SHALAT
“Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mahasiswa
Pada Mata Kuliah Fiqih Ibadah”
DISUSUN OLEH
Kelompok 1
Tidak lupa juga kami berterima kasih kepada banyak pihak yang sudah membantu
memberikan saran dan kritik sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan yang belum kami sadari, maka dari itu kami memohon kepada teman-teman maupun
dosen untuk memberikan saran dan kritik kepada kami demi tercapainya makalah yang
sempurna.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................12
C Tujuan .....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................2
A. Pengertian Shalat......................................................................................................
B. Rukun dan syarat shalat...........................................................................................
C. Pengertian dan macam-macam shalat......................................................................
D. Hikmah dan manfaat shalat.....................................................................................
E. Perbandingan hukum tersebut menurut empat mazdhab.........................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
Kesimpulan...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Sholat merupakan salah satu ibadah wajib bagi umat muslim dan sholat merupakan
sarana komunikasi antara seorang hamba dengan TuhanNya sebagai suatu bentuk ibadah yang di
dalamnya terdapat sebuah amalan yang tersusun dari beberapa ucapan dan perbuatan yang
diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, dan dilakukan sesuai dengan syarat
maupun rukun sholat yang telah ditentukan (Imam Bashari Assayuthi, 30).
Shalat terdiri dari sholat fardhu (wajib) dan sholat sunnah. Sholat fardhu (wajib) sendiri
terdiri atas 5 waktu antara lain subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya’. Sholat dapat membentuk
kecerdasan spiritual bagi siapa saja yang melakukannya.1 Selain itu sholat adalah bentuk
pengabdian manusia kepada Allah SWT yang wajib dilaksanakan agar didalam setiap
kegiatannya selalu diberikan keberkahan, kebaikan, kemudahan, dan jalan keluar dari kesulitan
yang menimpa. Adapun manfaat dari melaksanakan sholat menurut Imam Ja’far Al-Shadiq
antara lain yaitu mengajarkan bagaimana agar kita selalu mengawali suatu perbuatan dengan niat
yang baik, dan ini bisa tercermin dari sebelum memulai sholat kita harus selalu mengawalinya
dengan niat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian shalat
2. Apa Rukun dan syarat sharat
3. Apa Pembagian dan macam-macam shalat
4.Apa Hikmah dan manfaat
5.Apa Perbandingan hukum tersebut menurut empat mazhab.
C. Tujuan
1.Mengetahui Pengertian shalat
2.Mengetahui Rukun dan syarat sharat
3. Mengetahui Pembagian dan macam-macam shalat
4.Mengetahui Hikmah dan manfaat
5.Mengetahui Perbandingan hukum tersebut menurut empat mazhab.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian shalat
Menurut bahasa kata sholat berasal dari kata shollaa, yusholli, sholaatan, yang
berarti rahmat dan doa. Makna shalat dalam syariat adalah peribadatan kepada Allah SWT
dengan ucapan dan perbuatan yang telah diketahui, diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam, disertai syarat-syarat yang khusus dan dengan niat.
Syekh Najmuddin Amin Al Kurdi dalam Tanwirul Qulub-nya menggarisbawahi
bahwa kedudukan sholat menempati posisi ibadah fisik yang paling utama dibanding
ibadahibadah lainnya. Sholat merupakan pilar agama yang menduduki peringkat kedua
setelah syahadat. Shalat merupakan pondasi terbaik bagi setiap amal kebaikan di dunia serta
rahmat dan kemulian bagi kehidupan mendatang. Sholat adalah salah satu ibadah mahdloh
yang pertama kali diwajibkan oleh Allah. Dalam struktur bangunan ajaran Islam, sholat
disebut sebagai tiang agama. Sabda Rasul saw: ”Sholat adalah tiang agama, maka barang
siapa yang menegakannya berarti menegakan sholat agama, dan barang siapa yang
meninggalkannya berarti meruntuhkan agama.” (HR. Baihaqi dari Umar ra).
Artinya: “Dari Ali RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, kunci shalat bersuci,
pembukaannya membaca takbir dan penutupannya adalah membaca salam”. (H.R.
Ad-Darimi).
Takbiratul ihram ini hanya dapat dilakukan dengan membaca lafadz Allahu Akbar.
d. Membaca surat alfatihah
Ada beberapa hadits shahih yang menyatakan kewajiban membaca surat al-
Fatihah pada setiap rakaat, baik pada saat mengerjakan shalat fardhu maupun shalat
sunnah. Diantaranya:
)عن عبادة بن الصامت يبلغ به النبي صلى هللا عليه وسلم ال صالة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب (رواه مسلم
Artinya: “Dari Ubadah bin Shamit RA, Nabi SAW bersabda, “Tidak sah shalat
seseorang yang tidak membaca surah Fatihatul-Kitab”. (H.R. Muslim).
Dalam Mazhab Syafi`i, basmallah merupakan satu ayat dari pada surah al-Fatihah,
maka membaca bismillah hukumnya adalah wajib.
e. Ruku’
Kefardhuanya telah diakui secara ijma`, berdasarkan firman Allah SWT:
َ يََأيُّهَاالَّ ِذ ْينَ أ َمنُوااَرْ َكع
َُواوا ْس ُجدُوا َوا ْعبُدُوا َربَّ ُك ْم وا ْف َعلُواال َخي َْرلَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”. (al-Hajj:
77). Ruku’ dikatakan sempurna, jika dilakukan dengan cara membungkukkan tubuh,
dimana kedua tangan dapat mencapai dan memegang kedua lutut.
f. Tuma’ninah dalam rukuk
g. I’tidal
h. Tuma’ninah di dalam I’tidal
i. Sujud dua kali dalam masing-masing rakaat
j. Thuma’ninah dalam sujud
k. Duduk antara dua sujud
l. Thuma’ninah dalam Duduk antara dua sujud
m. Duduk yang terakhir
n. Membaca tasyahud dalam duduk yang terakhir
o. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
p. Membaca salam.
q. Tertib pada setiap rukun-rukunya.
2. Syarat Shalat
Syarat-syarat Shalat adalah sesuatu hal yang harus di penuhi sebelum kita
melaksanakan shalat. Syarat Shalat di bagi menjadi 2 yaitu:
- Islam
- Berakal
Tanda baligh bagi laki-laki antara lain mimpi basah, telah keluar jakun, dan telah
keluar mani. Bagi perempuan adalah mulai menstruasi atau haid.
- Berakal.
“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman,
Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
- Suci dari najis yang berada pada pakaian, tubuh, dan tempat shalat.
- Menutup aurot
Aurat laki-laki yaitu baina surroh wa rukbah( antara pusar sampai lutut),
sedangkan aurot perempuan adalah jami’i badaniha illa wajha wa kaffaien (semua
anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan).
- Menghadap kiblat
Dalam syarat ini ada dua pengecualian yaitu seorang yang sholat tidak harus
menghadap kiblat yaitu ketika saat berperang dan ketika naik kendaraan.
- Tidak meyakini salah satu fardu dari beberapa fardu shalat sebagaisuatu sunnah.
7. Membelakangi kiblat
9. Tertawa terbahak-bahak
2. Manfaat Shalat
Sholat merupakan rukun Islam yang kedua dan merupakan rukun Islam yang
terpenting setelah dua kalimat syahadat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam:
س) َشهَا َد ِة َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َو َأ َّن ُم َح َّمدًا َرسُوْ ُل
ٍ َعلَى َأ ْن ي َُو ِّح َد هللاَ ( َو فِ ْي ِر َوايَ ٍة َعلَى َخ ْم: بُنِ َي ْاِإل ْسالَ ُم َعلَى َخ ْم َس ٍة
ضانَ َو ْال َح ِّج ِ صالَ ِة َوِإ ْيتَا ِء ال َّز َكا ِة َو
َ صيَ ِام َر َم َّ هللاِ َوِإقَ ِام ال
“Islam dibangun atas lima perkara yaitu mentauhidkan Allah, dalam riwayat lain :
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan
haji.” (HR. Bukhari I/12 no.8, dan Muslim I/45 no.19, dari Abdullah bin Umar
rodhiyallahu anhuma)
2. Sholat adalah penolong dalam segala urusan penting. sebagaimana firman Allah
ta’ala:
4. Sholat adalah cahaya bagi orang-orang yang beriman yang memancar dari dalam
hatinya dan menyinari ketika di padang Mahsyar pada hari kiamat, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
“Sholat adalah cahaya ”. (HR. Muslim I/203 no.223, dari Abu Malik Al-Asy’ari
rodhiyallahu anhu)
َت لَهُ نُوْ رًا َوبُرْ هَانًا َوَن َجاةً يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة
ْ َم ْن َحافَظَ َعلَ ْيهَا َكان
“Barangsiapa yang menjaga sholatnya niscaya ia kan menjadi cahaya, bukti dan
penyelamat (baginya) pada hari kiamat.” (HR. Ahmad II/169 no.6576, dan Ibnu
Hibban IV/329 no.1467, dari Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu anhu)
5. Sholat adalah kebahagiaan jiwa orang-orang yang beriman serta penyejuk hatinya,
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam:
“Apa pendapat kalian jika di depan pintu seseorang di antara kalian terdapat
sungai, di dalamnya ia mandi lima kali sehari, apakah masih tersisa kotoran (di
badannya) meski sedikit ?” Para shahabat menjawab : “Tentu tidak tersisa sedikit
pun kotoran (di badannya)” Beliau berkata: “Demikian pula dengan sholat lima
waktu, dengan sholat itu Allah menghapus dosa-dosa”. (HR. Bukhari I/197
no.505, dan Muslim I/462 no.667, dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu)
ت ْال َكبَاِئ ُر ٌ ضانَ ُم َكفِّ َر
ِ َات لِ َما بَ ْينَهُ َما ِإ َذا اجْ تُنِب َ ات ْال َخ ْمسُ َو ْال ُج ُم َعةُ ِإلَى ْال ُج ُم َع ِة َو َر َم
َ ضانُ ِإلَى َر َم ُ صلَ َو
َّ ال
“Sholat lima waktu dan dari Jum’at ke Jum’at dan dari Romadhon ke Romadhon,
merupakan pelebur (dosa kecil yang dilakukan) di antara keduanya, selama tidak
melakukan dosa-dosa besar”. (HR. Muslim I/209 no.233, dari Abu Hurairah
rodhiyallahu anhu)
“Pokok dari perkara-perkara adalah Islam, tiangnya adalah sholat dan puncak
tertingginya adalah jihad di jalan Allah”. (HR. AT-Tirmidzi no.2616, Ibnu Majah
II/1314 no.3973, dan Ahmad V/231 no.22069, dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
anhu)
8. Sholat merupakan pembeda antara orang yang beriman dengan orang yang kafir
dan musyrik, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
صالَ ِة ِ ْبَ ْينَ ال َّرج ُِل َو بَ ْينَ ْال ُك ْف ِر َوال ِّشر
ُ ْك تَر
َّ ك ال
َ صالَةُ َعلَى َو ْقتِها َ ِع ْن َد َما ُسِئ َل ع َْن َأيِّ اَْأل ْع َما ِل َأ ْف
َّ ال: ض ُل ؟ فَقَا َل
Ketika beliau ditanya tentang amalan apa yang paling utama, maka beliau
menjawab : “Sholat pada waktunya”. (HR. Bukhari I/197 no.504, dan Muslim I/89
no.85, dari Abdullah bin Mas’ud rodhiyallahu anhu)
10. Sholat adalah perkara pertama yang akan dihisab (diperhitungkan) pada setiap
hamba, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
ََّ
َّ إن َأ َّو َل َما يُ َحا َسبُ النَّاسُ بِ ِه يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ِم ْن َأ ْع َمالِ ِه ْم ال
ُصالَة
1. NIAT
Semua ulama mazhab sepakat bahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata
tidaklah diminta. (Mughniyah; 2001). Ibnu Qayyim berpendapat dalam bukunya Zadul
Ma’ad, sebagaimana yang dijelaskan dalam jilid pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu
Qudamah, sebagai berikut : Nabi Muhammad saw bila menegakkan shalat, beliau langsung
mengucapkan “Allahu akbar” dan beliau tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak
melafalkan niat sama sekali.
2. TAKBIRATUL IHRAM
Shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul ihram ini
berdasarkan sabda Rasulullah saw :“Kunci shalat adalah bersuci, dan yang
mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain perbuatan-perbuatan shalat) adalah
takbir, dan penghalalnya adalah salam.”
Maliki dan Hambali
kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh
menggunakan katakata lainnya.
Hanafi
boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut,
seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah
Yang Maha Mulia). (Mughniyah; 2001)
Syafi’i
boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”, ditambah
dengan alif dan lam pada kata “Akbar”. (Mughniyah; 2001)
Mengenai bahasa pengucapan takbirotul ikrom
Syafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah
wajib,walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab).
Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa
bahasa Arab.
Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan
dalamshalat. Kalau bisa melkitakannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata
“Allahu Akbar” ituharus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau
dengan perkiraan jika ia tuli.(Mughniyah; 2001)
3. BERDIRI
semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu wajib sejak
mulai dari takbiratul ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia boleh shalat
dengan duduk. Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagian kanan,
seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya,
menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi.
Hanafi berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang dan menghadap
kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap
kiblat. . Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah
shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan
hilang sesuatu yang menghalanginya. (Mughniyah;2001)
Syafi’i dan Hambali :
Syafi’i dan Hambali :shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak
mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat
dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak
mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melkitakan
shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.
Maliki :
bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan
mengqadha’-nya. (Mughniyah; 2001)
4. Membaca AL-FATIHAH
Hanafi :
membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa saja
dari AlQuran itu boleh, berdasarkan Al-Quran surat Muzammil ayat 20 : (Mughniyah;
2001). ”Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran,” (Bidayatul Mujtahid, Jilid I,
halaman 122, dan Mizanul Sya’rani, dalam bab shifatus shalah).
Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak
disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan. Orang yang shalat sendiri ia boleh
memilih apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh
orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi,
bacalah dengannya. Dalam shalat itu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir. Sedangkan
menyilangkan dua tangan adalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila
meletakkan telapak tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di
bawah pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih utama adalah meletakkan dua tangannya
di atas dadanya. (Mughniyah; 2001)
Syafi’i :
membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua
rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat
sunnah. Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam
keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat
pertama pada shalat maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan.
Pada sholat subuh disunnahkan membaca qunut setelah mengangkat kepalanya dari ruku’
pad rakaat kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca
Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan
bukanlah wajib, hanya disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama adalah
meletakkan telapak tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah
dadanya tapi di atas pusar dan agak miring ke kiri. (Mughniyah; 2001)
Maliki :
membaca Al-Fatihah itu harus pada setiap rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-
rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat
sunnah, sebagaimana pendapat Syafi’i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah
Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama.
Hambali :
wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca surat
AlQuran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta dua rakaat pertama
pada shalat maghrib dan isya’ disunnahkan membacanya dengan nyaring.
Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan
tidak boleh dengan keras. Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya.
Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling
utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya
yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar.
Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah sunnah, berdasarkan hadits
Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : kalau ingin mengucapkan Ghairil
maghdzubi ’alaihim waladzdzaallin, maka kalian harus mengucapkan amin.”
5. RUKU’
Semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib di dalam shalat. Namun mereka
berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika
ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak bergerak.
Hanafi :
yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan dengan lurus, dan tidak
wajib thuma’ninah. Mazhab-mazhab yang lain : wajib membungkuk sampai dua telapak
tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber
thuma’ninah dan diam (tidak bergerak) ketika ruku’.
Syafi’i, Hanafi, dan Maliki :
6. I’TIDAL
Hanafi : tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan berdiri).
Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh. Mazhab-mazhab yang lain :
wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’,
yaitu mengucapkan : Sami’allahuliman hamidah (”Allah mendengar orang yang memuji-
Nya”)
7. SUJUD
Semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilkitakan dua kali pada setipa
rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. (Mughniyah; 2001)
Maliki, Syafi’i, dan Hanafi : yang wajib (menempel) hanya dahi, sedangkan yang lain-
lainnya adalah sunnah.
Hambali :
yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu
jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga menjadi
delapan.
Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana dalam
ruku’. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di dalam
sujud. Hanafi : tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab yang
lain : wajib duduk di antara dua sujud. (Mughniyah; 2001)
8. TAHIYYAT
Tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian:
pertama yaitu tahiyyat yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’,
dzuhur, dan ashar dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang
diakhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat.
(Mughniyah; 2001)
Tahiyyat Awal
Maliki ;
Hukumnya hanya sunnah, bukan wajib. Kalimat (lafadz) tahiyyat :
Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi aththoyyibaatu ashsholawaatu lillah
”Kehormatan itu kepunyaan Allah, kesucian bagi Allah, kebaikan dan shalawat juga bagi
Allah”
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin
”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh”
Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
”Kita bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya”
Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh
”Dan kita bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya”
Syafi’i :
Hukumnya wajib. Kalimat (lafadz) tahiyyat :
Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah
”Kehormatan, barakah-barakah, shalawat, dan kebaikan adalah kepunyaan Allah”
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin
”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh”
Asyhadu anlaa ilaaha illallah
”Kita bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah”
Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh
”Dan kita bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya”
Hambali :
Hukumnya wajib. Kalimat (lafadz) tahiyyat :
Attahiyyatu lillahi washsholawaatu waththoyyibaatu
”Kehormatan itu kepunyaan Allah, juga shalawat dan kebaikan”
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
”Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya”
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin
”Semoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh”
Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
”Kita bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya”
Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh
”Dan kita bersaksi bahwa muhammad adalah 0-Nya dan rasul-Nya”
Allahumma sholli ’alaa muhammad
”Ya Allah, berikanlah shalawat kepada muhammad”
9. Mengucapkan SALAM
Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu :
Assalaamu’alaikum warahmatullaah
”Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian”
Syafi’i, Maliki, dan Hambali : mengucapkan salam adalah wajib. Hanafi : tidak wajib.
(Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 126).
Hambali : wajib mengucapkan salam dua kali, sedangkan yang lain hanya mencukupkan
satu kali saja yang wajib.
10. TERTIB
Diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram wajib didahulukan
dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca Al-Fatihah wajib
didahulukan dari ruku’, dan ruku’ didahulukan daru sujud, begitu seterusnya.
Berturut-turut
diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara berurutan dan langsung, juga antara
satu bagian dengan bagian yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah langsung setelah
bertakbir tanpa ada selingan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Menurut bahasa kata sholat berasal dari kata shollaa, yusholli, tashliyatan, sholatun,
yang berarti rahmat dan doa. Makna shalat dalam syariat adalah peribadatan kepada
Allah SWT dengan ucapan dan perbuatan yang telah diketahui, diawali dengan takbir
dan diakhiri dengan salam, disertai syarat-syarat yang khusus dan dengan niat.
2. Shalat mempunyai rukun-rukun yang harus dilakukan sesuai dengan aturan dan
ketentuannya, sehingga apabila tertinggal salah satu darinya, maka hakikat shalat
tersebut tidak mungkin tercapai dan shalat itu pun dianggap tidak sah menurut syara’.
Diantaranya adalah :
- Niat
- Berdiri bagi yang mammpu
- Membaca takbiratul ikhram
- Membaca surat alfatihah
- Ruku
- Tum’aninah
- Bangun dari ruku dan i’tidal
- Tuma’ninah di dalam i’tidal
- Sujud dua kali dalam masing masing rakaat
- Tuma’ninah dalam sujud
- Duduk antara dua sujud
- Tuma’ninah dalam duduk antara dua sujud
- Duduk yang terakhiir
- Membaca tahhiyyat dalam duduk yang terakhir
- Membaca shalawat atas nabi Muhammad SAW
- Membaca salam yang pertama
- Niat keluar shalat
- Tertib pada rukun rukunya
- Hikmah Shalat
- Mencegah dari perbuatan munkar
- Melatih menjadi Pribadi yang di siplin
- Melatih menjadi Pribadi yang tangguh
- Meninggikan derajat
- Membersihkan Kesalahan dan dosa
- Meraih pertolongan allah
Setiap mazhab berbeda pandangan terkait khitab yang tertuang dalam Alquran dan juga
as-sunnah maka otomatis fikih yang dihasilkan dari hasil ijtihad para imam mazhab juga
berbeda berkaitan dengan salat tata cara salat rukun dan syarat itu berbeda karena Ushul
fiqihnya yang berbeda-beda. Namun dengan berbedanya produk hukum yang dihasilkan
oleh para aimah tidak menjadi alasan untuk tidak saling menghormati karena kaitannya
dengan furuiyah boleh berbeda paham sesuai dengan ijtihad para imam masing-masing. Kita
sebagai muqollid cukup mengikuti salah satu dari Imam mazhab yang 4 yaitu mazhab yang
mudawan(Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hambali)