Anda di halaman 1dari 6

Oleh: Ustadz Ma'ruf Khozin

Di kalangan umat Islam, khususnya jamaah Ormas NU, hari rabu terakhir di
bulan Shafar dalam kalender Hijriyah disebut Rabu Wekasan (Rabu terakhir)
dan mereka memiliki tradisi mengadakan shalat tolak bala. Dan tahun ini,
hari tersebut bertepatan dengan tanggal 14 Oktober 2020. Sebagian
masyarakat umum maupun sebagian kalangan pesantren mengadakan tradisi
doa dan shalat tolak balak. Sebenarnya ada perbedaan pendapat terkait tradisi
Rabu Wekasan ini.

ADVERTISEMENT

Letak perbedaan pendapat hingga munculnya fatwa haram shalat Rabu


Wekasan sebenarnya pada titik niat. Menurut kalangan fukaha, melakukan
shalat pada hari Rabu tersebut dengan niat sebagai shalat Rabu Wekasan
(Rabu akhir bulan Shafar) tergolong bidah yang haram. Sedangkan kalangan
tarekat/sufi yang mengamalkannya mendasarkan pada kasyaf sebagian ulama
yang mengatakan adanya turun bala’/bencana pada hari tersebut. Namun
bukan berarti NU melarang sama sekali pelaksanaan kegiatan tersebut.

Menengahi dua kalangan tersebut, kalangan fuqaha sendiri mengetengahkan


solusinya; apabila shalatnya diniatkan sebagai shalat sunah muthlak atau
sebagai shalat hajat, maka hal itu boleh saja. Lebih rincinya sebagai berikut:

Masalah Rabu Wekasan (Rabu terakhir di bulan Shafar) menjadi dinamika


yang harmonis di kalangan para ulama kita, ada yang berkenan mengamalkan
dan ada yang tidak berkenan. Namun tidak saling membidahkan, apalagi
menyesatkan. Pada umumnya, para ulama yang mengamalkan adalah para
kiai yang mengamalkan tarekat. Sebab, kitab-kitab yang menjelaskan
masalah ini kebanyakan terdapat dalam kitab yang berkaitan dengan tarekat.

Akan tetapi NU sebagai organisasi yang mewadahi tarekat, yang di badan


otonom NU disebut dengan Jamiyah Ahli Thariqah al-Mu’tabarah An-
Nahdliyah (Jatman), maka selayaknya bagi Ormas terbesar ini turut serta
dalam menjelaskan apa yang sebenarnya boleh diamalkan dan sejauh mana
amalan yang tidak diperbolehkan.

Dan kita sudah tahu bahwa para kiai di tarekat, khususnya para mursyid,
sangat memahami masalah ini. Intinya, ada dua hal yang harus dihindari,
yaitu tathayyur (merasa sial) dan shalat Rabu Wekasan.

Antara Tafaul dan Tathayyur

، ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي ُِحبُّ ْالفَْأ َل ْال َح َس َن‬ َ ‫ َك‬: ‫ قَا َل‬، َ‫َع ْن َأبِي هُ َري َْرة‬
َ ِ‫ان َرسُو ُل هللا‬
ِّ ‫ َويَ ْك َرهُ ال‬.
َ‫طيَ َرة‬

Artinya: Abu Hurairah berkata: Rasulullah senang dengan tafaul


(mengharap baik) dan tidak suka dengan tathayyur (merasa sial). (HR
Ahmad)

، َ‫ُول هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – يَقُو ُل « الَ ِطيَ َرة‬ َ ‫ْت َرس‬ ُ ‫ال َس ِمع‬ َ َ‫عن َأبي هُ َري َْرةَ ق‬
َ َ‫ قَالُوا َو َما ْالفَْأ ُل ق‬. » ‫َو َخ ْي ُرهَا ْالفَْأ ُل‬
‫ال « ْال َكلِ َمةُ الصَّالِ َحةُ يَ ْس َم ُعهَا َأ َح ُد ُك ْم » رواه‬
‫البخارى‬

Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda: Tidak ada kesialan.
Sebaik-baik merasa sial adalah tafa’ul” Sahabat bertanya: “Apa Tafaul?”
Nabi menjawab: “Yaitu kalimat yang baik yang didengar oleh kalian. (HR
al-Bukhari)
Oleh karenanya, banyak ulama kita bertafaul di bulan ini dengan menyebut
‘Shafar al-Khair’, atau bulan Shafar yang baik. Yaitu berharap kepada Allah
turunnya kebaikan dan tidak ada petaka. Namun, sudah biasa bagi ulama
salafi-wahabi yang selalu banyak tidak sependapat dengan ulama lain, tokoh
mereka berkata:

‫ فهو ليس‬. ‫ والجهل بالجهل‬، ‫ فهذا من باب مداواة البدعة بالبدعة‬.‫شهر صفر الخير‬
)90 ‫ ص‬/ 2 ‫ وال شر (مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين – (ج‬، ‫شهر خير‬

Artinya: Bulan Shafar yang baik. Ini tergolong mengobati bidah dengan
bidah, mengobati bodoh dengan kebodohan. Shafar bukan bulan baik dan
bukan bulan buruk. (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin 2/90).

Yakinkan kepada Allah


Dalam rukun iman kita telah diajarkan bahwa baik dan buruk adalah takdir
dari Allah. Demikian halnya dalam penjelasan Rasulullah SAW:

‫ال ُم ِطرْ نَا بِفَضْ ِل هَّللا ِ َو َرحْ َمتِ ِه‬ َ َ‫ فََأ َّما َم ْن ق‬، ‫قَا َل « َأصْ بَ َح ِم ْن ِعبَا ِدى ُمْؤ ِم ٌن بِى َو َكافِ ٌر‬
‫ك َكافِ ٌر بِى‬ َ ِ‫ َوَأ َّما َم ْن قَا َل بِنَ ْو ِء َك َذا َو َك َذا فَ َذل‬، ‫ب‬
ِ ‫ك ُمْؤ ِم ٌن بِى َو َكافِ ٌر بِ ْال َك ْو َك‬ َ ِ‫فَ َذل‬
‫ب » رواه البخارى‬ ِ ‫َو ُمْؤ ِم ٌن بِ ْال َك ْو َك‬

Artinya: Allah berfirman [dalam hadis Qudsi]: “Hamba-Ku ada yang iman
dan kafir kepada Ku. Jika ia berkata: “Kami diberi hujan karena anugerah
Allah dan rahmat Nya, maka ia iman pada Ku dan kafir dengan bintang.”
Jika ia berkata: “diberi hujan karena bintang, maka ia kafir pada Ku dan
iman dengan bintang. (HR al-Bukhari)

Dasar inilah yang dijadikan pedoman bagi para ulama, seperti yang
disampaikan oleh ahli hadits Syekh Abdurrauf al-Munawi:
‫ص ُل َأ َّن تَ َوقِّ َي يَ ْو ِم اَأْلرْ بِ َعا ِء َعلَى ِجهَ ِة الطِّيَ َر ِة َوطَنِّ ا ْعتِقَا ِد ْال ُمنَجِّ ِمي َْن َح َرا ٌم‬ ِ ‫َو ْال َحا‬
َ ‫ك اَل‬
‫ض ْي َر‬ َ ِ‫َش ِد ْي َد التَّحْ ِري ِْم ِإ ِذ اَأْليَّا ُم ُكلُّهَا هللِ تَ َعالَى اَل تَضُرُّ َواَل تَ ْنفَ ُع بِ َذاتِهَا َوبِ ُد ْو ِن َذل‬
62‫ ص‬/ 1‫َواَل َمحْ ُذ ْو َر فيض القدير – ج‬

Artinya: Kesimpulannya. Menghindar dari hari Rabu dengan cara merasa


sial dan meyakini prediksi peramal adalah haram, sangat terlarang. Sebab
semua hari milik Allah. Tidak ada hari yang bisa mendatangkan petaka atau
manfaat karena faktor harinya. Kalau bukan karena di atas, maka tidak apa-
apa dan tidak dilarang. (Faidl al-Qadir 1/62).

Adakah Shalat Rabu Wekasan?


Dengan tegas Hadlratusysyekh KH M Hasyim Asy’ari mengharamkan salat
dengan niat Rabu Wekasan:

ِ ‫ت اَ َّن نَ ْق َل ْال ُم َج َّربَا‬


‫ت ال َّدي َْربِيَّ ِة َو َحا ِشيَ ِة‬ َ ‫ َوقَ ْد َع َر ْف‬.‫ب ْال َغ ِر ْيبَ ِة‬ ِ ُ‫َوالَ يَ ِحلُّ ْاِإل ْفتَا ُء ِم َن ْال ُكت‬
َ‫صحُّ َوال‬ ِ َ‫ع ْالفِ ْق ِهيَّ ِة فَالَ ي‬ِ ‫ب ْالفُر ُْو‬ َ ُ‫ف ُكت‬ ُ ِ‫صالَ ِة ْال َم ْذ ُك ْو َر ِة يُ َخال‬
َّ ‫ب هَ ِذ ِه ال‬ ِ ‫ال ِّستِّي َْن ِال ْستِحْ بَا‬
‫يَج ُْو ُز ْاِإل ْفتَا ُء بِهَا‬

Artinya: Tidak boleh berfatwa dari kitab-kitab yang aneh. Anda telah
mengetahui bahwa kutipan dari kitab Mujarrabat Dairabi dan Masail Sittin
yang menganjurkan salat tersebut [Rebo Wekasan] bertentangan dengan
kitab-kitab fikih, maka salatnya tidak sah, dan tidak boleh berfatwa
dengannya. (Tanqih al-Fatwa al-Hamidiyah, NU Menjawab Problematika
Umat, PWNU Jatim)

Namun, jika memang akan melakukan shalat, maka niatkanlah sebagai shalat
hajat, seperti dalam hadits berikut:

‫صلى هللا عليه‬- ِ ‫ال َخ َر َج َعلَ ْينَا َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫َع ْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َأبِى َأ ْوفَى اَأل ْسلَ ِم ِّى ق‬
َ ُ‫ضْأ َو ْلي‬
ِّ‫صل‬ َّ ‫ت لَهُ َحا َجةٌ ِإلَى هَّللا ِ َأ ْو ِإلَى َأ َح ٍد ِم ْن َخ ْلقِ ِه فَ ْليَتَ َو‬ ْ َ‫ال « َم ْن َكان‬ َ َ‫ فَق‬-‫وسلم‬
ِ ‫ش ْال َع ِظ ِيم ْال َح ْم ُد هَّلِل‬
ِ ْ‫ان هَّللا ِ َربِّ ْال َعر‬ َ ‫َر ْك َعتَي ِْن ثُ َّم ْليَقُلْ الَ ِإلَهَ ِإالَّ هَّللا ُ ْال َحلِي ُم ْال َك ِري ُم ُسب َْح‬
‫ك َو ْال َغنِي َمةَ ِم ْن ُك ِّل‬ َ ِ‫ك َو َع َزاِئ َم َم ْغفِ َرت‬
َ ِ‫ت َرحْ َمت‬ ِ ‫وجبَا‬ ِ ‫ك ُم‬ َ ُ‫ين اللَّهُ َّم ِإنِّى َأ ْسَأل‬
َ ‫َربِّ ْال َعالَ ِم‬
َ‫ك َأالَّ تَ َد َع لِى َذ ْنبًا ِإالَّ َغفَرْ تَهُ َوالَ هَ ًّما ِإالَّ فَرَّجْ تَهُ َوال‬ َ ُ‫بِرٍّ َوال َّسالَ َمةَ ِم ْن ُكلِّ ِإ ْث ٍم َأ ْسَأل‬
ِ ‫ض ْيتَهَا لِى ثُ َّم يَ ْسَأ ُل هَّللا َ ِم ْن َأ ْم ِر ال ُّد ْنيَا َو‬
ُ‫اآلخ َر ِة َما َشا َء فَِإنَّه‬ َ َ‫ك ِرضًا ِإالَّ ق‬
َ َ‫اجةً ِه َى ل‬ َ ‫َح‬
‫» يُقَ َّد ُر‬.

Artinya: Hadis: “Barangsiapa punya hajat kepada Allah atau diantara


makhluk Allah, maka wudlulah dan shalatlah 2 rakaat, lalu baca doa ….”
(HR Ibnu Majah. Sebagian ulama menilai hadits ini dlaif, namun tetap boleh
diamalkan) Maupun shalat sunah mutlak, dan salat tasbih, maka
diperbolehkan. Setelah shalat kemudian dilanjutkan dengan berdoa.

Mengamalkan Doa di Rabu Wekasan


Jika berpegang kepada akidah dan syariah di atas maka mengamalkan doa di
malam Rabu Wekasan diperbolehkan. Berikut penjelasan ulama ahli hadits
Syekh Abdurrauf al-Munawi::

َ ِ‫ي احْ َذر ُْوا َذل‬


‫ك‬ ِ ‫ْف َوالتَّحْ ِذي ِْر َأ‬ ِ ‫َويَج ُْو ُز َك ْو ُن ِذ ْك ِر اَأْلرْ بِ َعا ِء نَحْ سٌ َعلَى طَ ِري‬
ِ ‫ْق التَّ ْخ ِوي‬
‫ك َو َج ِّد ُد ْوا هللِ تَ ْوبَةً َخ ْوفًا َأ ْن يَ ْل َحقَ ُك ْم‬
ِ ‫ان فِ ْي ِه ِم َن ْالهَاَل‬ ِ ‫ْاليَ ْو َم لِ َما نَ َز َل فِ ْي ِه ِم َن ْال َع َذا‬
َ ‫ب َو َك‬
62 ‫ ص‬/ 1 ‫ فيض القدير – ج‬.‫فِ ْي ِه بُْؤ سٌ َك َما َوقَ َع لِ َم ْن قَ ْبلَ ُك ْم‬

Artinya: Boleh menyebut Rabu sebagai ‘sial’ dengan cara untuk memberi
peringatan. Yaitu hindari hari tersebut karena pernah turun adzab yang
menyebabkan kebinasaan. Perbaharuilah taubat kepada Allah, agar tidak
mengalami petaka seperti yang dialami kaum terdahulu. (Faidl al-Qadir
1/62).

Apa saja yang dapat diamalkan? Berikut penjelasannya:


‫ب ْال َم ْكر ُْوهَ ِة ااْل ِ ْشتِ َغا ُل بِ َما يُرْ َجى بِ ِه‬ ِ ‫ع ِع ْن َد ُوج ُْو ِد اَأْل ْسبَا‬ ُ ‫ ْال َم ْشر ُْو‬: ‫ب‬ َ ‫قَا َل اب ُْن َر َج‬
– ‫ فيض القدير‬.ِ‫ْق التَّ َو ُّك ِل َوالثِّقَ ِة بِاهلل‬ ِ ‫ال الطَّا َع ِة َوال ُّد َعا ِء َوتَحْ قِي‬ ِ ‫ب ِم ْن َأ ْع َم‬ِ ‫َد ْف ُع ْال َع َذا‬
562 ‫ ص‬/ 6 ‫ج‬

Artinya: Ibnu Rajab berkata: Yang disyariatkan jika ada hal yang tidak
disuka, adalah dengan memperbanyak doa tolak bala’, yang terdiri dari
perbuatan taat, doa, benar-benar pasrah dan percaya pada Allah. (Faidl al-
Qadir 6/562).

Anda mungkin juga menyukai