Anda di halaman 1dari 14

AYAT-AYAT TENTANG TALAQ

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas

Tafsir Maudhu‟iy 2

Oleh:
Ahmad Danish Bachtiar E73219041
Lifia Ananda Putri E73219054

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Khoirul Umami, M.Ag.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan dalam Islam merupakan suatu hubungan sakral yang mengikat
antara dua pribadi. Pernikahan merupakan akad yang sangat kuat untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Pernikahan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakῑnah, mawaddah dan rahmah1. Akad
yang diucapkan dalam pernikahan menjadi sebuah lafaz yang menghalalkan
hubungan dua insan. Pada hakikatnya pernikahan diharapkan dapat terjaganya
hubungan kekeluargaan yang membawa keharmonisan dan tetap terjaganya hubungan
itu hingga maut yang akan memisahkan keduanya dan akan terjadi sekali seumur
hidup, sehingga terwujudnya keluarga yang bahagia dan dapat mendidik anak-anak
menjadi generasi baru yang lebih baik lagi. Adanya akad dalam pernikahan menjadi
suatu hal yang membedakan antara makhluk Allah yaitu manusia dengan makhluk
yang lainnya.
Di dalam pernikahan terdapat beberapa ketentuan yang wajib dilakukan
antara keduanya, bukan berarti bebas sesuai kehendak diri. Akan tetapi terkadang
keharmonisan keluarga tidak selamanya berjalan dan dapat dipertahankan menuju
arah yang sama. Timbulnya beberapa hal yang pada akhirnya mengakibatkan
hadirnya sebuah alasan keretakan dalam sebuah rumah tangga yang sudah dibina.
Alur pikir dan persepsi pasangan suami istri tidak lagi berjalan seirama sehingga
terjadi perselisihan maupun kesalahpahaman dan perbedaan pendapat yang berujung
pada terjadinya pertengkaran, perselisihan dan ketidakrukunan.
Jika pertengkaran dan perselisihan tersebut tidak dengan segera dicari solusi
yang baik, maka dimungkinkan pertengkaran dan perselisihan itu akan bertambah
kompleks dan berlarut-larut sehingga menimbulkan ketidakharmonisan dalam rumah
tangga. Implikasi dari segala permasalahan itu akan berakhir pada munculnya kata
perceraian. Perceraian sendiri dalam Islam telah diatur sedemikan rupa sebagai bentuk
jalan keluar terakhir apabila pernikahan itu tidak dapat diteruskan, dalam artian ikatan
itu harus diputuskan dengan memperkenankan perceraian, baik perceraian itu
dilakukan atas kehendak suami ataupun istri. Perceraian dalam istilah ahli fiqih
sendiri disebut dengan talak. Adapun pengertian talak itu sendiri ialah bercerai yaitu
lawan dari berkumpul. Perceraian merupakan suatu perbuatan halal yang dibenci oleh
Allah.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Talak?
2. Penafsiran Ayat-ayat tentang Talaq?
3. Syarat-Syarat Talak?
4. Macam-Macam Bentuk Talak Dalam Islam?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Talak
Term talak merupakan istilah serapan dari Bahasa Arab, yaitu ‫ الطالق‬dengan
penambahan huruf alif di depan huruf lam diambil dari kata dasar َ‫طَلَقَ َ– َطَلَقاً َ– َوَطَالَقا‬,
secara Bahasa berarti memberikan, lepas, ikatannya, berpisah, atau bercerai. 1 Imam
Al-Jaziri dan Al-Zuhaili menyebutkan makna talak secara bahasa yakni memudarkan
ikatan kuda dan ikatan tawanan, ataupun bersifat maknawi seperti ikatan pernikahan.
Misalnya dengan sebutan “talaq al-naqah” atau naqatun taliqun”, artinya memudarkan
ikatan unta dan melepaskannya, atau unta yang terlepas.2 Dari makna bahasa diatas,
dapat dipahami bahwa kata talak mengandung makna umum, meliputi semua bentuk
pelepasan suatu ikatan, baik secara zahir ataupun secara maknawi. Secara zahir
maksudnya melepaskan ikatan yang tampak ada tali pengikatnya, sedangkan secara
maknawi maksudnya yang secara makna memiliki ikatan, seperti ikatan keluarga,
ikatan nasab, ikatan pernikahan, ikatan saudara, ikatan suku, dan lainnya.3
Adapun menurut terminologi, rumusan makna talak cenderung diarahkan pada
makna pelepasan ikatan pernikahan, atau perceraian antara suami istri. Jadi dapat
disimpulkan bahwa talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga
hilangnya ikatan perkawinan mengakibatkan istri tidak lagi menjadi halal bagi
suaminya dan juga sebaliknya. Putusnya ikatan karena talak merupakan pelepasan
dari segala bentuk hak dan tanggung jawab sebagai pasangan suami istri yang
sebelumnya tercipta karena adanya akad dalam pernikahan.
B. Penafsiran Ayat-ayat tentang Talaq
1. QS. Al-Baqarah ayat 228

‫ص َن بِاَنْ ُف ِس ِه َّن ثَ ّٰلثَةَ قُ ُرْْۤوٍءَٓ َوََل ََِي ُّل ََلُ َّن اَ ْن يَّكْتُ ْم َن َما َخلَ َق ال ّٰلّوُ ِ ْفَٓ اَْر َح ِام ِه َّن اِ ْن ُك َّن‬ْ َّ‫ت يَتَ َرب‬ُ ‫َوالْ ُمطَلَّ ّٰق‬
‫ص ََل ًحا ٓ ََوََلُ َّن ِمثْ ُل الَّ ِذ ْي‬ ِ ِ ِ‫اَل ِخ ِرَٓ وب عولَت ه َّن اَح ُّق بِرِّد ِى َّن ِف ّٰذل‬ ّٰ ْ ‫يُ ْؤِم َّن بِال ّٰلّ ِو َوالْيَ ْوِم‬
ْ ‫ك ا ْن اََر ُاد ْوَٓا ا‬ َ ْ َ َ ُ ُ ُْ ُ َ
‫فَٓ َولِ ِّلر َج ِال َعلَْي ِه َّن َد َر َجةٌ َٓ َوال ّٰلّوُ َع ِزيْ ٌز َح ِكْي ٌم‬ ِ ‫علَي ِه َّن بِالْمعرو‬
ُْ ْ َ َْ
1
Achmad W. Munawwir dan M. Fairuz, Kamus Al-Munawwir (Surabaya}: Pustaka Progresif, 2007), 861.
2
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh „ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah, terj. Faisal Saleh, Jilid 5, cet. 2 (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2017), 576.
3 3
Jamhuri dan Zuhra, “Konsep Talak Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (Analisis Waktu Dan Jumlah
Penjatuhan Talak)”, Media Syariah: Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial, Vol. 20, No. 1 (2018),
99.
Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga
kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para
suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka
menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai
kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Di dalam ayat ini dijelaskan, apabila istri-istri yang dicerai suaminya, maka
hendaknya dia bersabar menunggu tiga kali quru‟, baru boleh kawin dengan laki-laki
lain. Selama waktu itu, ia tidak boleh berbohong mengenai kondisi dirinya, supaya
suaminya tetap memberi belanja kepadanya selama dia masih iddah. Maka turunlah
ayat ini melarang istri yang dicerai untuk menyembunyikan apa yang terjadi dalam
rahimnya. Selama perempuan yang ditalak masih dalam iddah kalau suami hendak
ruju‟ itulah yang lebih baik, jika niat ruju‟nya ingin membina rumah tangganya yang
baik. Cukuplah waktu „iddah itu bagi suami untuk berfikir apakah ia akan ruju‟
kembali (lebih-lebih sudah ada anak) atau akan bercerai. Demikian Allah mengatur
hubungan suami istri dengan cara-cara yang harmonis untuk mencapai kebahagiaan
hidup dalam berumah tangga. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.

2. QS. Al-Baqarah ayat 229:

َ ‫ان َٓ َوََل ََِي ُّل لَ ُك ْم اَ ْن تَأْ ُخ ُذ ْوا ِِم‬


ٓ‫َّا‬ ٍ ‫ف اَو تَس ِريحَٓ بِاِحس‬
َْ
ٍ ِ ٌ ‫اَلطَََّل ُق مَّرّٰت ِن َٓ فَاِمس‬
ٌ ْ ْ ْ ‫اكَٓ ِبَْع ُرْو‬ َْ َ
ِ ّٰ ِ ِ ِ ِ ّٰ ِ ِ
َ َ‫اّٰتَ ْيتُ ُم ْوُى َّن َشْيًا اََّلَٓ اَ ْن ََّّيَافَآَ اَََّل يُقْي َما ُح ُد ْوَد اللّو َٓ فَا ْن خ ْفتُ ْم اَََّل يُقْي َما ُح ُد ْوَد اللّو َٓ فَ ََل ُجن‬
‫اح‬
ْۤ ّٰ ّٰ ِ
‫ك ُى ُم‬ َ ‫ك ُح ُد ْوُد اللّ ِو فَ ََل تَ ْعتَ ُد ْوَىا ٓ ََوَم ْن يَّتَ َع َّد ُح ُد ْوَد اللّ ِو فَاُوّٰل ِٕى‬
َ ‫ت بِوَٓ َٓ تِْل‬
ْ ‫َعلَْي ِه َما فْي َما افْ تَ َد‬
‫ال ّٰظّلِ ُم ْو َن‬
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan
dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami
dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali)
khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka
keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.
Dalam ayat 229 dan 230 surat al-Baqarah bertujuan untuk menghapus
kebiasaan sebelum Islam yang mana suami tetap ruju‟ pada istrinya dalam iddah
meskipun telah ditalak seratus kali. Karena hal ini merugikan pihak wanita dan
menyusahkannya, maka Allah membatasi suami yang akan ruju‟ pada istri hanya
dalam dua kali talak, sehingga jika talak ketiga maka suami tidak berhak untuk ruju‟
kembali. Hasyim bin Urwah dari ayahnya berkata, ”Ada orang yang berkata pada
istrinya” Aku tidak akan menceraikan anda selamanya dan tidak akan pula akan
mengkumpuliya selamanya, istri berkata, bagaimana itu? Jawabanya, Aku talak anda
kemudian bila hampir habis iddahmu aku ruju‟ kembali ke ayahmu. “Maka wanita itu
datang kepada Nabi Muhammad Saw. menyampaikan keadaannya itu sehingga Allah
menurunkan QS. Al-Baqarah ayat 229”.4
Pada lafadz “Fa imsaa kun bima‟ruf au tasriihun bi ikhsan” berarti, jika
mencerai satu atau dua kali maka terserah padanya untuk diruju‟ kembali atau
dilepaskan, dan keduanya harus dengan maksud tujuan yang baik, jangan menganiaya
haknya atau menyakiti hatinya. Imam Fakhrul Razi mengatakan: bahwa hikmah
ditetapkannya meruju‟ itu karena manusia selama berada bersama kawannya, apakah
perpisahan itu akan memberatkan dirinya atau tidak. Oleh karena itu, ketika ia
berpisah barulah nampak itu semua. Karena itu, jika Allah menetapkan perceraian
sekali itu sudah menghalang untuk selamanya, berarti semakin besar kesusahan
manusia.5 Sebab kadang-kadang “Mahabbah” (rasa cinta) itu timbul sesudah berpisah.
Maka pada akhirnya Allah menetapkan hak kembali sesudah berpisah itu sebanyak
dua kali. Tahapan ini menunjukkan kesempurnaan rahmat Allah dan kehalusan budi-
Nya kepada hamba-Nya. Kemudian Allah mengakhiri ayat ini dengan menjelaskan
ancaman-ancaman bagi yang melanggar hukum-hukum tersebut, seperti melanggar
apa yang dihalalkan oleh-Nya untuk kalian dan memilih apa yang telah diharamkan
oleh-nya. Dan jangan pula melanggar apa yang telah diperintahkan kepada kalian
kemudian melakukan apa yang diarang oleh-Nya.
3. QS. Al-Baqarah ayat 230

‫اح َعلَْي ِه َمآَ اَ ْن‬ ِ ِ ِ ِ ِ


َ َ‫فَا ْن طَلَّ َق َها فَ ََل ََت ُّل لَوَٓ م ْنَٓ بَ ْع ُد َح ّّٰت تَ ْنك َح َزْو ًجا َغْي َرهَٓ َٓ فَا ْن طَلَّ َق َها فَ ََل ُجن‬
‫ك ُح ُد ْوُد ال ّٰلّ ِو يُبَ يِّ نُ َها لَِق ْوٍم يَّ ْعلَ ُم ْو َن‬ ّٰ ِ ِ
َ ‫اج َعآَ ا ْن ظَنَّآَ اَ ْن يُّقْي َما ُح ُد ْوَد اللّ ِو َٓ َوتِْل‬
َ ‫يَّتَ َر‬

4
Abdullah Afandi, Konsepsi Al-Qur‟an Tentang Talaq, Jurnal Samawi, Vol. 4, No. 2, Tahun 2020, 3.
5
Ibid., 4.
Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-
ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.

Selanjutnya dalam ayat ini dijelaskan, jika sudah jatuh talak tiga tidak boleh
ruju‟ lagi. Apabila kedua belah pihak ingin hidup kembali sebagai suami istri, maka
perempuan itu haruslah kawin lebih dahulu dengan laki-laki lain yang telah dicampuri
oleh suaminya yang baru itu, dan telah diceraikannya dan sudah habis masa iddahnya.
Disisi lain surat ini secara jelas menerangkan bahwa yang dimaksud dengan nikah
yang menghalalkan ruju‟ kepada bekas istrinya yang tertalak tiga kali ialah nikah
yang dilakukan secara sah dan dilandasi dengan adanya keinginan dari kedua belah
pihak. Barang siapa mengawini seorang wanita dengan tujuan mengembalikannya
kepada suami yang pertama, maka nikahnya tidak sah. Dan jika ia ditalak oleh
suaminya yang baru, ia tetap tidak sah bagi suami yang pertama. perbuatan ini
termasuk maksiat dan dikecam oleh syari‟at agama. Maka secara tegas ayat ini
menyuruh untuk lebih berhati-hati dalam menjatuhkan talak, jangan gegabah dan
jangan terburu nafsu dalam menjatuhkan talak, pikirlah masak-masak karena
menjatuhkan talak itu dibolehkan dalam Islam tapi ia adalah perbuatan yang dibenci
Allah.

Seperti pada suatu hadis di sebutkan:

ُ ‫َعنَعبدَهللاَبنَعمرَقالَقالَرسولَهللاَصلىَهللاَعليهَوسلمَأبغضُ َالحال ِلَإِلىَهللاَِالطَّال‬


َ‫ق‬
Artinya: Dari Abdullah bin Umar telah berkata bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: “Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak”. (HR. Abu Bakar
Dawud dan Ibnu Majah).6
Talak merupakan satu-satunya yang dihalalkan namun dibenci Allah Swt.
Sebab, pertama talak dapat membatalkan ikatan pernikahan suci. Kedua, talak
dihalalkan adalah sebagai wujud penghargaan Islam terhadap manusia, karena Allah
menciptakan masing-masing manusia tidak ada yang sama dalam sisi fisik ataupun
psikis sekalipun terlahir secara kembar pun. Demikian juga dengan suami istri,

6
Abu Dawud Sulaiman, Sunan Abi Dawud, Juz 6, Maktabah Syamilah, 91.
sebagai manusia pasti akan dijumpai titik perbedaan baik dari pola pikir, emosional
dan lainnya.
4. QS. Al-Baqarah ayat 232

َٓ ‫ف‬ ِ ‫واِ َذا طَلَّ ْقتم النِّساْۤء فَب لَ ْغن اَجلَه َّن فَ ََل تَعضلُوى َّن اَ ْن يَّْن ِكحن اَْزواجه َّن اِ َذا تَراضوا ب ي نَ هم بِالْمعرو‬
ْ ُ ْ َ ْ ُ َْ ْ َ َ َُ َ َ ْ ُْ ُ ْ ُ َ َ َ َ َ ُُ َ
ّٰ ْ ‫ظ بِوَٓ َم ْن َكا َن ِمْن ُك ْم يُ ْؤِم ُن بِال ّٰلّ ِو َوالْيَ ْوِم‬
‫اَل ِخ ِر َٓ ّٰذلِ ُك ْم اَْزّٰكى لَ ُك ْم َواَطْ َه ُر َٓ َوال ّٰلّوُ يَ ْعلَ ُم‬ ِ
َ ‫ّٰذل‬
ُ ‫ك يُ ْو َع‬
‫َواَنْتُ ْم ََل تَ ْعلَ ُم ْو َن‬
Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai idahnya, maka
jangan kamu halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah
terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan
kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Itu
lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui.

Dalam surat ini, lafadz “Bainahum”, menunjukkan bahwasanya tidak ada


halangan bagi seorang lelaki untuk melamar wanita (janda) langsung kepada dirinya
dan bersepakat dengannya untuk melakukan perkawinan. Pada saat itu terdapat
larangan dan diharamkan bagi walinya untuk menahan dan menghalang-halangi
pernikahan dengan orang yang melamarnya. Sebagaimana dijelaskan firman Allah
“bil ma‟ruf”, ini menujukkan bahwa melarang atau mempersulit seorang janda
melakukan pernikahan hanya diperoleh jika ternyata lelaki yang melamarnya tidak
sepadan dengan janda tersebut. Misalnya seorang wanita terhormat hendak dikawin
oleh lelaki berakhlaq rendah yang merusak kehormatan wanita tersebut mencemarkan
kerabat dan sanak familinya. Jika memang demikian maka wajib bagi walinya
mengalihkannya dari lelaki tersebut dengan nasehat dan petunjuk yang bisajksana.7

Dalam ayat ini terkandung bahwa orang-orang yang benar beriman adalah
mereka yang mau mengambil nasehat ini. Adapun orang-orang yang mengabaikan
nasehat ini dan bahkan tidak mau tahu mereka itu bukan orang-orang beriman.
Mereka adalah mengaku beriman hanya dimulut saja, sebab mereka tidak bisa
menerima prinsip-prinsip keimanan melalui dalil. Hati mereka membeku dan tidak
bisa menerima nasehat, oleh karena itu tidak ada gunanya sama sekali memberikan

7
Maida Hafidz., 37.
nasehat kepada mereka yang gemar mengikuti kemauan nafsu dan apa-apa yang
dilakukan oleh orang pada zaman dahulu.

5. QS. At-Talaq 1

‫صوا الْعِ َّدةََٓ َواتَّ ُقوا ال ّٰلّوَ َربَّ ُك ْمَٓ ََل ُُتْ ِر ُج ْوُى َّن‬ ِِ ِ ِ
ُ ‫ِّساْۤءَ فَطَلِّ ُق ْوُى َّن لعدَِّت َّن َواَ ْح‬ َّ ِ ُّ ِ‫يَآاَيُّ َها الن‬
َ ‫َِّب اذَا طَل ْقتُ ُم الن‬
‫ك ُح ُد ْوُد ال ّٰلّ ِو ٓ ََوَم ْن يَّتَ َع َّد ُح ُد ْوَد ال ّٰلّ ِو‬ ِ ‫ِمنَٓ ب ي وِتِِ َّن وََل ََّيْرجن اََِّلَٓ اَ ْن يَّأْتِي بَِف‬
َ ‫اح َش ٍة ُّمبَ يِّنَ ٍةَٓ َوتِْل‬ َْ َ ْ ُ َ ْ ُُ ْ
ِ ِ ّٰ
‫ك اَْمًرا‬َ ‫ث بَ ْع َد ّٰذل‬ ُ ‫فَ َق ْد ظَلَ َم نَ ْف َسوَٓ َٓ ََل تَ ْد ِر ْي لَ َع َّل اللّوَ َُْيد‬
Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan
hitunglah waktu idah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu
keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika
mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah, dan
barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim
terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah
mengadakan suatu ketentuan yang baru.

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-orang yang akan mentalak
istrinya agar mentalak mereka dalam keadaan suci, yang diperhitungkan bagi mereka
dari masa iddah mereka, yaitu masa suci. Mereka tidak boleh mentalak dalam keadan
haid, sebab pada masa haid ini termasuk quru‟ yang diperhitungkan. Disamaping itu
Allah juga memerintahkan kepada mereka untuk menentukan iddah serta menjaganya
dan khawatir terhadap hak-haknya. Abdullah berkata: Jika suami mentalak istrinya
maka talaklah dia dalam keadaan suci tanpa jima‟. Kemudian maksud Allah mengenai
hak seorang istri dijelaskan bahwa bagi suami janganlah kamu mengeluarkan istri-istri
yang beriddah dari tempat tinggal yang kamu tempatkan mereka didalamnya sebelum
mereka ditalak, karena kamu marah kepada mereka atau benci mereka tinggal disitu,
atau kamu memerlukan tempat tinggal, sebab pemberian tempat tinggal itu adalah hak
Allah yang diberikan pada istri, sehingga kamu tidak boleh melanggarnya kecuali
karena darurat, seperti kerusakan rumah, kebakaran, kebanjiran, atau takut terjadi
fitnah dalam urusan agama. Hendaklah mereka tidak dikeluarkan dari rumah kecuali
jika mereka melakukan perbuatan yang mewajibkan had. Seperti pernyataan Dhahlaq
tentang wanita yang apabila berbuat fahisyah (keji) dalam kata-kata ini adalah zina,
Ibnu Umar berkata, fahisyah adalah keluarnya mereka sebelum selesainya iddah. As-
Sadi dan yang lain berkata, fahisyah Mubayyinah adalah maksiat yang nyata yakni
nuzus, sedangkan dari Ibnu Abbas: kecuali mereka keji maka halal bagi mereka
dikeluarkan karena kekejian dan buruk akhlaqnya. Maka untuk itu para suami halal
mengeluarkan mereka dari rumah-rumah mereka.
C. Syarat-Syarat Talak
1. Syarat-syarat yang terdapat pada suami:
a. Suami yang berakal, artinya, orang yang akalnya rusak atau tidak waras maka
tidak boleh menjatuhkan talak dan talaknya tidak sah. Yang dimaksud akalnya
tidak waras disini adalah gila, mabuk, epilepsi, sedangkan dia tidak
mengetahui apa yang diucapkannya.
b. Suami yang telah baligh, artinya, apabila anak kecil menjatuhkan talak maka
talaknya tidak sah.
c. Atas kehendaknya sendiri, artinya, tidak sah talak yang dijatuhkan oleh suami
karena paksaan, sementara dirinya sendiri tidak berkehendak.8
2. Syarat-syarat yang terdapat pada wanita adalah bahwa wanita tersebut miliknya
atau masih berada dalam masa iddah talak. Karena itu, apabila laki-laki
menjatuhkan talak kepada wanita yang bukan istrinya atau tidak dalam masa
iddah maka talaknya tidak sah.9
3. Syarat yang terdapat pada lafal
a. Menggunakan lafal yang bermakna talak, baik secara etimologi maupun „urf,
baik itu melalui tulisan ataupun isyarat yang dapat dipahami.
b. Suami yang menjatuhkan talak tersebut memahami makna lafal itu.
c. Lafal talak itu disandarkan pada istrinya dalam kalimat.10
D. Macam-Macam Bentuk Talak Dalam Islam
a. Talak yang ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak terbagi menjadi tiga
macam:
1. Talak Sunni/Sunnah: yaitu talak yang sesuai dengan tuntutan syariat karena
keabsahannya disepakati oleh para ulama‟. Talak ini dlakukan oleh suami
yang sudah menggauli istrinya , dalam keadaan suci, belum dicampuri dalam

8
Al-Jaziri, Al-Fiqh „ala Madzahib al-„Arba‟ah, 251. Lihat juga Ibnu Qudamah, Al-Mugni, Juz VII, (Kairo:
Maktabah Al-Qahiroh, 1969), 382.
9
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Juz 2, hal. 61. Lihat juga Al-Marginani, Al-Hidayah Syarah Bidayah al-
Mujtahid, Juz 2, 250.
10
Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, cet. 3, Juz 7, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), 378-380.
masa suci itu dan talak yang diucapkan sekali (bukan dua atau tiga
sekaligus).11
2. Talak Bid‟ah: talak yang tidak sesuai dengan sunnah, karenanya
diperselisihkan keabsahannya oleh para ulama‟. Talak ini dilakukan oleh
suami pada waktu istri sedang dalam masa nifas atau haid, istri sedang dalam
masa suci tetapi sudah dicampuri pada masa suci itu, talak yang diucapkan
sekaligus tiga kali dalam satu majelis di tempat yang berisah-pisah, dan talak
yang diucapkan pada masa iddah istri. Para ulama bersepakat bahwa talak
yang demikian haram hukumnya dan orang yang melakukannya berdosa.12
Akan tetapi Sebagian ulama ada yang berpendappat bahwa hal tersebut tidak
jatuh talak, diantara ulama yang mengatakan demikian ialah Ibnu Taimiyah,
Ibnu Hazm, Ibnul Qayyim dan salah satu pendapat Imam Ahmad13
3. Talak yang bukan sunni dan bid‟i. Talak yang dimaksud adalah talak yang
dilakukan suami kepada istri yang belum pernah digauli, talak yang dijatuhkan
kepada istri yang belum pernah haid atau istri yang telah lepas haid, talak yang
dijatuhkan kepada istri yang sedang hamil, talak yang dijatuhkan kepada istri
yang masih kecil, talak yang dijatuhkan kepada istri yang melakukan khulu‟,
dan talak yang jatuh karena sumpah illa‟.
b. Talak dari segi akibat yang ditimbulkan
1. Talak Raj‟i: merupakan talak yang masih diperbolehkan untuk kembli kepada
istrinya (rujuk) sebelum berakhir masa iddahnya. Yang termasuk dalam
kategori ini adalah talak yang jatuh satu kali, talak yang dijatuhkan terhadap
istri yang sudah pernah digauli.
2. Talak ba‟in: ketentuan talak yang diberikan tanpa adanya hak rujuk kembali
kepada istrinya. Apabila suami ingin kembali dengan istrinya harus disertai
dengan akad baru yang sesuai dengan ketentuannya. Talak ini terbagi menjadi
dua macam, yakni:
a. Bain Sughra (Talak Pemutus Kecil), talak ini merupakan talak yang
diucapkan suami dan dapat menghilangkan hak untuk rujuk kembali,
dalam arti, boleh rujuk kembali dengan adanya mahar dan akad baru, yang

11
Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M Abdul Ghofur EM, cet. 5, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, (2006), 212.
12
Ali Yusuf, Fiqh Keluarga (Pedoman Berkeluarga Dalam Islam), terj. Nur Khozin, cet. 3, (Jakarta: Amzah,
2019), 336.
13
Sayyid sabiq, Ringkasan Fikih Sunnah, cet. 2, terj. Ahmad Tirmidzi, Futuhal Arifin dan Farhan Kurniawan,
(Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2014), 508.
sebelumnya istri tidak harus menikah dahulu dengan orang lain, istri yang
ditalak menjadi (orang asing) atas suaminya, sehingga tidak halal bagi
keduanya berhubungan sebagaimana hubungan suami istri.14
b. Bain Kubra, yakni talak yang menghilangkan hak rujuk dan akad baru bagi
suami kecuali kalau istrinya sudah menikah terlebih dulu dengan laki-laki
lain dan diiringi dengan akad yang sah, sudah digauli dan kemudian
diceraikan karena alasan syar‟i tanpa adanya unsur rekayasa dalam
pernikahan.
c. Talak dari segi jelas tidaknya ucapan talak
1. Talak Sharih: yakni talak yang diucapkan dengan menggunakan bahasa yang
jelas dan tegas. Misalnya jika suami mengatakan “saya ceraikan kamu” kepada
istrinya, meskipun talak ini diucapkan tanpa adanya niat atau dalam kondisi
bercanda, suami tetap dianggap telah menjatuhkan talak pada istrinya.
2. Talak Kinayah: yakni talak yang diucapkan dengan menggunakan kata yang
samar-samar atau kata sindiran tapi sebenarnya mengandung makna
perceraian. Kata tersebut bisa dijatuhi talak apabila disertai niat. Contohnya
“Pulanglah engkau pada orang tuamu karena aku tidak lagi menghendakimu”.
15

14
Ibid, 513
15
Maida Hafidz, “Penerapan Teori Qira‟ah Mubadalah Terhadap Analisis Waktu Dan Jumlah Jatuhnya Dalam
Konsep Talak Tiga”, Jurnal Studi Islam, Vol. 14, No. 1, (2022), 32.
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Al-Qur‟an dalam beberapa ayat menjelaskan secara rinci mengenai aturan
terkait perceraian. Hal ini bukan berarti Islam memudahkan perceraian terjadi, tetapi
demi kemaslahatan pasangan suami istri. Islam menampakkan diri melalui ayat-ayat
al-Qur‟an bahwa Islam agama yang manusiawi. Sebagaimana telah dijelaskan sebuah
pernikahan memang harus diikrarkan untuk sepanjang hidup bukan dalam masa-masa
tertentu, namun dalam perjalanan kehidupan manusia selalu ada pasangan yang sulit
untuk dipertahankan, maka diperlukan sebuah norma-norma yang mengaturnya.
Norma-norma tersebut dapat ditemukan dalam al-Qur‟an. Inilah alasan rasional
pelegalan perceraian dalam agama Islam. Dalam hal ini dapat dikatakan, bahwa
perceraian merupakan solusi terakhir yang ditawarkan al-Qur‟an bila di dalam
pernikahan terjadi pertikaian atau ketidakcocokan antar pasangan yang sudah tidak
bisa dipertemukan lagi baik upaya suami istri ataupun keluarga. Jadi penghalalan
perceraian merupakan upaya Islam menghormati kemanusiannya manusia yang tidak
semuanya mampu mempertahankan pernikahan sampai akhir hayat. Aturan-aturan
tersebut dibuat sedemikian rupa dalam rangka meminimalisir jumlag perceraian,
bukan mempermudah.
DAFTAR PUSTAKA

Munawwir, Achmad W. 2007. Kamus Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif


Al-Jaziri, Abdurrahman. 2017. Al-Fiqh „ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah, terj. Faisal Saleh, Jilid
5, cet. 2. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Jamhuri dan Zuhra. “Konsep Talak Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (Analisis Waktu Dan
Jumlah Penjatuhan Talak)”, Media Syariah: Wahana Kajian Hukum Islam dan
Pranata Sosial, Vol. 20, No. 1 (2018)
Sulaiman, Abu Dawud. Sunan Abi Dawud, Juz 6, Maktabah Syamilah.
Al-Jaziri. Al-Fiqh „ala Madzahib al-„Arba‟ah. Lihat juga Ibnu Qudamah, Al-Mugni, Juz VII.
Kairo: Maktabah Al-Qahiroh, 1969.
Rusyd, Ibnu. Bidayah al-Mujtahid, Juz 2. Lihat juga Al-Marginani. Al-Hidayah Syarah
Bidayah al-Mujtahid, Juz 2.
al-Zuhayliy, Wahbah. 1989. al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, cet. 3, Juz 7. Damaskus: Dar al-
Fikr
Ayyub, Hasan. 2006. Fikih Keluarga, Terj. M Abdul Ghofur EM, cet. 5. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar
Yusuf, Ali. 2019. Fiqh Keluarga (Pedoman Berkeluarga Dalam Islam), terj. Nur Khozin, cet.
3. Jakarta: Amzah
Sabiq, Sayyid. 2014. Ringkasan Fikih Sunnah, cet. 2, terj. Ahmad Tirmidzi, Futuhal Arifin
dan Farhan Kurniawan. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar
Hafidz, Maida . 2022. “Penerapan Teori Qira‟ah Mubadalah Terhadap Analisis Waktu Dan
Jumlah Jatuhnya Dalam Konsep Talak Tiga”, Jurnal Studi Islam, Vol. 14, No. 1
Afandi, Abdullah. 2020. Konsepsi Al-Qur‟an Tentang Talaq, Jurnal Samawi, Vol. 4, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai