“NUZULUL QUR’AN”
Di Susun Oleh:
Dosen Pembimbing:
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur ke-hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang
telah diberikan kepada kita semua. Tak lupa sholawat serta salam kita haturkan
kepada manusia yang memiliki akhlak mulia, sebagai panutan bagi umatnya, yang
membawa umat dari zaman jahiliyah hingga zaman penuh berkah seperti saat ini.
Dengan segala keterbatasan ruang dan waktu, atas izin-Nyalah saya dapat
menyusun makalah ini untuk memenuhi Ujian Tengah Semester. Di dalamnya
terdapat pemaparan seputar “Nuzul Al-Qur’an” yang mencangkup pengertian
nuzul al-qur’an, perdebatan ulama seputar makna nuzul, proses nuzul al-qur’an
serta ayat yang mendasarinya, hikmah nuzul al-qur’an secara berangsur-angsur
dan perbedaan nuzul al-qur’an dengan kitab samawi lainnya. Saya ucapkan
terimakasih kepada rekan-rekan yang selalu menyemangati saya dalam pembuatan
makalah ini. Dan kepada Ibu Ruaedah, S.Th.I,M.A selaku dosen ‘Ulumul Qur’an
yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam penyusunan makalah ini.
Semoga segala kebaikan yang diberikan terbalas dengan balasan yang setimpal.
Amiin, amiin yaa rabba al-‘alamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.3 Tujuan................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
3.1 Simpulan............................................................................................ 15
3.2 Saran.................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 16
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1. Apakah pengertian dari Nuzul Al-Qur’an dan perdebatan makna Nuzul Al-
Qur’an menurut para ulama?
2. Bagaimana proses Nuzul Al-Qur’an secara berangsur-angsur?
3. Apakah hikmah Nuzul Al-Qur’an secara berangsur-angsur?
4. Apakah perbedaan Nuzul Al-Qur’an dengan kitab samawi lainnya?
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
suatu tempat); orang Arab mengatakan ( ن زول األم ري املدينةPangeran itu bertempat
tinggal di kota). Dalam bentuk muta’addi ( اإلنزالmenurunkan) berarti إحالل الغري يف
Allah SWT: َ خْي ُر الْ ُمْن ِزلِنْي َ ْب أَنْ ِزلْيِن ُمْن َزالً ُمبَ َار ًك ا َون
َ ت ِّ قل َر
ْ ( َوDan berdoalah: “Ya tuhanku,
tempatkanlah aku pada tempat yang di berkati, dan engkau sebaik-baik Yang
memberi tempat.” Q.S. Al-mu’minun 23:29).1
Dalam arti lain النزولadalah ( احندار الشيء من علو اىل سفلmeluncurnya sesuatu
dari atas ke bawah), seperti dalam kalimat ( ن زل فالن من اجلبلfulan tuun dari
gunung). Dalam bentuk muta’addi ( اإلنزالmenurunkan) berarti حتريك السيء من علو اىل
( س فلmendorong sesuatu dari atas ke bawah), seperti dalam firman Allah SWT:
1
Prof.Dr.H. Yunahar Ilyas,Lc., M.A.,Kuliah Ulumul Quran. hlm. 33 sebagaimana dikutip dalam
buku Muhammad ‘Abd al-Azhim az-Zarqani,Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an(Beirut: Dar ‘Ihya
al-kutub al-‘Arabiyah,t.t), jld I, hlm.34
2
Prof. Dr. Yunahar Ilyas,Lc., M.A., Kuliah Ulumul Quran.hlm.33 sebagaimana dikutip alam buku
Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an..., I:34
2
(memberitahukan) atau ( اإلفهامmemahamkan).3 Dengan pemahaman secara me
ِ
kendaraannya. Diantaranya: َ ْب اَنْ ِزلْيِن ُمْن َزالً ُمبَ َار ًك ا َوأَن
َ ت َخْي ُر الْ ُمْن َزلنْي ِّ َوقُ ْل َر
berdoalah: “Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati,
dan Engkaulah adalah sebaik-baik Yang memberi tempat.” Maksudnya:
Allah menurunkan nikmat-Nya kepada makhluk, baik nikmat itu secara
langsungseperti turun Al-Qur’an atau sarana yang mendukung nikmat itu,
seperti besi dan pakaian. 6
Menurut al-Zarqani: kata Nuzul diartikan pindahnya sesuatu dari atas ke
bawah. Pengertian ini lebih tepat digunakan untuk sesuatu benda. Jadi
3
Prof.Dr.H. Yunahar Ilyas,Lc., M.A.,Kuliah Ulumul Quran. hlm. 33 sebagaimana dikutip dalam
buku Az-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an..., I:34; Abdul Djalal, Ulumul Qur’an
(Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm: 48
4
Istilah nuzul Al-Qur’an tidak di cetak miring karena sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia.
5
Prof.Dr.H. Yunahar Ilyas,Lc., M.A.,Kuliah Ulumul Quran. hlm. 34
6
Dr. Zainal Arifin, M.A. Pengantar ‘Ulumul Qur’an. Hlm:11
3
penggunaan kata Nuzul Al-qur’an dimaksudkan pengertian yang majazi
(ungkapan yang tidak harus dipahami secara harfiah). Beliau menegaskan
bahwa nuzuol Al-Qur’an adalah pemberitahuan (l’lam) mengenai Al-
Qur’an dari segala segi dan aspek-aspeknya. Dan pendapat ini merupakan
kesepakatan para ulama ahlussunah.
Menurut Ibnu Taimiyyah: Nuzul Al-Qur’an berarti turun-Nya, tanpa harus
memelingkan makna lafadz nuzul dari maknanya yang hakiki ke makanya
yang majazi(metafor).
Imam al-Ashfahani mengatakan di dalam awal pembukaan tafsirnya
bahwa para ulama ahlussunah waljamaah sepakat bahwa kalam Allah itu
diturunkan , dan mereka berbeda pendapat tentang makna “al-inzal”.
Sebagian ulama mengatakan bahwa “al-inzal” artinya “idzharal-qira’ah”
yaitu: menampakkan bacaan, sebagian yang lain berkata bahwa maknanya
adalah sesungguhnya Allah telah menyampaikan kalam-Nya kepada Jibril,
dan jibril berada di langit di tempat yang tinggi, dan Allah mengajarkan
qira’ah (cara membaca) kepadanya, kemudian Jibril menyampaikannya di
bumi (kepada Muhammad saw.), dan dia turun di suatu tempat.
Imam al-Qutub ar-Razi berkata di dalam kedua hasyiyah tafsir al-
Kasysyaf, “Al-inzal secara bahasa berarti ‘al-iiwaa’ yang artinya
menempatkan, juga berarti menggerakkan sesuatu dari atas ke bawah.
Kedua makna ini tidak ada dan tidak terwujud dalam ucapan. Ia
dipergunakan pada makna majazi (bukan hakiki), maka barangsiapa
berkata bahwa Al-Qur’an itu adalah makna (suatu nilai) yang ada
(melekat) pada Dzat Allah SWT maka diturunkannya Al-Qur’an itu
mewujudkan kata-kata dan huruf-huruf yang menunjukkan makna dan
ditetapkannya di Lauh Mahfudz, dan siapa yang mengatakan bahwa Al-
Qur’an itu adalah al-alfadz (lafadz-lafadz yang diucapkan) maka
diturunkannya semata-mata dan menetapkannya di Lauh Mahfudz. Makna
ini sesuai dengan suatu pemahaman bahwa Al-Qur’an itu manqul
(diambil) dari dua makna yang keduanya secara bahasa.Mungkin yang
dimaksud ‘diturunkannya Al-Qur’an’ adalah ditetapkannya di langit dunia
setelah ditetapkan di Lauh Mahfudz, dan ini sesuai dengan makna yang
kedua, dan yang dimaksud dengan ‘diturunkannya kitab-kitab pada rasul-
rasul’ adalah bahwa malaikat Jibril telah menerima kitab-kitab itu dari
4
Allah secara ruhani atau telah menghafalkannya dari Lauh Mahfudz,
kemudian Jibil turun (ke bumi) dengan membawa kitab-kitab itu kemudian
menyampaikannya kepada para rasul.
Ulama lainnya mengatakan bahwa pengertian ‘Al-Qur’an diturunkan
kepada Nabi saw.’ itu ada tiga pendapat sebagai berikut:
Bahwa itu maksudnya lafadz dan maknanya, dan sesungguhnya Jibril
telah menghafal Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz, kemudian turun (ke
bumi) dengan membawa Al-Qur’an.
Sesungguhnyam Jibril turun membawa Al-Qur’an dengan
maknamaknanya secara khusus, dan sesungguhnya Nabi saw. Telah
mengetahui makna-makna itu dan mengungkapkannya dengan bahasa
Arab. Pendapat ini berpegang pada dalil firman Allah SWT: ‘Nazala bihii
ar-ruuhul amiin ‘alaa qalbika’ (QS. asy-Syu’ara: 193-194).
Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa Jibril telah menyampaikan
AlQur’an ini kepada Nabi saw. secara makna dan dia mengungkapkan
lafadz-lafadznya dengan bahasa Arab, dan sesungguhnya ahlus sama’
(penduduk langit/malaikat) itu membaca Al-Qur’an dengan bahasa Arab,
kemudian Jibril membawa turun Al-Qur’an juga dengan bahasa Arab.
Imam Baihaqi berkata tentang makna firman Allah SWT: ‘innaa
anzalnaahu fii lailatil qadr’, bahwa maknanya adalah (wallaahu a’lam),
‘Sesungguhnya Kami (Allah) telah memperdengarkan kepada malaikat
(Jibril) dan memahamkan Al-Qur’an itu kepadanya serta menurunkannya
sesuai dengan apa yang ia dengarkan. Dengan demikian maka Jibril telah
membawa Al-Qur’an itu dari tempat yang tertinggi ke tempat yang
terendah.’ Abu Syaamah berkata, ‘Makna seperti ini berlaku pada seluruh
kata al-inzal yang disandarkan pada Al-Qur’an atau pada sesuatu dari Al-
Qur’an yang diperlukan oleh ahlusunah yang meyakini keazalian Al-
Qur’an (kalam Allah yang qadim), dan Al-Qur‘an adalah sifat yang
melekat pada Dzat Allah SWT.’”
Ibnu Mardawaih mengeluarkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud (marfu’),
“Apabila Allah berbicara dengan wahyu maka penghuni langit (malaikat)
mendengarkan bunyi keras seperti bunyi rantai yang dipukulkan pada
lonceng, sehingga mereka terkejut dan melihat bahwa itu merupakan
5
bagian dari persoalan kiamat.” Hadits ini aslinya ada di dalam kitab
Shahih.
(malaikat lainnya) bertanya, ‘Apa yang dikatakan oleh Rabb kita?’ Jibril
menjawab, ‘Kebenaran,’ maka selesailah Jibril sesuai dengan perintah.”
Aku (Imam Suyuthi) berpendapat: dalil yang memperkuat bahwa Jibril itu
menerima Al-Qur’an secara simaa’an (dengan mendengar langsung)
adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Thabrani dari hadits Nawwas
bin Sam’an, sebagai hadits marfu’ sebagai berikut: “Apabila Allah
berbicara dengan wahyu maka langit bergetar dengan keras karena takut
kepada Allah, dan apabila penduduk langit (malaikat) itu mendengar
kalam Allah maka mereka pingsan dan tunduk untuk bersujud. Pertama
kali dari mereka yang mengangkat kepalanya adalah Jibril, kemudian
Allah membacakan wahyu kepadanya sesuai dengan yang diinginkan,
hingga selesailah ketika sampai pada malaikat Jibril atas malaikat yang
lainnya. Setiap dia melewati langit maka penduduknya Disebutkan di
dalam tafsir Ali bin Sahal an-Naisaburi bahwa ada sekelompok dari ulama
mengatakan, “Al-Qur’an itu diturunkan secara sekaligus pada malam
lailatil qadr dari Lauh Mahfudz ke sebuah tempat yang diberi nama
‘Baitul‘izzah’, kemudian Jibril menjaganya, dan penduduk langit
(malaikat) pingsan karena kehebatan (kewibawaan) kalam Allah.
Ibnu Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari ‘Uqail, dari azZuhri:
sesungguhnya ia pernah ditanya tentang wahyu, maka ia berkata, “Wahyu
adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah kepada seorang nabi,
kemudian Allah menetapkan wahyu itu dalam hatinya sehingga ia
berbicara dengan wahyu itu dan menulisnya, dan itu adalah kalam
Allah.Di antara wahyu ada yang tidak disampaikan secara lafadznya dan
tidak ditulis untuk seseorang, tidak pula diperintahkan untuk menulisnya,
akan tetapi Nabi menceritakannya pada manusia dan menjelaskan pada
mereka bahwa Allah telah memerintahkan kepadanya untuk menjelaskan
dan menyampaikan kepada mereka.”
Imam al-Juwaini mengatakan bahwa kalam Allah yang diturunkan itu ada
dua macam:
Allah berfirman kepada Jibril, “Katakan kepada Nabi (Muhammad) yang
kamu diutus kepadanya, ‘Sesungguhnya Allah berfirman: Lakukan ini
6
dan itu, dan Dia memerintahkan (kepadamu) untuk melakukan ini dan
itu.’” Maka Jibril memahami apa yang difirmankan oleh Allah
kepadanya, kemudian dia turun menemui Nabi dan berkata kepadanya
apa yang difirmankan oleh Tuhannya, tetapi ungkapan itu tidak seperti
ungkapan (aslinya). Ini seperti perkataan seorang raja kepada orang yang
ia percaya, “Katakan kepada fulan, ‘Raja telah berkata kepadamu:
bersungguh-sungguhlah dalam berkhidmah dan kumpulkan tentaramu
untuk berperang.’” Apabila utusan raja tadi berkata, “Raja telah berkata,
‘Janganlah kamu main-main dalam berkhidmah kepadaku dan janganlah
kamu membiarkan para prajurit berceraiberai, perintahkan kepada
mereka agar berperang,’” maka perkataan seperti ini tidak termasuk
berbohong atau main-main dalam menyampaikan suatu misi.
7
seorang pun yang dapat mendatangkan penggantinya sebagaimana yang
dimuat di dalamnya. Merupakan suatu keringanan bagi umat karena apa
yang diturunkan kepada mereka itu ada dua macam: pertama, mereka
meriwayatkan dengan lafadznya sebagaimana diwahyukan sesuai dengan
lafadz itu (yaitu Al-Qur’an), dan yang kedua, mereka meriwayatkan
dengan makna, karena seandainya semuanya harus diriwayatkan dengan
lafadznya maka akan berat bagi mereka, atau seandainya harus dengan
maknanya saja maka tidak akan aman (terhindar) dari perubahan dan
penyimpangan.Karena itu, renungkanlah, dan saya pernah melihat ada
perkataan ulama salaf yang menguatkan pendapat Al-Juwaini.
Tahap pertama, Al-qur’an turun sekaligus dari allah ke lauh al- mahfuzh,
yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan
kepastian Allah. Proses ini di isyaratkan dalam:
Artinya:
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia. yang
(tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh”. (Q.S. Al-Buruj [85] : 21-22)
8
Artinya:
Artinya:
ِِ ِ ٍ ٍ إِنَّآ أ ىِف
َ َنزلْٰنَهُ لَْيلَة ُّمرَٰب َ َكة ۚ إنَّا ُكنَّا ُمنذر
ين َ
Artinya:
Tahap ketiga, Al-Qur’an diturunkan dari bait al-izzah ke dalm hati nabi
dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu ayat,
dua ayat, dan kadang-kadang satu surat. Mengenai proses turun dalam tahap
ketiga diisyaratkan dalam:
ٍ ِِ نذ ِر
ٍ ِان َعرىِب ٍّ ُّمب
ني ِ ِ ِ ِعلَى َقْلب. ٱلروح ٱأْل َِمني ِِ
َ بل َس.ين
َ ك لتَ ُكو َن م َن ٱلْ ُم
َ ٰ َ ُ ُ ُّ َنَز َل به
Artinya:
9
“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril),ke dalam hatimu
(Muhammad) agar kamu. menjadi salah seorang di antara orang-orang yang
memberi peringatan. dengan bahasa Arab yang jelas”. (Q.S. As-Syu’ara [26] :
193-195)
ت بِِهۦ ُف َؤ َاد َك ۖ َو َر َّت ْل ٰنَهُ َت ْرتِياًل ِ ِوقَ َال ٱلَّ ِذين َك َفروا۟ لَواَل نُِّز َل علَي ِه ٱلْ ُقرءا ُن لَةً ٰو ِح َدةً ۚ َك َٰذل
َ ِّك لنُثَب
َ َ َْ ْ ْ َ مُج ْ ُ َ َ
Artinya:
7
Prof. Dr, h. Rosihon Anwar, M.Ag. pengantar ulumul hadis. Hlm:46
10
ت بِِهۦ ُف َؤ َاد َك ۖ َو َر َّت ْل ٰنَهُ َت ْرتِياًل ِ ِوقَ َال ٱلَّ ِذين َك َفروا۟ لَواَل نُِّز َل علَي ِه ٱلْ ُقرءا ُن لَةً ٰو ِح َدةً ۚ َك َٰذل
َ ِّك لنُثَب
َ َ َْ ْ ْ َ مُج ْ ُ َ َ
Artinya:
ب ِز ْدىِن ِع ْل ًما ِ ِ
ِّ ك َو ْحيُهُۥ ۖ َوقُل َّر َ ك ٱحْلَ ُّق ۗ َواَل َت ْع َج ْل بِٱلْ ُق ْرءَ ِان من َقْب ِل أَن يُ ْق
َ ض ٰىٓ إِلَْي ُ َفَت َٰعلَى ٱللَّهُ ٱلْ َمل
Artinya:
Firmannya lagi:
11
ٓج َل بِِۦه ِ َاَل حُت ِّر ْك بِِۦه لِسان
َ ك لَت ْع
َ َ َ
Artinya:
Artinya:
5. membuktikan dengan pasti bahwa Al-Qur’an turun dari Allah yang Maha
bijaksana.
8
Prof. Dr, h. Rosihon Anwar, M.Ag. pengantar ulumul hadis. Hlm: 48
12
Dalam ayat Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 4 menjelaskan hanya rasul
yang bersangkutanlah yang bertugas menjelaskan hal-hal yang diturunkan
kepadanya, tanpa melibatkan kaumnya sama sekali. Adapun tentang Al-Qur’an
dan kondisi diturunkannya,tuhan yang mahaperkasa dan mahatinggi berfirman,
...Dan kami turunkan kepadamu az-zikr agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.(Q.S. An-Nahl:44)
Dari ayat itu dapat kita tarik simpulan. pertama,Allah SWT menamakan
Al-Qur’an dengan Az-Zikr yang mengandung pesan bagaimana seharusnya
manusia berinteraksi dengannya, yait hendaknya mereka meneliti, memikirkan,
dan mengingat-ingat.
Ketiga, dalam firman yang ditunjukan kepada nabi-Nya yang mulia, “agar
kamu memerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka” terdapat isyarat yang menunjukan umat islam juga di tuntut untuk
mengemban misi islam yang suci ini. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi SAW. 9
Demi umat manusia dan kebaikan mereka,”...yang telah diturunkan kepada
mereka.” Dengan demikian, mereka ikut memiliki Az-Zikr yang diturunkan
kepada nabi.
13
aneh,melainkan kai datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling
baik.” (Al-Furqan :32-33).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
10
Syaikh Dr. Iyad Kamil Ibrahim. Fikih Tadarruj. Hlm:199
14
Nuzulul Qur’an adalah proses turunnya firman dari Allah SWT melalui
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat, pedoman
danpetunjuk kepada hambanya. Yang terdiri dari 30 juz 6666 ayat dan 114 surat,
yang diturunkan secara berangsur-angsur dan bertahap selama 22 tahun 2 bulan 22
hari. Adapun tahapannya yaitu: 1.) Al-Qur’an diturunkan atau ditempatkan di
Lauh Mahfudz, 2.) Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfudz ke baitul ‘Izzah di
sama’ al-dunya ( langit dunia), 3.) Al-Qur’an turun di bait Al-‘Izzah di langit
dunia landsung kepada nabi muhammad SAW.
Dalam penurunan Al-Qur’an yang dilakukan secara berangsur-angsur
memiliki banyak manfaat baik bagi pribadi nabi Muhammad SAW, bagi sahabat
dan sahabat dan masyarakat saat masa Al-Qur’an maupun bagi masyarakat setelah
Al-Qur’an. Pada fase penurunannya pun tentu berbeda dengan kitab samawi yang
lainnya, Al- Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dan dengan bahasa arab
yang mudah dipahami sedangkan kitab samawi yang lainnya diturunkan secara
sekaligus dan dengan bahasa kaum itu sendiri.
3.2 Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini saya persembahkan. Harapan
saya dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan umat muslim lebih mengenali Al-
Qur’an, dan bisa menambah kecintaan mereka terhadap Al-Qur’an, khususnya
pada pelajaran ‘Ulumul Qur’an nanti mereka bisa lebih menikmatinya dengan
nyaman karena telah berkenalan dengan AL-Qur’an .
Dengan kesempurnaan makalah ini kritik dan saran sangat saya harapakan
dari para pembaca.apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, saya
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, rosihon.2009. Pengatar Ulumul Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia.
Ilyas, Yunahar. 2014. Kuliah Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Itqan Publishing.
Arifin, Zainal. 2018. Pengantar Ulumul Qur’an. Medan:Duta Azhar.
15
Cahyono, Salim Rusydi.2004. Islam Menjawab Tuduhan Kesalahan Penilaian
terhadap Islam.Solo: Tiga Serangkai.
16