OLEH:
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Tafsir bi Al-Ma’tsur dan Tafsir bi Al-Ra’y” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadits. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang tafsir bi al-ma’tsur dan bi al-ra’y bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu, mata kuliah Studi
Al-Qur’an dan Hadits yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca maupun penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami sekelompok dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................4
1.3 Tujuan.................................................................................................................4
BAB II..........................................................................................................................5
PEMBAHASAN..........................................................................................................5
2.1 Tafsir bil Ma’tsur................................................................................................5
2.1.1 Pengertian Tafsir bil Ma’tsur.......................................................................5
2.1.2 Karakteristik Tafsir bil Ma’tsur...................................................................7
2.1.3 Sejarah dan Perkembangan Tafsir bil Ma’tsur............................................7
2.1.4 Kodifikasi Tafsir bil Ma’tsur.......................................................................8
2.1.5 Kitab-Kitab dan Tokoh Tafsir bil Ma’tsur...................................................9
2.2 Tafsir bi Ar-Ra’yi.............................................................................................11
2.2.1 Latar Belakang Timbulnya Tafsir bi Ar-Ra’yi..........................................11
2.2.2 Pengertian dan Pembagian Tafsir bi Ar-Ra’yi...........................................11
2.2.3 Perkembangan Tafsir bi Ar-Ra’yi..............................................................13
2.2.4 Macam-Macam Tafsir bi Ar-Ra’yi............................................................14
2.2.5 Status Tafsir bi Ar-Ra’yi Menurut Syeh Mana Khalil Al- Qattan.............17
2.2.6 Beberapa Contoh Kitab Tafsir bi Al-Ra’yi................................................18
2.2.7 Karya-Karya Kitab Tafsir bi Ar-Ra’yi :....................................................19
BAB III......................................................................................................................20
PENUTUP.................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................20
3.2 Saran.................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................21
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai beikut.
1. Menjelaskan pengertian dari tafsir al ma’sur dan tafsir bi ra’yi?
2. Menjelaskan karakteristik dan tokoh-tokoh mufasir dari tafsir al ma’sur?
4
3. Menjelaskan macam-macam tafsir bi ra’yi?
5
BAB II
PEMBAHASAN
Ada pula yang ditunjukkan oleh ulama berdasarkan ijtihad, ini masuk
kategori tafsir bil ra’yi sebagaimana akan dibahas. Para sahabat menerima dan
meriwayatkan tafsir dari Nabi SAW secara musyafahat (dari mulut kemulut),
demikian pula generasi berikutnya, sampai dengan masa tadwin (pembukuan) ilmu-
ilmu islam, termasuk tafsir sekitar abad ke-3 H. cara penafsiran serupa itulah, yang
merupakan cikal bakal apa yang disebut tafsir bi al-ma’tsur atau disebut juga tafsir bi
al-riwayat. Dengan demikian, para sahabat umumnya dapat menafsirkan Al-qur’an.
Namun yang paling menonjol di antara mereka ada sepuluh orang yaitu “khalifah
yang empat, ibn mas’ud, ibn ‘abbas, ubay bin ka’ab, zayd bin tsa’bit, abu musa’ al-
asy’ari’, dan abd Allah bin al-zubayr”.2
1
Yunus hasan abidu. Tafsir Al-Qur’an. hlm 4-5.
2
Nashruddin Baidan. Metode penafsiran Al-qur’an. hlm 39-45.
6
Dinamai Bil Ma’tsur (dari kata “atsar” yang berarti sunnah, hadits, jejak,
peninggalan). Karena dalam melakukan penafsiran seorang mufasir menulusuri jejak
atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya, hingga zaman Nabi
Muhammad SAW.3 Tafsir bil ma’tsur adalah metode penafsiran dengan cara
mengutip atau mengambil rujukan pada Al-Quran, Hadist Nabi, kutipan sahabat serta
Tabi’in. Ditafsirkan dengan sunnah untuk menjelaskan kitabullah atau dengan
mengutip perkataan tokoh-tokoh besar Tabi’in karena didapatkan langsung dari para
sahabat Nabi. Beberapa contoh tafsir bil ma’tsur :
1) Penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.
Contoh seperti firman Allah :
ق َوال َّس َما ِء ِ ََّوالط
ِ ار
4
“Demi langit dan yang dating dimalam hari”. (QS.Ath.Thariq:1).
َاب َعلَ ْي ِه ۚ إِنَّهُ ه َُو التَّوَّابُ ال َّر ِحي ُم ٍ فَتَلَقَّ ٰى آ َد ُم ِم ْن َربِّ ِه َكلِ َما
َ ت فَت
“kemudian Adam memperoleh beberapa kalimat dari tuhannya (ia mohon ampun ).
Lalu Allah menerima tobatnya”. (QS.Al-Baqarah : 37).5
3
http//agama.blogspot.com/2012/12/makalah-al-quran-metode-tafsir-bil.html (diakses pukul 18.15 tgl
04/02/2020)
4
Al-Kamil. Departemen agama. Semarang: CV Darus Sunnah.2002, hlm 69
5
Ibid, hlm 69
6
http://studipemikiranalquranhadits.wordpress.com/2013/11/29/tafsir-bil-mat’sur-dan-tafsir-bil-ra’yi/
(diakses pukul 19.42 tgl 04/02/2020)
7
Adapun tafsir dari Tabi’in ada perbedaan pendapat dikalangan ulama,
sebagian ulama berpendapat, tafsir itu termasuk ma’tsur, dikarenakan tabi’in
berjumpa dengan sahabat. Ada pula yang berpendapat tafsir itu sama saja dengan
tafsir bil ra’yi (penafsiran dengan pendapat). Artinya para tabi’in mempunyai
kedudukan yang sama dengan mufasir yang hanya menafsirkan berdasarkan kaidah
bahasa arab.
b) Bukan tafsir setelah masa tabi’in, karena sudah tercampur dengan ra’yi atau
rasio manusia yang dipengaruhi keadaan sekitarnya.
7
http://agrinaa.blogspot.com/2012/makalah -al-quran-metode-tafsir-bil.html( diakses pukul 21.10 tgl
04/02/2020).
8
lapangan inilah diaktualisasikan dan diterapkan di tengah masyarakat sesuai dengan
tuntunan zaman. Dengan demikian, Al-qur’an akan selalu terus terasa modern dan
update serta mampu membimbing umat ke jalan yang benar. Di sinilah diperlukan
tafsir bil al-ra’yi yang berdasarkan Al-qur’an dan hadis bukan berdasarkan pemikiran
semata.8
Tafsir bil ma’tsur telah ada sejak zaman sahabat, dan ada beberapa sahabat yang
terkemuka dalam bidang ilmu tafsir yakni :
1) Abu Bakar ash Shidiq
2) Umar al Faruq
3) Usman Dzurnain (Usman bin Affan)
4) Ali bin Abi Thalib
5) Abdullah bin Masjud
6) Abdulallah bin Abbas
7) Ubay bin Ka’ab
8) Zaid bin Tsabit
9) Abu Musa al Asy’ary
10) Abdullah bin Nubail
8
Manna’al-qaththan, Maba’hits fi’ ulum al-qur’an, mansyurat al-‘ashr al-hadits, 1973,hlm.342.
9
jelas tafsir Al-qur’an dengan al-qur’an atau tafsir al-qur’an dengan hadis nabi saw.
Tidak mengandung keraguan untuk diterima. Karena itu tidak ada perdebatan
mengenainya.
Tafsir Al-qur’an dengan pendapat sahabat atau tabi’in, maka ke dlaif-an mungkin
masuk ke dalamnya dari berbagai arah, yang secara garis besar dapat dikemukakan
sebagai berikut :
1) Banyaknya pemalsuan di bidang tafsir dengan apa yang disusupkan oleh
para musuh islam, seperti para zindik dari kalangan yahudi dan persi dan
pemahaman para pemilik madzhab menyimpang, seperti syi’ah,
mu’tazilah, khawarij dan lain-lain.
2) Masuknya israiliyat ke dalam tafsir. Banyak riwayat yang penuh dengan
israiliyat, banyak khurafat dan kebatilan. Ada juga yang berkaitan dengan
masalah-masalah akidah yang tidak boleh diambil dari dugaan semata
(yakni pendapat pribadi).
3) Pembuangan sanad, sebagai sebab utam yang menyebabkan ke-dla’if-an
tafsir bil ma’tsur dan tidak bisa dipegangi. Karena pembuangan sanad
telah menghilangkan nilai riwayat dan derajatnya.
10
sunnah dan jalur-jalurnya, ahli fiqih, menguasai pendapat para sahabat, tabi’in dan
generasi sesudah mereka.
Kitabnya, jami’ al-bayan fi tafsir al-qur’an, dinilai sebagai literature penting
dalam bidang tafsir bil ma’tsur, bakan dalam bidang tafsir bil ra’yi, karena
memadukan pendapat-pendapat dan mencari pendapat yang paling kuat, di samping
membuat istinbath dan wajah-wajah I’rab. Karena itu, kitabya merupakan kitab
paling agung, paling shahih dan paling lengkap, karena memuat pendaoat shabat
dan tabi’in. para pengkaji menilai karya beliau tidak ada duanya. Al- nawawi
berkata, belum ada karya yang sepadan dengan kitab tafsir ibnu jarir.
Mengenai metodenya, kitab ini dianggap sebagai dasar bagi semua jenis tafsir
karena adanya metode khas yang memadukan antar tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil
ra’yi disertai dengan pemilihan pendapat yang terkuat. Inilah karakteristik uatama
metode tafsir ibn jarir, namun demikian, ada sejumlah kritikan, antara lain :
1. Beliau menyebutkan isra’iliyat dalam tafsirnya
2. Umumnya ia tidak menyertakan penilaian secara shahih atau dla’if
terhadap sanad-sanadnya, meski Kdang-kadang beliau memposisikan
diri sebagai kritikus yang cermat.
3. Karya beliau terdiri dari tiga puluh jilid besar, beliau menulis di akhir
usianya, setelah memiliki kematangan ilmu, budaya dan pengetahuan.
Dengan demikian karya belia layak mendapat julukan syeikhul
mufassirin. Tafsir beliau telah menjadi induk kitab-kitab tafsir.
11
mengingatkan akan adanya isra’iliyat, karya beliau jauh dari hadis maudlu’. Beliau
banyak menyebutkan hadis dan atsar yang berkenaan dengan tema ayat. Tafsir ini
terdiri dari Sembilan jiid besar dan sudah dicetak dan ditahqiq
10
Ahmad Al-Syarbasi, Qishashat Al- Tafsir Al-Qaahirah: Daar Al Qalam, 1962, hlm. 39-41
11
Rachmat Syafe’i. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.2006, hlm 242-243
12
Al- Zahaby, Muhammad Husein, Tafsir wa Al- Mufassirun, Cairo : Dar Al-Kutub Al-Hadist, 1961,
hlm 149 jilid 1.
12
a. Tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji dan dapat diterima, yaitu apabila mufasirnya
telah memenuhi syarat-syarat yang telah disepakati bagi seorang mufasir serta
meninggalkan lima hal yang terlarang baginya
b. Tafsir bi ar-ra’yi yang tercela dan tak dapat diterima, yaitu apabila
mufasirnya tidak dapat memnuhi syarat-syarat bagi seorang mufasir serta
tidak terlepas dari lima hal yang terlarang tersebut.
13
Ahmad Al-Syarbasi, Qishashat Al- Tafsir. Al-Qaahirah: Daar Al Qalam, 1962, hlm. 39-41
14
Abdul Majid, Abdul Salam Al Muhtasib, Iijtihad Al-Tafsir fi Al-Ashr Al-Hadis, Beirut: Daar Al
Fikr,1973, hlm 153
13
d. Kaida-kaidah yang telah ditetapkan dalam bahasa Arab. Tidak diperbolehkan
menafsirkan dengan ijtihad yang bertentangan dengan kaidah-kaidah bahasa
Arab
e. Penafsiran dengan ijtihad tidak boleh menyimpang dari makna yang
dimaksud dan dikehendaki oleh susunan kata-kata dalam ayat tersebut.
Dengan demikian, dapat disebutkan bahwa ciri tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji
dan dapat diterima tidak pernah mengabaikan bahan-bahan yang ditetapkan
secara riwayat. Sebaliknya tafsir bi ar-ra’yi yang tercela ditolak karena
mengabaikan bahan-bahan riwayat tersebut.
14
keduanya sepakat membolehkan penafsiran Alquran dengan sunah Rasul serta
dengan kaidah-kaidah yang mu’tabarah – diakui saha secara bersama15.
Adapun hadits-hadits yang menyatakan bahwa para ulama salaf lebih
suka diam ketimbang menafsirkan Alquran, sebagaimana dapat dipahami dari
ucapan Abu Bakar bahwa tidak dapat dijadikan dalil untuk melarang tafsir bi al-
ra’yi sebab sebagaimana ditulis oleh Ibnu Taymiyah: “Mereka senantiasa
membicarakan apa-apa yang mereka ketahui dan mereka diam pada hal-hal yang
tidak mereka ketahui. Inilah kewajiban setiap orang – lanjutnya – ia harus diam
kalau tidak tahu, dan sebaliknya harus menjawab jika ditanya tentang sesuatu
yang diketahuinya”. Jadi diamnya ulama salaf dari penafsiran suatu ayat bukan
arena tidak mau menafsirkannya dan bukan pula karena dilarang
menafsirkannya, melainkan karena kesangat hati-hatian mereka supaya tidak
masuk ke dalam apa yang disebut dengan takhmin – perkiraan, spekulasi –
dalam menafsirkan Alquran.
Untuk menghindari terjadi spekulasi dalam penafsiran, maka para ulama
tafsir menetapkan sejumlah kaidah dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh
seorang mufassir serta metode penafsiran yang harus dikuasainya. Jadi jelaslah,
secara garis besar perkembangan tafsir sejak dulu sampai sekarang adalah
melalui 2 jalur, yaitu al-Ma’tsur – melalui riwayat – dan al-ra’yi – melalui
pemikiran atau ijtihad. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ma’tsur dan
ra’yi merupakan bentuk atau jenis tafsir, bukan metode atau corak tafsir16.
15
Sofyan ,Irfan dkk, 2017/2018, Tafsir bil al Ra‟yi,[online],(https://www.
academia.edu/34950348/Makalah_Tafsir_Bi_Al_Rayi), diakses pada hari Minggu, 07 Febuari
2021.Hal.6/14.
16
Yana,Rendi Fitra dkk. 2020. Tafsir Bil Ra’yi.Universitas Al Washliyah Labuhan batu Rantau prapat,
Indonesia.Volume 02, No 01, Maret 2020. Hal.2-3.
17
Qaththan, Syaikh Manna’, “Pengantar Studi Ilmu Alquran”, terj. H. Aqunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA.
15
Barangsiapa menafsirkan Al-Qur’an menurut ra’yunya dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut dengan berpegang pada
makna-makna Al-qur’an maka penafsirannya dapatdiambil serta patut
dinamai dengan tafsir mahmud atau tafsir masyru (berdasarkan syari’at).18
Tafsir bi al-ra’yi yang terpuji yaitu tafsir Mahmud yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Sesuai dengan tujuan al-Syari’ (Allah SWT)
2. Jauh atau terhindar dari kesesatan
3. Dibangun atas dasar kaidah-kaidah kebahasaan – bahasa Arab – yang
tepat dengan mempraktekkan gaya bahasa – uslubnya – dalam
memahami nash-nash Alquran.
4. Tidak mengabaikan – memperhatikan – kaidah-kaidah penafsiran
yang sangat penting seperti memperhatikan asbabun nuzul, ilmu
munasabah dan lain-lain saran yang dibutuhkan oleh mufassir.
Tafsir bi al-ra’yi seperti inilah yang tergolong tafsir yang baik lagi
terpuji dan layak digunakan, juga sering dijuluki dengan al-Tafsir al-Masyru’
– tafsir yang disyari’atkan19.
Contoh tafsir mahmud ialah menafsirkan kata al-qalam ( )القلمmisalnya
dalam surat Al-Alaq ayat 4 dan surat al-Qalam ayat 2. Kata al-qalam oleh
para mufassir klasik (salaf), bahkan mufassir kontemporer (khalaf) sekalipun
umum diartikan dengan pena. Penafsiran demikian tentu saja tidak salah
mengingat alat tulis yang paling tua usianya yang dikenal manusia adalah
pena. Tapi untuk penafsiran kata qalamun / al-qalam dengan alat-alat tulis
yang lain seperti pensil, pulpen, spidol, mesin tik, mesin stensil, dan komputer
pada zaman sekarang, agaknya juga tidak bisa disalahkan mrngingat arti asal
dari kata qalamun seperti dapat dilihat dalam berbagai kamus adalah alat yang
digunakan untuk menulis. Dan kita tahu bahwa alat-alat tulis itu sendiri
banyak jenisnya mulai dari pena, gerip, pensil, pulpen, dan lain-lain; hingga
kepada mesin tik, mesin stensil dan komputer. Jadi lebih tepat memang jika
menafsirkan kata al-qalam dengan alat-alat tulis yang menggambarkan
kemajuan dan keluasan wawasan alquran tentang ilmu pengetahuan dan
teknologi daripada sekedar mengartikannya dengan pena yang bisa jadi hanya
menyimbolkan kesederhanaan dunia tulis-menulis di saat-saat alquran
mengalami proses penurunannya. Jika pengertian pena untuk kata qalamun /
al-qalam ini masih tetap dipertahankan hingga sekarang, maka seolah-olah
18
Baidan, Nashruddin, Prof, Dr, 2002, Metode Penafsiran Alquran, Kajian Kritis Terhadap Ayat-Ayat
yang Beredaksi Mirip, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
19
Qaththan, Manna’ al-, 1973, Mabahits fi Ulumi Alquran, Manshurat al-Ashr al-Hadits
16
hanya menggambarkan keterbatasan dan kejumudan dunia tulis menulis yang
pada akhirnya menunjukkan kebekuan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.
20
Baidan, Nashruddin, Prof, Dr, 2002, Metode Penafsiran Alquran, Kajian Kritis Terhadap Ayat-Ayat
yang Beredaksi Mirip, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
21
Madjid, Nor Khalis, 1998, Kaki Langit Peradaban Islam, (ed) alqbal Abdurraufsaimima, Jakarta: Pustaka Panjimas.
17
“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nant)i
ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan yang benar”.(QS. Al-
Isra: 72)
Ia menetapkan bahwa setiap orang yang buta adalah celaka dan rugi serta
akan masuk neraka jahanam. Padahal yang dimaksud buta disini bukanlah
buta mata, tetapi buta hati, berdasarkan alasan firman Allah:
):فانها ال تعمى االبصار ولكن تعمى القلوب التى فى الصدور (الحج
Artinya;
“... Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah
hati dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)
Ayat Al-Quran yang jika ditafsirkan oleh orang yang bodoh akan menjadi
rusak maksudnya.
لَو َم ْن َكا َن فِي َه ِ ِذه أَ ْع َمى فَهُ َو فِي ْ ْا َل ِخ َر ِة أَ ْع َمى َوأَ َض ُّل َسبِ ًي
Artinya:
“Barang siapa yang buta (hatinya)di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia
akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan yang benar.” (Q.S. Al-Isra :
72)
Ia menetapkan bahwa setiap orang yang buta ( )م َى ْع َأadalah celaka dan rugi
serta akan masuk neraka jahanam.
Padahal yang dimasud dengan buta di sini bukan mata, tetapi buta hati
berdasarkan alasan firman Allah.
فَإ ِ َّن َها َال تَ ْع َمى ْ ْا َل ْب َصا ُر َو َل ِك ْن تَ ْع َمى ْالقُلُو ُب الَّتِي فِي ال ُّصُدو ِر
Artinya:
“……Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta
ialah hati dalam dada.” (Q.S. Al- Hajj : 46)
2.2.5 Status Tafsir bi Ar-Ra’yi Menurut Syeh Mana Khalil Al- Qattan
Menafsirkan Qur`an dengan ra`yi dan ijtihad semata tanpa ada dasar
yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan. Allah berfirman: م22
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak" ََوال تَ ْق ُف َما َل ْي
ْل¹¹¹¹¹ب ِه ِع
ِ َس َل َكmempunyai pengetahuan tentangnya.” (a-Isra’ [17]:36).
Rasulullah bersabda: "Barang siapa berkata tentang Qur'an menurut
pendapatnya sendiri atau menurut apa yang tidak diketahuinya. hendaklah ia
menempati tempat duduknya di dalam neraka.” Dalam redaksi lain dinyatakan,
"Barangsiapa berkata tentang Qur’an dengan ra’yunya, walaupun ternyata
benar, ia telah melakukan kesalahan.”
22
Syirbashi, Ahmad Asy-, 1996, Sejarah Tafsir Quran, Jakarta: Pustaka Firdaus. Suma, H. Muhammad Amin, Prof, Dr, MA
18
Oleh karena itu, golongan salaf berkeberatan, enggan, untuk
menafsirkan Qur’an dengan sesuatu yang tidak mareka ketahui. Dari Yahya bin
Sa‘id diriwayalkan, dari Sa‘id bin al-Musayyalu, apabila ia ditanya tentang
tafsir sesuatu ayat Qur’an maka ia menjawab: "Kami tidak akan mengatakan
sesuatu pun tentang Qur`an.”
Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam meriwayatkan, Abu Bakar Siddiq
parnah ditanya tentang maksud kata aI-abb dalam firman Allah, wa fakihatan
wa abban (‘Abasa [80]:3l). Ia menjawab, “Langit manakah yang akan
menaungiku dan bumi manakah yang akan menyanggaku, jika aku mengatakan
tentang Kalamullah sesuatu yang tidak aku ketahui'?”
19
8) Tafsir al-Khozin lebih populer dengan nama Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-
Tanzil (Pilihan penakwilan tentang makna-makna Alquran), susunan ‘Ala
al-Din Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi yang lebih masyhur
dengan panggilan al-Khozin (544-604 H/1149-1207 M). Tafsir ini terdiri
atas 4 jilid dengan tebal halaman antara 2160 – 2250.
9) Tafsir Ruh al-Bayan (Tafsir Jiwa yang menerangkan), karya al-Imam al-
Syekh Ismail Haqqi al-Barusawi (w. 1137 H/ 1724 M), setebal 10 jilid
dengan jumlah halaman sekitar 4400.
10) Al-Tibyan fi Tafsir Alquran (Keterangan dalam Menafsirkan Alquran), 10
jilid dengan jumlah halaman 4440, disusun oleh Syekh Abu Ja’far
Muhamamd bil al-Hasan al-Thusi (385-460 H/995-1067 M).
11) Zad al-Masir fi ‘Ilm al-Tafsir (Bekal perjalanan dalam Ilmu Tafsir), setebal
2768 halaman dalam 8 jilid hasil usaha al-Imam al-Abi al-Faraj Jamal al-
Din ‘Abd al-Rahman bin Ali bin Muhammad al-Jawzi al-Quraysi al-
Baghdadi (597 H/1200 M).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tafsir bil ma’tsur pada hakekatnya merupakan tafsir Alquran dengan Alquran
sendiri, atau dengan Sunah Nabi, atau dengan perkataan sahabat, atau dengan tabi’in.
20
Ma’tsur dari Nabi, atau sahabat, atau tabi’in haruslah diteliti dan dicermati secara
ketat agar si mufassir terhindar dari riwayat-riwayat yang kurang kuat atau israiliyat
dalam menafsirkan Alquran. Sedangkan Tafsir bi Ra’yi adalah penjelasan-penjelasan
yang bersendi kepada ijtihad dan akal, berpegang kepada kaidah-kaidah bahasa dan
adat istiadat orang arab dalam mempergunakan bahasanya.
Syarat-syarat yang ditetapkan oleh jumhur mufasirin bagi tafsir bi ar-ra’yi
tampaknya merupakan jalan keluar dari perbedaan pendapat yang terjadi di antara
para ulama’, yakni di satu pihak yang membolehkan penafsiran bi ra’yi dengan
dalilnya antara lain bahwa Al-Qur’an sendiri yang mendorong untuk menggunakan
ijtihad atau ra’yu dalam merenungkan arti ayat-ayat dan memahami pokok-pokok
kandungannya.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulisan jauh dari kata sempurna, kedepannya penulisan
akan lebih Fokus dan delail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber- sumber yang lebih banyak yang tentu dapat di pertanggung jawabkan
DAFTAR PUSTAKA
21
Al-Zahaby, Muhammad Husein.1961. Tafsir wa Al- Mufassirun. Cairo : Dar Al
Anwar, Rosihon. 2009. Pengantar Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia.
Baidan, Nashruddin, Prof, Dr. 2002. Metode Penafsiran Alquran, Kajian Kritis
Terhadap Ayat-Ayat yang Beredaksi Mirip. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baidan, Nashrudin. 2002. Metode Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka
Beirut DaarAl-Fikr.
Dzahabi, Muhammad Husain. 1976. Al-Tafsir wa al-Mufassirun, juz I.
Hadits. Jakarta: Litera Antar Nusa.
Hasan,Yunus Abidu .2004. Tafisir Al-Qur’an (Sejarah Tafsir Dan Metode Para
http//agama.blogspot.com/2012/12/makalah-al-quran-metode-tafsir-bil.html
http://agrinaa.blogspot.com/2012/makalah -al-quran-metode-tafsir-bil.html
Iffat Asy-Syarqawi, ittjjahat At-Tafsir fi Mishr fi Al-Ashr Al-Hadis, (Al-Qahirat
Kutub Al Hadist.
Madjid, Nor Khalis. 1998. Kaki Langit Peradaban Islam, (ed) alqbal
Abdurraufsaimima, Jakarta: Pustaka Panjimas.
Majid, Abdul ,Abdul Salam Al Muhtasib.1973. Ijtihad Al-Tafsir fi Al-Ashr Al-Hadis.
Maktabat Al-Nahdat Al-Mishriyat,t.t.) Manar. Juz I Al-Qahirat: Dar Al-Manar.
Manzhur, Ibn, Lisan al-Arab, Beirut: Dar Shadir, V, Mufasir).Semarang: PT Media
Pusaka.
Muhammad, As-Sayyid ,Rasyid Ridha.1375 H. Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim (Al
Nor Ichwan, Mohammad.2004. Tafsir Ilmy. Yogyakarta : Menara Kudus Jogja.
Pelajar.
Pustaka Pelajar.
Qaththan, Manna’ al-, 1973, Mabahits fi Ulumi Alquran, Manshurat al-Ashr al-
Hadits
Qaththan, Syaikh Manna’, “Pengantar Studi Ilmu Alquran”, terj. H. Aqunur Rafiq El-
Mazni, Lc, MA.
Rohimin.2007. Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran. Yogyakarta:
Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra.
SH. 2001. Studi Ilmu-Ilmu Alquran 2. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Shiddieqy, Ash, Tengku Muhammad Hasbi. 1997. Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Sofyan ,Irfan dkk, 2017/2018, Tafsir bil al Ra‟yi,[online], (https://www.
academia.edu/34950348/Makalah_Tafsir_Bi_Al_Rayi), diakses pada hari
Minggu, 07 Febuari 2021
Syafe’i, Rachmat. 2006. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.
Syirbashi, Ahmad Asy-. 1996. Sejarah Tafsir Quran. Jakarta: Pustaka Firdaus. Suma,
H. Muhammad Amin, Prof, Dr, MA,
22
Yana, Rendi Fitra dkk. 2020. Tafsir Bil Ra’yi.Universitas Al Washliyah Labuhan
batu Rantau prapat, Indonesia.Volume 02, No 01, Maret 2020.
23