadanya, atau seluruh nafkah atau
sebagiannya, untuk menjaga dirinya dari bermaksiat kepada Allah
dan melanggar batas-batasnya serta menzalimi dirinya dan lainnya.
Demikianlah Islam memelihara semua kondisi riil yang
dihadapi manusia, juga tidak memaksa istri untuk menempuh
kehidupan berumah tangga yang tidak mungkin dijalani. Di sisi lain
Islam tidak mengabaikan hak- hak suami terhadap apa yang telah
diberikannya. Sebagaimana pada ayat lain surah an-Nisa ayat 128
yang menjelaskan tentang perdamaian antara keduanya (suami
istri)“...perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)”. Dimana, menurut
Syekh Qutbhi perdamaian itu secara mutlak lebih baik daripada
perseteruan, tindak kekerasan, nusyuz, dan talak. Namun, jika
hubungan suami istri dianggap dan dirasa sudah tidak dapat dibina
dan dilanjutkan lagi, maka Islam tidak memberatkan mereka berdua
dalam mengambil keputusan untuk berpisah. “Jika keduanya
bercerai, maka Allah akan memberikan kecukupan kepada masing-
masing dari limpahan karuniaNya. Dan adalah Allah Maha luas lagi
Maha Bijaksana.”14

14
Quthbhi, Fi Zilal Al-Qur’an, 91-93.
c. Tafsir Maraghi
َٰ ‫ﻄ‬
ِ ۖ ‫ﻼ ُق َﻣ ﱠﺮﺗ‬
‫َﺎن‬ ‫ٱﻟ ﱠ‬ Sesungguhnya Talaq Syar’I yang telah ditetapkam
oleh Allah dalam masalah ini dan masih dalam kekuasaan suami
ialah dua kali. Pada setiap talak dari dua talak ini seorang suami
boleh tetap memelihara istrinya dalam kekuasaannya, kemudian bisa
Kembali lagi. Adapun menjatuhkan talak dua kali atau tiga kali
sekaligus, haram hukumnya sebagaimana pendapat Sebagian para
sahabat, diantara mereka ialah Umar, Utsman, Ali, Abdullah ibn
Mas’ud dan Abu Musa Al-Asy’Ari.
Adapun talak yang diperbolehkan bagi seorang saumi untuk
Kembali kepada istrinya adalah dua kali, jika talak telah dijatuhkan
untuk ketiga kalinya, maka tidak diperbolehkan baginya Kembali
kepada istrinya kecuali bekas istrinya sudah kawin lagi dengan
orang lain.15

E. Asbabun Nuzul Ayat Talak


Di kalangan masyarakat Jahiliyah tiada batasan bagi jumlah talak.
Lelaki kadang menalak istrinya lalu merujuknya, selanjutnya hubungan
mereka bisa langgeng. Tapi ada kalanya lelaki ingin membuat istrinya
menderita, maka ia merujuk sebelum masa idahnya habis, selanjutnya ia
meniatuhkan talak lagi, demikian berkali-kali sampai amarahnya reda.
Kemudian datanglah Islam untuk meluruskan penyelewengan ini.

Turunnya Ayat 229 16

Tirmidzi, Hakim, dan lain-lain meriwayatkan dari Aisyah, katanya:


Dulu lelaki menalak istrinya sebanyak yang ia mau, dan kalau ia
merujuk sewaktu idah belum habis maka wanita itu kembali menjadi

15
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Cet. 2, (Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang, 1993), h.293
16
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani, 2013) h. 545
istrinya meskipun ia menalak seratus kali atau lebih. Hingga suatu ketika
ada seorang lelaki berkata kepada istrinya, "Demi Allah, aku tidak akan
menalakmu sehingga ikatan pernikahan kita putus, tapi aku juga tidak
akan memberimu tumpangan/tempat tinggal." Sang istri
bertanya,'"Bagaimana bisa begitu?" Lelaki itu berkata, 'Aku
menalakmu, dan setiap kali masa idahmu hampir habis, aku
meruiukmu." Wanita itu lantas pergi melapor kepada Nabi saw. Beliau
terdiam hingga turunlah Al-Qur'an: "Talak (yang dapat diruiuki) dua
kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau
menceraikan dengan carayang baik." Tentang firman-Nya "Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali...", Abu Dawud, dalam an Naasikh wal
Mansuukh, meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya: Dulu lelaki bisa
mengambil lagi maskawin dan lain-lain yang telah diberikannya kepada
istrinya. Perbuatan itu tidak dipandang dosa. Maka Allah menurunkan
firman -Nya, "Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka."
Tentang firman-Nya "Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Ibnu jarir ath-
Thabari meriwayatkan dari Ibnu furaii, katanya: Ayat ini turun
berkenaan dengan Tsabit bin Qais dan istrinya, Habibah. Wanita ini
mengadukan suaminya kepada Rasulullah saw. Beliau lantas
menanyainya, "Maukah kau mengembalikan kebun Tsabit?" Ia
meniawab, "Ya, saya mau." Beliau lantas memanggil Tsabit dan
menceritakan permintaan istrinya. Ia berkata, 'Apakah halal kalau saya
mengambil kebun itu?" Beliau bersabda, "Ya" Tsabit berkata, "Baiklah
kalau begitu." Maka turunlah ayat ini: "Tidak halal bagi kamu meng
ambil Kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka,
kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-
hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak
dapat menialankan hukum-hukum Allah."17
Sementara itu Bukhari, Ibnu Majah, dan Nasa'i meriwayatkan dari
lbnu Abbas bahwa familah, yang merupakan saudari Abdullah bin
Ubaiy bin Salul serta istri Tsabit bin Qais, menemui Rasulullah saw.lalu
berkata, "Wahai Rasulullah, sebenarnya saya tidak mencela perangai
maupun ketaatan Tsabit bin Qais kepada agama, tapi saya tidak suka
dengan perawakannya yang jeleh sementara saya tidak mau melakukan
perbuatan-perbuatan kafir setelah masuk Islam." Beliau bertanya,
'Apakah kau bersedia mengembalikan kebunnya?" la menjawab, "Ya."
Beliau kemudian bersabda kepada Tsabit, "Terimalah kembali kebun itu
dan jatuhkan satu talak kepadanya."

F. FIQIH KEHIDUPAN DAN HUKUM-HUKUM


Ayat di atas mencakup tiga hukum: talak raj'iy (yaitu talak pertama
dan kedua), Khulu (yaitu perceraian yang terjadi dengan pembayaran
sejumlah uang dari pihak istri), dan talak tiga atau baa'in bainuunah
kubra, yakni hukum wanita yang diceraikan dengan talak baa'in. 18
1) Jumlah talak, dan aturan dalam penjatuhan talak
Sebagaimana telah kita ketahui, ayat ini turun untuk menjelaskan
jumlah talak yang masih boleh dirujuki, dan ini merupakan penolakan
atas kebiasaan masyarakat Jahiliyah yang tidak membatasi jumlah talak
dan kadang-kadang rujuk dipakai untuk menyengsarakan istri sehingga
ia tidak benar-benar berstatus sebagai istri dan tidak pula diceraikan,
melainkan statusnya menggantung.
Talak artinya pemutusan ikatan pernikahan dengan kata-kata
tertentu. Berdasarkan ayat ini dan lainnya talak berhukum mubah.
Dalam hadits Ibnu Umar Rasulullah saw. Bersabda yang artinya:

17
Ibid, h.547
18
Ibid, h.550
“(Setelah itu) terserah dia apakah mau menahan istrinya atau
menalaknya”.
Rasulullah saw. sendiri pun pernah menalak Hafshah kemudian
merujuknya.19
Para ulama berijmak bahwa talak yang dijatuhkan suami terhadap
istrinya pada masa suci dan mereka belum berhubungan badan
pada masa suci tersebut merupakan talak yang sesuai dengan aturan
agama (dikenal dengan istilah talak sunniy), dan suami berhak merujuk
istrinya yang sudah pernah digaulinya sebelum idahnya habis. Kalau
idahnya sudah habis, ia hanya berhak melamar, statusnya sama seperti
lelaki lain.
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lain berkata: Maksud
ayat ini adalah memperkenalkan cara menjatuhkan talak (yakni harus
secara terpisah). Barangsiapa sudah menalak dua kali, maka untuk
kesempatan ketiga ia harus berhati-hati: hendaknya ia meninggalkan
istrinya tanpa menzalimi haknya sedikit pun, atau ia menahannya
sebagai istri dan harus menggaulinya dengan baik.
Menurut al-Qurthubi, ayat ini mencakup kedua makna itu, yakni
menentukan jumlah talak dan menjelaskan bahwa talak harus dijatuhkan
secara terpisah. Dalil mereka adalah riwayat Ibnu jarir ath-Thabari dari
Ibnu Mas'ud tentang firman Allah Ta'ala (‫ )اﻟﻄﻼق ﻣﺮﺗﺎن‬katanya: "Lelaki
menceraikan istrinya setelah suci dari haid sebelum mereka berjima lalu
ia membiarkannya sampai suci lagi, kemudian menceraikannya kalau
mau, lalu ia boleh merujuknya kalau mau, kemudian ia menceraikannya
kalau mau; kalau tidak hendaknya ia membiarkannya sampai tiga haid,
dan dengan begitu istrinya telah putus hubungan dengannya."
Ini berarti Allah menjelaskan aturan talak dalam ayat ini, dan Dia
menjelaskan bahwa salah satu aturan talak adalah menjatuhkannya
secara terpisah (tidak sekaligus dua atau sekaligus tiga. Selain itu Allah

19
HR. Ibnu Majah
berfirman "talak itu dua kali", dan ini berarti talak itu semestinya dua
kali secara terpisah, sebab kalau keduanya dijatuhkan secara bersama
berarti ia bukan "dua kali".
Kalau seseorang melanggar aturan talak ini (yakni ia menjatuhkan
tiga talak dengan satu lafal), hukumnya diperselisihkan para ulama.
- Jumhur [di antaranya para imam empat madzhab) berkata: Itu
dihitung tiga talak, tapi-menurut madzhab Hanafi dan Maliki
hukumnya makruh, karena talak yang disyariatkan adalah suami
menalak istrinya satu kali kemudian membiarkannya sampai masa
idahnya habis.
- Sedangkan madzhab Zaidiyah, Ibnu Taimiyah, dan lbnul Qayyim
berkata: Itu dihitung talak satu; lafal talak tiga tidak ada pengaruh di
dalamnya.
Para imam empat madzhab menakwilkan hadits ini berupa pengulangan
lafal "talak" tiga kali, yakni suami berkata kepada istrinya "Kamu saya
talak, kamu saya talak, kamu saya talak". Dalam hal ini, talak dihitung
satu jika ia meniatkan pengulangan itu sebagai tawkiid [penegasan), tapi
dianggap tiga jika ia berniat menjatuhkan talak itu berulang-ulang.
Kaum muslimin pada masa awal-awal Islam dipercaya ucapannya jika
ia mengatakan bahwa dirinya bermaksud menegaskan talak akan tetapi
kemudian keadaan berubah, dimana kebanyakan kalimat seperti itu
diniatkan sebagai talak tiga, dengan bukti perkataan Umar: "Orang-
orang sekarang mau cepat-cepat melakukan sesuatu yang sebenarnya
longgar bagi mereka". Putusan ini hanya berlaku di peradilan, adapun
secara keagamaan setiap orang beramal sesuai niatnya masing-masing.
Walaupun menurut saya pendapat jumhur lebih kuat, boleh-boleh
saja kita berpegang kepada pendapat lbnu Taimiyyah dan yang
sependapat dengannya, karena talak menghancurkan keluarga dan
menyebabkan anak-anak terlantar.
Penutup
Dari pembahasan diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan :
- Jumlah talak raj’iyah adalah dua kali secara bertahap dan dalam masa ‘iddah dia
boleh memilih kembali dalam pernikahan, serta tidak bolehnya mengambil
kembali mahar yang telah diberikan dahulu.
- Kebolehan pengajuan khulu’ bagi istri dengan membayar tebusan kepada suami,
dan dalam pembayaran tersebut suami dilarang untuk memberatkan istrinya.
- Wanita yang tertalak tiga (ba’in) kemudian menikah dengan orang lain, boleh
kembali menikah dengan suaminya yang pertama asalkan dia telah ditalak suami
kedua dan sudah terjadi jima’.

Islam memperkenankan talak sekalipun dinilai hal yang amat dibenci Allah
karena ada suatu dharurat yang memaksa, dan demi memulai hidup yang lebih baik.
Karena itu talak dipandang sebagai solusi untuk menghindarkan kemelut rumah
tangga yang justru terkadang dampak negatifnya dirasakan oleh seluruh keluarga.
Dan hanya dalam Islam yang menjelaskan sistem “rujuk” dengan motivasi demi
mengembalikan ikatan perkawinan dan demi menjaga anak cucu dari perceraian
dan berantakan serta memperbaiki hubungan cinta suami istri yang telah rusak.
Talak raj’i ini hanya dua kali, untuk memberi kesempatan kepada suami istri untuk
berpikir kembali dan memperbaiki hubungan yang telah rusak kemudian kembali
hidup dengan penuh cinta.

Anda mungkin juga menyukai