Anda di halaman 1dari 19

Tugas : Dosen Pengampu:

Studi Al-Quran Syarifuddin,M.Ag

AYAT- AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIHAT

Oleh:
Okyra Asyrafi Guchan
11751102258
Putri Nurul Hidayah
11751200330

Program Studi Teknik Informatika


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Pekanbaru
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “HADIST TENTANG ADAB
TIDUR” tepat waktu.
Penyusunan makalah sudah penulis lakukan semaksimal mungkin, Untuk
itu penulis pun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Selaku dosen
Studi Hadist yang telah sabar dalam membimbing penulis menyelesaikan makalah
ini..
Terlepas dari semua itu, penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan serta aspek-
aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada penulis membuka seluas-
luasnya pintu bagi pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi
penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, penulis sangat berharap semoga dari makalah yang sederhana
ini bisa bermanfaat dan menginspirasi pembaca maupun penulis.

Pekanbaru, 25 November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 latar belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 Tidur dalam tatanan sunnah .................................................................. 3
2.2 Hadist tentang tidur menghadap kanan ................................................. 4
2.3 Hadist tentang tidur mematikan lampu ................................................. 5
2.4 Hadist tentang tidur dengan posisi menghadap kiblat ......................... 7
2.5 Hadist tentang mengkhatamkan al quran .............................................. 8
2.6 Larangan-larangan dalam tidur ........................................................... 12
BAB III ................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................. 15
3.1 Simpulan ......................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Hadis Nabi Saw. merupakan penjelas al-Qur’an secara faktual dan ideal.
Secara struktual hadis atau sunnah menduduki posisi kedua setelah al-Qur’an.3Hal
ini mengingat bahwa pribadi Rasulullah Saw. Merupakan manifestasi dari al-
Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam
kehidupan sehari-hari.Al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw.telah mengatur seluruh
syariat Islam, mulai dari hal yang paling kecil sampai kepada hal yang sangat
besar. Al-Qur’an menjelaskan secara global atau umum lalu datanglah hadis Nabi
Saw. menjelaskan apa yang dimaksud oleh ayat al-Qur’an tersebut. Termasuk di
dalamnya bagaimana kita tidur dan malam sebagai istirahat.Allah Swt. berfirman:
“Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur
untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.”. (QS.al-
Furqan (25):47)
Tidur merupakan kebutuhan alami manusia. Proses fisiologis normal yang
bersifat aktif, teratur, berulang, kehilangan tingkah laku yang reversibel dan tidak
berespons terhadap lingkungan.5Dengan tidur yang berkualitas, metabolisme
tubuh ditata kembali.Saat kita beristirahat, tubuh kita berkesempatan untuk dapat
mengganti sel-sel yang telah mati dengan yang baru dan juga dapat melakukan
regenerasi pada tubuh kita.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah :

1. Apa saja adab – adab tidur dalam hadist?


2. Apa itu hadist tidur menghadap kekanan ?
3. Apa itu hadist tidur mematikan lampu?
4. Apa itu hadist tidur menghadap kiblat?
5. Apa itu hadist tidur mengkhatam alquran?
6. Apa saja larangan – larangan ketika tidur?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan pada makalah ini adalah:

1. Kita dapat mengetahui apa saja adab tidur dalam hadist.


2. Kita dapat mengetahui hadist tidur menghadap kekanan.
3. Kita dapat mengetahui hadist tidur mematikan lampu.
4. Kita dapat mengetahui hadist tidur menghadap kiblat.
5. Kita dapat mengetahui hadist tidur mengkhatam al-quran.
6. Kita dapat mengetahui larangan larangan ketika tidur.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tidur dalam tatanan sunnah


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

ٍ ‫ض ِل ِه إِ َّن فِي ذَلِكَ ألَيَا‬


َ‫ت ِلقَ ْو ٍم يَ ْس َم ُعون‬ ِ ‫َو ِم ْن َءايَاتِ ِه َمنَا ُم ُكم بِالَّل ْي ِل َوالنَّ َه‬
ْ َ‫ار َوا ْبتِغَآؤُ ُكم ِمن ف‬

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah tidurmu diwaktu malam dan


siang hari serta usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
mendengarkan”. [Ar Rum: 23]
Syaikh Abdur Rahman Bin Nashir As Sa’di berkata ketika
menafsirkan ayat di atas, “Tidur merupakan satu bentuk dari rahmat Allah
sebagaimana yang Ia firmankan.

َ‫ض ِل ِه َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرون‬ َ ‫َو ِمن َّرحْ َمتِ ِه َج َع َل لَ ُك ُم اللَّ ْي َل َوالنَّ َه‬
ْ َ‫ار ِلت َ ْس ُكنُوا فِي ِه َو ِلت َ ْبتَغُوا ِمن ف‬
“Dan karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya
(pada siang hari) dan supaya kamu bersyukur”. [Al Qashahs: 73].

Maka berdasarkan konsekuensi dari kesempurnaan hikmahNya, Ia


menjadikan seluruh aktivitas makhluk berhenti pada suatu waktu (yakni
pada malam hari) agar mereka beristirahat pada waktu tersebut, dan
kemudian mereka berpencar pada waktu yang lain (yakni pada siang hari)
untuk berusaha mendapatkan kemashlatan dunia dan akhirat. Hal yang
demikian itu tidak akan sempurna berlangsung kecuali dengan adanya
pergantian siang dan malam. ”Dan Dzat Yang Maha Kuasa mengatur
semua itu tanpa bantuan siapapun, Dialah yang berhak disembah” [1]
Jadi tidak hanya sebagai rutintas semata, tidur juga merupakan satu wujud
dari rahmatNya nan luas dan kemahakuasanNya yang sempurna. Padanya
tersimpan hikmah dan kemashlahatan bagi para makhluk. Tidur juga merupakan

3
satu simbol akan kekuasaanNya untuk membangkitkan makhluk setelah Ia
mematikan mereka.
Pola tidur seseorang memiliki kontribusi cukup penting bagi aktivitasnya
secara keseluruhan.
Kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu tidur adalah
teladan terbaik. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah tidur melampaui
batas yang dibutuhkan tubuh, tidak juga menahan diri untuk beristirahat sesuai
kebutuhan. Inilah prinsip pertengahan yang Beliau ajarkan. Selaras dengan fitrah
manusia. Jauh dari sikap ifrath (berlebih-lebihan) ataupun tafrith (mengurangi
atau meremehkan).
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidur pada awal malam dan bangun
pada pertengahan malam. Pada sebagian riwayat dijelaskan, Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidur berbaring di atas rusuk kanan Beliau. Terkadang Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur terlentang dengan meletakkan salah satu
kakinya di atas yang lain. Sesekali Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam letakkkan
telapak tangannya di bawah pipi kanan Beliau. Kemudian Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam berdoa. Satu catatan penting juga, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidaklah tidur dalam kondisi perut penuh berisi makanan.

2.2 Hadist tentang tidur menghadap kanan


Nabi Muhammad SAW menganjurkan tidur miring ke kanan, karena
posisi tidur inilah yang benar dan tepat. Dimana ukuran paru-paru kiri lebih kecil
dari paru-paru kanan Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah: “Berbaringlah di atas
rusuk sebelah kananmu,” (HR Al-Bukhari No. 247 dan Muslim No. 2710).

Berikut manfaat tidur dengan posisi miring ke kanan:


1. Mengistirahatkan Otak Sebelah Kiri
2. Mengurangi Beban Jantung
3. Mengistirahatkan Lambung
4.Meningkatkan Pengosongan Kandung Empedu dan Pankreas
5. Meningkatkan Waktu Penyerapan Zat Gizi

4
6. Merangsang Buang Air Besar (BAB)
7. Mengistirahatkan Kaki Kiri

2.3 Hadist tentang tidur mematikan lampu


Memang ada anjuran memadamkan api sebelum tidur. Namun anjuran
tersebut bukanlah anjuran untuk memadamkan lampu listrik yang seperti ada saat
ini. Ternyata ada yang salah kaprah dalam memahami hadits-hadits berikut.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

َ َّ‫الَ تَتْ ُر ُكوا الن‬


َ‫ار فِى بُيُو ِت ُك ْم ِحينَ تَنَا ُمون‬

“Janganlah biarkan api di rumah kalian (menyala) ketika kalian sedang tidur.”
(HR. Bukhari no. 6293 dan Muslim no. 2015)

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

َ َّ‫ِث ِبشَأ ْ ِن ِه ُم النَّ ِبى – صلى هللا عليه وسلم – قَا َل « ِإ َّن َه ِذ ِه الن‬
‫ار‬ َ ‫ فَ ُحد‬، ‫احْ ت ََرقَ َب ْيتٌ ِب ْال َمدِينَ ِة َع َلى أ َ ْه ِل ِه ِمنَ اللَّ ْي ِل‬
» ‫ط ِفئُوهَا َع ْن ُك ْم‬ْ َ ‫ فَإِذَا نِ ْمت ُ ْم فَأ‬، ‫ِى َعد ٌُّو لَ ُك ْم‬
َ ‫إِنَّ َما ه‬

“Ada sebuah rumah di Madinah terbakar mengenai penghuninya pada waktu


malam. Kejadian tersebut lantas diceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Api ini adalah musuh kalian. Apabila kalian tidur, padamkanlah api.”
(HR. Bukhari no. 6293 dan Muslim no. 2016).

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

َ‫طانَ الَ َي ُحل ِسقَا ًء َوالَ َي ْفتَ ُح َبابًا َوال‬ َ ‫ش ْي‬ ِ ‫ط ِفئُوا‬
َّ ‫الس َرا َج فَإِ َّن ال‬ ْ َ ‫اب َوأ‬
َ ‫السقَا َء َوأ َ ْغ ِلقُوا ْال َب‬ِ ‫اإلنَا َء َوأ َ ْو ُكوا‬ ِ ‫« غَطوا‬
‫علَى‬َ ‫ّللاِ فَ ْليَ ْفعَ ْل فَإِ َّن ْالفُ َو ْي ِسقَةَ تُض ِْر ُم‬
َّ ‫ض َعلَى إِنَائِ ِه عُود ًا َويَذْ ُك َر اس َْم‬ َ ‫ِف إِنَا ًء فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ِجدْ أ َ َحد ُ ُك ْم إِالَّ أ َ ْن يَ ْع ُر‬
ُ ‫يَ ْكش‬
ِ ‫أ َ ْه ِل ْالبَ ْي‬
» ‫ت بَ ْيتَ ُه ْم‬

“Tutuplah wadah-wadah, ikatlah kantung air, kuncilah pintu, padamkanlah pelita


karena setan tidak bisa membuka ikatan kantung air, tidak bisa membuka pintu,

5
tidak bisa membuka wadah yang tertutup. Jika salah seorang di antara kalian
tidak mendapatkan sesuatu untuk menutup wadahnya kecuali dengan sebilah kayu
lalu menyebut nama Allah ketika itu, lakukanlah karena tikus bisa membakar
rumah yang dapat membahayakan penghuninya.” (HR. Muslim no. 2012).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Api


itu adalah musuh dari manusia sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Jika
lentera dari api dibiarkan menyala saat tidur, lalu saat itu datanglah tikus, maka
tikus itu bisa menajiskan minyak lentera, bahkan bisa menyalakan api yang bisa
membakar sebagaimana kejadian di waktu lampau.

Yang ada di masa silam, lentera itu berasal dari api dengan menggunakan
minyak sebagai bahan bakarnya. Ketika tikus datang, tikus itu bisa menjatuhkan
minyak tersebut ke lantai dan akhirnya mengobarkan api. Terjadilah kebakaran
yang besar. Itulah mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk memadamkan api saat tidur supaya tidak terjadi kebakaran seperti itu.

Untuk zaman ini, semakin berkembangnya zaman, penerangan yang ada


menggunakan listrik (bukan lagi api). Ketika seseorang tidur dan lampu listrik
tersebut dalam keadaan menyala, tidaklah masalah. Karena yang jadi sebab
larangan adalah membiarkan api tersebut menyala. Ini tidak didapati dari lampu
dari listrik saat ini.” (Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 6: 390).

Lalu apa tidak ada larangan menyalakan lampu saat tidur? Jawabannya,
untuk lampu listrik seperti yang ada saat ini tidaklah ada larangan karena kembali
ke hukum asal, lampu tersebut boleh terus nyala. Kendati demikian bisa jadi ada
dampak kesehatan jika lampu dibiarkan menyala saat tidur. Namun itu masalah
lain yang bukan cakupan bahasan hadits yang kami uraikan di atas. Hadits-hadits
yang ada jelas menunjukkan yang dilarang adalah membiarkan api terus menyala
saat tidur, bukan membiarkan lampu terus menyala.

Adapun manfaat mematikan lampu saat tidur sangat banyak, dalam berbagai
macam riset yang menunjukkan manfaat memadamkan lampu saat tidur:

6
1. Tubuh akan menghasilkan hormon melatonin yang berfungsi sebagai
penghasil kekebalan tubuh terhadap penyakit.
2. Lebih cepat terlelap tidur.
3. Mengurangi lemak dan menghindarkan dari resiko obesitas (kegemukan).
4. Meningkatkan kinerja otak

2.4 Hadist tentang tidur dengan posisi menghadap kiblat


Saat ini banyak opini yang berkata jika tidak diperbolehkan umat
muslim tidur menghadap kiblat, namun sebagian menanggapinya bahwa
tidak masalah jika tidur menghadap kiblat. Dalam sebuah riwayat dari
Aisyah radhiallahu ‘anha, Aisyah mengatakan:
‫ فإذا أوى إليه توسد كفه اليمنى‬، ‫ فيستقبل القبلة‬، ‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يأمر بفراشه فيفرش له‬
‫ ثم همس ما ندري ما يقول‬، …
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyiapkan tempat
tidurnya, kemudian tidur dengan menghadap kiblat. Pada saat nabi
membaringkan badannya, ia jadikan telapak tangan kanannya sebagai
bantal, lalu membaca doa dengan lirih. Aisyah mengatakan, “Kami tidak
tahu apa yang nabi baca…. (hingga akhir hadis).
Hadis ini diriwayatkan Abu Ya’la dalam Musnadnya (7:210) dari
jalur As-Sari bin Ismail Al-Hamdani, dari Asy-Sya’bi, dari Masruq. Para
ulama menegaskan bahwa As-Sari bin Ismail adalah perawi yang lemah.
Para ulama memberikan komentar miring tentangnya. Diantaranya: Yahya
bin Said yang mengatakan, “Jelas bagi saya bahwa dia pernah berdusta
dalam sebuah majlis”. Imam Ahmad berkomentar, “Orang-orang
meninggalkan hadisnya”. Abu Hatim mengatakan, “Orang yang hilang
(tidak diperhitungkan)”. Abu Daud menyatakan, “Dhaif, hadisnya
ditinggalkan”. Dalam tafsirnya (7:7), Ibnu Katsir mengatakan, As-Sari bin
Ismail adalah
Berdasarkan Asy-Sya’bi,didan
sepupu keterangan dia dapat
atas dhaif (lemah) sekali.bahwa hadis
disimpulkan
terkait menghadap kiblat saat tidur statusnya dhaif, sehingga tidak perlu
dianggap sebagai salah satu adab tidur.
Demikian keterangan dari Syekh Abdullah bin Muhammad Zuqail.
Imam Al-Ghazali Rahimahullahu Ta’ala ada menerangkan bahwa salah
satu cara tidur menghadap kiblat itu ialah seperti menghadapkan orang yang

7
hampir mati ke arah kiblat yaitu dalam keadaan terlentang, muka dan dua
tapak kakinya menghadap ke arah kiblat. Perkara ini jelas disebutkan
dalam kitabnya Ihya ‘Ulumiddin dengan katanya:
Artinya: “(Adab tidur yang) ke tujuh ialah (sunat) tidur menghadap kiblat.
Menghadap kiblat itu ada dua cara : Salah satunya: (Seperti cara)
menghadapkan orang yang hampir mati iaitu terlentang atas belakang
(badannya), muka dan dua tapak kakinya menghadap ke arah kiblat. Kedua:
(Seperti cara) menghadap (kiblat di dalam) lubang kubur iaitu baring secara
mengiring dengan mukanya serta bahagian hadapan badannya ke arah (kiblat)
ketika berbaring pada posisi sebelah kanan.”. (Kitab Ihya ‘Ulumiddin: 1/448)
Sementara itu, menurut Syeikh Muhammad bin Shaleh al-‘Uthaimin
Rahimahullahu Ta’ala apabila ditanya mengenai hukum tidur dengan
mengunjurkan kaki ke arah kiblat, beliau memfatwakan dengan berkata:

Artinya: “Tidak mengapa ke atas seseorang apabila dia tidur kedua kakinya
menghala ke arah Ka’bah (kiblat). Bahkan ulama fiqh Rahimahumullahu Ta’ala
berkata: “Sesungguhnya orang sakit yang tidak mampu berdiri dan tidak mampu
duduk, (maka dia) bersolat dengan cara miring dan wajahnya menghadap ke
arah kiblat dan jika tidak mampu juga maka (hendaklah) bersolat dengan cara
terlentang dan kedua kakinya menghadap ke arah kiblat.” (Fatawa Ibnu al-
‘Uthaimin: Soalan ke 1576)
Maka berdasarkan beberapa pandangan ulama di atas, dapatlah
disimpulkan bahwa tidur menelentang dengan mengunjurkan kaki ke arah kiblat
itu tidaklah mengapa bahkan tidak dikira berdosa.
Sebab, tidur dalam keadaan mengunjur kaki ke arah kiblat itu sama dengan
keadaan shalat orang yang sakit dan tidak mampu shalat dalam keadaan berdiri
ataupun duduk.
Diharuskan shalat miring atas rusuknya yang kanan ataupun dalam keadaan
menelentang dengan wajah dan kedua kakinya menghadap ke arah kiblat.

2.5 Hadist tentang mengkhatamkan al quran

8
Mengkhatamkan Al Qur’an sebulan sekali memang salah satu
perintah dari baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun apakah
suatu kewajiban satu bulan mesti satu juz? Ataukah boleh kurang dari
target khatam setiap bulan?
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

َ » . ُ‫سبْع فى فَا ْق َرأْهُ « قَا َل َحتَّى قُ َّوة أَجد ُ إنى قُ ْلت‬


« ‫ش ْهر فى ْالقُ ْرآنَ ا ْق َرإ‬ َ َ‫» ذَلكَ َعلَى تَزدْ َول‬

“Bacalah (khatamkanlah) Al Quran dalam sebulan.” ‘Abdullah bin ‘Amr lalu


berkata, “Aku mampu menambah lebih dari itu.” Beliau pun bersabda, “Bacalah
(khatamkanlah) Al Qur’an dalam tujuh hari, jangan lebih daripada itu.” (HR.
Bukhari No. 5054).

Bukhari membawakan judul Bab untuk hadits ini,

‫ ْالقُ ْرآنُ يُ ْق َرأ ُ َك ْم فى باب‬.‫ّللا َوقَ ْو ُل‬


َّ ‫ ) م ْنهُ َر َّّتَ َيس َما فَا ْق َر ُءوا ( تَ َعالَى‬.

“Bab Berapa Banyak Membaca Al Qur’an?”. Lalu beliau membawakan firman


Allah,

‫م ْنهُ تَيَس ََّر َما فَا ْق َر ُءوا‬

“Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran” (QS. Al Muzammil:
20).
Kata Ibnu Hajar bahwa yang dimaksud oleh Imam Bukhari dengan
membawakan surat Al Muzammil ayat 20 di atas berarti bukan menunjukkan
batasan bahwa satu bulan harus satu juz. Dalam riwayat Abu Daud dari jalur lain
dari ‘Abdullah bin ‘Amr ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya,
“Berapa hari mesti mengkhatamkan Al Qur’an?” Beliau katakan 40 hari [artinya,
satu hari bisa jadi kurang dari satu juz]. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab lagi, “Satu bulan.” [Artinya, satu hari bisa rata-rata

9
mengkhatamkan satu juz] (Lihat Fathul Bari, 9: 95, terbitan Dar Thiybah,
cetakan keempat, tahun 1432 H).
Ibnu Hajar mengatakan,

‫ع ُموم ل َ َّن‬
ُ ‫ قَ ْوله‬: ( ‫ ذَلكَ م ْن أَقَل يَ ْش َمل ) م ْنهُ تَيَس ََّر َما فَا ْق َر ُءوا‬، ‫عى فَ َم ْن‬ ْ ‫ان‬
َ َّ‫َّالبَي فَ َعلَيْه التَّحْ ديد اد‬

“Karena keumuman firman Allah yang artinya, “ Maka bacalah apa yang mudah
(bagimu) dari Al Quran ” mencakup pula jika kurang dari itu (kurang dari satu
juz). Barangsiapa yang mengklaim harus dengan batasan tertentu, maka ia harus
datangkan dalil (penjelas).” (Fathul Bari, 9: 95)

Ibnu Hajar juga menukil perkataan Imam Nawawi,

‫ النَّ َووي َوقَا َل‬: ‫ ذَلكَ في تَ ْقدير َل أَنَّهُ َعلَى ْالعُلَ َماء أَ ْكثَر‬، ‫سب ه َُو إنَّ َما َّو‬
َ ‫ َو ْالقُ َّوة النَّشَاط ب َح‬، ‫َهذَا ى َّ َف َعل‬
‫اخت ََلف يَ ْختَلف‬ ْ ‫َو ْال َ ْش َخاص ْالَحْ َوال ب‬

“Imam Nawawi berkata, “Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada


batasan hari dalam mengkhatamkan Al Qur’an, semuanya tergantung pada
semangat dan kekuatan. Dan ini berbeda-beda satu orang dan lainnya dilihat dari
kondisi dan person.” (Fathul Bari, 9: 97).

Abu Sa’id Al Khudri ketika ditanya firman Allah,

‫ْالقُ ْرآَن منَ تَيَس ََّر َما فَا ْق َر ُءوا‬

“Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran ” (QS. Al
Muzammil: 20). Jawab beliau, “Iya betul. Bacalah walau hanya lima ayat.”
Disebutkan dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 414, terbitan Dar Ibnul Jauzi,
cetakan pertama, tahun 1431 H.
Dalam riwayat Ath Thabari disebutkan dengan sanad yang shahih,
dijawab oleh Abu Sa’id, “Walau hanya lima puluh ayat.” (Diriwayatkan
oleh Ath Tahabari, 29: 170, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama,

10
tahun 1423 H). Dari As Sudi, ditanya mengenai ayat di atas, maka beliau jawab,
“Walau 100 ayat.” (Idem).
Imam Nawawi rahimahullah berkata,

‫ ب ْال َ ْش َخاص يَ ْختَلف ذَلكَ أ َ َّن َوال ْختيَار‬، ‫َّالف أَ ْهل م ْن َكانَ فَ َم ْن‬ ْ ‫ت َصرّْيَق أ َ ْن لَهُ ا ُ ْستُحبَّ ْالف ْكر َوتَدْقيق ْهم‬
‫صود به َي ْخت َل َل ا َّلذي ْالقَدْر َعلَى‬
ُ ‫ ْال َم َعاني َواسْت ْخ َراج التَّدَبُّر م ْن ْال َم ْق‬، ‫ش ْغل لَهُ َكانَ َم ْن َو َكذَا‬
ُ ‫َغيْره أ َ ْو مّْب ْالعل‬
‫صالح الدين ُمه َّمات م ْن‬ َ ‫ فيه ه َُو ب َما يُخل َل الَّذي ْالقَدْر َعلَى م ْنهُ يَ ْقتَصر أ َ ْن لَهُ يُ ْست َ َحب ْالعَا َّمة ْال ُمسْلمينَ َو َم‬،
‫ َهذْ َر َمة يَ ْق َر ُؤهُ َو َل ْال َملَل إ َلى ُخ ُروج َغيْر م ْن أَ ْم َكنَهُ َما السْت ْكثَار لَهُ فَ ْال َ ْولَى َكذَلكَ يَ ُك ْن لَ ْم َو َم ْن‬. ُ‫ّللا‬
َّ ‫أ َ ْعلَم َو‬

“Waktu mengkhatamkan tergantung pada kondisi tiap person. Jika seseorang


adalah yang paham dan punya pemikiran mendalam, maka dianjurkan padanya
untuk membatasi pada kadar yang tidak membuat ia luput dari tadabbur dan
menyimpulkan makna-makna dari Al Qur’an. Adapun seseorang yang punya
kesibukan dengan ilmu atau urusan agama lainnya dan mengurus maslahat kaum
muslimin, dianjurkan baginya untuk membaca sesuai kemampuannya dengan
tetap melakukan tadabbur (perenungan). Jika tidak bisa melakukan perenungan
seperti itu, maka perbanyaklah membaca sesuai kemampuan tanpa keluar dari
aturan dan tanpa tergesa-gesa. Wallahu a’lam. ” (Dinukil dari Fathul Bari, 9: 97).

َ‫ي َكان‬ َّ ‫ش ْهر في القُ ْرآنَ يَ ْخت ُم ال‬


ُّ ‫شافع‬ َ ‫َختْ َمة ستيْنَ َر َم‬
َ َ‫ضان‬

“Imam Syafi’i biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan


Ramadhan sebanyak 60 kali.” Ditambahkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa
khataman tersebut dilakukan dalam shalat. (Siyar A’lam An-Nubala’, 10:
36). Bayangkan, Imam Syafi’i berarti mengkhatamkan Al-Qur’an sehari
dua kali. Subhanallah …
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata,

‫سو َل يَا‬ َّ ‫ش ْهر فى « قَا َل ْالقُ ْرآنَ أ َ ْق َرأ ُ َك ْم فى‬


ُ ‫ّللا َر‬ َ ». ‫صه ُ ذَلكَ م ْن أَ ْق َوى إنى قَا َل‬ َ َ‫فى َرأْهُّْاق « قَا َل َحتَّى َوتَنَاق‬
‫سبْع‬َ ». ‫ذَلكَ م ْن أ َ ْق َوى إنى قَا َل‬. ‫» ثََلَث م ْن قَ َّل َّأ فى قَ َرأَهُ َم ْن َي ْفقَهُ لَ « قَا َل‬

11
“Wahai Rasulullah dalam berapa hari aku boleh mengkhatamkan Al-
Qur’an. Beliau menjawab, “Dalam satu bulan.” ‘Abdullah menjawab, “Aku masih
lebih kuat dari itu.” Lantas hal itu dikurangi hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyatakan, “Khatamkanlah dalam waktu seminggu.” ‘Abdullah masih
menjawab, “Aku masih lebih kuat dari itu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam lantas bersabda, “Tidaklah bisa memahami jika ada yang mengkhatamkan
Al-Qur’an kurang dari tiga hari.” (HR. Abu Daud no. 1390 dan Ahmad 2: 195.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Al ‘Azhim Abadi menyatakan bahwa hadits di atas adalah dalil tegas yang
menyatakan bahwa tidak boleh mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari.
(‘Aun Al-Ma’bud, 4: 212)
Para ulama menjelaskan bahwa yang ternafikan dalam hadits adalah
ketidakpahaman, bukan pahalanya. Artinya, hadits tersebut tidaklah menunjukkan
tidak boleh mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari. Yang dimaksudkan
dalam hadits adalah jika mengkhatamkan kurang dari tiga hari sulit untuk
memahami. Berarti kalau dilakukan oleh orang yang memahami Al-Qur’an seperti
contoh para ulama yang penulis sebutkan di atas, maka tidaklah masalah.

Dalam Lathaif Al-Ma’arif (hal. 306) disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-
Hambali, “Larangan mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari itu ada jika
dilakukan terus menerus. Sedangkan jika sesekali dilakukan apalagi di waktu
utama seperti bulan Ramadhan lebih-lebih lagi pada malam yang dinanti yaitu
Lailatul Qadar atau di tempat yang mulia seperti di Makkah bagi yang
mendatanginya dan ia bukan penduduk Makkah, maka disunnahkan untuk
memperbanyak tilawah untuk memanfaatkan pahala melimpah pada waktu dan
zaman. Inilah pendapat dari Imam Ahmad dan Ishaq serta ulama besar lainnya.
Inilah yang diamalkan oleh para ulama sebagaimana telah disebutkan.”

2.6 Larangan-larangan dalam tidur

12
Selain mencontohkan adab tidur yang baik, Rasulullah shalallaahu alaihi
wassalam pun menjelaskan beberapa larangan dalam tidur, yaitu:
1. Tidur di Pagi Hari Setelah Shalat Shubuh
Dari Sakhr bin Wadi’ah Al-Ghamidi radliyallaahu ‘anhu bahwasanya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
”Ya Allah, berkahilah bagi ummatku pada pagi harinya,” (HR. Abu dawud 3/517,
Ibnu Majah 2/752, Ath-Thayalisi halaman 175, dan Ibnu Hibban 7/122 dengan
sanad shahih).
Ibnul-Qayyim telah berkata tentang keutamaan awal hari dan
makruhnya menyia-nyiakan waktu dengan tidur, dimana beliau berkata :
“Termasuk hal yang makruh bagi mereka yaitu orang shalih adalah tidur antara
shalat shubuh dengan terbitnya matahari, karena waktu itu adalah waktu yang
sangat berharga sekali. Terdapat kebiasaan yang menarik dan agung sekali
mengenai pemanfaatan waktu tersebut dari orang-orang shalih, sampai-sampai
walaupun mereka berjalan sepanjang malam mereka tidak toleransi untuk istirahat
pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena ia adalah awal hari dan
sekaligus sebagai kuncinya. Ia merupakan waktu turunnya rizeki, adanya
pembagian, turunnya keberkahan, dan darinya hari itu bergulir dan
mengembalikan segala kejadian hari itu atas kejadian saat yang mahal tersebut.
Maka seyogyanya tidurnya pada saat seperti itu seperti tidurnya orang yang
terpaksa,” (Madaarijus-Saalikiin 1/459).

2. Tidur Sebelum Shalat Isya’


Diriwayatkan dari Abu Barzah radlyallaahu ‘anhu : ”Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam membenci tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol
setelahnya,” (HR. Bukhari 568 dan Muslim 647).
Mayoritas hadits-hadits Nabi menerangkan makruhnya tidur sebelum shalat isya’.
Oleh sebab itu At-Tirmidzi (1/314) mengatakan : “Mayoritas ahli ilmu
menyatakan makruh hukumnya tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol
setelahnya. Dan sebagian ulama’ lainnya memberi keringanan dalam masalah ini.
Abdullah bin Mubarak mengatakan : “Kebanyakan hadits-hadits Nabi

13
melarangnya, sebagian ulama membolehkan tidur sebelum shalat isya’ khusus di
bulan Ramadlan saja.”

3. Tidur dalam Posisi Tengkurap


Dari Thakhfah Al-Ghifari r.a, salah seorang di antara ash-habush shuffah (para
sahabat yang tinggal di Masjid Nabawi) berkata:

‫طجع أَنَا فَبَ ْينَ َما‬ ْ ‫س َحر منَ ْال َمسْجد فى ُم‬
َ ‫ض‬ َّ ‫علَى ال‬ ْ َ‫ُّرج إذَا ب‬
َ ‫طنى‬ َ ‫جْ عَةّض هَذه إ َّن « فَقَا َل برجْ له يُ َحر ُكنى ل‬
‫ض َها‬
ُ ‫ّللاُ يُبْغ‬ َ َ‫سو ُل فَإذَا فَن‬
َّ ». ‫ظ ْرتُ قَا َل‬ َّ -‫وسلم عليه هللا صلى‬-
ُ ‫ّللا َر‬

“Aku tidur di masjid pada akhir malam, kemudian ada orang yang mendatangiku
sedangkan aku tidur dengan posisi tengkurap. dan berkata: “Bangunlah dari
tengkurapmu, karena tidur yang demikian adalah tidurnya orang-orang yng
dimurkai Allah.” Kemudian aku angkat kepalaku, maka ketika kulihat ia adalah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akupun kemudian bangkit,”( HR. Al-
Bukhari, dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 1187, Ibnu Majah, no. 3723, Ahmad, no.
7981, At-Tirmidzi, no. 2768).

Dalam riwayat Ibnu Majah dengan lafazh: “Ada apa denganmu sehingga tidur
dengan posisi seperti ini (tengkurap), tidur seperti ini adalah tidurnya orang yang
dibenci atau dimurkai Allah -Subhanahu wa Ta`ala.”

Adapun sebab dibencinya tidur tengkurap ini diterangkan dalam hadits dari Abu
Dzar -radhiallahu ‘anhu, ia berkata
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat di sisiku sementara aku sedang tidur
tengkurap, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bersabda: ‘Wahai Junaidab,
sesungguhnya hanyalah tidur seperti ini adalah tidurnya penghuni neraka,” (HR.
Ibnu Majah, no. 3724).
Ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa memang tidur
tengkurap berbahaya, apalagi tidurnya pulas dan lama karena saat tidur
tengkurap otomatis otot dada/otot pernafasan kita tidak dapat

14
mengembangkan dada dengan baik danmaksimal, sehingga aliran oksigen
menjadi lebih sedikit dan bisa berakibat menjadi sesak nafas.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Islam sebagai agama yang syamil tidak hanya mengatur bagaimana cara-
cara kita beribadah kepada Allah SWT, namun lebih jauh, Islam mengajarkan kita
sampai hal terkecil dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk tata cara dan adab
tidur telah dijelaskan dalam islam, oleh karena itu islam merupakan agama yang
lengkap dan indah.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis masih belajar dalam materi ini,
sehingga bukan tidak mungkin terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini.
Oleh karena itu kami meminta koreksi dari pihak manapun yang mendapati
kesalahan tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://rumaysho.com/10973-salah-kaprah-tentang-hadits-mematikan-lampu-
ketika-tidur.html
https://rumaysho.com/11162-kisah-menakjubkan-para-ulama-mengkhatamkan-al-
quran-dalam-sehari.html
https://rumaysho.com/5956-mengkhatamkan-al-quran-sebulan-sekali.html
https://almanhaj.or.id/2915-tidur-dalam-tatanan-sunnah.html
intips-kesehatan/health/zilzaal
https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-tidur-menghadap-kiblat-dalam-islam

16

Anda mungkin juga menyukai