Anda di halaman 1dari 17

BIMBINGAN MENGURUS JENAZAH

Hilyah Arum Permana


Selasa, 4 September 2018

‫الر ِح ِيم‬ َّ ‫بِ ْس ِم اللَّ ِه‬


َّ ‫الر ْح َم ِن‬
Risalah Islam bersifat paripurna, menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia dari sejak ia
belum menghirup udara dunia, sampai akhirnya kubur menjadi huniannya. Ini juga menjadi pesona
khas, bagi agama yang diemban Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

o Firman Alloh Ta’ala dalam Q.S Al-Anbiya (21) ayat 35


Semua Jiwa akan merasakan Mati

َ ‫ت َو َن ْبلُو ُك ْم ِبال َّشرِّ َو ْال َخي ِْر ِف ْت َن ًة َوإِ َل ْي َنا ُترْ َجع‬
‫ُون‬ ِ ‫س َذا ِئ َق ُة ْال َم ْو‬
ٍ ‫ُك ُّل َن ْف‬
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan
dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu
dikembalikan.

o Q.S Ali Imron (3) ayat 145


Setiap jiwa sudah ada jadwal kematiannya

ِ ‫ُوت إِال ِبإِ ْذ ِن هَّللا‬


َ ‫س أَنْ َتم‬
ٍ ‫ان لِ َن ْف‬
َ ‫َو َما َك‬
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah

o Q.S An-Nisa (4) Ayat 78

ُ ‫أَ ْي َن َما َت ُكو ُنوا ي ُْد ِر ُك ُك ُم ْال َم ْو‬


ٍ ‫ت َو َل ْو ُك ْن ُت ْم فِي ُبر‬
‫ُوج ُم َشيَّدَ ٍة‬
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh

A. HAL-HAL YANG HARUS DIKERJAKAN OLEH ORANG YANG SAKIT & YANG MELAYAT

1. Rela terhadap qadha dan qadar Allah, sabar dan berprasangka baik kepadaNya.
2. Diperbolehkan untuk berobat dengan sesuatu yang mubah, dan tidak boleh berobat dengan
sesuatu yang haram, atau berobat dengan sesuatu yang merusak aqidahnya; misalnya,
seperti datang kepada dukun, tukang sihir atau ke tempat lainnya.

Dari Abu Hurairah,dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:

‫أخرجه البخاري‬.”ً‫َما أَ ْن َز َل هللاُ دَا ًء إِالَّ أَ ْن َز َل َل ُه شِ َفاء‬


Allah tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah turunkan juga obatnya.
[HR.Bukhari 5246].
.‫ ِب َح َر ٍام‬o‫دَاو ْوا‬ َ ‫هللا َخ َل َق ال َّدا َء َوال َّد َوا َء َف َت‬
َ ‫دَاو ْوا َوالَ َت‬ َ َّ‫إِن‬
Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah kalian, dan
jangan berobat dengan sesuatu yang haram. [HR.Ahmad no 12136].

3. Apabila bertambah parah sakitnya, tidak boleh baginya untuk mengharapkan


kematian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ َم‬o‫ت َواَل َي ْد ُع ِب ِه ِمنْ َقب ِْل أَنْ َيأْ ِت َي ُه إِ َّن ُه إِ َذا‬


‫ات أَ َح ُد ُك ْم ا ْن َق َط َع‬ َ ‫اَل َي َت َم َّنى أَ َح ُد ُك ْم ْال َم ْو‬
‫َع َملُ ُه َوإِ َّن ُه اَل َي ِزي ُد ْالم ُْؤم َِن عُمْ ُرهُ إِاَّل َخيْرً ا‬
Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, dan janganlah meminta
kematian sebelum datang waktunya. Apabila seorang di antara kalian meninggal, maka
terputus amalnya. Dan umur seorang mukmin tidak akan menambah baginya kecuali
kebaikan. [HR Muslim 4843].

4. Hendaknya seorang muslim berada di antara khauf (rasa takut) dan raja’ (berharap).

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendatangi seorang pemuda yang dalam keadaan sakaratul maut; kemudian Beliau
bertanya: “Bagaimana engkau menjumpai dirimu?” Dia menjawab: “Wahai, Rasulullah!
Demi Allah, aku hanya berharap kepada Allah, dan aku takut akan dosa-dosaku.”
Kemudian Rasulullah bersabda:

‫ب َع ْب ٍد فِي م ِْث ِل َه َذا ْال َم ْوطِ ِن إِاَّل أَعْ َطاهُ هَّللا ُ َما َيرْ جُو َوآ َم َن ُه‬
ِ ‫ان فِي َق ْل‬
ِ ‫اَل َيجْ َتم َِع‬
ُ‫ِممَّا َي َخاف‬
Tidaklah berkumpul dua hal ini ( yaitu khauf dan raja’) di dalam hati seseorang, dalam
kondisi seperti ini, kecuali pasti Allah akan berikan dari harapannya dan Allah berikan rasa
aman dari ketakutannya. [HR At Tirmidzi 905].

5. Wajib baginya untuk mengembalikan hak dan harta titipan orang lain, atau dia juga
meminta haknya dari orang lain. Kalau tidak memungkinkan, hendaknya memberikan
wasiat untuk dilunasi hutangnya, atau dibayarkan kafarah atau zakatnya.

6. Hendaknya bersegera untuk berwasiat sebelum datang tanda-tanda kematian.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ‫ْن إِاَّل َو َوصِ َّي ُت ُه َم ْك ُتو َب ٌة عِ ْندَ ه‬


ِ ‫يت َل ْي َل َتي‬
ُ ‫ئ مُسْ ل ٍِم َل ُه َشيْ ٌء يُوصِ ي فِي ِه َي ِب‬
ٍ ‫َما َح ُّق امْ ِر‬
Tidak sepatutnya bagi seorang muslim yang masih memiliki sesuatu yang akan diwasiatkan
untuk tidur dua malam kecuali wasiatnya sudah tertulis di dekatnya [HR Bukhari 2533].
Apabila hendak berwasiat dari hartanya, maka tidak boleh berwasiat lebih banyak dari 1/3
hartanya. Dan tidak boleh diwasiatkan kepada ahli waris. Tidak diperbolehkan untuk
merugikan orang lain dengan wasiatnya, dengan tujuan untuk menghalangi bagian dari
salah satu ahli waris, atau melebihkan bagian seorang ahli waris daripada yang lain.

7. Anjuran Melayat Orang yang sedang sakit

‫صا ِئمًا َقا َل أَبُو َب ْك ٍر أَ َنا َقا َل‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َمنْ أَصْ َب َح ِم ْن ُك ْم ْال َي ْو َم‬
َ ِ ‫َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫از ًة َقا َل أَبُو َب ْك ٍر أَ َنا َقا َل َف َمنْ أَ ْط َع َم ِم ْن ُك ْم ْال َي ْو َم ِمسْ كِي ًنا َقا َل أَبُو‬
َ ‫َف َمنْ َت ِب َع ِم ْن ُك ْم ْال َي ْو َم َج َن‬
َ ِ ‫َب ْك ٍر أَ َنا َقا َل َف َمنْ َعادَ ِم ْن ُك ْم ْال َي ْو َم َم ِريضًا َقا َل أَبُو َب ْك ٍر أَ َنا َف َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬
‫ئ إِاَّل دَ َخ َل ْال َج َّن َة‬
ٍ ‫َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َما اجْ َت َمعْ َن فِي امْ ِر‬
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa dari kalian yang berpuasa hari ini?
Abu Bakr menjawab; 'Saya.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya lagi: 'siapa
dari kalian yang telah mengantar jenazah pada hari ini? Abu Bakr menjawab; 'Saya.'
Rasulullah bertanya lagi; 'siapa dari kalian yang telah memberi makan orang miskin pada
hari ini? ' Abu Bakr menjawab; 'Saya.' Rasulullah bertanya lagi: 'Siapa dari kalian yang telah
menjenguk orang yang sakit pada hari ini? Abu Bakr menjawab lagi; 'Saya.' Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tidaklah semua amalan tadi
dilaksanakan oleh seseorang kecuali niscaya dia akan masuk surga.'// HR Muslim : 4400

8. Mendu’akan orang Yang sakit


‫اس‬ َ ْ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َذا َعادَ َم ِريضًا َقا َل اللَّ ُه َّم أَ ْذ ِهبْ ْال َبأ‬
ِ ‫س َربَّ ال َّن‬ َ ُّ‫ان ال َّن ِبي‬
َ ‫َك‬
َ ُ‫ت ال َّشافِي اَل شِ َفا َء إِاَّل شِ َفاؤ‬
‫ك شِ َفا ًء اَل ي َُغا ِد ُر َس َقمًا‬ َ ‫َوا ْشفِ َفأ َ ْن‬
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila menjenguk orang sakit beliau berdoa:
"ALLAAHUMMA ADZHIBIL BA`SA, RABBAN NAASI, WASYFI, FA-ANTASY SYAAFII, LAA
SYIFFAA-A ILLAA SYIFAAUKA, SYIFAA-AN LAA YUGHAADIRU SAQAMAN (Ya Allah,
Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit, dan sembuhkanlah, Engkau adalah Pemberi
kesembuhan, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhanMu, kesembuhan yang tidak
meninggalkan sakit." [HR Tirmidzi : 3488]
j

B. HAL- HAL YANG DIKERJAKAN KETIKA SESEORANG SAKARATUL MAUT

1. Mentalqin (menuntun) dengan bacaan Laa ilaaha illallah.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda:

‫َل ِّق ُن ْوا َم ْو َتا ُك ْم الَ إِ َل َه إِالَّ هللا‬


Tuntunlah orang yang akan mati di antara kalian dengan bacaan Laa ilaha illallah.
[HR Muslim 1523, HR Bukhori 1524].
Dari Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

‫ان آ ِخ ُر َكالَ ِم ِه الَ إِ َل َه إِالَّ هللاُ دَ َخ َل ْال َج َّن َة‬


َ ‫َمنْ َك‬
Barangsiapa yang akhir perkataannya Laa ilaha illallah, dia akan masuk surga.
[HR Abu Daud 2709 ].

Apabila berbicara dengan ucapan yang lain setelah ditalqin, maka diulangi kembali, supaya
akhir dari ucapannya di dunia kalimat tauhid.

2. Berdo’a untuknya dan tidak berkata kecuali yang baik.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ون َع َلى‬ َ ‫يض أَ ْو ْال َمي‬


َ ‫ َخيْرً ا َفإِنَّ ْال َماَل ِئ َك َة ي َُؤ ِّم ُن‬o‫ِّت َفقُولُوا‬ َ ‫ضرْ ُت ُم ْال َم ِر‬َ ‫إِ َذا َح‬
oَ ُ‫َما َتقُول‬
‫ون‬
Apabila kalian mendatangi orang sakit atau orang mati, maka janganlah berkata kecuali
yang baik, karena sesungguhnya malaikat mengamini yang kalian ucapkan.
[HR Baihaqi Muslim 1527 dan yang lainnya].

Tanda-Tanda Kematian:

Para ulama menyebutkan beberapa tanda, bahwa seseorang sudah bisa dikatakan mati.
Di antaranya:

a. Terhentinya nafas.

b. Kedua pelipisnya melemas.

c. Hidung menjadi lunak.

d. Kulit wajahnya menjadi lebih panjang.

e. Terpisahnya kedua telapak tangan dari kedua lengannya.

f. Kedua kakinya melemas dan terpisah dari kedua mata kaki.

g. Tubuh menjadi dingin.

h. Tanda yang sangat jelas, yaitu adanya perubahan bau pada tubuhnya.

[Lihat Fiqhun Nawazil, Syaikh Bakr Abu Zaid (1/227), Asy Syarhul Mumti’ (5/331)].

Tanda-tanda di atas diketahui dengan tanpa menggunakan alat, dan di Zaman


serkarang ada tanda lain yang bisa diketahui dengan alat-alat kedokteran.
3. Tidak mengapa bagi seorang muslim untuk mendatangi seorang kafir yang dalam
keadaan sakaratul maut untuk menawarkan kepadanya agama Islam.

Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Dahulu ada seorang budak Yahudi yang
melayani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika dia sakit, maka Rasulullah
menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:

‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َفأَسْ َل َم‬


َ ‫أَسْ لِ ْم َف َن َظ َر إِ َلى أَ ِبي ِه َوه َُو عِ ْندَ هُ َف َقا َل َل ُه أَطِ عْ أَ َبا ْال َقاسِ ِم‬
َ
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َوه َُو َيقُو ُل ْال َحمْ ُد هَّلِل ِ الَّذِي أ ْن َق َذهُ ِمنْ ال َّن‬
‫ار‬ َ ُّ‫َف َخ َر َج ال َّن ِبي‬
Masuklah ke dalam agama Islam, maka dia melihat ke arah bapaknya yang berada di
sampingnya. Bapaknya berkata: “Taatilah Abul Qasim (ya’ni Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam).” Maka dia masuk Islam, kemudian Rasulullah keluar, dan Beliau berkata:
“Segala puji bagi Allah Yang telah menyelamatkan dia dari neraka.” [HR.Bukhari 1268]

C. HAL-HAL YANG DIKERJAKAN SETELAH SESEORANG MENINGGAL DUNIA

1. Dianjurkan untuk berkata, dengan perkataan yang baik

َ ‫ص ُر َفالَ َتقُ ْولُ ْوا إِالَّ َخيْرً ا َفإِنَّ ْال َماَل ِئ َك َة ي َُؤ ِّم ُن‬
‫ون َع َلى‬ َ ‫ض َت ِب َع ُه ْال َب‬
َ ‫وح إِ َذا قُ ِب‬َ ُّ‫إِنَّ الر‬
oَ ُ‫َما َتقُول‬
‫ون‬
Sesungguhnya ruh apabila telah dicabut, akan diikuti oleh pandangan mata, maka
janganlah kalian berkata kecuali dengan perkataan yang baik, karena malaikat akan
mengamini dari apa yang kalian ucapkan. [HR Muslim].

2. Menutup mata orang yang sudah mati

‫ض ُه ُث َّم َقا َل‬ َ ‫ص ُرهُ َفأ َ ْغ َم‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َع َلى أَ ِبي َس َل َم َة َو َق ْد َش َّق َب‬ َ ِ ‫دَ َخ َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ َع َلى أَ ْنفُسِ ُك ْم إِاَّل‬o‫ض َّج َناسٌ ِمنْ أَهْ لِ ِه َف َقا َل اَل َت ْدعُوا‬ َ ‫ص ُر َف‬ َ ‫ض َت ِب َع ُه ْال َب‬ َ ‫وح إِ َذا قُ ِب‬ َ ُّ‫إِنَّ الر‬
ْ‫اغ ِفرْ أِل َ ِبي َس َل َم َة َوارْ َفع‬
ْ ‫ون ُث َّم َقا َل اللَّ ُه َّم‬
َ ُ‫ون َع َلى َما َتقُول‬ َ ‫ِب َخي ٍْر َفإِنَّ ْال َماَل ِئ َك َة ي َُؤ ِّم ُن‬
َ ‫اغ ِفرْ َل َنا َو َل ُه َيا َربَّ ْال َعا َلم‬
‫ِين‬ ْ ‫ين َو‬ َ ‫اخلُ ْف ُه فِي َعق ِِب ِه فِي ْال َغ ِاب ِر‬ْ ‫ِّين َو‬ َ ‫دَ َر َج َت ُه فِي ْال َم ْه ِدي‬
‫َوا ْف َسحْ َل ُه فِي َقب ِْر ِه َو َنوِّ رْ َل ُه فِي ِه‬
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang ke rumah kami untuk menjenguk
jenazahnya. Saat itu, mata Abu Salamah tengah terbeliak, maka beliau pun menutupnya.
Kemudian beliau bersabda: "Apabila ruh telah dicabut, maka penglihatan akan
mengikutinya dan keluarganya pun meratap hiteris. Dan janganlah sekali-kali mendo'akan
atas diri kalian kecuali kebaikan, sebab ketika itu malaikat akan mengaminkan apa yang
kalian ucapkan." Setelah itu, beliau berdo'a: "ALLAHUMMAGHFIR LIABI SALAMAH
WARFA' DARAJATAHU FIL MAHDIYYIIN WAKHLUFHU FI 'AQIBIHI FIL GHAABIRIIN,
WAGHFIR LANAA WALAHU YAA RABBAL 'ALAMIIN, WAFSAH LAHU FII QABRIHI WA
NAWWIR LAHU FIIHI (Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, tinggikan derajatnya di kalangan
orang-orang yang terpimpin dengan petunjuk-Mu dan gantilah ia bagi keluarganya yang
ditinggalkannya. Ampunilah kami dan ampunilah dia. Wahai Rabb semesta alam.
Lapangkanlah kuburnya dan terangilah dia di dalam kuburnya)." //HR Bukhorie : 1528

3. Disunnahkan untuk menutup seluruh tubuhnya, setelah dilepaskan dari pakaiannya yang
semula. Hal ini supaya tidak terbuka auratnya. Dari Aisyah Radhiyallahu a’nha, beliau
berkata:

َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم ح‬


‫ِين ُتوُ ِّف َي سُجِّ َي ِببُرْ ٍد ِح َب َر ٍة‬ َ ِ ‫أَنَّ َرسُو َل هَّللا‬
Dahulu ketika Rasulullah meninggal dunia ditutup tubuhnya dengan burdah habirah
(pakaian selimut yang bergaris). [Muttafaqun ‘alaih (Bukhori 5367, Muslim 1566)].

Kecuali bagi orang yang mati dalam keadaan ihram,maka tidak ditutup kepala dan
wajahnya.

4. Bersegera untuk mengurus jenazahnya.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

o‫ أَسْ ِرعُوا‬:‫َو َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة رضي هللا عنه َع ِن اَل َّن ِبيِّ صلى هللا عليه وسلم َقا َل‬
ْ‫ضعُو َن ُه َعن‬ ُ ‫ َوإِنْ َت‬,ِ‫صال َِح ًة َف َخ ْي ٌر ُت َق ِّدمُو َن َها إِ َل ْيه‬
َ ‫ك سِ َوى َذل َِك َف َشرٌّ َت‬ َ ‫ِب ْال َج َن‬
ُ ‫ َفإِنْ َت‬,ِ‫ازة‬
َ ‫ك‬
‫ِر َق ِاب ُك ْم‬
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Bersegera dalam mengurus jenazah, karena jika ia baik maka engkau telah memajukan
suatu kebaikan untuknya, dan jika tidak maka engkau menurunkan suatu kejelekan dari
lehermu."[HR.Ahmad 6969]

Karena hal ini akan mencegah mayat tersebut dari adanya perubahan di dalam tubuhnya.
Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Kehormatan seorang muslim adalah untuk
disegerakan jenazahnya.” Dan tidak mengapa untuk menunggu diantara kerabatnya yang
dekat apabila tidak dikhawatirkan akan terjadi perubahan dari tubuh mayit.

Hal ini dikecualikan apabila seseorang mati mendadak, maka diharuskan menunggu
terlebih dahulu, karena ada kemungkinan dia hanya pingsan (mati suri). Terlebih pada
zaman dahulu, ketika ilmu kedokteran belum maju seperti sekarang. Pengecualian ini,
sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama. [Lihat Asy Syarhul Mumti’ (5/330), Al
Mughni (3/367)].

5. Diperbolehkan untuk menyampaikan kepada orang lain tentang berita kematiannya.


Dengan tujuan untuk bersegera mengurusnya, menghadiri janazahnya dan untuk
menyalatkan serta mendo’akannya. Akan tetapi, apabila diumumkan untuk menghitung
dan menyebut-nyebut kebaikannya, maka ini termasuk na’yu (pemberitaan) yang dilarang.
6. Disunnahkan untuk segera menunaikan wasiatnya, karena untuk menyegerakan pahala
bagi mayit. Wasiat lebih didahulukan daripada hutang, karena Allah mendahulukannya di
dalam Al Qur’an.

7. Diwajibkan untuk segera dilunasi hutang-hutangnya, baik hutang kepada Allah berupa
zakat, haji, nadzar, kaffarah dan lainnya. Atau hutang kepada makhluk, seperti
mengembalikan amanah, pinjaman atau yang lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

َ ‫ِن م َُعلَّ َق ٌة ِبدَ ْي ِن ِه َح َّتى ُي ْق‬


‫ضى َع ْن ُه‬ ِ ‫َن ْفسُ ْالم ُْؤم‬
Jiwa seorang mukmin terikat dengan hutangnya hingga dilunasi.
[HR Ahmad 10194, At Tirmidzi 998, dan beliau menghasankannya].

Adapun orang yang tidak meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi
hutangnya, sedangkan dia mati dalam keadaan bertekad untuk melunasi hutang tersebut,
maka Allah yang akan melunasinya

8. Diperbolehkan untuk membuka dan mencium wajah mayit. Aisyah Radhiyallahu anha
berkata:

‫ِّت َح َّتى‬ ٍ ‫ان ب َْن َم ْظع‬


ٌ ‫ُون َوه َُو َمي‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم ُي َق ِّب ُل ع ُْث َم‬ ُ ‫َرأَي‬
َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬
‫ُوع َتسِ ي ُل‬ ُ ‫َرأَي‬
َ ‫ْت ال ُّدم‬
Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium Utsman bin Madh’un
Radhiyallahu ‘anhu , saat dia telah meninggal, hingga aku melihat Beliau mengalirkan air
mata. [HR Abu Dawud 2570 dan At Tirmidzi 23151].

Demikian pula Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu, beliau mencium Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallamn ketika beliau meninggal dunia.

D. MEMANDIKAN MAYIT

1. Hukum memandikan dan mengkafani mayit adalah fardhu kifayah. Apabila telah dikerjakan
oleh sebagian kaum muslimin, maka bagi yang lain gugur kewajibannya. Dengan dalil
sabda Nabi tentang seorang muhrim (orang yang mengerjakan ihram) yang terjatuh dan
terlempar dari untanya:

‫ات‬ َ ُّ‫َّاس َقا َل أُت َِي ال َّن ِبي‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم ِب َرج ٍُل َو َق‬
َ ‫ص ْت ُه َرا ِح َل ُت ُه َف َم‬ ٍ ‫ْن َعب‬ ِ ‫َعنْ اب‬
‫ ِب َما ٍء َوسِ ْد ٍر َواَل ُت َخ ِّمرُوا َر ْأ َس ُه‬oُ‫اغسِ لُوه‬ ْ ‫َوه َُو مُحْ ِر ٌم َف َقا َل َك ِّف ُنوهُ فِي َث ْو َب ْي ِه َو‬
‫َفإِنَّ هَّللا َ َيب َْع ُث ُه َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة ُي َلبِّي‬
dari Ibnu Abbas, ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dihadapkan kepada seorang
laki-laki yang telah terjatuh dari kendaraannya kemudian meninggal dalam keadaan sedang
berihram. Kemudian beliau berkata: "Kafanilah ia dengan dua pakaiannya dan mandikan ia
dengan air dan daun bidara. Dan janganlah kalian tutupi kepalanya, karena sesungguhnya
Allah akan membangkitkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyahOrang yang
paling berhak memandikan seorang mayit, ialah orang yang diberi wasiat untuk
mengerjakan hal ini. Seseorang terkadang berwasiat karena ingin dimandikan oleh orang
yang bertaqwa, orang yang mengetahui hukum-hukum memandikan mayit.
[HR.Abu Daud 2819]

Dahulu Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu berwasiat supaya dimandikan oleh
isterinya, yaitu Asma’ binti Umais, kemudian dia (Asma’ binti Umais) mengerjakannya.
Dikeluarkan oleh Malik dalam Al Muwatha’, Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah.

Setelah orang yang diberi wasiat, orang yang paling berhak untuk memandikan ialah
bapaknya, kemudian kakeknya, kemudian kerabat dekat dari ashabahnya (kerabat lelaki).
Jika mereka semua sama di dalam hak ini, maka diutamakan orang yang paling
mengetahui hukum-hukum mengurus jenazah.

2. Diperbolehkan bagi suami atau isteri untuk memandikan pasangannya.

Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda kepada ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘anha:

ِ‫ُت َق ْبلِيْ َل َغ َس ْل ُتكِ َو َك َف ْن ُتك‬


ِّ ‫َل ْو م‬
Seandainya engkau mati sebelumku, pasti aku akan memandikan dan mengkafanimu.
[HR Ahmad 24720, Ibnu Majah 1454, Ad Darimi 80].

3. Bagi seorang lelaki atau wanita, boleh memandikan anak yang di bawah umur tujuh tahun,
baik laki-laki atau perempuan.

Ibnul Mundzir berkata,”Telah sepakat para ulama yang kami pegang pendapatnya, bahwa
seorang wanita boleh memandikan anak kecil laki-laki.” Karena tidak ada aurat ketika
hidupnya, maka demikian pula setelah matinya. [Lihat Al Mulakhash Al Fiqhi (1/207)].

4. Seorang muslim tidak boleh memandikan dan menguburkan seorang kafir.

Allah berfirman kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ َوالَ َتقُ ْم َع َلى َقب ِْر ِه إِ َّن ُه ْم َك َفر ُْوا ِباهلل‬o‫ات أَ َب ًدا‬
َ ‫ص ِّل َع َلى أَ َح ٍد ِم ْن ُه ْم َم‬
َ ‫َوالَ ُت‬
Janganlah engkau menyalatkan seorang yang mati di antara mereka selama-lamanya, dan
janganlah engkau berdiri di atas kuburnya, sesungguhnya mereka kafir kepada Allah.
[At Taubah:84].

Yang dimaksud dengan ayat tersebut, yaitu haram menguburnya seperti mengubur seorang
muslim. Akan tetapi kita gali untuknya lubang, kemudian dimasukkan mayat orang kafir ke
dalam lubang tersebut, atau ditutup dengan sesuatu. Karena Rasulullah n memerintahkan
untuk melempar mayat-mayat kaum musyrikin yang terbunuh dalam Perang Badar ke
dalam satu sumur di antara sumur-sumur yang ada di Badar.
[HR Al Bukhari di dalam kitab Al Maghazi].

5. Kaifiyat memandikan jenazah.


 Hendaklah dipilih tempat yang tertutup, jauh dari pandangan umum, tidak disaksikan
kecuali oleh orang yang memandikan dan orang yang membantunya. Kemudian
melepaskan pakaiannya semula dipakainya setelah diletakkan kain di atas auratnya,
sehingga tidak terlihat oleh seorangpun. Kemudian dilakukan istinja’ terhadap mayit
dan dibersihkan kotorannya
 Hendaknya dicampurkan daun bidara ke dalam air. Daun bidara tersebut dipakai
untuk membersihkan rambut kepala dan janggutnya. Pada kali yang terakhir diberi
kapur (butir wewangian), karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
demikian kepada para wanita yang memandikan putrinya. Beliau bersabda:
“Ambillah kapur pada kali yang terakhir, atau sesuatu dari kapur.” Kemudian
dikeringkan dan diletakkan di atas kain kafan. [70 Su’alan Fi Ahkamil Janaiz, Syaikh
Muhammad Al ‘Utsaimin, hlm. 6].
 Tidak diperbolehkan untuk mendatangi tempat pemandian mayit, kecuali orang yang
akan memandikan dan orang yang membantunya.
 Ketika memandikan mayit, perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:

‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ْ ‫َعنْ أ ُ ِّم عَطِ َّي َة َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن َها َقا َل‬
َ ‫ت َلمَّا َغس َّْل َنا ِب ْن‬
َ ِّ‫ت ال َّن ِبي‬
‫ع ْالوُ ضُو ِء ِم ْن َها‬oِ ِ‫َقا َل َل َنا َو َنحْ نُ َن ْغسِ لُ َها ابْدَ ءُوا ِب َم َيا ِم ِن َها َو َم َواض‬
Dari Ummu 'Athiyyah radliallahu 'anhu berkata; Telah bersabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berkenaan pemandian puteri Beliau yang meninggal
dunia: "Mulailah dengan anggota badan yang kanan dan anggota wudhu' dari
badan" [HR Bukhorie:1178]

ُ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َو َنحْ ن‬ َ ُّ‫ت دَ َخ َل َع َل ْي َنا ال َّن ِبي‬ ْ ‫َعنْ أ ُ ُّم عَطِ َّي َة َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن َها َقا َل‬
‫اغسِ ْل َن َها َثاَل ًثا أَ ْو َخمْ سًا أَ ْو أَ ْك َث َر ِمنْ َذل َِك إِنْ َرأَ ْي ُتنَّ َذل َِك ِب َما ٍء‬ ْ ‫َن ْغسِ ُل ا ْب َن َت ُه َف َقا َل‬
‫ت َف َلمَّا َف َر ْغ َنا أَ ْل َقى إِ َل ْي َنا‬
ْ ‫َوسِ ْد ٍر َواجْ َع ْل َن فِي اآْل خ َِر ِة َكافُورً ا َفإِ َذا َف َر ْغ ُتنَّ َفآ ِذ َّننِي َقا َل‬
ُ‫ِح ْق َوهُ َف َقا َل أَ ْش ِعرْ َن َها إِيَّاه‬
Dari Ummu 'Athiyyah radliallahu 'anha : "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menemui
kami saat kami sedang memandikan putri Beliau yang wafat lalu berkata:
"Mandikanlah ia dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara tiga
kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu dan jadikanlah yang
terakhirnya dengan kafur barus dan bila kalian telah selesai beritahu aku". Berkata,
Ummu 'Athiyyah radliallahu 'anha: "Ketika kami telah selesai, Beliau kemudian
memberikan kain Beliau kepada kami seraya berkata: "Pakaikanlah ini kepadanya”
[HR Bukhorie : 1182]
Apabila tidak ada air untuk memandikan mayit, atau dikhawatirkan akan
tersayat-sayat tubuhnya jika dimandikan, atau mayat tersebut seorang wanita di
tengah-tengah kaum lelaki, sedangkan tidak ada mahramnya atau sebaliknya, maka
mayat tersebut di tayammumi dengan tanah (debu) yang baik, diusap wajah dan
kedua tangannya dengan penghalang dari kain atau yang lainnya.

 Disunnahkan untuk mandi bagi orang yang telah selesai memandikan mayit.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ْ‫َمنْ َغ َّس َل َم ِّي ًتا َف ْل َي ْغ َتسِ ْل َو َمنْ َح َم َل ُه َف ْل َي َت َوضَّأ‬


Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia mandi. Dan barangsiapa
yang memikul jenazah, maka hendaklah dia wudhu’.
[HR Ahmad 23763, Tirmidzi 914 dan beliau menghasankannya].

6. Seorang yang mati syahid (terbunuh) di medan perang tidak boleh dimandikan, meskipun
dia dalam keadaan junub, bahkan dikubur dengan pakaian yang menempel padanya.

Dalam hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu :

‫ش َهدَا ِء أ ُ ُح ٍد فِي ِد َمائ ِِه ْم َو َل ْم ي َُغ َّسلُ ْوا‬


ُ ‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم أَ َم َر ِبدَ ْف ِن‬ َ ‫أَنَّ ال َّن ِب َي‬
‫ُص َّل َع َلي ِْه ْم‬
َ ‫َو َل ْم ي‬
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengubur para
syuhada’ Uhud dalam (bercak-bercak ) darah mereka, tidak dimandikan dan tidak
dishalatkan. [HR Bukhari 3771].

Hukum ini khusus bagi syahid ma’rakah (orang yang terbunuh di medan perang). Adapun
orang yang mati terbunuh karena membela hartanya atau kehormatannya, mereka tetap
dimandikan, meskipun mereka juga syahid. Demikian pula orang yang mati karena wabah
tha’un, atau karena penyakit perut, mati tenggelam atau terbakar. Meskipun mereka syahid,
mereka tetap dimandikan. Lihat Asy Syarhul Mumti’ (5/364).

7. Apabila janin yang mati keguguran dan telah berumur lebih dari empat bulan, maka
dimandikan dan dishalatkan. Berdasarkan hadits Al Mughirah yang marfu’:

‫ُصلَّى َع َل ْي ِه َوي ُْد َعى ل َِوالِدَ ْي ِه ِب ْال َم ْغف َِر ِة َوالرَّ حْ َم ِة‬ ُ ‫ ال ِّس ْق‬:‫الط ْف ُل (و في رواية‬
َ ‫ط) ي‬ ِّ ‫َو‬
Seorang anak kecil (dan dalam satu riwayat, janin yang mati keguguran), dia dishalatkan
dan dido’akan untuk kedua orang tuanya dengan ampunan dan rahmat. [HR Abu Dawud
2766 dan Ahmad 17468

Karena setelah empat bulan sudah ditiupkan padanya ruh, sebagaimana dalam hadits
tentang penciptaan manusia yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin
Mas’ud.
E. MENGKAFANI MAYIT

1. Yang wajib dari kafan adalah yang menutup seluruh tubuhnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda di dalam hadits Jabir Radhiyallahu a’nhu :

‫إِ َذا َك َّف َن أَ َح ُد ُك ْم أَ َخاهُ َف ْلي َُحسِّنْ َك َف َن ُه‬


Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah
memperbagus kafannya. [HR Muslim 1567].

Ulama berkata: “Yang dimaksud dengan memperbagus kafannya, yaitu yang bersih, tebal,
menutupi (tubuh jenazah) dan yang sederhana. Yang dimaksud bukanlah yang mewah,
mahal dan yang indah.” [Ahkamul Janaiz, 58].

2. Biaya kain kafan diambilkan dari harta mayit, lebih didahulukan daripada untuk membayar
hutangnya.

3. Disunnahkan untuk dikafani dengan tiga helai kain putih.

ْ َ ‫ْال َبسُوا ِمنْ ِث َي ِاب ُك ْم ْال َب َي‬


‫اض َفإِ َّن َها ِمنْ َخي ِْر ِث َي ِاب ُك ْم َو َك ِّف ُنوا فِي َها َم ْو َتا ُكم‬
"Pakailah pakaian yang putih, sebab ia adalah sebaik-baik pakaian kalian, dan kafanilah
jenazah kalian dengannya." [HR Abu Daud :3380]

Karena Rasulullah dikafani dengan tiga lembar kain putih suhuliyyah, berasal dari negeri di
dekat Yaman.

ْ‫يض َسحُولِ َّي ٍة ِمن‬ ٍ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم ُك ِّف َن فِي َثاَل َث ِة أَ ْث َوا‬
ٍ ‫ب َي َما ِن َي ٍة ِب‬ َ ِ ‫أَنَّ َرسُو َل هَّللا‬
‫ِيهنَّ َق ِميصٌ َواَل عِ َما َم ٌة‬ َ ‫ف َلي‬
ِ ‫ْس ف‬ ٍ ‫ُكرْ ُس‬
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (ketika wafat) dikafani jasadnya dengan tiga
helai kain yang sangat putih terbuat dari katun dari negeri Yaman dan tidak dikenakan
padanya baju dan serban (tutup kepala). [HR Bukhorie : 1185]

4. Di beri wewangian dari bukhur (wewangian dari kayu yang dibakar). Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ِّت َف َج ِّمر ُْوهُ َثالَ ًثا‬


َ ‫إِ َذا َجمَّرْ ُت ُم ْال َمي‬
Apabila kalian memberi wewangian kepada mayit, maka berikanlah tiga kali. [HR Ahmad].

5. Apabila ada beberapa mayit, sedangkan kain kafannya kurang, maka beberapa orang boleh
untuk dikafani dengan satu kafan dan didahulukan orang yang paling banyak hafalan Al
Qur’annya, sebagaimana kisah para syuhada Uhud.
6. Kafan seorang wanita sama seperti kafan seorang lelaki.

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Dalam hal ini telah ada hadits marfu’ (kafan seorang wanita
adalah lima helai kain, Pen). Akan tetapi, di dalamnya ada seorang rawi yang majhul (tidak
dikenal). Oleh karena itu, sebagian ulama berkata: “Seorang wanita dikafani seperti seorang
lelaki. Yaitu tiga helai kain, satu kain diikatkan di atas yang lain.” Lihat Asy Syarhul Mumti’
(5/393) dan Ahkamul Janaiz,

F. SHALAT JENAZAH (MENYALATKAN MAYIT)

1. Hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah berdasarkan keumuman perintah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyolati jenazah seorang muslim.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang orang yang bunuh diri dengan anak
panah:

. Shalatkanlah saudara kalian. [HR Muslim] ‫صاح ِِب ُك ْم‬َ ‫ َع َلى‬o‫صلُّ ْوا‬ َ
َ ‫ان َز ْي ٌد َيعْ نِي اب َْن أَرْ َق َم ُي َك ِّب ُر َع َلى َج َنائ ِِز َنا أَرْ َبعًا َوإِ َّن ُه َكب ََّر َع َلى َج َن‬
‫از ٍة َخمْ سًا‬ َ ‫َك‬
‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم ُي َك ِّب ُر َها‬
َ ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫َف َسأ َ ْل ُت ُه َف َقا َل َك‬
Zaid yaitu Ibnu Arqam bertakbir ketika menshalatkan jenazah kami empat kali (takbir). Dan
ia pernah bertakbir ketika menshalatkan jenazah lima kali (takbir). Kemudian aku bertanya
kepadanya. Kemudian ia berkata; dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
bertakbir sebanyak itu. [HR Abu Daud : 2782]

2. Tata cara shalat jenazah.


a. Imam berdiri sejajar dengan kepala mayit lelaki dan bila mayitnya wanita, imam berdiri di
bagian tengahnya. Makmum berdiri di belakang imam. Disunnahkan untuk berdiri tiga
shaf (barisan) atau lebih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ف َف َق ْد أَ ْو َج‬
‫ب‬ ُ ‫صلَّى َع َل ْي ِه َثاَل َث ُة‬
ٍ ‫صفُو‬ َ ْ‫َمن‬
Barangsiapa yang menyalatkan jenazah dengan tiga shaf, maka sesungguhnya dia
diampuni. [HR At Tirmidzi]

b. Kemudian bertakbir yang pertama, membaca Al Fatihah setelah ta’awwudz, tidak


membaca do’a iftitah sebelum Al Fatihah.lalu membaca shalawat kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam tasyahhud.
‫َّاس َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َما‬
ٍ ‫ْن َعب‬
ِ ‫ف اب‬ َ ‫ْت َخ ْل‬ ُ ‫صلَّي‬
َ ‫ف َقا َل‬ ٍ ‫ْن َع ْو‬ ِ ‫ْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب‬ ِ ‫َعنْ َط ْل َح َة ب‬
‫ب َقا َل لِ َيعْ َلمُوا أَ َّن َها ُس َّن ٌة‬ِ ‫از ٍة َف َق َرأَ ِب َفات َِح ِة ْال ِك َتا‬
َ ‫َع َلى َج َن‬
Dari Tholhah berkata,: Aku shalat dibelakang Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma. Dan
diriwayatkan pula oleh Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari
Saad bin Ibrahim dari Tholhah bin 'Abdullah bin 'Auf berkata; Aku shalat dibelakang Ibnu
'Abbas radliallahu 'anhuma pada suatu jenazah, lalu ia membaca surat Al Fatihah, ia
berkata, agar orang-orang tahu bahwa itu merupakan sunah".[HR Bukhorie : 1249]

c. Kemudian takbir yang kedua, Sebaik-baik do’a adalah sebagai berikut:

‫ت ِمنْ ُد َعا ِئ ِه َوه َُو َيقُو ُل‬ ُ ‫از ٍة َف َحف ِْظ‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َع َلى َج َن‬
َ ِ ‫صلَّى َرسُو ُل هَّللا‬ َ
‫اغسِ ْل ُه ِب ْال َما ِء‬ْ ‫اغ ِفرْ َل ُه َوارْ َحمْ ُه َو َعا ِف ِه َواعْ فُ َع ْن ُه َوأَ ْك ِر ْم ُن ُز َل ُه َو َوسِّعْ م ُْد َخ َل ُه َو‬ ْ ‫اللَّ ُه َّم‬
‫س َوأَ ْبد ِْل ُه دَارً ا‬ ِ ‫ض ِمنْ ال َّد َن‬ َ ‫ب اأْل َ ْب َي‬ َّ ‫ْت‬
َ ‫الث ْو‬ َّ ‫َو‬
َ ‫الث ْل ِج َو ْال َب َر ِد َو َن ِّق ِه ِمنْ ْال َخ َطا َيا َك َما َن َّقي‬
oُ‫ه ْال َج َّن َة َوأَعِ ْذه‬oُ ‫دَار ِه َوأَهْ اًل َخيْرً ا ِمنْ أَهْ لِ ِه َو َز ْوجً ا َخيْرً ا ِمنْ َز ْو ِج ِه َوأَ ْدخ ِْل‬ ِ ْ‫َخيْرً ا ِمن‬
ِ ‫ب ال َّن‬
‫ار‬ ِ ‫ب ْال َقب ِْر أَ ْو ِمنْ َع َذا‬ ِ ‫ِمنْ َع َذا‬
Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menshalatkan jenazah, dan saya hafal
do'a yang beliau ucapkan: "ALLAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA 'AAFIHI WA'FU
'ANHU WA AKRIM NUZULAHU WA WASSI' MUDKHALAHU WAGHSILHU BILMAA`I
WATS TSALJI WAL BARADI WA NAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA NAQQAITATS
TSAUBAL ABYADLA MINAD DANASI WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI
WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAUJIHI WA ADKHILHUL
JANNATA WA A'IDZHU MIN 'ADZAABIL QABRI AU MIN 'ADZAABIN NAAR
(Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia,
muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnyak, bersihkanlah ia dengan air, salju
dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagana Engkau telah
membersihkan pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah
yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih
baik, dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu
dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka)." [HR Muslim : 1600]

d. takbir yang ketiga, membaca do’a untuk mayit.

‫از ٍة َف َقا َل‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َع َلى َج َن‬ َ ِ ‫صلَّى َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة َقا َل‬
‫ير َنا َو َذ َك ِر َنا َوأ ُ ْن َثا َنا َو َشا ِه ِد َنا َو َغائ ِِب َنا‬ِ ‫ِير َنا َو َك ِب‬
ِ ‫صغ‬ ْ ‫اللَّ ُه َّم‬
َ ‫اغ ِفرْ ل َِح ِّي َنا َو َم ِّي ِت َنا َو‬
‫ان َو َمنْ َت َو َّف ْي َت ُه ِم َّنا َف َت َو َّف ُه َع َلى اإْل ِسْ اَل ِم‬ِ ‫اللَّ ُه َّم َمنْ أَحْ َي ْي َت ُه ِم َّنا َفأَحْ ِي ِه َع َلى اإْل ِي َم‬
ُ‫اللَّ ُه َّم اَل َتحْ ِرمْ َنا أَجْ َرهُ َواَل ُتضِ لَّ َنا َبعْ دَ ه‬
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam penah menshalati jenazah kemudian beliau
mengucapkan: ALLAAHUMMAGHFIR LIHAYYINAA WA MAYYITINA, WA SHAGHIIRINAA
WA KABIIRINAA WA DZAKARINAA WA UNTSAANAA, WA SYAHIDINAA WA
GHAAIBINAA. ALLAAHUMMA, MAN AHYAITAHU MINNAA FA AHYIHI 'ALAL IIMAAN WA
MAN TAWAFFAITAHU MINNAA FATAWAFFAHU 'ALAL ISLAAM. ALLAHUMMA LAA
TAHRIMAN AJRAHU WA LAA TUDHILLANAA BA'DAHU (ya Allah, ampunilah orang-orang
yang masih hidup diantara kami, dan yang telah mati, anak kecil dan yang dewasa kami,
laki-laki kami dan wanita kami, orang-orang yang hadir diantara kami dan yang tidak hadir.
Ya Allah, siapapun diantara kami yang Engkau hidupkan maka hidupkanlah di atas
keimanan dan siapapun diantara kami yang Engkau wafatkan maka wafatkanlah dalam
keadaan beragama Islam, ya Allah, janganlah Engkau halangi kami dari mendapatkan
pahalanya dan janganlah Engkau sesatkan kami setelah kematiannya!"//

HR Abu Daud : 2786

e. Takbir ke empat
َ ‫ت َهدَ ْي َت َها لِإْل ِ سْ الَ ِم َوأَ ْن‬
َ ْ‫ت َق َبض‬
‫ت‬ َ ‫ت َر َز ْق َت َها َوأَ ْن‬
َ ‫ت َخ َل ْق َت َها َوأَ ْن‬َ ‫ت َر ُّب َها َوأَ ْن‬َ ‫اَللَّ ُه َّم أَ ْن‬
-‫رواه أبوداود‬- ‫ها‬ َ ‫اغ ِفرْ َل‬ ُ ‫ت أَعْ َل ُم ِبسِ رَّ َها َو َعالَ ِن َّي َت َها ِج ْئ َنا‬
ْ ‫ش َف َعا َء َف‬ َ ‫ر ُْو َح َها َوأَ ْن‬
Ya Allah, engkau adalah Tuhan jenazah tersebut, Engkau telah menciptakannya, dan
Engkau telah memberinya petunjuk untuk memeluk agama Islam, dan Engkau telah
mencabut nyawanya, Engkau lebih mengetahui terhadap rahasianya dan perkaranya
yang nampak. Kami datang kepadaMu sebagai perantara, maka ampunilah baginya

f. Di antara dalil yang menunjukkan salam ِ ‫ ال َّساَل ُم َع َل ْي ُك ْم َو َرحْ َم ُة هَّللا‬dua kali dalam shalat
jenazah, yaitu hadits Ibnu Mas’ud.

,‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َي ْف َعلُهُنَّ َت َر َكهُنَّ ال َّناُس‬


َ ‫هللا‬
ِ ‫ان َرسُو ُل‬ َ ‫ث ِخالَ ٍل َك‬ ُ َ‫َثال‬
‫صالَ ِة‬ َّ ‫از ِة م ِْث ُل ال َّتسْ لِي ِْم فِي ال‬
َ ‫إِحْ دَاهُنَّ ال َّتسْ لِ ْي ُم َع َلى ْال َج َن‬
“(Ada) tiga kebiasaan (yang pernah) dikerjakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
namun kebanyakan orang meninggalkannya. Salah satunya, (yaitu) salam dalam shalat
jenazah seperti salam di dalam shalat.” (HR Al Baihaqi).

Syaikh Al Albani menyatakan, diperbolehkan hanya dengan satu kali salam yang pertama
saja, karena hadits Abu Hurairah:

‫از ِة َف َكب ََّر َع َل ْي َها أَرْ َبعًا َو َسلَّ َم َتسْ لِ ْي َم ًة‬ ْ ‫ىع َل‬
َ ‫ىال َج َن‬ َ َّ‫صل‬
َ ‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫أَنَّ َرسُو َل‬
َ ‫هللا‬
‫َواحِدَ ًة‬
Sesungguhnya Rasulullah dahulu shalat jenazah; Beliau bertakbir empat kali dan salam
satu kali. (HR Ad Daraquthni dan Al Hakim). Al Baihaqi meriwayatkan dari jalan Abul ‘Anbas
dari bapaknya dari Abu Hurairah.(Ahkamul Janaiz, 128).

3. Tidak diperbolehkan shalat jenazah pada tiga waktu yang dilarang untuk mengerjakan
shalat.Yaitu ketika matahari terbit hingga naik setinggi tombak, ketika matahari
sepenggalah hingga tergelincir dan ketika matahari condong ke barat hingga terbenam. Ini
disebutkan sebagaimana di dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amir.
4. Bagi kaum wanita, diperbolehkan untuk menyalatkan jenazah dengan berjama’ah. Dan
tidak mengapa apabila shalat sendirian, karena dahulu Aisyah Radhiyallahu anhuma
menyalatkan jenazah Sa’ad bin Abi Waqqash.

5. Apabila terkumpul lebih dari satu jenazah dan terdapat mayat lelaki dan wanita, maka boleh
dishalatkan dengan bersama-sama. Jenazah lelaki meskipun anak kecil, diletakkan paling
dekat dengan imam. Dan jenazah wanita diletakkan ke arah kiblatnya imam. Yang paling
afdhal di antara mereka, diletakkan di dekat adalah yang paling dekat dengan imam.

6. Dalam menyalatkan mayit, disunnahkan dengan jumlah yang banyak dari kaum muslimin.
Semakin banyak jumlahnya, maka semakin baik.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ون مِا َئ ًة ُكلُّ ُه ْم َي ْش َفع‬


ُ ‫ُون لَ ُه إِاَّل‬
‫ش ِّفعُوا فِي ِه‬ َ ‫صلِّي َعلَ ْي ِه أُم ٌَّة مِنْ ْالمُسْ لِم‬
َ ‫ِين َيبْلُ ُغ‬ َ ‫ت ُت‬
ٍ ‫َما مِنْ َم ِّي‬

Tidaklah seorang yang mati, kemudian dishalatkan oleh kaum muslimin, jumlahnya
mencapai seratus orang, semuanya mendo’akan untuknya, niscaya mereka bisa
memberikan syafa’at untuknya. [HR Muslim].

‫ون ِباهَّلل ِ َش ْي ًئا إِاَّل َش َّف َع ُه ْم هَّللا ُ فِي ِه‬ َ ‫از ِت ِه أَرْ َبع‬
َ ‫ُون َر ُجاًل اَل ُي ْش ِر ُك‬ َ ‫ُوت َف َيقُو ُم َعلَى َج َن‬
ُ ‫َما مِنْ َرج ٍُل مُسْ ل ٍِم َيم‬

Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, kemudian dishalatkan oleh empatpuluh orang
yang tidak menyekutukan Allah, niscaya Allah akan memberikan syafa’at kepada mereka
untuknya. [HR Muslim].

7. Apabila seseorang masbuq setelah imam salam, maka dia meneruskan shalatnya sesuai
dengan sifatnya.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Apabila dia salam dan tidak mengqadha’, tidaklah
mengapa. Karena Ibnu Umar berkata,’Tidak mengqadha’. Dan dikarenakan shalat jenazah
merupakan takbir-takbir yang beruntun ketika berdiri’.” [Lihat Al Mughni (2/511)].

8. Apabila tertinggal dari shalat jenazah secara berjama’ah, maka dia shalat sendirian selama
belum dikubur. Apabila sudah dikubur, maka dia shalat jenazah di kuburnya.

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutk#an, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat
jenazah di kuburan setelah mayat dikuburkan semalam. Suatu ketika setelah jarak tiga hari
dan pernah jarak satu bulan. Beliau tidak memberikan batas waktu tertentu. [Lihat Zaadul
Ma’ad (1/512)].

Jadi diperbolehkan shalat jenazah di kuburan mayat tersebut dan tidak ada batas waktu
tertentu, dengan syarat bahwa ketika mayat tersebut mati, orang yang menyalatkan sudah
menjadi orang yang sah shalatnya.

9. Diperbolehkan shalat ghaib bagi mayat yang belum di shalatkan di tempatnya semula.
Karena Nabi menyalatkan Raja Najasyi yang meninggal dunia ketika Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengetahui berita kematiannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Pendapat yang benar, mayat ghaib
yang mati di tempat (di negara) yang belum dishalatkan disana, maka dishalatkan shalat
ghaib. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan Najasyi, karena dia
mati di lingkungan orang kafir dan belum dishalatkan di tempatnya tersebut. Apabila sudah
dishalatkan, maka tidak dishalatkan shalat ghaib, karena kewajiban sudah gugur. Suatu
saat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkan mayat yang ghaib, dan juga suatu
ketika tidak menyalatkannya. Beliau mengerjakan dan Beliau meninggalkannya. Demikian
ini merupakan sunnah. Yang satu dalam keadaan tertentu, dan yang lainnya dalam
keadaan yang berbeda. Wallahu a’lam. Dan ini, juga merupakan pendapat yang dipilih Ibnul
Qayyim rahimahullah.” [Lihat Zaadul Ma’ad (1/520)].

10. Diperbolehkan untuk menyalatkan mayat yang dibunuh karena ditegakkan hukum Islam
atas diri si mayit. Sebagaimana di dalam hadits Muslim tentang kisah wanita Juhainah yang
berzina, kemudian bertaubat. Usai dirajam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyalatkannya.

11. Seorang pemimpin kaum muslimin/ahli ilmu dan tokoh agama tidak menyalatkan orang
yang mencuri harta rampasan perang,atau orang yang mati bunuh diri.

Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menyalatkan seorang yang mencuri
harta rampasan perang, akan tetapi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
para sahabat untuk menyalatkannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ َع َلى‬o‫صلُّ ْوا‬
‫صاح ِِب ُك ْم‬ َ
Shalatkanlah saudara kalian. [HR Abu Dawud].

Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menyalatkan orang yang mati karena
bunuh diri. Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu , berkata:

‫ُص ِّل َع َل ْي ِه‬


َ ‫ِص َف َل ْم ي‬ َ ُّ‫أُت َِي ال َّن ِبي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم ِب َرج ٍُل َق َت َل َن ْف َس ُه ِب َم َشاق‬
Seseorang yang membunuh dirinya dengan anak panah didatangkan kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Beliau tidak mau menyalatkannya. [HR Muslim].

Hal ini karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai imam (pemimpin), maka
Beliau tidak mau menyalatkan supaya menjadi pelajaran bagi orang yang semisalnya. Akan
tetapi, bagi kaum muslimin wajib untuk menyalatkannya.

12. Demikian pula bagi orang yang mati sedangkan dia meninggalkan hutang, maka dia juga
dishalatkan

13. Shalat jenazah boleh dikerjakan di dalam masjid. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha , beliau
berkata:
‫ْضا َء َوأَ ِخ ْي ِه إِاَّل فِي‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َع َلى ُس َهي ِْل ب‬
َ ‫ْن َبي‬ َ ِ ‫صلَّى َرسُو ُل هَّللا‬
َ ‫هللا َما‬
ِ ‫َو‬
‫ْال َمسْ ِج ِد‬

Demi, Allah! Tidaklah Nabi menyalatkan jenazah Suhail bin Baidha’ dan saudaranya
(Sahl), kecuali di masjid. [HR Muslim].

Akan tetapi, yang afdhal, dikerjakan di luar masjid, di tempat khusus yang disediakan untuk
shalat jenazah, sebagaimana pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
[Lihat Ahkamul Janaiz (106), Asy Syarhul Mumti’ (5/444)].

G. MENGUBURKAN JENAZAH

DO'A MENGUBUR JENAZAH

ِ ‫ ِبسْ ِم هَّللا‬o‫ضعْ ُت ْم َم ْو َتا ُك ْم فِي ْال َقب ِْر َفقُولُوا‬


َ ‫ َو‬o‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َقا َل إِ َذا‬
َ ِّ‫َعنْ ال َّن ِبي‬
-‫رواه أحمد‬- ‫سلَّ َم‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو‬َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫َو َع َلى ِملَّ ِة َرس‬
"Jika kalian meletakkan jasad orang yang meninggal dari kalian dalam kubur maka
bacalah; BISMILLAH WA 'ALA MILLATI RASULILLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI SALLAM
(Dengan menyebut nama Allah dan atas agama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam)."

DO'A LEWAT KUBURAN

َ ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم ي َُعلِّ ُم ُه ْم إِ َذا َخ َرجُوا إِ َلى ْال َم َق ِاب ِر َك‬
:ُ‫ان َقا ِئلُ ُه ْم َيقُول‬ َ ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫َك‬
‫ون َنسْ أ َ ُل‬
َ ُ‫ِين َوإِ َّنا إِنْ َشا َء هَّللا ُ ِب ُك ْم اَل ِحق‬
َ ‫ِين َو ْالمُسْ لِم‬ َ ‫ار ِمنْ ْالم ُْؤ ِمن‬ َ
ِ ‫ال َّساَل ُم َع َل ْي ُك ْم أهْ َل ال ِّد َي‬
‫هَّللا َ َل َنا َو َل ُك ْم ْال َعا ِف َي َة‬
Semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian wahai penduduk alam barzah, dari kaum
mukminin dan muslimin. Sesungguhnya kami akan menyusul kalian insya Allah. Dan kami
meminta Allah untuk kami dan kalian agar diberi keselamatan. " -HR.Ibnu Majah-

Anda mungkin juga menyukai