JIDAL
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Disusun Oleh:
Mahara Fitri : 22421211536
Dosen Pengampu:
Bapak Muhammad Nurman, M. Ag
Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat
hamba-hamba-Nya. Alhamdulillah karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah Ulumul Qur’an ini. Adapun
maksud dan tujuan kami disini yaitu menyajikan beberapa hal yang menjadi
materi dari makalah kami. Makalah ini membahas
mengenai “Jidal”. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti untuk para pembacanya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi Jidal..................................................................................................2
B. Metode Jidal Dalam Al-Qur’an......................................................................2
C. Jenis-jenis Jidal Dalam Al-Qur’an.................................................................4
D. Betuk-bentuk Jidal Dalam Al-Qur’an............................................................5
BAB II PENUTUP....................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Jidal
Secara Etimologi Jidal berasal dari kata جدل – يجدل – جدأل yang
artinya mengemaskan, mengetatkan, dan menguatkan.
Sedangkan secara Terminologi Jidal berarti bertukar pikiran
dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan kawan
dalam mempertahankan argumen. Untuk memenangkan pendapat
dalam suatu perdebatan yang sengit. Pengertian ini lebih
menunjukkan kepada perdebatan atau diskusi, yaitu untuk mencari
kebenaran.
Dengan demikian Jidal Al-Qur’an adalah pembuktian-
pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di
dalamnya, untuk dihadapkan kepada orang kafir dan mematahkan
argumentasi para penentang dengan seluruh tujuan dan maksud
mereka, sehingga kebenaran ajaran-Nya dapat diterima.
Di dalam Al-Qur’an Allah menyatakan bahwa Jidal
merepukan salah satu tabiat manusia dengan firman-Nya dalam
surah Al-Kahfi: 54
ْٓ س ۖنُ اِاَّل الَّ ِذيْنَ ظَلَ ُم ْوا ِم ْن ُه ْم َوقُ ْولُ ْٓوا ٰا َمنَّا ِبالَّ ِذ
ي اُ ْن ِز َل اِلَ ْينَا َواُ ْن ِز َل ِ َواَل ت َُجا ِدلُوْٓ ا اَ ْه َل ا ْل ِك ٰت
َ ب اِاَّل بِالَّتِ ْي ِه َي اَ ْح
ْ اح ٌد َّونَ ْحنُ لَ ٗه ُم
َسلِ ُم ْون ِ اِلَ ْي ُك ْم َواِ ٰل ُهنَا َواِ ٰل ُه ُك ْم َو
2
yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu;
dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".
ْس ۗنُ اِنَّ َربَّ َك ُه َو اَ ْعلَ ُم بِ َمن َ سبِ ْي ِل َربِّ َك بِا ْل ِح ْك َم ِة َوا ْل َم ْو ِعظَ ِة ا ْل َح
َ سنَ ِة َو َجا ِد ْل ُه ْم بِالَّتِ ْي ِه َي اَ ْح َ اُ ْد ُع اِ ٰلى
َسبِ ْيلِ ٖه َو ُه َو اَ ْعلَ ُم بِا ْل ُم ْهتَ ِديْن
َ ْض َّل عَن َ
3
C. Jenis-jenis Jidal Dalam Al-Qur’an
1. Dalam Al-Qur’an banyak mengungkapkan ayat-ayat kauniyah
yang disertai perintah melakukan perenungan dan pemikiran
untuk dijadikan dalil bagi penetapan dasar-dasar akidah, seperti
ketauhidan Allah dalam uluhiyah-Nya dan keimanan kepada
malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul-Nya dan hari
kemudian (Lihat Q.S Al-Baqarah: 21-22).
2. Membantah pendapat para penentang dan lawan, serta
mematahkan argumentasi mereka. Perdebatan macam ini
mempunyai beberapa bentuk:
a. Mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan
diterima baik oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya
diingkari, seperti penggunaan dalil dengan makhluk untuk
menetapkan adanya Khaliq (Lihat Q.S Ath-Thur: 35-43).
b. Menggunakan argumentasi yang berkaitan dengan asal mula
kejadian dan hari kebangkitan (Lihat Q.S Al-Qiyamah: 36-
40). Termasuk di antaranya beristidlal dengan kehidupan
bumi yang tandus kering, untuk menetapkan kehidupan
sesudah mati untuk dihisab. (Lihat Q.S Fushshilat: 39).
c. Membatalkan pendapat lawan dengan membuktikan
kebalikannya, (Lihat Q.S Al-An’am: 91) ayat ini merupakan
respon terhadap pendirian orang Yahudi, sebagaimana
diceritakan Allah dalam firman-Nya: “Dan mereka tidak
menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya
dikala mereka mengatakan: Allah tidak menurunkan sesuatu
pun kepada manusia.” (Q.S Al-An’am).
d. Menggunakan teori (as-sabr wa taqsim), yakni mengoleksi
beberapa sifat sesuatu, kemudian menjelaskan bahwa sifat-
sifat tersebut bukanlah ‘illat, alasan hukum, (Lihat Q.S Al-
An’am: 143-144).
e. Mematahkan hujjah lawannya dengan menjelaskan bahwa
asumsinya itu tidak diakui oleh seorang pun, (Lihat Q.S Al-
An’am: 101).3
4
D. Betuk-bentuk Jidal Dalam Al-Qur’an
1. As-Sibru dan Taqsim
Membatasi sesuai dengan sifat dan menolak untuk membagi
salah satunya sebagai dasar hukum, seperti dalam surah Al-
An’am: 143
2. Al-Qaulu bi Mujab
Ibnu Abi al-Ishbi’ berkata,”Hakikat dari istilah ini adalah
membantah ucapan musuh dengan kandungan atau isi ucapan
sendiri”.
Ulama lainnya mengatakan bahwa istilah tersebut dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Apabila ada sifat pada kata-kata orang lain
sebagai kinayah (sindiran) dari sesuatu yang ditetapkan suatu
hukum untuknya, kemudian dia tetapkan bagi sesuatu yang
lain, firman Allah Q.S Al-Munafiqun: 8.
هّٰلِل
ُ يَقُ ْولُ ْونَ لَ ِٕىنْ َّر َج ْعنَٓا اِلَى ا ْل َم ِد ْينَ ِة لَيُ ْخ ِر َجنَّ ااْل َع َُّز ِم ْن َها ااْل َ َذ َّل َۗو ِ ا ْل ِع َّزةُ َولِ َر
س ْولِ ٖه
5
Di dalam ayat ini kata al-a’azzu (yang mulia) adalah
kata yang diucapkan oleh orang-orang munafik sebagai
gambaran tentang kelompok mereka, sedangkan kata al-
adzallu (yang hina) juga kata-kata mereka untuk
menggambarkan tentang kelompok orang beriman. Orang-
orang munafik menyatakan dirinya dengan kata tersebut
untuk mengusir orang-orang beriman dari Madinah. Maka
Allah membantah mereka bahwa sifat mulia itu ditujukan
untuk selain kelompok mereka, yaitu untuk Allah dan Rasul-
Nya serta orang-orang yang beriman. Seakan-akan dikatakan
kepada mereka “kelompok yang mulia akan mengusir
kelompok yang hina.”
b. Memahami lafaz yang keluar dari ucapan orang lain berbeda
dengan maksudnya dan disertai penyebutan sesuatu yang
berkaitan dengannya, firman Allah Q.S At-Taubah: 61.
َو ِم ْن ُه ُم الَّ ِذيْنَ يُْؤ ُذ ْونَ النَّبِ َّي َويَقُ ْولُ ْونَ ُه َو اُ ُذنٌ ۗقُ ْل اُ ُذنُ َخ ْي ٍر لَّ ُك ْم
3. At-Taslim
Yaitu memastikan sesuatu yang tidak mungkin terjadi baik
dengan cara meniadakan, karena sesuatu yang disebutkan itu
tidak mungkin terjadi sebab tidak memenuhi persyaratan. Seperti
firman Q.S Al-Mu’minun: 91.
هّٰللا
َس ْب ٰحن ٍ ۗ ض ُه ْم ع َٰلى بَ ْع
ُ ض َ ََب ُك ُّل اِ ٰل ۢ ٍه بِ َما َخل
ُ ق َولَ َعاَل بَ ْع َ َما ات ََّخ َذ ُ ِمنْ َّولَ ٍد َّو َما َكانَ َم َع ٗه ِمنْ اِ ٰل ٍه اِ ًذا لَّ َذه
َصفُ ْون هّٰللا
ِ َۙ ِ َع َّما ي
6
beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk
yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan
mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa
yang mereka sifatkan itu.
Maksud dari ayat di atas adalah tidak ada Tuhan yang lain
bersama Allah. Seandainya illah itu berbilang, niscaya masing-
masing illah akan membawa makhluk yang diciptakannya. Jika
itu terjadi, maka alam semesta ini tidak akan teratur dan
kehidupan akan berantakan. Namun kenyataannya yang dapat
kita saksikan menunjukkan betapa alam ini begitu teratur rapi,
baik alam semesta yang berada di atas maupun yang berada di
bawah, satu sama lain saling beraturan dengan sistematis.
4. Al-Isjaal
Yaitu kata-kata yang mendorong seseorang yang diajak
bicara untuk memenuhi apa yang diminta. Ini seperti firman
Allah Swt Q.S Ali-Imran: 194.
5. Al-Intiqal
Yaitu upaya seseorang yang berdalil untuk mengalihkan
dalilnya dengan dalil yang lainnya, karena pihak lawan tidak
memahami maksud dari dalil yang pertama. Seperti dalam
perdebatan Nabi Ibrahim dengan Raja Namrudz, firman dalam
Q.S Al-Baqarah: 258
هّٰللا
ت قَا َل اَنَ ۠ا
ُۙ ي يُ ْح ٖي َويُ ِم ْيْ ي َح ۤا َّج اِ ْب ٰر ٖه َم فِ ْي َربِّ ٖ ٓه اَنْ ٰا ٰتىهُ ُ ا ْل ُم ْل َك ۘ اِ ْذ قَا َل اِ ْب ٰر ٖه ُم َربِّ َي الَّ ِذ
ْ اَلَ ْم تَ َر اِلَى الَّ ِذ
ب ْ ْ ْأَ ْ ْأ هّٰللا َ
َّ اُ ْح ٖي َواُ ِميْتُ ۗ قَا َل اِ ْب ٰر ٖه ُم فاِنَّ َ يَ تِ ْي بِال
ِ ت بِ َها ِمنَ ال َمغ ِر ِ قف ِ ش ِر ْ س ِمنَ ال َم ِ ش ْم
7
Artinya: Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang
menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat
menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata:
"Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka
terbitkanlah Dia dari barat.”
6. Al-Munaqadhah
Yaitu mengaitkan sesuatu pada faktor yang mustahil sebagai
isyarat (tanda) bahwa itu tidak mungkin terjadi, seperti firman
Allah Swt dalam Q.S Al-A’raf: 40
8
BAB III
PENUTUP
9
DAFTAR PUSTAKA
10