Anda di halaman 1dari 26

TALAQ

Pengertian talak Talak secara bahasa :


‫اإلرسال و الترك‬
Melepas dan meninggalkanSecara syar’i : ‫حلرابطة‬
‫الزواج و إنهاء العالقة الزوجية‬Artinya: “Melepaskan
ikatan pernikahan dan mengakhir hubungan suami
istri” (Fiqh Sunnah, Juz VII hlm. 379)
Dalil disyari’atkannya talak
• A. Dalil dari Al-Qur’an,‫الق َم َّرتَ ِان‬ ُ َّ‫الط‬
َ‫اك ِ ب َم ْعر ٍ أ‬
‫ُوف ْو َ ت ْس ِري ٌح ِ بإِ ْح َس ٍان‬ ٌ ‫“ َ فإ ْم َس‬Thalak
(yang dapat dirujuki) dua kali.
Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma’ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik.” (Al Baqarah :
229)
• B. Dalil dari SunnahDiantaranya sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Ibnu Umar rahiyallahu anhuma bahwasannya
dia menalak istrinya yang sedang haidh. Umar menanyakan hal
itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ‫ى‬ : َّ‫ُمرْ ُه َ ف ْليُ َرا ِجع َْها ُ َّثم ْ ليَ ْت ُر ْك َها َحت‬
‫ط ُه َر ُ َّثم ِ ْإن َشا َء َأ ْم َس َك َ ْبع ُد َوِ ْإن َشا َء طَلَّ َق َ قب َْل َ ْأن َ ي َم َّس‬ ْ ‫يض ُ َّثم َ ت‬ َ ‫ط ُه َر ُ َّثم َ ت ِح‬ ْ ‫َت‬
‫“ َ فتِ ْل َك ْا ِلع َّدةُ اَّلتِى َأ َم َر ُهَّللا َع َّز َو َج َّل َ ْأن ُ يطَلَّ َق َ ل َها النِّ َسا ُء‬Perintahkan
kepadanya agar dia merujuk istrinya, kemudian membiarkan
bersamanya sampai suci, kemudian haid lagi, kemudian suci
lagi. Lantas setelah itu terserah kepadanya, dia bisa
mempertahankannya jika mau dan dia bisa menalaknya
(mencraikannya) sebelum menyentuhnya (jima’)  jika mau.
Itulah iddah seperti yang diperintahkan oleh Allah agar para istri
yang ditalak dapat langsung menhadapinya (iddah)” (HR.
Bukhari dan Muslim).
• C. Ijma
Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Shalih
Al-Fauzan: “Sungguh telah
dihikayatkan adanya ijma’ atas di
syariat-kannya talak (cerai) lebih dari
satu ulama.” (Al-Mulakhos Al-Fiqhiy,
hlm 411)
Hukum Talak
• 1- MakruhYaitu ketika suami menjatuhkan talak
tanpa ada hajat (kebutuhan) yang menuntut
terjadinya perceraian. Padahal keadaan rumah
tangganya berjalan dengan baik.
• 2- HaramYaitu ketika di jatuhkan tidak sesuai
petunjuk syar’i. Yaitu suami menjatuhkan talak dalam
keadaan yang dilarang dalam agama kita. dan terjadi
pada dua keadaan:Pertama : Suami menjatuhkan
talak ketika istri sedang dalam keadaan haidKedua :
Suami menjatuhkan talak kepada istri pada saat suci
setelah digauli tanpa diketahui hamil/tidak.3- Mubah
(boleh)
• 3- Mubah (boleh)Yaitu ketika suami berhajat atau
mempunyai alasan untuk menalak istrinya. Seperti
karena suami tidak mencintai istrinya, atau karena
perangai dan kelakuan yang buruk yang ada pada
istri sementara suami tidak sanggup bershabar
kemudian menceraikannya. Namun bershabar lebih
baik. ‫هللاف ِيه‬ ِ ُ ‫َ فإِ ْن َك ِر ْهتُ ُمو ُه َّن َ ف َع َسى َ ْأن َ ت ْك َرهُوا َش ْيئًا َويَجْ َع َل‬
‫“خ ْي ًرا َكثِي ًرا‬Kemudian
َ bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan
padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa’ : 19)
• 4- Sunnah
Ketika di jatuhkan oleh suami demi kemaslahatan
istrinya serta mencegah kemudharatan jika tetap
bersama dengan dirinya, meskipun sesungguhnya
suaminya masih mencintainya. Seperti sang istri tidak
mencintai suaminya, tidak bisa hidup dengannya dan
merasa khawatir tidak bisa menjalankan tugasnya
sebagai seorang istri. Talak yang dilakukan suami pada
keadaan seperti ini terhitung sebagai kebaikan terhadap
istri. Hal ini termasuk dalam keumuman firman
‫“ َوَأحْ ِسنُوا ِ َّإن َ ُ ي‬Dan
Allah subhaanahu wata’ala :‫هللا ِح ُّب ال ُمحْ ِس ِن َين‬
berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al Baqarah :195)
5- Wajib
• Yaitu bagi suami yang meng-ila’ istrinya
(bersumpah tidak akan menggauli istrinya, -ed.)
setelah masa penangguhannya selama empat
bulan telah habis, bilamana ia enggan kembali
kepada istrinya. Hakim berwenang memaksanya
untuk menalak istrinya pada keadaan ini atau
hakim yang menjatuhkan talak tersebut. (Silahkan
lihat Taudiihul Ahkam : 5/488, Al-Mulakhos Al-
Fiqhiy, hlm. 410, Fiqih Muyyasar, hlm. 306)
Jatuhnya Talak
• Talak hanya jatuh jika di ucapkan. Adapun niat semata
dalam hati tanpa di ucapkan, tidak terhitung talak.Berkata
Asy-Syaikh Al-Allamah Shalih Al-Fauzan hafidzahullah :
“Tidak jatuh talak darinya dan tidak juga dari yang
mewakilinya kecuali dengan di ucap-kan dengannya,
walaupun meniatkan dalam hatinya; tidak jatuh talak.
Sampai lisannya bergerak mngucapkannya. Berdasarkan
hadits Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam:‫عن‬ ْ َ ‫ِ َّإن َهَّللا َ ت َجا َو َز‬
‫ أَ ْو َ تَ َكلَّ ْم‬،‫يما َح َّدثَ ْت ِ بِه َأ ْنفُ َس َها َما َ ْلم َ ت ْع َم ْل‬ ُ
َ ِ‫“أ َّمت‬Sesunggunya Allah
memaafkan dari ummatkuapa yang dikatakan (terbesik)
oleh jiwanya selama tidak di lakukan dan di ucapkan.” (HR.
al-Bukhari no 5269 dan Muslim no 127) (Mulakhos Al-
Fiqhy, hlm 414)
 Kewenangan Talak
• Talak sah jika dari suami yang baligh, berakal, atau orang yang mewakilinya.
Talak  tidak jatuh (tidak sah) dari selain suami, anak kecil, orang gila, orang
mabuk, orang yang dipaksa, dan orang yang dalam keadaan marah yang
sangat yang tidak sadar dengan apa yang di ucapkannya.” (Fiqih Muyyasar,
hlm 305)Diantara dalilnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
ِ ُ‫صبِ ِّى َحتَّى َ يحْ تَلِ َم َو َعِن ْال َمجْ ن‬
‫ل‬:َ ِ‫ون َحتَّى َ ي ْعق‬ ْ َ ‫“ ُرفِ َع ْالقَلَ ُم‬diangkat
َّ ‫عن َ ث َالثَ ٍة َع ِن النَّائِم َحتَّى َ ي ْستَ ْيقِظَ َو َعِن ال‬
pena dari tiga orang, dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak
kecil sampai dia baligh, dari orang gila sampai dia berakal” (HR. Abu
Dawud no 4450, at-Tirmidzi no 1423 dan Ibnu Majah no 2041)Dalam hadits
yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ‫ى‬ : ِ‫عنُأ َّمت‬ َ ‫إن ُهَّللا َ ت َج‬
ْ َ ‫او َز‬
‫“ ْال َخطَأَ َوالنِّ ْسيَ َان َو َما ا ْستُ ْك ِرهُوا َعلَي ِْه‬Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatnya
tersalah, lupa dan apa yang mereka dipaksa atasnya.” (HR. Ibnu Majah, no
1662 dinyatakan shahih oleh syikh al-Albani di irwa’ no 42)
Talak dengan canda
• Orang yang bercanda mengucapkan talak adalah seseorang
yang mengucapkan talak memaksudkan untuk
mengucapkannya, memahami maknanya namun tidak
menginginkan untuk menjatuhkannya (tidak ingin menlak
istrinya –ed), dia mengucapakannya hanya untuk bercanda
atau bersendau gurau. Dia terhitung telah menjatuhkan talak
kepada istrinya walaupun dia hanya bercanda/bersendau
gurau. Hal ini berdasarkan sebuah hadits. Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alihi
wasallam bersabda:‫الث ِج ُّد ُه َّن ِج ٌّد َوهَ ْزلُه َُّن ِج ٌّد النِّ َكاحُ َوالطَّ َال ُق‬
ٌَ ‫َ ث‬
‫“ َوالرَّجْ َع ُة‬Tiga perkara yang sungguhnya mereka dianggap
sebagai kesungguhan dan yang bercandanya dianggap sebagai
sungguhan, nikah, talak dan rujuk” (HR. Abu Dawud no
2129, at-Tirmidzi no 1184 dan Ibnu Majah no 2039 dan
dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani di Irwa’ no 1826)
Lafadz-lafadz talak
• Talak bisa jatuh dengan setiap lafadz yang menunjukkan kepadanya yaitu :
A. Lafadz yang sharih, yaitu lafadz yang tidak dipahami darinya selain dari talak. Seperti lafadz
talak (cerai) atau pecahan dari kata itu atau yang semisalnya. Seperti suami yang mengatakan
kepada istrinya kamu saya cerai.Berkata al-Hafidz Ibnu Hajar: ‫ لفظ الطالقأو ما تصرفمنه صريح‬Para
ulama sepakat bahwa lafadz talak dan pecahan dari kata itu, sharih (lafadz talak yang jelas –
ed) (Fathul Bari:9/369)
B. Dengan kinayah (kiasan) lafadz yang mengandung makna talak dan makna yang lainnya, jatuh
sebagai talak jika di niatkan sebagai talak. Seperti suami mengatakan kepada istrinya pergi sana
atau kembali sana kepada keluargamu.” (silahkan lihat Manhajus Saalikiin, Syaikh As-Sa’di hlm
274, Mulakhos Al-Fiqhy, Syaikh Shalih Al-Fauzan hlm 413, Fiqih Muyyasar hlm ).Dalil lafadz talak
dengan kinayah (kiasan) jatuh sebagai talak jika diniatkan talak, hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu
anha‫تأ ُعو ُذ ِ باهَّلل ِ ِم ْن َك َ فقَال َ ل َها َ لقَ ْد ُع ْذ ِت ِ ب َع ِظ ٍيم‬
َ ‫ُول ِهللاصلىهللا عليه وسلم َو َدنَا ِم ْن َها َ ق َاْل‬ َ ْ َ‫َ َّأنا ْبنَ َة ْال َج ْو ِن َ ل َّما أُ ْد ِخل‬
َ َ‫تعل‬
ِ ‫ىرس‬
‫“ ْال َحقِي ِ بأ َ ْهلِ ِك‬Saat Ibnatul Jaun Hendak dipertemukan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam  dan beliau mendekatinya, ia (ibnatul jaun) berkata: Aku berlindung kepada Allah
darimu. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, sungguh, engkau telah berlindung
kepada Dzat Yang Maha Agung. Kembalilah kepada keluargamu.” (HR. Bukhari no 5254)
• Adapun dalil bahwa talak tidak jatuh dengan lafadz
kinayah jika tidak diniatkan talak adalah hadits Ka’b
bin Malik yang panjang yang mengisahkan tentang
dirinya yang tertinggal tidak ikut perang Tabuk
sehingga ia di hajr (boikot) oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersama kaum muslimin,
ia bercerita di tengah-tengah berlangsungnya boikot
itu, atang utusan Rasulullah membawa perintah
beliau untuk nya agar mengasingkan diri dari istrinya
tanpa menalaknya, maka Ka’ab berkata kepada
ِ ‫ْال َحقِي ِ بأ َ ْهلِ ِك َ فتَ ُكونِي ِع ْن َد ُْهم َحتَّى َ ي ْق‬
َ ‫ض َي ُهَّللا ِ ف‬
isterinya,‫يه َذا‬
ْ َ ‫“ ا‬Kembalilah kerumah keluargamu dan tinggalah
‫ألم ِر‬
bersama mereka sampai Allah memberi keputusan
atas urusan ini.” (Mutafaqun alaih)
Jatuhnya talak Talak bisa jatuh dengan
• a. Munjazah (secara langsung tidak terikat syarat). yaitu
talak yang sejak diucapkan perkataan tersebut bermaksud
untuk menalak, sehinga seketika itu jatuhlah talak. Seperti
perkataan “kamu saya talak (cerai)”
• b. Muallaqah (terikat dengan syarat, seperti perkataan
“jika datang waktu begini, maka kamu saya cerai”. Apabila
terjadi sesuatu yang disyaratkannya maka jatuh talak
(cerai). yaitu seseorang suami menjadikan jatuh talak
tergantung pada syarat tertentu. Seperti perkataan suami
kalau kamu tetap pergi ketempat itu kamu
tertalak.  (Manhajus Saalikiin, Syaikh As-Sa’di :274)
Pembagian Talak Para ulama sepakat bahwa
ada 2 macam talak:
• 1- Talak raj’i adalah talak yang setelah dijatuhkan
sang suami masih mempunyai hak untuk merujuk
kembali istrinya selama dalam masih menjalani
masa iddah, tanpa tergantung persetujuannya dan
tanpa akad yang baru. Yaitu talak pertama dan
kedua yang sang suami mempunyai hak untuk rujuk
pada masa iddah kapan saja dia mau walaupun istri
tidak rela dirujuk.
• 2- Talak bain
Talak bain ada dua macam:
• Pertama : Talak ba’inunah shugra adalah talak yang setelah
dijatuhkan oleh suami tidak memiliki peluang untuk rujuk kembali
kepada istrinya, kecuali dengan persetujuan istrinya dan dengan
akad yang baru, dan tidak harus dinikahi dulu oleh laki-laki lain.
Yaitu terjadi ketika masa iddah istri dalam talak raj’i (talak satu
dan dua) telah selesai, dan sang suami belum merujuknya.
• Kedua : Talak ba’inunah kubra adalah talak yang setelah
dijatuhkan oleh suami yang tidak ada kesempatan/peluang untuk
rujuk (kembali) kepada istrinya. Kecuali dengan persetujuan istri,
dengan akad yang baru. dan setelah mantan istrinya menikah
dengan laki-laki lain dan telah melakukan hubungan suami istri
(jima’), lalu mantan istrinya itu dicerai atau suaminya meninggal
dan masa iddahnya telah selesai.
RUJUK
• Dalil-dalil yang menyatakan bolehnya rujuk:
Allah Ta’ala berfirman,‫ْري ٌح ِ بإِحْ َس ٍان‬ َ‫اك ِ ب َم ْعر ٍ أ‬
ِ ‫ُوف ْو َ تس‬ ٌ ‫“ الطَّاَل ُق َم َّرتَ ِان َ فإ ِ ْم َس‬Talak (yang
dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik” (QS. Al Baqarah: 229). Yang
dimaksud “imsak dengan cara yang ma’ruf” dalam ayat tersebut adalah rujuk
dan kembali menjalin pernikahan serta mempergauli istri dengan cara yang
baik.‫َو ْال ُمطَلَّقَ ُاتَ يتَ َربَّصْ َن ِ بأ َ ْنفُ ِس ِه َّن َ ثاَل ثَ َة ُ قرُو ٍء َواَل َ ي ِح ُّل َ له َُّن َ ْأن َ ي ْكتُ ْم َن َما َخلَ َق ُهَّللا ِ فيأَرْ َحا ِم ِه َّن ِ ْإن ُ َّكن‬
‫نَ َرا ُدوا ِإصْ اَل حًا‬ ‫“ ُ ي ْؤ ِم َّن ِ باهَّلل ِ َو ْاليَ ْوِم اآْلَ ِخ ِر َوب ُُعولَتُه َُّن َأ َح ُّق ِ ب َر ِّد ِه َّن ِ في َذلِ َك ِ ْإ أ‬Wanita-wanita yang
ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (masa ‘iddah).
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika
mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al Baqarah: 228).Dalil-dalil di
atas menunjukkan bahwa suami yang mentalak istrinya berhak untuk rujuk
kepada istrinya selama masa ‘iddahnya dengan syarat ia benar-benar
memaksudkan untuk rujuk dan tidak memberi dhoror (bahaya) kepada istri.
• 2- Hadits yang menunjukkan boleh adanya
rujuk sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu
‘Umar ketika ia mentalak istrinya dalam
keadaan haidh. Kala itu ‘Umar mengadukan
kasus anaknya lantas Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,‫“ ُمرْ ُه َ ف ْليُ َرا ِجع َْها‬Hendaklah ia
meruju’ istrinya kembali”
• 3- Ijma’ (kata sepakat) dari para ulama bahwa
seorang pria merdeka ketika ia mentalak
istrinya kurang dari tiga kali talak dan seorang
budak pria kurang dari dua talak, maka
mereka boleh rujuk selama masa ‘iddah
Hikmah Syariat Rujuk
• Rujuk sangat dibutuhkan karena barangkali suami menyesal
telah mentalak istrinya. Inilah yang diisyaratkan dalam firman
Allah Ta’ala,‫“ اَل َ ت ْد ِري َ ل َع َّل َهَّللا ُ يحْ ِد ُث َ ْبع َد َذلِ َك َأ ْم ًرا‬Kamu tidak
mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu
hal yang baru” (QS. Ath Tholaq: 1). Yang dimaksud dalam ayat ini
adalah rujuk. Sebagaimana pendapat Fathimah binti Qois, begitu
pula pendapat Asy Sya’bi, ‘Atho’, Qotadah, Adh Dhohak, Maqotil
bin Hayan, dan Ats Tsauri.[5]Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Istri yang dicerai tetap diperintahkan untuk tinggal di rumah
suami selama masa ‘iddahnya. Karena bisa jadi suami itu
menyesali talak pada istrinya. Lalu Allah membuat hatinya untuk
kembali rujuk. Jadilah hal itu mudah”
Hukum Seputar Rujuk dan Talak Roj’iy
• 1. Rujuk ada pada talak roj’iy (setelah talak pertama dan talak kedua), baik talak ini keluar
dari ucapan suami atau keputusan qodhi (hakim).
• 2. Rujuk itu ada jika suami telah menyetubuhi istrinya. Jika talak itu diucap sebelum
menyetubuhi istri, maka tidak boleh rujuk berdasarkan kesepakatan para ulama. Alasannya
adalah firman Allah Ta’ala,‫طل َّ ْقتُ ُمو ُه َّن ِمْن َ قب ِْل َ ْأن َ ت َمسُّو ُه َّن َ ف َما َ ل ُك ْم َعلَ ْي ِه َّن‬ َ ‫َ يا َأي َُّها َّال ِذ َينَآ َمنُوا إِ َذا َ ن َكحْ تُ ُم ْال ُم ْؤ ِمن َِات ُ َّثم‬
‫“ ِمْن ِع َّد ٍة َ ت ْعتَ ُّدونَ َها َ ف َمتِّ ُعو ُه َّن َو َسرِّ حُو ُه َّن َس َراحًا َج ِمياًل‬Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum
kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu
minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah[9] dan lepaskanlah mereka itu
dengan cara yang sebaik- baiknya” (QS. Al Ahzab: 49).
• 3. Rujuk dilakukan selama masih dalam masa ‘iddah. Jika ‘iddah sudah habis, maka tidak ada
istilah rujuk –berdasarkan kesepakatan ulama- kecuali dengan akad baru. Karena Allah Ta’ala
berfirman,‫طلَّقَ ُاتَ يتَ َربَّصْ َن ِ بأ َ ْنفُ ِس ِه َّن َ ثاَل ثَ َة ُ قرُو ٍء‬ َ ‫“ َو ْال ُم‬Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan
diri (menunggu) tiga kali quru’ (masa ‘iddah)” (QS. Al Baqarah: 228).Kemudian
Allah Ta’ala berfirman,‫ن َرا ُدوا ِإصْ اَل حًا‬ َ‫“ َوب ُُعولَتُه َُّن َأ َح ُّق ِ ب َر ِّد ِه َّن ِ في َذلِ َك ِ ْإ أ‬Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah” (QS. Al Baqarah: 228).Yang namanya rujuk adalah ingin meneruskan kepemilikan
(istri). Kepemilikan di sini putus setelah berlalunya masa ‘iddah dan ketika itu tidak ada lagi
keberlangsungan pernikahan.
• 4. Perpisahan yang terjadi sebelum rujuk bukanlah
karena nikah yang batal karena faskh. Seperti
nikah tersebut batal karena suami murtad.5.
Perpisahan yang terjadi bukan karena hasil dari
membayar kompensasi seperti dalam khulu’ (istri
menuntut cerai di pengadilan dan diharuskan
membayar kompensasi).6. Rujuk tidak bisa
dibatasi dengan waktu tertentu sesuai
kesepakatan suami-istri, semisal rujuk nantinya
setelah 8 tahun. Sebagaimana nikah tidak bisa
dengan syarat waktu sampai sekian bulan, begitu
pula rujuk.
Ridlo Istri saat Rujuk
• Tidak Disyaratkan Ridho Istri Ketika Suami akan RujukPerlu dipahami bahwa rujuk
menjadi hak suami selama masih dalam masa ‘iddah, baik istri itu ridho maupun
tidak. Karena Allah Ta’ala berfirman,‫ن َرا ُدوا ِإصْ اَل حًا‬ َ‫“ َوب ُُعولَتُه َُّن َأ َحُّق ِ ب َر ِّد ِه َّن ِ في َذلِ َك ِ ْإ أ‬Dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka
(para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al Baqarah: 228).Dan hak rujuk pada suami
ini tidak bisa ia gugurkan sendiri. Semisal suami berkata, “Saya mentalakmu,
namun saya tidak akan pernah rujuk kembali”. Atau ia berkata, “Saya
menggugurkan hakku untuk rujuk”. Seperti ini tidak teranggap karena
penggugurannya berarti telah merubah syari’at Allah. Padahal tidak boleh seorang
pun mengubah syari’at Allah. Padahal Allah Ta’ala telah menyebutkan,‫الطَّاَل ُق َم َّرتَ ِان‬
َ‫اك ِ ب َم ْعر ٍ أ‬
ِ ‫ُوف ْو َ تس‬
‫ْري ٌح ِ بإِحْ َس ٍان‬ ٌ ‫“ َ فإِ ْم َس‬Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik” (QS.
Al Baqarah: 229).Dalam rujuk tidak disyaratkan ridho istri. Karena dalam ayat lain,
Allah Ta’ala berfirman, ٍ ‫“ َ فأ َ ْم ِس ُكو ُه َّن ِ ب َم ْعر‬Maka rujukilah mereka dengan baik” (QS.
‫ُوف‬
Ath Tholaq: 2). Dalam ayat ini hak rujuk dijadikan milik suami. Dan Allah
menjadikan rujuk tersebut sebagai perintah untuk suami dan tidak menjadikan
pilihan bagi istri.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
• 1. Wajib rujuk jika suami mentalak istrinya ketika haidh sebagaimana dijelaskan
dalam hadits Ibnu ‘Umar yang telah lewat dan akan dijelaskan detail pada masalah
talak bid’iy.
• 2. Rujuk tidak disyaratkan ada wali dan tidak disyaratkan mahar. Rujuk itu masih
menahan istri sehingga masih dalam kondisi ikatan suami-istri
• .3. Menurut mayoritas ulama, memberi tahu istri bahwa suami telah kembali rujuk
hanyalah mustahab (sunnah). Seandainya tidak ada pernyataan sekali pun, rujuk
tersebut tetap sah. Namun pendapat yang hati-hati dalam hal ini adalah tetap
memberitahu istri bahwa suami akan rujuk. Karena inilah realisasi dari firman
ٍ ‫“ َ فأ َ ْم ِس ُكو ُه َّن ِ ب َم ْعر‬Maka rujukilah mereka dengan baik” (QS. Ath Tholaq: 2).
‫ُوف‬
Allah,
Yang dikatakan rujuk dengan cara yang ma’ruf adalah memberitahukan si istri.
Tujuan dari pemberitahuan pada istri adalah jika si istri telah lewat ‘iddah, ia bisa
saja menikah dengan pria lain karena tidak mengetahui telah dirujuk oleh suami.
• 4. Ketika telah ditalak roj’iy, istri tetap berdandan dan berhias diri di hadapan
suami sebagaimana kewajiban seorang istri. Karena ketika ditalak roj’iy, masih
berada dalam masa ‘iddah, istri masih tetap istri suami.
AllahTa’ala berfirman,‫نَ َرا ُدوا ِإصْ اَل حًا‬ ‫“ َوب ُُعولَتُه َُّن َأ َح ُّق ِ ب َر ِّد ِه َّن ِ في َذلِ َك ِ ْإ أ‬Dan suami-suaminya
berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah” (QS. Al Baqarah: 228). Dandan dan berhias diri seperti
ini tentu akan membuat suami untuk berpikiran untuk rujuk pada istri.
Cara Rujuk a. Rujuk dengan ucapan
• Tidak ada beda pendapat di antara para ulama bahwa rujuk itu sah dengan ucapan.
Seperti suami mengatakan, “Saya rujuk padamu” atau yang semakna dengan itu.
Atau suami mengucapkan ketika tidak di hadapan istri dan ia berkata, “Saya rujuk
pada istriku”.Lafazh rujuk ada dua macam: (1) shorih (tegas), (2) kinayah (kalimat
samaran).Jika lafazh rujuk itu shorih (tegas) seperti kedua contoh di atas, maka
dianggap telah rujuk walau tidak  dengan niat.Namun jika lafazh kinayah (samaran)
yang digunakan ketika rujuk seperti, “Kita sekarang seperti dulu lagi”, maka
tergantung niatan. Jika diniatkan rujuk, maka teranggap rujuk.2. Rujuk dengan
perbuatanPara ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Ada yang
mengatakan bahwa dengan melakukan jima’ (hubungan intim) dan melakukan
muqoddimahnya (pengantarnya) seperti mencium dengan syahwat baik diniatkan
rujuk atau tidak, maka rujuknya teranggap. Ada juga ulama yang mensyaratkan
harus disertai niat dalam jima’ dan muqoddimah tadi. Ada yang berpendapat pula
bahwa rujuk adalah dengan jimak saja baik disertai niat atau tidak. Dalam pendapat
yang lain, rujuk itu hanya teranggap dengan ucapan, tidak dengan jima’ dan
selainnya.Pendapat yang pertengahan dalam masalah ini adalah rujuk itu
teranggap cukup dengan jima’ namun dengan disertai niat. Inilah pendapat Imam
Malik, salah satu pendapat Imam Ahmad dan pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Alasannya karena setiap amalan tergantung pada niatnya.
Apakah Rujuk Butuh Saksi?
• Allah Ta’ala berfirman,‫ُوف ْو‬ َ‫َ فإِ َذا َ بلَ ْغ َن َأ َجلَه َُّن َ فأ َ ْم ِس ُكو ُه َّن ِ ب َم ْعر ٍ أ‬
‫ُوف َوَأ ْش ِه ُدوا َذ َو ْي َع ْد ٍل ِم ْن ُك ْم‬
ٍ ‫ارقُو ُه َّن ِ ب َم ْعر‬
ِ ‫“ َ ف‬Apabila mereka telah
mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan
baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kamu” (QS. Ath Tholaq: 2).Yang rojih –pendapat terkuat-
dalam hal ini adalah rujuk tetap butuh saksi bahkan
diwajibkan berdasarkan makna tekstual dari ayat. Inilah
yang menjadi pendapat Imam Syafi’i yang lama, salah satu
pendapat dari Imam Ahmad, pendapat Ibnu Hazm dan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.[
Talak Roj’iy Mengurangi Jatah Talak

• Bahwa batasan talak adalah tiga kali. Jika


seseorang telah mentalak istri sekali, maka
masih tersisa kesempatan dua kali talak. Jika
suami itu rujuk, maka tidak menghapus talak
yang terdahulu. Allah Ta’alaberfirman,‫الطَّاَل ُق َم َّرتَ ِان‬
َ‫اك ِ ب َم ْعر ٍ أ‬
‫ُوف ْو َ ت ْس ِري ٌح ِ بإ ِ ْح َس ٍان‬ ٌ ‫“ َ فإِ ْم َس‬Talak (yang
dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik.” (QS. Al Baqarah: 229)

Anda mungkin juga menyukai