Anda di halaman 1dari 3

Hukum Sholat Gerhana

Para ulama sepakat bahwa shalat gerhana, termasuk shalat gerhana matahari (kusuf) adalah
sunnah muakad (sangat dianjurkan), baik untuk laki-laki maupun perempuan.

A. Pensyariatan Shalat Gerhana

Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang ditetapkan dalam syariat Islam
sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.Dalilnya adalah firman Allah SWT. :

َ‫س َواَل لِ ْلقَ َم ِر َوا ْس ُجدُوا هَّلِل ِ الَّ ِذي خَ لَقَه َُّن إِ ْن ُك ْنتُ ْم إِيَّاهُ تَ ْعبُ ُدون‬
ِ ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه اللَّ ْي ُل َوالنَّهَا ُر َوال َّش ْمسُ َو ْالقَ َم ُر اَل تَ ْس ُجدُوا لِل َّش ْم‬

“Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari
dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah
Yang Menciptakan keduanya. “ (QS. Fushshilat: 37)

Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan
bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.Selain
itu juga Rasulullah SAW bersabda:

َ ‫ فَا ْدعُوا هَّللا َ َو‬،‫ فَإ ِ َذا َرأَ ْيتُ ُموهُ َما‬،‫ت أَ َح ٍد َوالَ لِ َحيَاتِ ِه‬
‫صلُّوا َحتَّى يَ ْن َجلِ َي‬ ِ ْ‫ الَ يَ ْن َك ِسفَا ِن لِ َمو‬،ِ ‫ت هَّللا‬ َ ‫إِ َّن ال َّش ْم‬
ِ ‫س َوالقَ َم َر آيَتَا ِن ِم ْن آيَا‬

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah
SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya.
Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai
fenomena itu.” (HR. Bukhari no. 1043, Muslim no. 915)

Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di negerinya atau
dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan. Atau diperintahkan kepada
orang-orang yang wajib melakukan shalat Jumat. Namun meski demikian, kedudukan shalat
ini tidak sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada
kewajiban selain shalat 5 waktu semata.

B. Pelaksanaan Shalat Gerhana

Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan cara berjamaah, sebab dahulu
Rasulullah SAW. mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat gerhana secara
berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah ra.

Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan atau iqamat. Yang disunnahkan
hanyalah panggilan shalat dengan lafaz “Ash Shalatu Jamiah“. Dalilnya adalah hadits berikut:
Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW. mengutus orang yang
memanggil shalat dengan lafaz: Ash shalatu jamiah”. (HR. Muttafaqun alaihi).

Namun shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr (merendahkan suara) maupun dengan jahr
(mengeraskannya).
Juga disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan shalat gerhana, sebab shalat ini
disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah

Shalat ini juga dilakukan dengan khutbah menurut pendapat Asy Syafi`i. Khutbahnya seperti
layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.

Dalilnya adalah hadits Aisyah ra. berkata,”Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari
shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah,
kemudian bersabda,”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda
kebesaran Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau
kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga
selesai fenomena itu.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertaubatdari dosa serta untuk
mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, doa dan istighfar (minta ampun).

Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat ini disunnahkan untuk diberikan
peringatan (al-wa`zh) kepada para jamaah yang hadir setelah shalat, namun bukan berbentuk
khutbah formal di mimbar. Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah juga tidak mengatakan bahwa
dalam shalat gerhana ada khutbah, sebab pembicaraan nabi SAW setelah shalat dianggap
oleh mereka sekedar memberikan penjelasan tentang hal itu.

Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di negerinya atau
dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan.

Hukum shalat gerhana ini terbagi dua. Para ulama membedakan antara hukum shalat gerhana
matahari dan gerhana bulan.

1. Gerhana Matahari (Kusuf)

Ulama mazbah Al-Hanafiyah mengatakan hukumnya wajib. Sedangkan, Jumhur ulama yaitu
Mazhab Al-Malikiyah, As-Syafi’iyah dan Al-Malikiyah berketetapan bahwa hukum shalat
gerhana matahari adalah sunnah muakkad.

2. Gerhana Bulan (Khusuf)

Sedangkan dalam hukum shalat gerhana bulan, pendapat para ulama terpecah menjadi tiga
macam. Mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa shalat gerhana bulan hukumnya hasanah.
Mazhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah mandubah.
Sedangkan Mazhab As-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum shalat
gerhana bulan adalah sunnah muakkadah.
Jadi, jumhur ulama mengisyaratkan bahwa shalat gerhana ini dianjurkan untuk dilaksanakan.
[]

SUMBER: RUMAH FIQIH INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai