Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AL QUR’AN DAN HADIST

TAFSIR BI AL-MA’TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA’Y

OLEH:

1. DIYAN NOVAN SETIAWAN (17640066)


2. ANIS DWI HIDAYATI (18640018)
3. ALIFFIA WINDI NOVIANA (18640042)
4. MUHAMMAD FAKHRI MULYADI (18640043)
5. FAUZAN NUR AFLAH (18640058)

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Tafsir bi Al-Ma’tsur dan Tafsir bi Al-Ra’y” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadits. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang tafsir bi al-ma’tsur dan bi al-ra’y bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu, mata kuliah Studi
Al-Qur’an dan Hadits yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca maupun penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami sekelompok dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................4
1.3 Tujuan.................................................................................................................4
BAB II..........................................................................................................................5
PEMBAHASAN..........................................................................................................5
2.1 Tafsir bil Ma’tsur................................................................................................5
2.1.1 Pengertian Tafsir bil Ma’tsur.......................................................................5
2.1.2 Karakteristik Tafsir bil Ma’tsur...................................................................7
2.1.3 Sejarah dan Perkembangan Tafsir bil Ma’tsur............................................7
2.1.4 Kodifikasi Tafsir bil Ma’tsur.......................................................................8
2.1.5 Kitab-Kitab dan Tokoh Tafsir bil Ma’tsur...................................................9
2.2 Tafsir bi Ar-Ra’yi.............................................................................................11
2.2.1 Latar Belakang Timbulnya Tafsir bi Ar-Ra’yi..........................................11
2.2.2 Pengertian dan Pembagian Tafsir bi Ar-Ra’yi...........................................11
2.2.3 Perkembangan Tafsir bi Ar-Ra’yi..............................................................13
2.2.4 Macam-Macam Tafsir bi Ar-Ra’yi............................................................14
2.2.5 Status Tafsir bi Ar-Ra’yi Menurut Syeh Mana Khalil Al- Qattan.............17
2.2.6 Beberapa Contoh Kitab Tafsir bi Al-Ra’yi................................................18
2.2.7 Karya-Karya Kitab Tafsir bi Ar-Ra’yi :....................................................19
BAB III......................................................................................................................20
PENUTUP.................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................20
3.2 Saran.................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-Qur'an sebagai sebuah kitab suci, ternyata tidak hanya mengandung ayat-
ayat yang berdimensi aqidah, syari'ah dan akhlaq semata, akan tetapi juga
memberikan perhatian yang sangat besar bagi perkembangan ilmu
pengetahuan (sains). Penafsiran Al-Qur’an selalu diwarnai oleh pemikiran
mufassirnya, komentar dan ulasannya mengenai suatu ayat merupakan manivestasi
pikiran dan diwarnai oleh madzhab yang dianutnya.
Jika kita membaca Al-Qur'an secara seksama, akan kita temukan sangat
banyak ayat-ayat yang mengajak kepada manusia untuk bersikap ilmiah, berdiri di
atas prinsip pembebasan akal dari takhayul dan kebebasan akal untuk berpikir. Al-
Qur'an selalu mengajak manusia untuk melihat, membaca, memperhatikan,
memikirkan, mengkaji serta memahami dari setiap fenomena yang ada terlebih lagi
terhadap fenomena-fenomena alam semesta yang perlu mendapatkan perhatian
khusus karena darinya bisa dikembangkan sains dan teknologi untuk perkembangan
umat manusia dan dengan itu pula akan didapatkan pemahaman yang utuh dan
lengkap.
Adapun dan khusus ditujukan kepada para ilmuwan untuk mengkaji, namun
pada hakikatnya, mereka inilah yang diharapkan untuk terjun melakukan penelitian
dan mengkaji serta memahami makna-makna yang tersurat dan yang tersirat dari
ayat-ayat kawniyyah. Karena hanya orang-orang yang ahli dan mempunyai saran
serta kompetensi dalam bidangnyalah yang bisa dan mampu untuk menggali secara
lebih komprehensif dan teliti dalam melakukan tugas tersebut sehingga hasil dari
kajian dan penelitian tersebut akan benar-benar memberikan manfaat bagi umat
manusia.terhadap ayat-ayat kawniyyah dari ayat-ayat al-Qur’an, memang tidak ada
yang secara tegas
Demikian, besar harapan para ilmuwan-ilmuwan muslim tergerak dan
termotivasi untuk mengeksplorasi ayat-ayat al-Qur’an yang berdimensi ilmiah dan
berusaha menafsirkan serta menggali makna yang terkandung di dalamnya serta
menjadikannya sebagai inspirasi untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru
yang bermanfaat bagi umat manusia dan dengan semakin berkembangnya sains dan
teknologi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pernyataan diatas, maka muncul rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian dari tafsir al ma’sur dan tafsir bi ra’yi,?
2. Apa saja karakteristik dan siapa saja tokoh-tokoh mufasir dari tafsir al
ma’sur?
3. Apa Macam-macam tafsir bi ra’yi?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai beikut.
1. Menjelaskan pengertian dari tafsir al ma’sur dan tafsir bi ra’yi?
2. Menjelaskan karakteristik dan tokoh-tokoh mufasir dari tafsir al ma’sur?

4
3. Menjelaskan macam-macam tafsir bi ra’yi?

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tafsir bil Ma’tsur


2.1.1 Pengertian Tafsir bil Ma’tsur.
Tafsir bil ma’tsur adalah menjelaskan makna-makna ayat Al-qur’an dan
menguraikannya dengan apa yang ada didalam al-qur’an, sunnah shahihah atau
pendapat para sahabat. Dengan demikian, sumber tafsir bil ma’tsur ada tiga :
1. Al- qur’an al-karim.
2. Sunnah Nabawiyah yang shahih.
3. Pendapat para sahabat.
Adapun pendapat para tabi’in, ada perbedaan pendapat, apakah ia termasuk
sumber tafsir bil ma’tsur atau termasuk sumber.1 Nabi Muhammad SAW bukan
hanya bertugas menyampaikan Al-Qur’an, melainkan sekaligus menjelaskannya
kepada umat sebagaimana ditegaskan Allah
Didalam surat An-Nahl ayat 44 :
ِ َّ‫لَ ْي ِه ْم َوأَ ْنزَ ْلنَا إِلَ ْيكَ ال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬
…..‫اس َما نُ ِّز َل‬
“…dan kami turunkan kepadamu al-dzikr (Al-qu’an), agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka…”
Dan surat An-Nahl ayat 64 :
ۡ ‫ب اِاَّل لِتُبَیِّنَ لَہُ ُم الَّ ِذی‬
‫اختَلَفُ ۡوا فِ ۡی ِہ‬ َ ‫َو َم ۤا اَ ۡنزَ ۡلنَا َعلَ ۡی‬
َ ‫ک ۡال ِک ٰت‬
“dan kami tidak menurunkan kepadamu al-kitab (al-qur’an) ini, Melainkan agar
kamu menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan didalamnya.”
Kecuali penafsiran dari nabi SAW, ayat-ayat tertentu juga berfungsi
menafsirkan ayat yang lain. Ada yang langsung ditunjukkan oleh Nabi bahwa ayat-
ayat tersebut ditafsirkan oleh ayat lain, ini masuk kelompok tafsir bil mat’sur (tafsir
melalui riwayat) seperti kata zhulm (aniaya) didalam al-An’am ayat 82:
ٓ
َ‫وا َولَ ْم يَ ْلبِس ُٓو ۟ا إِي ٰ َمنَهُم ِبظُ ْل ٍم أُ ۟و ٰلَئِكَ لَهُ ُم ٱأْل َ ْمنُ َوهُم ُّم ْهتَ ُدون‬
۟ ُ‫ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
َ
Ditafsirkan oleh rasul Allah dengan syirk (menyekutukan Allah) yang terdapat di
dalam surat luqman ayat 13:
ِ ‫اَل تُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ ۖ إِ َّن ال ِّشرْ كَ لَظُ ْل ٌم ع‬
‫َظيم‬

Ada pula yang ditunjukkan oleh ulama berdasarkan ijtihad, ini masuk
kategori tafsir bil ra’yi sebagaimana akan dibahas. Para sahabat menerima dan
meriwayatkan tafsir dari Nabi SAW secara musyafahat (dari mulut kemulut),
demikian pula generasi berikutnya, sampai dengan masa tadwin (pembukuan) ilmu-
ilmu islam, termasuk tafsir sekitar abad ke-3 H. cara penafsiran serupa itulah, yang
merupakan cikal bakal apa yang disebut tafsir bi al-ma’tsur atau disebut juga tafsir bi
al-riwayat. Dengan demikian, para sahabat umumnya dapat menafsirkan Al-qur’an.
Namun yang paling menonjol di antara mereka ada sepuluh orang yaitu “khalifah
yang empat, ibn mas’ud, ibn ‘abbas, ubay bin ka’ab, zayd bin tsa’bit, abu musa’ al-
asy’ari’, dan abd Allah bin al-zubayr”.2

1
Yunus hasan abidu. Tafsir Al-Qur’an. hlm 4-5.
2
Nashruddin Baidan. Metode penafsiran Al-qur’an. hlm 39-45.

6
Dinamai Bil Ma’tsur (dari kata “atsar” yang berarti sunnah, hadits, jejak,
peninggalan). Karena dalam melakukan penafsiran seorang mufasir menulusuri jejak
atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya, hingga zaman Nabi
Muhammad SAW.3 Tafsir bil ma’tsur adalah metode penafsiran dengan cara
mengutip atau mengambil rujukan pada Al-Quran, Hadist Nabi, kutipan sahabat serta
Tabi’in. Ditafsirkan dengan sunnah untuk menjelaskan kitabullah atau dengan
mengutip perkataan tokoh-tokoh besar Tabi’in karena didapatkan langsung dari para
sahabat Nabi. Beberapa contoh tafsir bil ma’tsur :
1) Penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.
Contoh seperti firman Allah :
‫ق َوال َّس َما ِء‬ ِ َّ‫َوالط‬
ِ ‫ار‬
4
“Demi langit dan yang dating dimalam hari”. (QS.Ath.Thariq:1).
‫َاب َعلَ ْي ِه ۚ إِنَّهُ ه َُو التَّوَّابُ ال َّر ِحي ُم‬ ٍ ‫فَتَلَقَّ ٰى آ َد ُم ِم ْن َربِّ ِه َكلِ َما‬
َ ‫ت فَت‬
“kemudian Adam memperoleh beberapa kalimat dari tuhannya (ia mohon ampun ).
Lalu Allah menerima tobatnya”. (QS.Al-Baqarah : 37).5

Ditafsirkan dengan firman Allah :

َ ُ‫ظلَ ْمنَا أَ ْنف‬


ِ ‫سنَا َوإِنْ لَ ْم تَ ْغفِ ْر لَنَا َوت َْر َح ْمنَا لَنَ ُكونَنَّ ِمنَ ا ْل َخا‬
َ‫س ِرين‬ َ ‫قَااَل َربَّنَا‬
”keduanya berkata, ya tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, jika
engkau tidak ampuni kesalahaan kami dan tidak engkau kasihani kami tentulah kami
orang yang merugi” QS. Al-A’raf : 23.
Penafsiran Al-Qur’an dengan Al-qur’an adalah bentuk tafsir yang tertinggi.
Keduanya tidak diragukan kebenarannya. Karena Allah SWT adalah sumber berita
yang paling benar, yang tidak mungkin tercampur dengan kebatilan. Adapun hikmah
Rasul adalah Al-qur’an , yakni untuk menjelaskan dan menyempurnakan.6

2) Penafsiran Al-Qur’an dengan Hadits.


Allah SWT berfirman :
‫َوأَ ِع ُّدوا لَهُ ْم َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم ِم ْن قُ َّو ٍة‬
“Hendaklah kamu sediakan untuk melawan mereka sekedar tenaga kekuatanmu..”.
(QS. Al-Anfal : 60).

Nabi SAW menafsirkan kata Al-quwwah dengan Ar-Ramyu yang artinya


panah. Sabda Nabi : “ingat, sesungguhnya, kekuatan adalah anak panah, ingat
sesungguhnya, kekuatan adalah anak panah”.

3) Tafsir sahabat, tabi’in


Sesungguhnya tafsir, para sahabat yang telah menyaksikan wahyu dan
turunnya adalah memiliki hukuman marfu’ artinya bahwa tafsir para sahabat
mempunyai hukum kedudukan yang sama dengan hadits Nabawi yang diangkat dari
Nabi Muhammad SAW dengan demikian tafsir sahabat termasuk ma’tsur.

3
http//agama.blogspot.com/2012/12/makalah-al-quran-metode-tafsir-bil.html (diakses pukul 18.15 tgl
04/02/2020)
4
Al-Kamil. Departemen agama. Semarang: CV Darus Sunnah.2002, hlm 69
5
Ibid, hlm 69
6
http://studipemikiranalquranhadits.wordpress.com/2013/11/29/tafsir-bil-mat’sur-dan-tafsir-bil-ra’yi/
(diakses pukul 19.42 tgl 04/02/2020)

7
Adapun tafsir dari Tabi’in ada perbedaan pendapat dikalangan ulama,
sebagian ulama berpendapat, tafsir itu termasuk ma’tsur, dikarenakan tabi’in
berjumpa dengan sahabat. Ada pula yang berpendapat tafsir itu sama saja dengan
tafsir bil ra’yi (penafsiran dengan pendapat). Artinya para tabi’in mempunyai
kedudukan yang sama dengan mufasir yang hanya menafsirkan berdasarkan kaidah
bahasa arab.

2.1.2 Karakteristik Tafsir bil Ma’tsur


Diketahui bahwa tafsir bil ma’tsur mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:7
a) Tafsir Al-qur’an yang dibatasi dengan menggunakan Al-qur’an, sunnah
nabi, tafsir sahabat, dan tafsir tabiin saja.

b) Bukan tafsir setelah masa tabi’in, karena sudah tercampur dengan ra’yi atau
rasio manusia yang dipengaruhi keadaan sekitarnya.

c) Jelas riwayat dan sanad-sanadnya.

Ada empat hal yang menjadi sumber penafsiran bil ma’tsur:


a) Al-qur’an, hanya Al-qur’an sendiri yang dipandang sebagai penafsir
terhadap Al-quran.

b) Hadits nabi Muhammad SAW, yang berfungsi sebagai mubayyin


(penjelasan) Al-qur’an.

c) Penjelasan sahabat, yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui


Al-qur’an.

d) Penjelasan tabi’in yang dianggap sebagai orang yang bertemu langsung


dengan sahabat nabi

2.1.3 Sejarah dan Perkembangan Tafsir bil Ma’tsur


Kegiatan pengumpulan tafsir pada mulanya sejalan dengan pengumpulan hadits,
sehingga tafsir pada masa itu merupakan bagian integral dari hadis. Itulah sebabnya
didalam kitab hadits seperti shahih al-bukhari, terdapat dua bab mengenai tafsir yaitu
kitab tafsir al-quran dan kitab fadha’il al-qur’an yang menurut al-fandi meliputi
seperdelapan bagian dari keseluruhan isi kitab hadits tersebut. Namun perlu diketahui
bahwa penafsiran Nabi itu terdiri atas dua kategori yakni:
a) Sudah terinci.
Ini biasanya menyangkut masalah ibadah seperti kewajiban shalat, zakat puasa,
haji, dan sebagainnya. Semua ini sudah terinci dan tak dapat dikembangkan lagi.
Artinya apa yang telah digariskan oleh Nabi saw berkenaan dengan masalah-masalah
ibadah tidak perlu ditafsirkan lagi tapi cukup dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
tersebut, tak boleh diubah sedikit pun
b) Garis besarnya atau pedoman dasar yang dapat dikembangkan oleh generasi
selanjutnya.
Ini biasanya berhubungan dengan masalah-masalah muamalah (kemasyarakatan)
seperti hukuaman, urusan kenegaraan, kekekluargaan, dan sebagainya. Dalam

7
http://agrinaa.blogspot.com/2012/makalah -al-quran-metode-tafsir-bil.html( diakses pukul 21.10 tgl
04/02/2020).

8
lapangan inilah diaktualisasikan dan diterapkan di tengah masyarakat sesuai dengan
tuntunan zaman. Dengan demikian, Al-qur’an akan selalu terus terasa modern dan
update serta mampu membimbing umat ke jalan yang benar. Di sinilah diperlukan
tafsir bil al-ra’yi yang berdasarkan Al-qur’an dan hadis bukan berdasarkan pemikiran
semata.8

Tafsir bil ma’tsur telah ada sejak zaman sahabat, dan ada beberapa sahabat yang
terkemuka dalam bidang ilmu tafsir yakni :
1) Abu Bakar ash Shidiq
2) Umar al Faruq
3) Usman Dzurnain (Usman bin Affan)
4) Ali bin Abi Thalib
5) Abdullah bin Masjud
6) Abdulallah bin Abbas
7) Ubay bin Ka’ab
8) Zaid bin Tsabit
9) Abu Musa al Asy’ary
10) Abdullah bin Nubail

2.1.4 Kodifikasi Tafsir bil Ma’tsur


Kodifikasi tafsir bil ma’tsur dimulai pada masa tabi’in, yang mulanya
dikodifikasikan sebagai salah satu bab dalam kitab-kitab hadits. Karena itu, ulama’
menganggap bahwa imam malik bin anas-lah pengkodifikasi ataupun penyusunnya.
Tafsir terus seperti itu sampai terpisah dari hadis dan menjadi ilmu mandiri, yang
menghimpun makna-makna ayat al-qur’an sesuai uruutan mushaf.
Pola baru penulisan tafsir ini dilakukan sejumlah ulama kedua di abad kedua
hijriyah. Tafsir mereka memuat pendapat sahabat dan tabi’in, di samping dari
Rasullah SAW. Di antaranya tafsir sufayan ibn uyainah, waki’ ibn al-jarah, imam
Bukhari dan lain-lain. Kemudian muncul thabaqah abad ketiga hijriah. Yang
terdepan di antara mereka adalah syeikhul muffasirin ibn jarir al-bayan yang
dianggap oleh para mufassir sebagai tafsir paling tinggi nilainya dan plaing awal
munculnya. Kemudian muncul ibn murdawaih, ibn al-mundzir dan lain-lain.
Kitab-kitab itu memiliki karakteristik adanya sanad riwayat sampai kepada
sahabat, tabi’in dan generasi sesudah mereka, sebagaimana ibn jarir juga melakukan
penyleksian terhadap pendapay-pendapat itu, yang akan dijelaskan kemudian. Al-
hafidh al-suyuti, setelah menuturkan mufassir-mufassir terkemuka dari kalangan
tabi’in, kemudian disusunlah kitab-kitab tafsir dengan membuang sanad-sanadnya.
Di dalamanya banyak sekali pendapat yang tidak dinisbatkan kepada pengucapannya,
yang shahih berbaur dengan yang tidak shahih dan orang yang menelaahnya akan
mengira semuanya shahih.
Sebagian diriwayatkan dan israliyat yang sebagaiannya berlawanan dengan
kemaksuman para nabi, bertentangan dengan akal sehat dan riwayat shahih. Semua
itu melemahkan niai tafsir ma’tsur. Berikut sebab – sebab kelemahan tafsir bil
ma’tsur antara lain: Tafsir bil ma’tsur adalah kekayaan yang tinggi nilainya, ketika
sanadnya shahih dan terhindar ‘illat. Adapun bila tidak memenuhi kriteria ini, maka
nilainya sangat rendah sampai bisa menurunkan tingkat dla’if atau ditolak. Yang

8
Manna’al-qaththan, Maba’hits fi’ ulum al-qur’an, mansyurat al-‘ashr al-hadits, 1973,hlm.342.

9
jelas tafsir Al-qur’an dengan al-qur’an atau tafsir al-qur’an dengan hadis nabi saw.
Tidak mengandung keraguan untuk diterima. Karena itu tidak ada perdebatan
mengenainya.
Tafsir Al-qur’an dengan pendapat sahabat atau tabi’in, maka ke dlaif-an mungkin
masuk ke dalamnya dari berbagai arah, yang secara garis besar dapat dikemukakan
sebagai berikut :
1) Banyaknya pemalsuan di bidang tafsir dengan apa yang disusupkan oleh
para musuh islam, seperti para zindik dari kalangan yahudi dan persi dan
pemahaman para pemilik madzhab menyimpang, seperti syi’ah,
mu’tazilah, khawarij dan lain-lain.
2) Masuknya israiliyat ke dalam tafsir. Banyak riwayat yang penuh dengan
israiliyat, banyak khurafat dan kebatilan. Ada juga yang berkaitan dengan
masalah-masalah akidah yang tidak boleh diambil dari dugaan semata
(yakni pendapat pribadi).
3) Pembuangan sanad, sebagai sebab utam yang menyebabkan ke-dla’if-an
tafsir bil ma’tsur dan tidak bisa dipegangi. Karena pembuangan sanad
telah menghilangkan nilai riwayat dan derajatnya.

2.1.5 Kitab-Kitab dan Tokoh Tafsir bil Ma’tsur


Banyak kitab tafsir bi; ma’sur yang telah ditulis. Sehingga dengan ini akan
disebutkan dan dijelaskan kitab yang popular, dan menjelaskan karakteristiknya,
sebagai berikut :
1. Jami’ al-bayan fi tafsir ma’tsur al-qur’an, karya ibn jarir al-thabrari (w.310 H)
2. Bahrul ulum, karya Abu al-laits al-samarqandi (w. 373 H).
3. Ma’alim al-tanzil, karya Abu Muhammad al-husain al-baghawi (w. 510).
4. Al-kasyf wa al-bayan an tafsir al-qur’an, karya Abu ishaq al-tsa’labi (w. 546 H).
5. Al-mubarrar al-wajiz fi tafsir al–kitab al-aziz, karya ibn athiyyah al-andalusi (w.
546 H).
6. Tafsir al-qur’an al-adhim, karya al-hafidh ibn katsir (w. 774 H).
7. Al-jawahir al-hisan fi tafsir al-qur’an, karya Abdurrahman al-tsa’alabi (w. 876
H).
8. Tafsir baqiy ,Karya ibn makhhlad al-andalusi al-quradhi, lahir 24 H.
9. Ashab al-nuzul li al-wahidi, karya al-imam al-wahidi al-naisaburi.
10. Al-nasikh wa al-mansukh, karya abu ja’far al-nahhas.

Berikut ini beberapa perincian beberapa jenis tafsir bi Ma’tsur


a) Tafsir Jami’al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an
 Sepintas tentang penulisnya
Beliau adalah Abu ja’far Muhammad ibn jarir ibn yazid ibn katsir ibn ghalib
al-thabari, warga Thabaristan, lahir tahun 224 H. Ia telah berkelana ke berbagai
kawasan untuk menuntut ilmu. Ia pernah pergi ke mesir, syam dan irak serta
berakhir di Baghdad. Beliau wafat dan dimakamkan tahun 310 H.
 Posisi intelektualnya
Ibn jarir bekunjung ke berbagai kawasan untuk menuntu ilmu dari sumber-
seumbernya , dari pangkal dan cabangnya, sehingga menjadi ilmuwan tiada duanya
pada masanya, baik dari segi ilmu, amal, hafalan kitabullah, pengetahuan tentang
makna-maknanya, nasikh mansukh-nya, sebab nuzulnya, dismaping paham tentang

10
sunnah dan jalur-jalurnya, ahli fiqih, menguasai pendapat para sahabat, tabi’in dan
generasi sesudah mereka.
Kitabnya, jami’ al-bayan fi tafsir al-qur’an, dinilai sebagai literature penting
dalam bidang tafsir bil ma’tsur, bakan dalam bidang tafsir bil ra’yi, karena
memadukan pendapat-pendapat dan mencari pendapat yang paling kuat, di samping
membuat istinbath dan wajah-wajah I’rab. Karena itu, kitabya merupakan kitab
paling agung, paling shahih dan paling lengkap, karena memuat pendaoat shabat
dan tabi’in. para pengkaji menilai karya beliau tidak ada duanya. Al- nawawi
berkata, belum ada karya yang sepadan dengan kitab tafsir ibnu jarir.
Mengenai metodenya, kitab ini dianggap sebagai dasar bagi semua jenis tafsir
karena adanya metode khas yang memadukan antar tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil
ra’yi disertai dengan pemilihan pendapat yang terkuat. Inilah karakteristik uatama
metode tafsir ibn jarir, namun demikian, ada sejumlah kritikan, antara lain :
1. Beliau menyebutkan isra’iliyat dalam tafsirnya
2. Umumnya ia tidak menyertakan penilaian secara shahih atau dla’if
terhadap sanad-sanadnya, meski Kdang-kadang beliau memposisikan
diri sebagai kritikus yang cermat.
3. Karya beliau terdiri dari tiga puluh jilid besar, beliau menulis di akhir
usianya, setelah memiliki kematangan ilmu, budaya dan pengetahuan.
Dengan demikian karya belia layak mendapat julukan syeikhul
mufassirin. Tafsir beliau telah menjadi induk kitab-kitab tafsir.

b) Tafsir Ibnu Katsir


 Tentang penulisnya
Beliau adalah al-imam al-hafidh imaduddin Abu a-fida’ ismail ibn Amr ibn
katsir a-qurasyi a-bash,ri kemudian al-dimasyqi. Beliau lah,ir tah,un 705 H. beliau
pindah ke Damaskus di saat usianya masih masih kecil. Beliau menuntut ilmu
kepada ulama disana. Beliau juga belajar kepada al-imam ibn Tamiyyah, dan
mendapatkan pengaruh darinya. Beliau wafat tahun 774 H. Beliau alim dan hujjah
dalam berbagai bidang ilmu yang paling menonjol adalah, bidang tafsir, hadis dan
tarikh. Al-hafidh ibn hajar berkata, beliau sibuk menelaah matan dan sanad hadis
dan menghimpun tafsir. Beliau menulis sebuah kitab yang besar tentang hukum,
tetapi tidak sesuai. Beliau juga menuis karya tentang tarikh yang diberinya judul al-
bidayah wa al-nihayah. Beliau juga menulis thabaqat al-syafi’iyyah dan menulis
syarkh al-bukhari. Beliau menjadi ulama panutan hafidh dan pilar ahli makna dan
kata.9
 Tentang kitabnya
Kitab tafsir al-qur’an al-adhim karya ibn katsir dianggap sebagai salah satu
tafsir bil ma’tsur yang paing shahih, tidak ada karya yang mendahuluinya kecuali
tafsir ibn jarir. Didalamnya meriwayatkan dari nabi saw, sahabat-sahabat, dan
tabi’in-tabi’in. beliau memilih riwayat-riwayat shahih dan atsar-atsar yang
didasarkan pada pemiliknya. Beliau termasuk mufassir yang sangat antusias
menafsirkan al-qur’an kemudian al-sunnah, pendapat sahabat dan tabi’in. beliau
banyak menyebutkan ayat-ayat yang sejalan maknanya dan saling menguatkan, lalu
membandingkan, menguatkan pendapat yang rajah dan melemahkan pendapat yang
lemah. Beliau juga berbicara tentang al-jarh wa al-ta’dil. Keistimewaannya beliau
9
Yunus Hasan Abidu.Tafisir Al-qur’an (Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir). Semarang: PT
Media Pusaka,2004, hlm 76-77

11
mengingatkan akan adanya isra’iliyat, karya beliau jauh dari hadis maudlu’. Beliau
banyak menyebutkan hadis dan atsar yang berkenaan dengan tema ayat. Tafsir ini
terdiri dari Sembilan jiid besar dan sudah dicetak dan ditahqiq

2.2 Tafsir bi Ar-Ra’yi


2.2.1 Latar Belakang Timbulnya Tafsir bi Ar-Ra’yi
Awalnya para ulama’ enggan menafsirkan Al-Qur’an apalagi ada atsar yang
menyatakan : “Barang siapa yang menafsirkan Al-Qur’an menurut ra’yu
(pendapat/akal), dan ia benar, maka ia telah salah”. Mereka kemudian menolak
segala bentuk penafsiran yang didasarkan pada ra’yu semata, kecuali yang emiliki
dasarnya atau memenuhi prsyaratan menurut standar mereka.
Namun demikian, mereka merasa tidak puas atas tafsiryang ada pada waktu
itu (tafsir bi al-matsur), sehingga mereka lari ke Israiliyyat. Namun, ini pun tidak
memuaskan mereka. Setelah itu, muncul berbagai goongan dalam Islam dan setiap
golongan berusaha untuk memahami Al-Qur’an sesuai standar masing-masing dari
mereka berdasarkan ra’yu.10
Selain itu Islam mengalami perluasan dan perkembangan ke berbagai daerah,
sehingga terjadi pula perkembangan pengetahuan keislaman dengan berbagai macam
ragamnya. Demikian pula para ulama’ semakin mendalami ilmu-ilmu yang
ditekuninya yang ditandai dengan munculnya berbagai hasil karya ilmiah mereka,
termasuk tafsir Al-Qur’an dengan berbagai macam corak dan orientasi sesuai dengan
latar belakang ilmu mereka.
Munculnya berbagai corak penafsiran Al-Qur’an tersebut disebabkan
kenyataan bahwa kalangan mufasir yang menguasai ilmu-ilmu lain, seperti fiqih,
bahasa, filsafat, falak, kedokteran, ilmu kalam, dan sebagainya. Selain itu, Al-Qur’an
diturunkan bukan hanya untuk Muhammad dan masanya, tetapi untuk umat
seterusnya. Pemahaman umat sekarang terhadap Al-Qur’an tentu berbeda dengan
penafsiran umat terdahulu.11
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika muncul para mufasir yang
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an denagn menonjolkan pembahasannya berdasarkan
ilmu-ilmu lain yang mereka kuasai. Misalnya Az-Zamakhsyari dalam segi ilmu
balaghah, Ar-Qurtubi dalam perincian hukum syara’, Abi Su’ud dalam keindahan
bahasa dan susunannya, An-Nasafi dalam macam-macam ilmu qiraat serta Ar-Razi
dalam berbagai pemahaman ilmu kalam dan filsafat. Dengan demikian terbitlah
berbagai kitab tafsir dimana peran ijtihad dan ra’yu para mufasirnya tampak sangat
jelas.12

2.2.2 Pengertian dan Pembagian Tafsir bi Ar-Ra’yi


Tafsir bi Ra’yi adalah penjelasan-penjelasan yang bersendi kepada ijtihad dan
akal, berpegang kepada kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat orang arab dalam
mempergunakan bahasanya. Lebih lanjut, Al- Farmawi memberikan pengertian
tentang tafsir bi ar-ra’yi yang lebih terperinci dan membaginya pada dua bagian,
yakni :

10
Ahmad Al-Syarbasi, Qishashat Al- Tafsir Al-Qaahirah: Daar Al Qalam, 1962, hlm. 39-41
11
Rachmat Syafe’i. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.2006, hlm 242-243
12
Al- Zahaby, Muhammad Husein, Tafsir wa Al- Mufassirun, Cairo : Dar Al-Kutub Al-Hadist, 1961,
hlm 149 jilid 1.

12
a. Tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji dan dapat diterima, yaitu apabila mufasirnya
telah memenuhi syarat-syarat yang telah disepakati bagi seorang mufasir serta
meninggalkan lima hal yang terlarang baginya
b. Tafsir bi ar-ra’yi yang tercela dan tak dapat diterima, yaitu apabila
mufasirnya tidak dapat memnuhi syarat-syarat bagi seorang mufasir serta
tidak terlepas dari lima hal yang terlarang tersebut.

Syarat-syarat yang ditetapkan oleh jumhur mufasirin bagi tafsir bi ar-ra’yi


tampaknya merupakan jalan keluar dari perbedaan pendapat yang terjadi di antara
para ulama’, yakni di satu pihak yang membolehkan penafsiran bi ra’yi dengan
dalilnya antara lain bahwa Al-Qur’an sendiri yang mendorong untuk menggunakan
ijtihad atau ra’yu dalam merenungkan arti ayat-ayat dan memahami pokok-pokok
kandungannya, sesuai dengan Surat Muhammad ayat 24 dan Surat Shad ayat 29 yang
artinya13 :
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka
terkunci” (QS. Muhammad : 24)
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-
orang yang mempunyai fikiran” (QS Shad : 29)
Sementara ulama’ yang menolak pemakaian tafsir bi ar-Ra’yi adalah untuk
menghindari terjadinya penafsiran Al-Qur’an oleh orang-orang yang tidak
mempunyai pengetahuan tentang ilmu bahasa Arab dan pokok-pokok agama, atau
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an hanya untuk mendukung hawa nafsunya saja.
Sedangkan prinsp-prinsip yang disepakati oleh kalangan Sunni dan Mu’tazilah dala
penafsiran Al-Qur’an adalah :
a. Penafsiran harus sesuai dengan dengan pengertian bahasa
b. Ayat yang mutasyabih ditafsirkan oleh ayat yang muhkam
c. Ketika menafsirkan suatu ayat tidak mengabaikan riwayat
d. Tidak taasub pada golongan
Adz-Dzahabi mengemukakan beberapa sumber yang harus dijadikan rujukan
oleh seorang mufasir yang menggunakan atau ra’yu-nya agar tafsirnya dapat
diterima. Sumber-sumber dimaksud adalah14 :
a. Al-Qur’an
Dalam menafsirkan suatu ayat, mufasir bersangkutan harus lebih dahulu
menguasai dan meneliti ayat-ayat lain yang berkaitan, terdapat ayat sebagai
mubayyin atau mufasir, bagi ayat-ayat yang sedang diteliti. Inilah yang
dimaksud dengan menafsirkan ayat denagn ayat
b. Hadis Rasulullah SAW yang ada kaitannya dengan ayat yang akan
ditafsirkan. Ketika ditemukan hadis shahih yang menafsirkan ayat tersebut,
hadis itulah yang harus dipegang bukan ijtihad mufasir
c. Qaul al-sahabi, yakni riwayat shahih yang bersumber dari sahabat tentang
penafsiran suatu ayat yang harus dipegang sebelum menggunakan ra’yu
mufasir

13
Ahmad Al-Syarbasi, Qishashat Al- Tafsir. Al-Qaahirah: Daar Al Qalam, 1962, hlm. 39-41
14
Abdul Majid, Abdul Salam Al Muhtasib, Iijtihad Al-Tafsir fi Al-Ashr Al-Hadis, Beirut: Daar Al
Fikr,1973, hlm 153

13
d. Kaida-kaidah yang telah ditetapkan dalam bahasa Arab. Tidak diperbolehkan
menafsirkan dengan ijtihad yang bertentangan dengan kaidah-kaidah bahasa
Arab
e. Penafsiran dengan ijtihad tidak boleh menyimpang dari makna yang
dimaksud dan dikehendaki oleh susunan kata-kata dalam ayat tersebut.
Dengan demikian, dapat disebutkan bahwa ciri tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji
dan dapat diterima tidak pernah mengabaikan bahan-bahan yang ditetapkan
secara riwayat. Sebaliknya tafsir bi ar-ra’yi yang tercela ditolak karena
mengabaikan bahan-bahan riwayat tersebut.

2.2.3 Perkembangan Tafsir bi Ar-Ra’yi


Tafsir bi al-ra‟yi muncul pada awal masa pemerintahan Bani
Umayyah.sejarah awal mula munculnya tafsir bi al-ra‟yi sangat di pengaruhi
oleh kondisi politik di masa itu, sehingga di antara mereka ada yang menulis
tafsirnyadengan ungkapan yang indah dan menyusupkan madzhabnya ke dalam
untaiankalimat yang dapat memperdaya banyak orang sebagaimana dilakukan
penulis Tafsir al-kassyaf dalam menyisipkan paham ke-mu‟tazila-annya.
Tafsir bi ra’yi mulai berkembang sekitar abad ke-3 H. Corak penafsiran
sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing; Kaum fuqaha (ahli fikih)
menafsirkannya dari sudut hukum fikih, seperti yang dilakukan oleh Jashshash,
al-Qurthubi, dan lain-lain; kaum teolog menafsirkannya dari sudut pemahaman
teologis seperti al-Kasysyaf karangan al-Zamakhsyari; dan kaum sufi juga
menafsirkan Alquran menurut pemahaman dan pengalaman bathin mereka
seperti tafsir al-Quran al- ‘Azhim oleh al-Tustari, Futuhat Makkiyat oleh Ibnu
Arabi, dan lain-lain. Pendek kata, corak tafsir bi al-ra’yi ini muncul di kalangan
ulama-ulama mutaakhirin; sehingga di abad modern lahir lagi tafsir menurut
tinjauan sosiologis dan sastra Arab seperti Tafsir Al-Manar; dan dalam bidang
sains muncul pula karya Jawahir Thanthawi dengan judul Tafsir al-Jawahir.
Melihat perkembangan tafsir bi al-ra’yi yang demikian pesat, maka
tepatlah apa yang dikatakan Manna’ al-Qaththan bahwa tafsir bi al-ra’yi
mengalahkan perkembangan al-ma’tsur. Meskipun tafsir bi al-ra’yi berkembang
dengan pesat, namun dalam menerimanya para ulama terbagi 2, ada yang
membolehkan dan ada yang melarangnya, tetapi setelah diteliti, ternyata kedua
pendapat yang bertentangan itu hanya bersifat lafzhi – redaksional. Maksudnya
kedua belah pihak sama-sama mencela penafsiran berdasarkan ra’yu – pemikiran
– semata tanpa mengindahkan kaidah-kaidah dan kriteria yang berlaku.
Penafsiran yang serupa inilah yang diharamkan Ibnu Taymiyah, bahkan Imam
Ahmad bin Hanbal menyatakannya sebagai tidak berdasar. Sebaliknya,

14
keduanya sepakat membolehkan penafsiran Alquran dengan sunah Rasul serta
dengan kaidah-kaidah yang mu’tabarah – diakui saha secara bersama15.
Adapun hadits-hadits yang menyatakan bahwa para ulama salaf lebih
suka diam ketimbang menafsirkan Alquran, sebagaimana dapat dipahami dari
ucapan Abu Bakar bahwa tidak dapat dijadikan dalil untuk melarang tafsir bi al-
ra’yi sebab sebagaimana ditulis oleh Ibnu Taymiyah: “Mereka senantiasa
membicarakan apa-apa yang mereka ketahui dan mereka diam pada hal-hal yang
tidak mereka ketahui. Inilah kewajiban setiap orang – lanjutnya – ia harus diam
kalau tidak tahu, dan sebaliknya harus menjawab jika ditanya tentang sesuatu
yang diketahuinya”. Jadi diamnya ulama salaf dari penafsiran suatu ayat bukan
arena tidak mau menafsirkannya dan bukan pula karena dilarang
menafsirkannya, melainkan karena kesangat hati-hatian mereka supaya tidak
masuk ke dalam apa yang disebut dengan takhmin – perkiraan, spekulasi –
dalam menafsirkan Alquran.
Untuk menghindari terjadi spekulasi dalam penafsiran, maka para ulama
tafsir menetapkan sejumlah kaidah dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh
seorang mufassir serta metode penafsiran yang harus dikuasainya. Jadi jelaslah,
secara garis besar perkembangan tafsir sejak dulu sampai sekarang adalah
melalui 2 jalur, yaitu al-Ma’tsur – melalui riwayat – dan al-ra’yi – melalui
pemikiran atau ijtihad. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ma’tsur dan
ra’yi merupakan bentuk atau jenis tafsir, bukan metode atau corak tafsir16.

2.2.4 Macam-Macam Tafsir bi Ar-Ra’yi


Mengingat tafsir bi al-ra’yi lebih menekankan sumber penafsirannya
pada kekuatan bahasa dan akal pikiran mufassir, maka para ahli ilmu tafsir
membedakan tafsir bi al-ra’yi ke dalam 2 macam yaitu: tafsir bi al-ra’yi yang
terpuji (al-tafsir al-mahmud) dan tafsir bi al-ra’yi yang tercela ( al-tafsir al-
madzmum)17.

2.2.4.1 TafsirAl-Mahmud (Yang terpuji)


Tafsir Mahmud ialah tafsir yang sesuai dengan tujuan syara’, jauh dari
kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta
berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks Al-Qur’an.

15
Sofyan ,Irfan dkk, 2017/2018, Tafsir bil al Ra‟yi,[online],(https://www.
academia.edu/34950348/Makalah_Tafsir_Bi_Al_Rayi), diakses pada hari Minggu, 07 Febuari
2021.Hal.6/14.

16
Yana,Rendi Fitra dkk. 2020. Tafsir Bil Ra’yi.Universitas Al Washliyah Labuhan batu Rantau prapat,
Indonesia.Volume 02, No 01, Maret 2020. Hal.2-3.
17
Qaththan, Syaikh Manna’, “Pengantar Studi Ilmu Alquran”, terj. H. Aqunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA.

15
Barangsiapa menafsirkan Al-Qur’an menurut ra’yunya dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut dengan berpegang pada
makna-makna Al-qur’an maka penafsirannya dapatdiambil serta patut
dinamai dengan tafsir mahmud atau tafsir masyru (berdasarkan syari’at).18
Tafsir bi al-ra’yi yang terpuji yaitu tafsir Mahmud yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Sesuai dengan tujuan al-Syari’ (Allah SWT)
2. Jauh atau terhindar dari kesesatan
3. Dibangun atas dasar kaidah-kaidah kebahasaan – bahasa Arab – yang
tepat dengan mempraktekkan gaya bahasa – uslubnya – dalam
memahami nash-nash Alquran.
4. Tidak mengabaikan – memperhatikan – kaidah-kaidah penafsiran
yang sangat penting seperti memperhatikan asbabun nuzul, ilmu
munasabah dan lain-lain saran yang dibutuhkan oleh mufassir.
Tafsir bi al-ra’yi seperti inilah yang tergolong tafsir yang baik lagi
terpuji dan layak digunakan, juga sering dijuluki dengan al-Tafsir al-Masyru’
– tafsir yang disyari’atkan19.
Contoh tafsir mahmud ialah menafsirkan kata al-qalam (‫ )القلم‬misalnya
dalam surat Al-Alaq ayat 4 dan surat al-Qalam ayat 2. Kata al-qalam oleh
para mufassir klasik (salaf), bahkan mufassir kontemporer (khalaf) sekalipun
umum diartikan dengan pena. Penafsiran demikian tentu saja tidak salah
mengingat alat tulis yang paling tua usianya yang dikenal manusia adalah
pena. Tapi untuk penafsiran kata qalamun / al-qalam dengan alat-alat tulis
yang lain seperti pensil, pulpen, spidol, mesin tik, mesin stensil, dan komputer
pada zaman sekarang, agaknya juga tidak bisa disalahkan mrngingat arti asal
dari kata qalamun seperti dapat dilihat dalam berbagai kamus adalah alat yang
digunakan untuk menulis. Dan kita tahu bahwa alat-alat tulis itu sendiri
banyak jenisnya mulai dari pena, gerip, pensil, pulpen, dan lain-lain; hingga
kepada mesin tik, mesin stensil dan komputer. Jadi lebih tepat memang jika
menafsirkan kata al-qalam dengan alat-alat tulis yang menggambarkan
kemajuan dan keluasan wawasan alquran tentang ilmu pengetahuan dan
teknologi daripada sekedar mengartikannya dengan pena yang bisa jadi hanya
menyimbolkan kesederhanaan dunia tulis-menulis di saat-saat alquran
mengalami proses penurunannya. Jika pengertian pena untuk kata qalamun /
al-qalam ini masih tetap dipertahankan hingga sekarang, maka seolah-olah
18
Baidan, Nashruddin, Prof, Dr, 2002, Metode Penafsiran Alquran, Kajian Kritis Terhadap Ayat-Ayat
yang Beredaksi Mirip, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
19
Qaththan, Manna’ al-, 1973, Mabahits fi Ulumi Alquran, Manshurat al-Ashr al-Hadits

16
hanya menggambarkan keterbatasan dan kejumudan dunia tulis menulis yang
pada akhirnya menunjukkan kebekuan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.2.4.2 Tafsir Al-Madzmum (Yang Tercela)


Tafsir mazmum yaitu bila Al-Qur’an ditafsirkan tanpa ilmu atau
menurut sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan
syariat, atau Kalam Allah ditafsirkan menurut pendapat yang salah dan sesat.
Ash-shaabuuny mengatakan; Bila seseorang tidak memahami kaidah-kaidah
dan pokok-pokoknya, ia akan berjalan sebagaimana unta buta yang otaknya
miring dan pemahamannya picik. Begitu pula orang yang tidak memahami
tujuan syara’, ia pun akan terjerumus dalam lembah kejahatan dan
kesesatan.20
Tafsir bi al-ra’yi yang tercela yaitu tafsir Madzmum memiliki ciri-ciri
penafsirannya sebagai berikut :
1. Mufassirnya tidak mempunyai keilmuan yang memadai – bodoh.
2. Tidak didasarkan pada kaidah-kaidah keilmuan
3. Menafsirkan Alquran dengan semata-mata mengandalkan
kecenderungan hawa nafsu.
4. Mengabaikan aturan-aturan bahasa Arab dan aturan syari’ah yang
menyebabkan penafsirannya menjadi rusak, sesat dan
menyesatkan. Itulah sebabnya mengapa tafsir seperti ini disebut
pula dengan al-tafsir al-bathil. Bahkan tidak jarang digabung
menjadi tafsir madzmum yang bathil.
Tafsir mazmum yaitu bila Al-Qur’an ditafsirkan tanpa ilmu atau
menurut sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan
syariat, atau Kalam Allah ditafsirkan menurut pendapat yang salah dan sesat.
Ash-shaabuuny mengatakan; Bila seseorang tidak memahami kaidah-kaidah
dan pokok-pokoknya, ia akan berjalan sebagaimana unta buta yang otaknya
miring dan pemahamannya picik. Begitu pula orang yang tidak memahami
tujuan syara’, ia pun akan terjerumus dalam lembah kejahatan dan
kesesatan.21
Contohnya orang yang mengambil kesimpulan ayat secara lahir dari firman
Allah:
): ‫ومن كان فى هذه اعمى فهو فى االخرة اعمى واضل سبيال (االسراء‬
Artinya;

20
Baidan, Nashruddin, Prof, Dr, 2002, Metode Penafsiran Alquran, Kajian Kritis Terhadap Ayat-Ayat
yang Beredaksi Mirip, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
21
Madjid, Nor Khalis, 1998, Kaki Langit Peradaban Islam, (ed) alqbal Abdurraufsaimima, Jakarta: Pustaka Panjimas.

17
“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nant)i
ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan yang benar”.(QS. Al-
Isra: 72)
Ia menetapkan bahwa setiap orang yang buta adalah celaka dan rugi serta
akan masuk neraka jahanam. Padahal yang dimaksud buta disini bukanlah
buta mata, tetapi buta hati, berdasarkan alasan firman Allah:
):‫فانها ال تعمى االبصار ولكن تعمى القلوب التى فى الصدور (الحج‬
Artinya;
“... Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah
hati dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)

Ayat Al-Quran yang jika ditafsirkan oleh orang yang bodoh akan menjadi
rusak maksudnya.
‫لَو َم ْن َكا َن فِي َه ِ ِذه أَ ْع َمى فَهُ َو فِي ْ ْا َل ِخ َر ِة أَ ْع َمى َوأَ َض ُّل َسبِ ًي‬
Artinya:
“Barang siapa yang buta (hatinya)di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia
akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan yang benar.” (Q.S. Al-Isra :
72)
Ia menetapkan bahwa setiap orang yang buta (‫ )م َى ْع َأ‬adalah celaka dan rugi
serta akan masuk neraka jahanam.
Padahal yang dimasud dengan buta di sini bukan mata, tetapi buta hati
berdasarkan alasan firman Allah.
‫فَإ ِ َّن َها َال تَ ْع َمى ْ ْا َل ْب َصا ُر َو َل ِك ْن تَ ْع َمى ْالقُلُو ُب الَّتِي فِي ال ُّصُدو ِر‬
Artinya:
“……Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta
ialah hati dalam dada.” (Q.S. Al- Hajj : 46)

2.2.5 Status Tafsir bi Ar-Ra’yi Menurut Syeh Mana Khalil Al- Qattan
Menafsirkan Qur`an dengan ra`yi dan ijtihad semata tanpa ada dasar
yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan. Allah berfirman:‫ م‬22
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak" َ‫َوال تَ ْق ُف َما َل ْي‬
ْ‫ل‬¹¹¹¹¹‫ب ِه ِع‬
ِ ‫ َس َل َك‬mempunyai pengetahuan tentangnya.” (a-Isra’ [17]:36).
Rasulullah bersabda: "Barang siapa berkata tentang Qur'an menurut
pendapatnya sendiri atau menurut apa yang tidak diketahuinya. hendaklah ia
menempati tempat duduknya di dalam neraka.” Dalam redaksi lain dinyatakan,
"Barangsiapa berkata tentang Qur’an dengan ra’yunya, walaupun ternyata
benar, ia telah melakukan kesalahan.”
22
Syirbashi, Ahmad Asy-, 1996, Sejarah Tafsir Quran, Jakarta: Pustaka Firdaus. Suma, H. Muhammad Amin, Prof, Dr, MA

18
Oleh karena itu, golongan salaf berkeberatan, enggan, untuk
menafsirkan Qur’an dengan sesuatu yang tidak mareka ketahui. Dari Yahya bin
Sa‘id diriwayalkan, dari Sa‘id bin al-Musayyalu, apabila ia ditanya tentang
tafsir sesuatu ayat Qur’an maka ia menjawab: "Kami tidak akan mengatakan
sesuatu pun tentang Qur`an.”
Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam meriwayatkan, Abu Bakar Siddiq
parnah ditanya tentang maksud kata aI-abb dalam firman Allah, wa fakihatan
wa abban (‘Abasa [80]:3l). Ia menjawab, “Langit manakah yang akan
menaungiku dan bumi manakah yang akan menyanggaku, jika aku mengatakan
tentang Kalamullah sesuatu yang tidak aku ketahui'?”

2.2.6 Beberapa Contoh Kitab Tafsir bi Al-Ra’yi


Beberapa contoh kitab tafsir bi al-ra’yi yang sangat besar manfaatnya
bagi perkembangan tafsir ilmu tafsir, di antaranya ialah :
1) Mafatih al-Ghaib (Kunci-Kunci Keghaiban) juga umumdisebut dengan
Tafsir al-Kabir, karangan Muhammad al-Razi Fakhr al-Din (544-604
H/1149-1207 M), sebanyak 17 jilid sekitar 32.000 – 36.200 halaman tidak
termasuk indeks.
2) Tafsir al-Jalalayn (Tafsir dua orang Jalal), karya Jalal al-Din al-Mahalli (w.
864 H/1459 M) dan Jalal alDin Abd al-Rahman al-Suyuthi (849-911
H/1445-1505 M).
3) Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil (Sinar Alquran dan Rahasia-Rahasia
Penakwilannya), buah pena al-Imam al-Qashadhi Nashr al-Din Abi Sa’id
Abd Allah Ali Umar bin Muhammad al-Syairazi al-Baidhawi (w. 791 H/
1388 M).
4) Irsyad al-Aql al-Salim ila Mazaya Alquran al-Karim (Petunjuk akal yang
selamat menuju kepada keistimewaan Alquran yang Mulia) tulisan Abu
Al-Sa’ud Muhammad bin Muhammad Mushthafa al-‘Ammadi (w. 951
H/1544 M).
5) Ruh al-Ma’ani (Jiwa makna-makna Alquran), dengan muallif – pengarang
– al-Allamah Syihab al-Din al-Alusi (w. 1270 H/1853 M).
6) Ghara’ib Alquran wa Ragha’ib al-Furqan (Kata-kata Asing dalam Alquran
dan yang menggelitik dalam al-Furqan), karya Nizham al-Din al-Hasan
Muhamamd al-Naysaburi (w. 728 H/1328 M).
7) Al-Siraj al-Munir fi al-I’anah ‘Ala Ma’rifati Kalami Rabbina al-Khabir
(Lampu yang bersinar untuk membantu memahami firman Allah Yang
Maha Tahu), haisl jerih payah Abu al-Barakat Abd Allah bin Muhammad
bin mahmud al-Nasafi (w. 710 H/1310 M).

19
8) Tafsir al-Khozin lebih populer dengan nama Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-
Tanzil (Pilihan penakwilan tentang makna-makna Alquran), susunan ‘Ala
al-Din Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi yang lebih masyhur
dengan panggilan al-Khozin (544-604 H/1149-1207 M). Tafsir ini terdiri
atas 4 jilid dengan tebal halaman antara 2160 – 2250.
9) Tafsir Ruh al-Bayan (Tafsir Jiwa yang menerangkan), karya al-Imam al-
Syekh Ismail Haqqi al-Barusawi (w. 1137 H/ 1724 M), setebal 10 jilid
dengan jumlah halaman sekitar 4400.
10) Al-Tibyan fi Tafsir Alquran (Keterangan dalam Menafsirkan Alquran), 10
jilid dengan jumlah halaman 4440, disusun oleh Syekh Abu Ja’far
Muhamamd bil al-Hasan al-Thusi (385-460 H/995-1067 M).
11) Zad al-Masir fi ‘Ilm al-Tafsir (Bekal perjalanan dalam Ilmu Tafsir), setebal
2768 halaman dalam 8 jilid hasil usaha al-Imam al-Abi al-Faraj Jamal al-
Din ‘Abd al-Rahman bin Ali bin Muhammad al-Jawzi al-Quraysi al-
Baghdadi (597 H/1200 M).

2.2.7 Karya-Karya Kitab Tafsir bi Ar-Ra’yi :


1) Tafsir Abdurrahman bin Kaisan al-Asam
2) Tafsir Abu ‘Ali al-Juba’i
3) Tafsir Abdul Jabbar
4) Tafsir az-Zamakhsyari, al-Kasyaf ‘an Haqa’iqi Gawamidit Tanzil wa
“uyanil Aqawil fi Wujuhit Ta’wil
5) Tafsir Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Ghaib
6) Tafsir an-Nasafi, Madarikut Tanzil wa Haqaiqut Ta’wil
7) Tafsir al-Khazin, Lubabut Ta’wil fi Ma’ani Tanzil
8) Tafsir Abu Hayyan, al-Bahrul Muhit
9) Tafsir al-Baidlawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil
10) Tafsir al-Jalalain, jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tafsir bil ma’tsur pada hakekatnya merupakan tafsir Alquran dengan Alquran
sendiri, atau dengan Sunah Nabi, atau dengan perkataan sahabat, atau dengan tabi’in.

20
Ma’tsur dari Nabi, atau sahabat, atau tabi’in haruslah diteliti dan dicermati secara
ketat agar si mufassir terhindar dari riwayat-riwayat yang kurang kuat atau israiliyat
dalam menafsirkan Alquran. Sedangkan Tafsir bi Ra’yi adalah penjelasan-penjelasan
yang bersendi kepada ijtihad dan akal, berpegang kepada kaidah-kaidah bahasa dan
adat istiadat orang arab dalam mempergunakan bahasanya.
Syarat-syarat yang ditetapkan oleh jumhur mufasirin bagi tafsir bi ar-ra’yi
tampaknya merupakan jalan keluar dari perbedaan pendapat yang terjadi di antara
para ulama’, yakni di satu pihak yang membolehkan penafsiran bi ra’yi dengan
dalilnya antara lain bahwa Al-Qur’an sendiri yang mendorong untuk menggunakan
ijtihad atau ra’yu dalam merenungkan arti ayat-ayat dan memahami pokok-pokok
kandungannya.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulisan jauh dari kata sempurna, kedepannya penulisan
akan lebih Fokus dan delail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber- sumber yang lebih banyak yang tentu dapat di pertanggung jawabkan

DAFTAR PUSTAKA

Al-Kamil. 2002. Departemen Agama. Semarang: CV Darus Sunnah.


Al-Qaththan, Manna’.1973. Maba’hits Fi’ Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al
Al-Syarbasi, Ahmad.1962. Qishashat Al- Tafsir. Al-Qaahirah: Daar Al Qalam

21
Al-Zahaby, Muhammad Husein.1961. Tafsir wa Al- Mufassirun. Cairo : Dar Al
Anwar, Rosihon. 2009. Pengantar Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia.
Baidan, Nashruddin, Prof, Dr. 2002. Metode Penafsiran Alquran, Kajian Kritis
Terhadap Ayat-Ayat yang Beredaksi Mirip. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baidan, Nashrudin. 2002. Metode Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka
Beirut DaarAl-Fikr.
Dzahabi, Muhammad Husain. 1976. Al-Tafsir wa al-Mufassirun, juz I.
Hadits. Jakarta: Litera Antar Nusa.
Hasan,Yunus Abidu .2004. Tafisir Al-Qur’an (Sejarah Tafsir Dan Metode Para
http//agama.blogspot.com/2012/12/makalah-al-quran-metode-tafsir-bil.html
http://agrinaa.blogspot.com/2012/makalah -al-quran-metode-tafsir-bil.html
Iffat Asy-Syarqawi, ittjjahat At-Tafsir fi Mishr fi Al-Ashr Al-Hadis, (Al-Qahirat
Kutub Al Hadist.
Madjid, Nor Khalis. 1998. Kaki Langit Peradaban Islam, (ed) alqbal
Abdurraufsaimima, Jakarta: Pustaka Panjimas.
Majid, Abdul ,Abdul Salam Al Muhtasib.1973. Ijtihad Al-Tafsir fi Al-Ashr Al-Hadis.
Maktabat Al-Nahdat Al-Mishriyat,t.t.) Manar. Juz I Al-Qahirat: Dar Al-Manar.
Manzhur, Ibn, Lisan al-Arab, Beirut: Dar Shadir, V, Mufasir).Semarang: PT Media
Pusaka.
Muhammad, As-Sayyid ,Rasyid Ridha.1375 H. Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim (Al
Nor Ichwan, Mohammad.2004. Tafsir Ilmy. Yogyakarta : Menara Kudus Jogja.
Pelajar.
Pustaka Pelajar.
Qaththan, Manna’ al-, 1973, Mabahits fi Ulumi Alquran, Manshurat al-Ashr al-
Hadits
Qaththan, Syaikh Manna’, “Pengantar Studi Ilmu Alquran”, terj. H. Aqunur Rafiq El-
Mazni, Lc, MA.
Rohimin.2007. Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran. Yogyakarta:
Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra.
SH. 2001. Studi Ilmu-Ilmu Alquran 2. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Shiddieqy, Ash, Tengku Muhammad Hasbi. 1997. Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Sofyan ,Irfan dkk, 2017/2018, Tafsir bil al Ra‟yi,[online], (https://www.
academia.edu/34950348/Makalah_Tafsir_Bi_Al_Rayi), diakses pada hari
Minggu, 07 Febuari 2021
Syafe’i, Rachmat. 2006. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.
Syirbashi, Ahmad Asy-. 1996. Sejarah Tafsir Quran. Jakarta: Pustaka Firdaus. Suma,
H. Muhammad Amin, Prof, Dr, MA,

22
Yana, Rendi Fitra dkk. 2020. Tafsir Bil Ra’yi.Universitas Al Washliyah Labuhan
batu Rantau prapat, Indonesia.Volume 02, No 01, Maret 2020.

23

Anda mungkin juga menyukai