Target
Iman `Al Qur’an Ilmu
Iman Kepada Allah Surah Al- Insyiqaq: 17-18 Cahaya yang sempurna
Iman kepada hari
akhir “ Dan bulan manakala purnama”
Kegiatan :
a. Awal
● Santri bersama Ustadzah membaca dan menghafal surah Al-Insyiqaq: 17- 18 beserta terjemahnya.
b. Inti
● Santri menyimak penjelasan tentang bulan sebagai salah satu ciptaan Allah yang taat beribadah,
tunduk dan patuh (samina wa athona) terhadap perintah Allah untuk mengitari bumi secara berkala
hingga cahayanya hadir berfase-fase (dihubungkan dengan Qs. Al-Haj: 18)
c. Calistung
● Santri berlatih menjawab soal dari ustdzah tentang penjumlahan dan pengurangan secara lisan
d. Penutup
● Santri diajak untuk taat beribadah sebagaimana benda langit taat terhadap perintah Allah.
Media: ATK, spidol, whiteboard, meja, kertas origami dan buku tulis.
Murafaqat
● IPA : bulan
●
Pertama: perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َو َص ُّلوا َو َتَص َّد ُقوا، َفِإَذ ا َر َأْيُتْم َذ ِلَك َفاْد ُعوا َهَّللا َو َكِّبُروا، َال َيْنَخ ِس َفاِن ِلَم ْو ِت َأَح ٍد َو َال ِلَح َياِتِه، ِإَّن الَّش ْمَس َو اْلَقَم َر آَيَتاِن ِم ْن آَياِت ِهَّللا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini
tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah
kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
Ibnu Hajar mengatakan, ”Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah mengerjakan
shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu shalat tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah
lapang agar nanti lebih mudah melihat berakhirnya gerhana.” (Fathul Bari, 4: 10)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, ”Shalat gerhana secara jama’ah bukanlah syarat.
Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan shalat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini
adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,
“Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah”. (HR. Bukhari no. 1043)
Dalam hadits ini, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam tidak mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), shalatlah
kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa shalat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan
walaupun seseorang melakukan shalat tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan lagi bahwa menunaikan
shalat tersebut secara berjama’ah tentu saja lebih utama (afdhol). Bahkan lebih utama jika shalat tersebut
dilaksanakan di masjid karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengerjakan shalat tersebut di masjid dan
mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Ingatlah, dengan banyaknya jama’ah akan lebih
menambah kekhusu’an. Dan banyaknya jama’ah juga adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) do’a.”
(Syarhul Mumthi’, 2: 430)
َو ِإَذ ا ِهَى َقاِئَم ٌة ُتَص ِّلى َفُقْلُت َم ا، َفِإَذ ا الَّناُس ِقَياٌم ُيَص ُّلوَن، َأَتْيُت َعاِئَشَة – رضى هللا عنها – َز ْو َج الَّنِبِّى – صلى هللا عليه وسلم – ِح يَن َخ َس َفِت الَّش ْم ُس
َفُقْلُت آَيٌة َفَأَشاَر ْت َأْى َنَعْم. َو َقاَلْت ُسْبَحاَن ِهَّللا، ِللَّناِس َفَأَشاَر ْت ِبَيِد َها ِإَلى الَّس َم اِء
“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha -isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika terjadi gerhana
matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan shalat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat,
saya bertanya: “Kenapa orang-orang ini?” Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata,
“Subhanallah (Maha Suci Allah)”. Saya bertanya: “Tanda (gerhana)?” Aisyah lalu memberikan isyarat untuk
mengatakan iya.” (HR. Bukhari no. 1053)
ُيَص ِّليَن ُفَر اَدى: َأَشاَر ِبَهِذِه الَّتْر َج َم ة ِإَلى َر ّد َقْو ل َم ْن َم َنَع َذ ِلَك َو َقاَل
“Judul bab ini adalah sebagai sanggahan untuk orang-orang yang melarang wanita tidak boleh shalat
gerhana bersama kaum pria, mereka hanya diperbolehkan shalat sendiri.” (Fathul Bari, 4: 6)
Kesimpulannya, wanita boleh ikut serta melakukan shalat gerhana bersama kaum pria di masjid. Namun, jika
ditakutkan keluarnya wanita tersebut akan membawa fitnah (menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka
shalat sendiri di rumah. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1: 345)
Keempat: menyeru jama’ah dengan panggilan ’ash sholatu jaami’ah’ dan tidak ada adzan maupun iqomah.
Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan,
َو َتَقَّد َم َفَكبَّر َو صَّلى أرَبَع َر َك َع اٍت في. َفاجَتَم ُعوا، الصَالَة َج اِمَع ة: َفَبَع َث ُم َناديًا ُيَناِد ي،أَّن الَّش مس َخ َس َفْت َع َلى َع ْهِد َر سوِل ِهللا صلى هللا عليه وسلم
ركَع َتين َو أربَع َسَج َداٍت.
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi
gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil jama’ah dengan: ‘ASH SHALATU
JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir.
Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Muslim no. 901) . Dalam
hadits ini tidak diperintahkan untuk mengumandangkan adzan dan iqomah. Jadi, adzan dan iqomah tidak
ada dalam shalat gerhana.
َفَقاَم َفَص َّلى َر ُسوُل هللا صلى هللا عليه وسلم بالَّناس َفأَطاَل. َخ َس َفِت الشمُس َع َلى َعهِد َر ُسول هللا صلى هللا عليه وسلم: َع ْن َعاِئشَة َر ضي هللا َع ْنَها َقاَلْت
، ُثم َسَجَد َفأَطاَل الُّسُجوَد، ثم َر َك َع َفأَطاَل الُّر كوَع وُهَو ُد وَن الُّر ُك وِع األَّو ِل، ُثَّم َقاَم َفأَطاَل القَياَم َو هو ُد وَن الِقَيام األَّو ِل، ُثَّم َر َك َع َفأَطاَل الُّر ُك وَع،الِقَيام
َفَخ طَب الناَس َفَحِم َد هللا وأثَنى َعليِه ثم قاَل، ُثَّم انصَر َف َو َقْد انَج لِت الَّش ْم ُس،ثم َفَعَل في الركَعِة األْخ َر ى ِم ْثل َم ا َفَع ل في الرْك َعِة األولى:
” َفإَذ ا َر أيتْم ذلك َفادُعوا هللا َو كبروا َو َص ُّلوا َو َتَص َّد قوا. َو َال ِلَح َياِتِه.”إن الَّش مس و الَقَم ر آيتاِن ِم ْن آَياِت هللا َال تْنَخ ِس َفاِن ِلَم وِت أحد.
َو هللا لو َتْعلُم وَن َم ا أعلم لَض حْكُتْم َقليًال، َيا أمَة ُمَح مد. وهللا َم ا ِم ْن أَح د أَْغ َيُر ِم َن هللا ُسْبَح اَنُه من أن َيْز َني َع ْبُد ُه أْو َتزني أَم ُتُه: ” ” َيا أمَة ُم حَّم د: ثم قال
“ َو َلَبَكيتم كِثيرًا.
Dari Aisyah, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau
memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi
dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau
ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya.
Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya, beliau mengerjakannya
seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah
nampak.
Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian
bersabda,
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini
tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah
kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”
“Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada
seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika
kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR.
Bukhari, no. 1044)
Khutbah yang dilakukan adalah dua kali khutbah sebagaimana pada Khutbah Jumat dan Khutbah Ied.
(Kifayatul Akhyar, hal. 202).
Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Sumber https://rumaysho.com/9038-amalan-saat-terjadi-gerhana.htm