Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena


atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada
Bapak/Ibu yang telah menugasi dan memotivasi saya untuk menyusun makalah
ini.
Makalah ini masih kurang sempurna sehingga penulis memerlukan
penyempurnaan dan perbaikan. Ini diakibatkan adanya kendala yang
dihadapi oleh penulis pada saat menyusunnya. Karena itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaannya.

Rensing, 25 Juli 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................
D. Manfaat......................................................................................................
E. Metode.......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Mustholah Hadist............................................................
B. Unsur-Unsur Hadits...................................................................................
C. Macam-Macam Hadist..............................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an . Dengan
demikian, kita mengetahui bahwa Hadits menempati posisi sangat penting
dan strategis dalam buku kajian-kajian keislaman, setidaknya dalam melihat
buku historis usaha para ulama itu dalam menelusuri dan mencari Hadits-
Hadits yang dipandang otentik.
Sejarah penulisan dan pembukuan Hadits  dan Ilmu Hadits telah melewati
serangkain fase historis yang sangat panjang. perkembangan dan penyebaran
yang kompleks semenjak Nabi SAW, sahabat, tabi’in dan seterusnya hingga
mencapai pada puncaknya pada kurun abad ketiga hijriah. Perjuangan ulama
Hadits yang telah berusah dengan keras dalam melakukan penelitian dan
penyeleksian terhadap Hadits mana yang Shahih dan mana yang Dha’id, telah
menghasilkan metode-metode yang cukup kaya, mulai dari metode
penyusunan dalam berbagai bentuknya (musnad, sunan, jami’ dan lain-
lainnya), hingga kaidah-kaidah penelusuran Hadits. Kaidah-kaidah tersebut
hingga menjadi disiplin ilmu tersendiri yang kemudian disebut dengan Ilmu
Hadits.
Di sinilah bekal pengetahuan ilmu Hadits menjadi sangat bermanfaat bagi
para peneliti dan pengkaji Hadits karena untuk mempelajari dan mengkaji
Hadits-Hadits Nabi, selain itu seseorang tidak bisa mengabaikan ilmu Hadits,
oleh karena itu dalam penulisan makalah ini pemakalah akan menjelaskan
tentang  Hadits, Ilmu Hadits, Ilmu Mustolahal Hadits, dll.
Pengertian Ilmu Mustholah Hadist
Unsur-Unsur Hadits
Macam-Macam Hadist
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Mustholah Hadist


Ilmu Mustholah adalah suatu ilmu yang membahas pokok-pokok dan
ketentuan-ketentuan dalam suatu Hadits, yang diketahui dengan ilmu ini
keadaan sanad dan matan diterima atau ditolaknya hadits tersebut.
Ilmu Mustholah bisa juga disebut Ilmu Hadits, karena dengan mempelajari
ilmu ini akan bisa membedakan mana Hadits Shohih dan mana Hadits Dhoif.
Bentuk Hadits ada tiga yaitu ;
a) Qauliyyun ( perkataan )
b) Fi’liyyun ( perbuatan )
c) Taqririyyun ( sikap diam atau persetujuan )
Al Khobar menurut bahasa adalah An Nabau yang mempunyai arti berita.
Al Khobar menurut istilah ada tiga pendapat yaitu ;
a) Al Khobar sama dengan Al Hadits
b) Al Khobar lebih umum  dari Al hadits yaitu setiap yang datang dari Nabi
SAW dan selain Nabi (Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, dan Atba’
Tabi’ut Tabi’in )
c) Al Khobar berbeda dengan Al Hadits, maksudnya kalau Al Hadits itu yang
datang dari Nabi SAW. Sedangkan Al Khobar  yang datang dari selain
Nabi SAW.
Kesimpulannya adalah setiap Al Hadits pasti Al Khobar dan setiap Al
Khobar itu bukan  Al hadits.
1. Pengertian hadis menurut bahasa 
Kata Hadits berasal dari bahasa Arab,: ‫ج الح'''''''''ادث‬
‫الح'''ديث‬  ) ‫)الجدي'''د‬. Secara Etimologis, kata Hadits memiliki banyak arti
diantaranya ; Al-Jadid (yang baru), lawan dari Al-Qodim (yang lama),
dan Al-Khabar (kabar atau berita).
Berdasarkan penjelasan di atas defenisi Hadits adalah sesuatu yang
baru (Al-Jadid) yang artinya sesuatu yang baru maksudnya menunjukkan
pada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti ‫ح''د ْيث الع ْه''د في‬
‫األس''الم‬ (orang yang baru memeluk /masuk agama islam). Hadits juga
sering disebut dengan Al-Khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama
maknanya dengan Hadits.  
Allah pun memaki kata “Hadits” dengan arti “Khabar” dalam
firmanya Q.S At-Thur (52) : 34
ٍ ‫فَ ْليَْأت ُْوا بِ َح ِد ْي‬
َ ‫ث ِم ْثلِه اِنْ َكانُ ْوا‬
َ‫صا ِدقِيْن‬
“Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya
jika mereka orang yang benar”
Rosulullah s.a.w juga telah mempergunakan lafaz Hadits dengan arti
khabar yang datang dari beliau :
ْ‫ َما َكانَ فِ ْي ِه ِمنْ َحالَ ٍل َأ ْحلَ ْلنَاهُ َو َما َكانَ فِ ْي ِه ِمن‬.ِ‫َاب هللا‬
ُ ‫ َه َذا ِكت‬: ‫ش ُك َأ َح ُد ُك ْم َأنْ يَقُ ْو َل‬ ِ ‫يُ ْو‬
‫ َو‬،ُ‫س' ِولُه‬ ُ ‫ َو َر‬،‫ هللا‬: ً‫ فَقَ ْد َك َّذ َب ثَاَل ثَ'ة‬.‫ث فَ َك َذ َب بِ ِه‬ ٌ ‫َح َر ٍام َح َر ْمنَاهُ اِاَل َمنْ بَلَ َغةُ َعنِّي َح ِد ْي‬
َ ‫الَّ ِذى َحد‬
)‫ (رواه أحمد و الدارمى‬.‫َّث بِ ِه‬
 “Hampir-hampir akan ada seseorang kamu yang akan berkata : ini
kitabullah. Apa yang halal di dalamnya kami halalkan. Apa yang haram
di dalamnya maka kami haramkan. Ketahuilah barang siapa sampai
kepadanya sesuatu “Hadits” khibar dari padaku, lalu dia dutakan,
berartilah dia telah mendustakan : allah, rosulnya, dan orang yang
menyampaikan Hadits itu ” (HR. Ahmad dan Ad-Darimi).
Selain lafazh Hadits, dikenal juga lafazh-lafazh sunnah, khabar dan
athsar. Menurut kalangan ahli Hadits, lafazh-lafazh tersebut adalah
murodif dari lafazh Hadits yang mempunyai satu arti.
2. Pengertian hadis menurut istilah
Sedangkan menurut istilah (Terminologi), para ahli memberikan
definisi yang berbeda-beda sesuai latar belakang disiplin ilmunya.
a. Menurut Ahli Hadits, Pengertian Hadits Adalah.

‫سلَّ َم َو اَ ْف َعالُهُ َو اَ ْح َوالُه‬ َ ‫اَ ْق َوا ا ُل النَّبِى‬


َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
“Segala Perkataan Nabi, Perbuatan Dan Ikhwalnya”
Demikianlah kata Al-Hafidh dalam Syaroh Al-Bukhary. Dan Al
Hafidh dari Shakhawi.
Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segal yang diriwiyatkan
dari Nabi SAW. Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah
kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.
b. Menurut Ahli Ushul, Pengertian Hadits Adalah:
‫أقواله و افعاله و تقريراته التي تثبت األحكام وتقررها‬
“ Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang
berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya ”.
Berdasarkan pengertian Hadits menurut ahli ushul ini jelas bahwa
Hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik
ucapan, perbuatan maupun yang ketetapan yang berhubungan dengan
hukum atau ketentuan-ketentuan allah yang disyari’atkan kepada
manusia.
c. Menurut Istilah Fuqoha, Hadits Adalah[9] :
‫كل ما ثبت عن النبي صلى هللا عليه وسلم و لم يكن من من باب الفرض والالواجب‬
“Segala sesuatu yang ditetpakan Nabi SAW yang tidak bersangkut
paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib ”
Dalam hal ini ulama fuqoha menjelaskan Hadits berkenaan dengan
ketetapan Nabi yang tidak berkenaan dengan masalah-masalah fardhu.
Sebagian muHaditsin berpendapat bahwa pengertian Hadits di atas
merupakan pengertian yang sempit, adapun pengertian Hadits secara
luas, sebagai mana dikatakan muhammad mahfuzh al-tarmizi, yang
dikutip oleh Endang Soetari dalam Ikhtisar Mustolahal Hadits,
meyatakan bahwa Hadits adalah :
‫أن الح''ديث ال يختص ب''المرفوع إلي''ه ص''لى هللا علي''ه وس''لم ب''ل ج''اء‬
‫بالموقوف وهوما أضيف إلى الصحابى و المقطوع وهو ما أضيف للتا‬
‫بعى‬
“Bahwasanya Hadits bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’ yaitu
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW melainkan bisa juga
untuk sesuatu yang mauquf, yang disandarkan kepada sahabat, dan
yang maqtuf, yaitu yang disandarkan kepada thabi’in”
Dalam hal ini jelas menunjukkan para ulama tidak  bersepakat
bahwa dalam mendefinisikan Hadits, karena mereka berbeda tinjaun
terhadap obyek Hadits itu sendiri.
Dengan demikian secara terminologis, istilah Hadits terdapat
perbedaan, yakni menurut ahli Hadits, Hadits adalah segala ucapan
Nabi, perbuatan dan keadaanya, sedangkan menurut ahli ilmu ushul,
Hadits adalah segala perkataan, Perbuatan, dan taqrir Nabi, yang
bersangkut paut dengan hukum”, dan menurut istilah fuqoha, Hadits
adalah  segala sesuatu yang ditetpakan Nabi SAW yang tidak
bersangkut paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib.
Perbedaan pendapat dalam mendefenisikan Hadits di atas
disebabkan adanya perbedaan disiplin ilmu yang mempunyai
pembahasan masing-masing, sehingga menciptakan pandangan yang
berbeda pula terhadap pribadi Nabi SAW sesuai dengan disiplin ilmu
yang bersangkutan.
Selain itu perbedaan antara ahli Hadits dan ahli ushul mengenai
istilah tersebut. Ulama Hadits mengambil segala hal yang berhubungan
dengan Nabi SAW seperti biografi, akhlak, berita-berita, ucaan dan
perbuatanya baik yang berhubungan dengan hukum syara’ maupun
tidak sedangkan ulama ushul hanya membahas Rosulullah SAW
dengan memperhatikan segala ucapan dan perbuatan serta keputusan-
keputusan yang menetapkan hukum-hukum dan memutuskannya.
Dengan demikian, Hadits yang dikemukakan oleh ahli ushul yang
hanya mencakup aspek hukum dari beberapa aspek hukum dari
beberapa aspek hal ikhwal Nabi SAW pengunaanya terbatas dalam
lingkup pembicaraan tentang Hadits yang bersumber dari tasyri’.
Sedangkan defenisi Hadits yang dikemukakan oleh ahli Hadits
mencakup hal-hal yang lebih luas.
B. Unsur-Unsur Hadits
1. Sanad
Kata “sanad” menurut bahasa E‫المعتمد‬ artinya yang menjadi sandaran,
tempat bersandar, sesuatu yang dapat di pegang atau di percaya.
Dikatakan demikian, karena hadis bersandar kepadanya. Sedang menurut
istilah, terdapat beberapa perbedaan pendapat. Al-Badru bin Jamaah dan
at-Tibby mengatakan bahwa sanad adalah

ِ ‫اَ ِال ْخبَا ُر ع َْن طَ ِري‬


‫ْق ال َمت َِن‬
“Berita tentang jalan matan”
Yang lain menyebutkan
‫صلَةُ لِ ْل َمت َِن‬
ِ ْ‫ِس ْل ِسلَةُ الرّجا َ ِل ال ُمو‬
“Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadis), yang
menyampaikannya kepada matan hadis”.
Ada juga yang menyebutkan:
‫َر ْه اَأل َّو ِل‬
ٍ ‫ِسل ِسلَةُ الرُّ َوا ِة اّل ِذ ْينَ نَقَلُوْ ْال َم ْتنَ ع َْن َمصْ د‬
“Silsilah para perawi yang menukilkan hadis dari sumbernya yang
pertama.
Dalam istilah ilmu hadis, sanad adalah rangkaian urutan orang-orang
yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan satu hadis atau
sunnah sampai pada nabi SAW.  Pengertian lain bahwa sanad adalah
sandaran hadis, yakni referensi atau sumber yang memberitakan hadis
mengenai rangkaian para rawi keseluruhan yang meriwayatkan suatu
hadis.
Pada saat ini, saat hadis telah terkoleksi di dalam kitab hadis, sandaran
suatu hadis adalah  para mudawwin (orang yang mengumpulkan yang
berkaitan dengan istilah sanad, terdapat kata-kata seperti al-Isnad, Al-
Musnid dan Al-Musnad. Kata-kata ini secara terminologis mempunyai
arti yang cukup luas, sebagaimana yang dikembangkan oleh
para ulama’. Kata Al-Isnad berarti menyandarkan, mengasalkan
(mengembalikan ke asal),  dan mengangkat. Yang dimaksud disini,
menyandarkan hadis kepada orang yang mengatakannya
(raf’uhadistilaqa’ilih atau ‘azwuhadistilaqa ‘ilih). Menurut Al-Thiby,
sebenarnya kata Al-Isnad dan Al-Sanad digunakan oleh para ahli hadis
dengan pengertian yang sama.  Isnad dapat diartikan sebagai proses
menerangkan rangkaian urutan sanad suatu hadis. Kata  al musnid berarti
orang yang menerangkan sanad suatu hadis. Kata almusnad mempunyai
banyak arti. Bisa berarti hadis yang di sandarkan atau di isnadkan oleh
seseorang, bisa berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadis-hadis
dengan sistem penyusunan berdasarkan nama-nama para sahabat para
perawi hadis, seperti kitab Musnad Ahmad, bisa juga berarti nama bagi
hadis yang marfu’ dan muttashil.  Atau dapat di artikan sebagai hadist
yang di terangkan dengan menyebutkan sanadnya sehingga sampai
kepada nabi saw..
Misalnya, seperti kata al-Bukhari:

‫ َح َّدثَنَا اَيُّ ُوبُ ع َْن اَبِى‬:‫فى قَا َل‬ِ َ‫ب اَلثَّق‬ ِ ‫ َح َّدثَنَا َع ْب ُد ْال َوهَّا‬:‫َح َّدثَنَا ُم َح َم ُد ب ُْن اَ ْل ُمثَنّ َى قَا َل‬
‫ َأ ْن‬: ‫ان‬
ِ ‫ث َم ْن ُك َّن فِ ْي ِه َو َج َد َحالَ َوةَ ا ِﻹ ْي َم‬ ٌ َ‫ ( ثَال‬:‫س ع َِن النَّبِ ِّى صلعم‬ ٍ َ‫قِالَبَةَ ع َْن اَن‬
‫ َوَأ ْن‬: ِ ‫ َوَأ ْن يُ ِحبَّ ْال َمرْ َأةَ الَيُ ِحبُّهُ اِالَّ هّلِل‬:‫يَ ُكوْ نَ هللاُ َو َرسُوْ لُهُ َأ َحبَّ ِإلَ ْي ِه ِم َّما ِس َواهُ َما‬
‫ار) راوه البخار‬ ِ َّ‫يَ ْك َرهَ اَ ْن يَعُوْ َد فِى ْال ُك ْف ِر َك َما يَ ْك َرهُ َأ ْن يُ ْقدَفَ فِى الن‬
Artinya : “Telah memberitakan kepadaku Muhammad bin al musanna,
ujarnya “Abdul wahab ats- Tsaqafy telah mengabarkan kepadaku,
ujarnya “ telah bercerita kepadaku Ayyub atas pemberitaan abi qilabah
dari Nabi Muhammad SAW, sabdanya: tiga perkara, yang barang siapa
mengamalkannya niscaya memperoleh kelezatan iman. Yakni: (1) Allah
dan Rasulnya hendaknya lebih di cintai dari pada selainnya. (2)
kecintaannya kepada seseoramg, tak lain karena Allah semata-mata, dan
(3) keenggananya kembali kepada kekufuran, seperti keenganannya di
campakkan ke neraka.” (HR. Bukhari)
Jadi sanad adalah rangkaian rawi yang menjadi sumber pemberitaan
hadisMatan hadis di atas diterima al-Bukhari melalui sanad pertama,
Muhammad bin mutsanna, sanad kedua Abdul Wahab as-Tsaqafi, sanad
ketiga Ayyub, sanad keempat Abi Qilabah, dan seterusnya sampai sanad
terakhir adalah Anas, seorang sahabat yang langsung menerima sendiri
dari nabi Muhammad. contoh lain yaitu:
‫صلى ا هلل عليه وسلم قال‬ ‫رسول هللا‬ ‫عبدهللا بن عمران‬ ‫عن‬ ‫نافع‬ ‫عن‬ ‫مالك‬ ‫اخبرنا‬  
Maksud dari tanda tersebut adalah untuk mengetahui arah dari mana
kita memulai menentukan urut-urutan orang yang menjadi sandaran suatu
hadis sampai pada Rasulullah SAW. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Malik sebagai sanad pertama, Nafi’ sebagai sanad  kedua, Abdullah bin
Umar sebagai sanad ketiga, dan Rasulullah sebagai sanad keempat atau
sanad terakhir.
Martabat sanad:
Martabat sanad ini sebenarnya bergantung pada rawi-rawi. Kalau
rawi-rawinya bermartabat tinggi, tentu sanadnya pun juga tinggi.
Demikian juga kalau rawi-rawi bermartabat pertengahan atau rendah.
Oleh karena itu martabat bagi sanad hadis juga boleh dibagi kepada
tiga derajat, yaitu:
a. ‘Ulya (yang tinggi) Sanad yang bermartabat ‘ulya ini ada banyak
diantaranya :
1) Silsilatudzdzahab, artinya rantai emas. Diriwayatkan dari Imam
Malik, dari Nafi’, dari ibnu Umar. 
2) Yang diriwayatkan dari jalan Hisyam bin ‘Urwah, dari ‘Urwah,
dari Aisyah.
3) Yang diriwayatkan dari jalan Sufyan bin ‘Uyainah, dari ‘Amr bin
Dinar, dari Jabir.
Ulama’ masukan mereka ini semua dalam martabat ‘Ulya karena
mereka bersifat dengan sifat-sifat yang tinggi.
b. Derajat wushtha (yang pertengahan)
1) Yang diriwayatkan dari jalan Buraid bin Abdillah bin Abi Burdah,
dari Abdullah, dari Abi Burdah, dari Abi Musa.
2) Yang diriwayatkan dari jalan Hammad bin Salamah, dari Tsabit,
dari Anas.
Mereka ini teranggap masuk pertengahan, karena bersifat dibawah dari
derajat ‘Ulya.
c. Derajat dun-ya (yang rendah)
1) Yang diriwayatkan dari jalan Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya
(Abi Shalih), dari Abi Hurairah.
2) Yang diriwayatkan dari jalan Al-’ala’ bin Abdirrahman, dari
bapaknya (Abdurrahman), dari Abi Hurairah.
Mereka ini, derajad hafalan dan ketelitiannya, kurang dari martabat
‘Ulya dan wushtha. Karena itu, dimasukkan dalam bagian yang paling
rendah dari sifat-sifat shahih.
 Kemudian, dilihat dari kualifikasi dibedakan dalam tiga klarifikasi,
yaitu: ashahhu al-asanid (sanad-sanad yang paling shahih), ahsan al-asanid
(sanad-sanad yang paling hasan), dan adhaf al-asanid (sanad-sanad paling
lemah). Hal itu, dikenal pula dengan istilah shighat al-isnad, yaitu lafal-
lafal dalam sanad yang digunakan oleh para perawi pada saat
menyampaikan hadis atau riwayat. Shighat al-isnad ini ada delapan
tingkatan, di mana tingkatan atau martabat pertama lebih tinggi dari pada
tingkatan kedua, tingkatan kedua lebih tinggi dari pada tingkatan ketiga,
dan seterusnya.
2. Matan
Kata matan atau al-matn menurut bahasa berarti mairtafa’a min
alardhi (tanah yang meninggi). Bisa juga diartikan sebagai punggung
jalan. Sedang menurut istilah adalah
‫ ِِإلَ ْي ِه ال َّسنَ ُد ِمنَ ْالكَاَل ِم‬E‫َمايَ ْنتَ ِهى‬
“Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda nabi SAW yang
di sebut sesudah habis di sebutkan sanadnya’.
Atau dengan redaksi lain,ialah:
‫ث اَلَّتِي تَتَقَ َّو ُم بِهَا َم َعا نِ ْي ِه‬ َ ُ‫اَ ْلفَاظ‬
ِ ‫الح ِد ْي‬
“Lafadz-lafadz hadis yang di dalamnya mengandung makna-makna
tertentu”.
Ada juga redaksi yang lebih simpel lagi, yang menyebutkan bahwa
matan adalah ujung sanad (gayah as sanad). Dari semua pengertian di
atas,menunjukkan bahwa yang di maksud dengan matan ialah materi atau
lafadzhadist itu sendiri atau isi dari kandungan hadis.
Contohnya:
( ‫ َوَأ ْن‬:‫ َأ ْن يَ ُكوْ نَ هللاُ َو َرسُوْ لُهُ َأ َحبَّ ِإلَ ْي ِه ِم َّما ِس َواهُ َما‬: ‫ث َم ْن ُك َّن فِ ْي ِه َو َج َد َحالَ َوةَ ا ِﻹ ْي َما ِن‬ ٌ َ‫ثَال‬

ِ َّ‫ َوَأ ْن يَ ْك َرهَ اَ ْن يَعُوْ َد فِى ْال ُك ْف ِر َك َما يَ ْك َرهُ َأ ْن يُ ْقدَفَ فِى الن‬: ِ ‫)ي ُِحبَّ ْال َمرْ َأةَ الَي ُِحبُّهُ اِالَّ هّلِل‬ 
‫ار‬
Namun,para muhadditsin telah melakukan pengkajian terhadap matan
hadis dari berbagai aspek lain sebagai pelengkap bagi pembahasan
mereka yang berkenaan dengan diterima dan ditolaknya hadis, serta untuk
memenuhi kebutuhan para peneliti dan pencari hadis, terdapat cabang-
cabang hadis, yaitu ada tiga kelompok:
a. Ilmu-ilmu tentang matan hadis dari aspek pembicaraannya yakni ada
empat cabang ilmu, yaitu hadis qudsi, hadis marfuk, hadis mauquf,
dan hadis maqthu’.
b. Ilmu-ilmu tentang uraian matan hadis yang kami bahas di antaranya
adalah gharib al-hadis  sebab-sebab lainnya hadis, nasikh
dan mansukhdalam hadis, mukhtalifal-hadisdan muhkam al-hadis.
c. Ilmu-ilmu yang lahir karena adanya kontroversi antara satu matan
dalam suatu riwayat  dengan riwayat-riwayat dari hadis-hadis lain.
3. Rawi
Rawi adalah  seorang yang menyampaikan atau yang menuliskan
dalam sebuah kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari
seorang (guru). Bentuk jamaknya ruwah  dan perbuatannya
menyampaikan hadis tersebut di namakan me-rawi (riwayat)-kan hadis.
Atau, singkatnya rawi adalah orang yang meriwayatkan atau memberi
hadis. “jumhur imam hadis dan fiqih sepakat bahwa syarat bagi orang
yang dapat di pakai hujjah riwayatnya hendaknya adil dan dhabith hadis
yang diriwayatkan hadisnya. Perinciannya adalah rawi tersebut seorang
muslim, baligh, berakal sehat, terbebas dari sebab-sebab kefasikan dan
hal-hal yang merusak muru’ah, benar-benar sadar dan tidak lalai, kuat
hafalannya, dan tepat tulisan.
Berikut ini penjelasan dari adil dan dhabith :
a. Keadilan (al-‘Adalah)
“Adalah” merupakan suatu watak dan sifat yang sangat kuat yang
mampu mengarahkan orangnya kepada perbuatan takwa, menjauhi
perbuatan mungkar dan segala sesutau yang akan merusak harga
dirinya. Faktor-faktor “Adalah” sebagai berikut:
1) Beragama islam. Hal ini berdasarkan firman Allah.
‫ضوْ نَ ِمنَ ال ُّشهَدَاء‬
َ ْ‫ِم َّم ْن تَر‬
…dari saksi-saksi yang engkau ridai. (QS. Al Baqarah[2] :282)
2) Baligh. Hal ini karena merupakan suatu paradigma akan
kesanggupan memikul tanggung jawab mengemban kewajiban dan
meninggalakan hal-hal yang di larang.
3) Berakal sehat. Sifat ini harus di miliki oleh seorang periwayat agar
dapat berlaku jujur dan berbicara tepat.
4) Takwa. Yaitu menjauhi dosa-dosa besar dan tidak membiasakan
perbuatan-perbuatan dosa kecil.
5) Berperilaku yang sejalan dengan muru’ahserta meninggalkan hal-
hal yang mungkin merusaknya; yaitu meninggalkan segala sesuatu
yang bisa menjatuhkan harga diri manusia menurut tradisi
masyarakat yang benar.
b. Kuat hafalan (dabith)
Menurut muhadditsin dabith adalah sikap penuh kesadaran dan
tidak lalai, kuat hafalan apabila hadis yang diriwayatkan berdasarkan
hafalannya, benar tulisannya apabila hadis yang diriwayatkannya
berdasarkan tulisan; sementara apabila ia meriwayatkan hadsi secara
makna maka ia akan tahu persis kata-kata apa yang sesuai yang
digunakan.
C. Macam-Macam Hadist
1. Hadits Shahih
Hadits shahih ialah hadits yang sanadnya bersambung atau mutawatir,
diriwayatkan oleh perawi yang berkualitas dan tidak lemah hafalannya, di
dalam sanad dan matannya tidak ada syadz dan illat. Mahmud Thahan
dalam Taisir Musthalahil Hadits menjelaskan hadits shahih adalah:
‫ما اتصل سنده بنقل العدل الظابط عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ وال علة‬
Setiap hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang adil dan dhabit dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat
di dalamnya syadz dan ‘illah.
2. Hadits Hasan
Hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih, yaitu hadits yang
rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan
dhabit, tidak terdapat syadz dan ‘illah. Perbedaan dari kedua jenis hadits
ini adalah kualitas hafalan perawi hadits hasan tidak sekuat hadits shahih.
Ulama hadits sebenarnya berbeda-beda dalam mendefenisikan hadits
hasan. Menurut Mahmud Thahhan, defenisi yang mendekati kebenaran
adalah definisi yang dibuat Ibnu Hajar. Menurut beliau hadits hasan ialah:
‫هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي خف ضبطه عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ وال علة‬
Hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi adil,
namun kualitas hafalannya tidak seperti hadits shahih, tidak terdapat
syadz dan ‘illah.
3. Hadits Dhaif
Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits
shahih dan hadits hasan. Dalam Mandzumah Bayquni disebutkan hadits
hasan adalah:
‫ وهو اقسام كثر‬E‫ فهو الضعيف‬# ‫وكل ما عن رتبة الحسن قصر‬
Setiap hadits yang kualitasnya lebih rendah dari hadits hasan adalah
dhaif dan hadits dhaif memiliki banyak ragam. Dilihat dari definisinya,
dapat dipahami bahwa hadits shahih adalah hadits yang kualitasnya paling
tinggi, kemudian di bawahnya adalah hadits hasan.  Para ulama sepakat
bahwa hadits shahih dan hasan dapat dijadikan sebagai sumber hukum.
Sementara hadits dhaif ialah hadits yang lemah dan tidak bisa dijadikan
sebagai sumber hukum. Namun dalam beberapa kasus, menurut ulama
hadits, hadits dhaif boleh diamalkan selama tidak terlalu lemah dan untuk
fadhail amal.
4. Hadis Maudu’ (palsu)
Hadits Maudu’ / palsu artinya menisbatkan (menyandarkan) suatu
perkataan, berbuatan, pengakuan atau sifat kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Padahal itu tidak dikatakan, tidak dilakukan, bukan
merupakan persetujuan dan bukan merupakan sifat Nabi. Jadi,
menisbatkan sesuatu kepada Nabi yang bukan merupakan darinya adalah
hadits palsu.
Bagaimana kalau perkataan itu adalah perkataan yang baik dari
seorang shahabat atau seorang ulama kemudian disandarkan kepada
Nabi? Tetap hadist palsu walaupun maknanya baik, karena yang palsu
disini adalah penisbatan (penyandaran).
Berbeda halnya dengan Hadist Dhoif, yaitu hadits yang lemah
penyandaran kepada Nabi, dan penisbataannya kepada Nabi adalah salah
atau tidak kuat, dan hal itu karena kesalahan bukan kesengajaan. Bedanya
dengan hadits palsu adalah bahwa hadits palsu diketahui bahwa itu bukan
dari Nabi, akan tetapi tetap dinisbatkan kepada Nabi dengan sengaja
Maka hendaklah hati-hati yang menyandarkan sesuatu dengan sengaja
kepada Nabi atau kepada sunnah (Nabi) padahal itu bukan darinya
walaupun maknanya benar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
‫ْأ‬
ِ َّ‫ي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو َم ْق َع َدهُ ِم ْن الن‬
‫ار‬ َّ َ‫ب َعل‬
َ ‫َم ْن َك َذ‬
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka
hendaklah dia mengambil tempat duduknya di Neraka” (Hadits
Mutawatir diriwayatkan Bukhari no. 1229, dll.).
https://www.kampusdunia.com/2020/03/makalah-ilmu-musthalah-hadits.html
https://epalyuardi.blogspot.com/2019/01/makalah-hadist-pengertian-ilmu-
hadist.html

https://dukunmahasiswa.blogspot.com/2018/04/pengertian-dan-unsur-unsur-
dalam-hadits.html

https://www.inews.id/lifestyle/muslim/macam-macam-hadits/all
https://konsultasisyariah.com/36006-hadis-maudhu-palsu-dan-larangan-
mengamalkannya.html

Anda mungkin juga menyukai