Anda di halaman 1dari 8

Home | Indonesiana | Melongok Forum Nahdiyin: Parade Caci Maki terhadap Ulama, Salafi dan PKS Selasa, 22 Nov

2011 Cetak | Kirim

Melongok Forum Nahdiyin: Parade Caci Maki terhadap Ulama, Salafi dan PKS
BEKASI (voa-islam.com) Nilai ilmiah dan akademis dalam acara bertajuk bedah buku agama yang digelar warga Nahdlatul Ulama (NU) yang tergabung dalam FOSWAN (Forum Silaturrahmi Warga Nahdliyin) menjadi kabur, karena dikotori hujatan dan caci maki terhadap ulama dan hujatan terhadap sesama Muslim.

Salah satu materi Tabligh Akbar bertema Ulama Sejagad Menggugat Salafi-Wahabi di Masjid Nurul Ikhwan Perumnas III Bekasi, Ahad (20/11/2011), adalah bedah buku terbitan FOSWAN. Dalam pemaparannya, tanpa tazhim sedikitpun, Ketua Lembaga Bahsul Masail FOSWAN Drs Muhammad Bukhori Maulana MA menyebut nama-nama ulama besar tanpa rasa hormat sedikitpun. Ia menuding para ulama itu telah diberhalakan oleh kaum Salafi Wahabi. Ibnu taimiyyah dalam kitabnya Majmu Fatawa, kalau kita bicara Salafi Wahabi kita musti bicara makhluk ini. Makhluk ini hampir menjadi berhalanya kaum Salafi. Saya berdoa kepada Allah semoga orang-orang Salafi dengar kata-kata saya. Ibnu Taimiyah itu hampir diberhalakan oleh Salafi Wahabi. Bin Baz hampir diberhalakan atau mungkin sudah jadi berhala oleh Salafi Wahabi. Nashiruddin Albani hampir diberhalakan atau mungkin sudah jadi berhala kaum Salafi Wahabi. Al-Jibrin hampir diberhalakan atau mungkin sudah diberhalakan oleh Salafi Wahabi. Karena kenapa? Karena seluruh pendapat mereka dianggap mutlak benar maka siapa yang berbeda pendapat dengan Albani, AlJibrin, Al-Utsaimin, Ibnu Taimiyyah semuanya dianggap sesat dan bidah, ujarnya berapiapi di hadapan ratusan jamaah. Tak puas mencaci-maki kelompok Salafi, lulusan Pesantren Lirboyo Kediri ini juga menuding Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai wajah lain kaum Salafi Wahabi yang memberhalakan ulama. Kalau saya ditanya, ini kalau ada orang PKS tolong dilaporin sama pengurusnya. PKS dengan Wahabi itu sama nggak? Sama bin sama, bedanya apa? Bedanya setipis jenggot mereka dengan jenggot Salafi, tegasnya.

Tak hanya itu, Bukhori juga menuding PKS membohongi warga Nahdiyin dengan purapura tahlilan dan maulidan jelang Pemilu untuk meraup suara sebanyak-banyaknya. Kalau mereka tahlilan, bohong! Itu kalau mau Pemilu saja. PKS ngadakan Maulid Nabi juga, kalau Pemilu saja! Jadi siapa yang bodoh kalau milih PKS itu? jelasnya. Dengan kutipan-kutipan sarkasme yang konfrontatif sesama Muslim seperti itu, tak jelas di mana nilai ilmiah dan akademisnya. Padahal bahasa menunjukkan bangsa dan air beriak tanda tak dalam. Sesama muslim seharusnya ruhama baynahum (saling berkasih sayang), bukan asyidda (bersikap keras/garang). Qul khairan aw liyasshmut, ya ustadz. [taz, ahmed widad]

Ringkasan Tata Cara Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)


Oleh: Badrul Tamam Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Sebagaimana kita mengetahui bahwa gerhana matahari dan bulan merupakan fenomena alam yang tidak seperti biasanya, maka Allah Taala mensyariatkan atas kita melalui lisan Nabi-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam untuk melaksanakan shalat gerhana. Pada gerhana matahari biasanya disebut dengan shalat kusuf, sedangkan pada gerhana bulan dengan shalat khusuf. Namun terkadang kedua nama tersebut memiliki arti yang sama. Artinya kusuf bisa digunakan untuk gerhana matahari dan bulan, begitu juga khusuf. Pada malam ini, Ahad 15 Muharram 1433 H, Insya Allah akan terjadi gerhana bulan total. Gerhana ini dapat disaksikan di seluruh wilayah di Tanah Air. Karenanya, kaum muslimin yang menyaksikan gerhana tersebut disyariatkan untuk mengerjakan shalat khusuf. Kaifiyahnya, memiliki sedikit perbedaan dari shalat pada umumnya. Karenanya perlu kami suguhkan lagi tulisan berkaitan dengan tata cara shalat gerhana ini. Tidak ada perselisihan di antara ulama, shalat gerhana dikerjakan dua rakaat. Dan pendapat yang masyhur dari pelaksanaannya adalah pada setiap rakaatnya dua kali berdiri, dua kali bacaan, dua kali ruku', dan dua kali sujud. Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam alSyafi'i, dan Imam Ahmad rahimahumullah. Argument mereka sebagai berikut: Pertama: Hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, ia mengatakan: "Terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, lalu beliau shalat dan orang-orang mengikuti shalat beliau. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang sangat panjang sepanjang sekitar bacaan surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku' dengan ruku' yang sangat panjang. Kemudian beliau berdiri cukup panjang, namun lebih pendek dari yang pertama. Kemudian beliau ruku' dengan ruku' yang cukup panjang, namun lebih pendek daripada ruku' yang pertama." (HR. Bukhari dan Muslim) Kedua: Hadits Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakan shalat pada saat terjadi gerhana matahari. Kemudian beliau berdiri lalu bertakbir, lantas membaca bacaan yang sangat panjang. Kemudian ruku' dengan ruku' yang sangat panjang, kemudian mengangkat kepalanya sambil berucap, SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH. Beliau tetap berdiri seperti itu, kemudian membaca bacaan yang sangat panjang, tetapi lebih pendek dibandingkan bacaan yang pertama. Kemudian beliau ruku' dengan ruku' yang sangat panjang, tetapi tidak sepanjang ruku' yang pertama. Kemudian beliau sujud dengan sujud yang panjang. Beliau melakukan itu pada rakaat kedua, kemudian mengucapkan salam." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketiga: Hadits jabir Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: "Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada hari yang sangat panas. Kemudian beliau shalat bersama para sahabatnya dengan memperpanjang berdiri hingga membuat mereka jatuh tersungkur. Kemudian beliau ruku' dengan panjang, lalu mengangkat kepalanya dan berdiri dengan masa yang panjang. Kemudian beliau ruku' kembali dengan ruku' yang panjang. Kemudian beliau sujud dua kali, lalu berdiri kembali. Beliau mengulanginya seperti rakaat pertama. Jadi shalat tersebut, empat kali ruku' dan empat kali sujud." (HR. Muslim, Abu Dawud, al-Nasai, dan Ahmad) Jadi dapat diringkas dari tata cara pelaksanaan shalat gerhana sebagai berikut: 1. Bertakbir, membaca istiftah, Isti'adzah, al-Fatihah, kemudian membaca surat yang panjang, setara surat Al-Baqarah. 2. Ruku' dengan ruku' yang panjang (lama). 3. Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd. 4. Tidak langsung sujud, tetapi membaca kembali surat Al-Fatihah dan surat dari AlQur'an namun tidak sepanjang pada bacaan sebelumnya. 5. Ruku' kembali dengan ruku' yang panjang tapi tidak sepanjang yang pertama. 6. Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan, Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd. 7. Sujud, lalu duduk di antara dua sujud, kemudian sujud kembali. 8. Kemudian berdiri untuk rakaat kedua, dan caranya seperti pada rakaat pertama tadi. Catatan: * Disunnahkan pelaksanaan shalat gerhana di masjid, tidak ada azan atau iqomah sebelumnya, hanya panggilan Al-Shalatul Jami'ah. Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Bahwa telah terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam lalu beliau mengutus seorang untuk menyeru AlShalatul Jami'ah, maka mereka berkumpul dan beliau maju bertakbir dan shalat dua rakaat dengan empat ruku' dan empat sujud." (HR. Muslim) Diriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr, ia mengatakan: "Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, diserukan Al-Shalatul Jami'ah. (HR. Al-Bukhari) * Disunnahkan Imam untuk memberikan nasihat kepada manusia dengan berkhutbah setelah shalat, memperingatkan mereka agar tidak lalai dan memerintahkan mereka supaya memperbanyak doa, istighfar, dan amal shalih. Hal ini didasarkan pada hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah selesai dari shalat, beliau berdiri dan berkhutbah kepada jama'ah. Beliau memuji Allah dan menyanjungnya. Kemudian beliau mengatakan,


"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihatnya bersegeralah berdoa kepada

Allah, bertakbirlah, shalat dan bersedekahlah. Kemudian beliau bersabda: Wahai Umat Muhammad, demi allah, tidak ada seorangpun yang lebih pencemburu daripada Allah. (Dia cemburu) hamba sahaya laki-laki dan hamba sahaya perampuan-Nya berzina. Wahai umat Muhammad, demi Allah kalau saja kalian tahu apa yang aku ketahui niscaya kalian sedikti tertawa dan banyak menangis." (HR. Al-Bukhari) Maknanya, tidak ada yang lebih banyak mencela perbautan keji (zina) daripada Allah Ta'ala. Yang ini mengindikasikan, bahwa Allah akan menghukum pelaku zina di dunia dan akhirat, atau di salah satunya. Ini memiliki korelasi dengan perintah untuk memperbanyak istighfar, zikir, doa, shalat dan shadaqah, karena maksiat adalah sebab utama datangnya bala' dan musibah, dan maksiat yang paling hina adalah berzina. (Diringkaskan dari ketarangan Ibnul Hajar dalam Fath al-Baari, Bab Shadaqah fi al-Kusuf). Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Ternyata, Banyak Umat Islam yang Belum Tahu Sebutan Salafi dan Wahabi
Jakarta (voa-islam) Ketika voa-islam memberitakan terkait Salafi-Wahabi, ternyata masih banyak masyarakat muslim awam yang tidak tahu apa itu Salafi dan apa Wahabi. Dari beberapa SMS dan jaringan Facebook (FB) yang diterima voa-islam, mereka ingin tahu lebih jauh ihwal Salafi Wahabi. Agar tidak tersesat dan termakan dengan infomasi yang sepotong-sepotong, setidaknya mengetahui peta masalahnya, maka perlu dijelaskan apa itu Salafi dan Wahabi. Insya Allah, kami akan menjabarkannya dalam beberapa tulisan. Seperti diketahui, fenomena kehadiran dakwah Salafiyah di Indonesia sejak dekade 80-an hingga kini cukup mendapat perhatian khalayak pergerakan dakwah. Sebelumnya, istilah salafi dan salafiyah sering digunakan oleh pesantren-pesantren Nahdlatul Ulama (NU) yang sering disinonimkan dengan istilah tradisional. Hakikatnya, tak ada persoalan dengan istilah salafi. Sebab, secara harfiah berarti mengikuti kaum salaf, yakni Rasulullah Saw dan para sahabat. Setiap Muslim tentu bertekad untuk meneladani Rasulullah Saw dan, para sahabat dan tabiin nya. Generasi beliau (Nabi Saw), sahabat dan tabiin adalah generasi terbaik umat ini. Generasi iniah yang disebut Salaf ash-Shalih. Di masa tabiin dan sesudahnya, guna menghadapi pemikiran dan keyakinan bidah, seperti Khawarij, Syiah, Qadariyah, Murjiah, Mutazilah dan lainnya, munculnya istilah Ahlu Sunnah wal Jamaah. Istilah ini menegaskan keharusan umat Islam untuk berpegang pada Al Quran dan Sunnah, dan agar umat Islam bersatu di dalamnya. Dalam konteks kekinian, kehadiran gerakan Salafi kontemporer mempunyai sejumlah nilai positif dalam bentuk upaya menghidupkan sunnah, memerangi syirik dan bidah, menekankan rujukan kepada para ulama yang keilmuannya diakui oleh kaum Muslimin dan lainnya. Secara sederhana, salafi berarti orang-orang di zaman sekarang yang mengikuti generasi Salaf. Jadi, Salaf yang dimaksud adalah tiga generasi islam permulaan (generasi Rasulullah saw dan para sahabat ra, generasi Tabiin dan gerenasi Tabiut Tabiin) itulah yang kerap disebut As-Salafus Shalih, yaitu para pendahulu umat Islam yang shalih. Istilah Salafi merujuk pada pengertian, seseorang yang mengikuti ajaran Salafus Shalih ra. Adapun bentuk jamak (plural) dari Salafi ialah Salafiyun atau Salafiyin.

Menurut Am Waskito, Kalau mau jujur, sebenarnya mayoritas umat saat ini, mereka berpaham Salafi. Artinya, mereka yang mengikuti jejak Salafus Shalih, yaitu Rasulullah, para sahabat, para tabiin dan tabiut tabiin. Mereka mengikuti ajaran yang ditinggalkan oleh generasi terbaik dalam sejarah Islam itu. Namun, sayang, ada sebagian orang yang ingin memonopoli dengan mengklaim dirinya sebagai pewaris tunggal kebesaran Salafus Shalih. Dengan kata lain, tidak ada yang berhak mengklaim nama Salaf (salafi), selain diri mereka sendiri. Ada sebagian orang yang mengklaim dan membangga-banggakan dirinya Salafi, tetapi hari-harinya disibukkan untuk menjelek-jelekkan kelompok lain. Akibatnya, diantara mereka sendiri terlibat perselisihan tajam,ada yang berpisah jalan, terbelah,hingga menebar kebencian. Sebagian kalangan yang mengaku diri sebagai Salafi sejati, tapi memaksa orang lain mengikuti pendapat mereka dalam masalah-masalah yang sebetulnya bersifat ijtihadiyah atau khilafiyah (dalam hal fiqih). Kemudian yang berbeda pendapat dengannya, akan diperlakukan secara tidak adil, bahkan dianggap musuh yang harus diwaspadai. Sebagai contoh, persoalan isbal (celana di atas mata kaki) yang sebetulnya persoalan khilafiyah diperdebatkan seolah permasalahan besar, ungkap Ustadz Abduh Zulfidah Akaha, penulis buku Belajar dari Akhlak Ustadz Salafi. AM Waskito dan Abu Abdirrahman Al Thalibi (dalam buku yang ditulisnya) menyebut salafi yang hobi menghujat kelompok Islam lain dengan sebutan Salafi Ekstrem. Adapun Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi menyebutnya dengan Salafi Murjiah. Istilah Salafi yang Diperselisihkan Menurut Abu Abdirrahman Al Thalibi (penulis buku Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak), secara bahasa, kalimat Ana Salafi! Adalah kalimat yang rancu. Jika diterjemahkan ia memiliki arti, Aku ini Salafi! Salaf artinya dahulu, telah lalu, atau orang jaman dulu. Salafi berarti orang jaman dulu. Tidak mungkin orang yang hidup di jaman sekarang mengatakan, Aku ini orang jaman dahulu. Kalimat Ana Salafi! Jika dikaitkan dengan As-Salafus Shalih, mengandung makna kesombongan. Disana seseorang atau sebagian orang merasa diri telah menjadi pengikut terbaik Salafus Shalih. Harus disadari bahwa Salafus Shalih adalah nenek moyang seluruh umat Islam, bukan hanya milik golongan tertentu. Saya tidak risau jika tidak disebut sebagai Salafi atau Salafiyun. Menurut saya, sebutan itu tidak penting, tetapi lebih utama adalah pengamalan. Bahkan orang-orang di sekitar, menganggap saya sebagai Salafi, tanpa saya memaksakan sebutan itu kepada mereka, tulis Thalibi. Suatu hari Al Thalibi membaca pembahasan tentang istilah Salafi. Syaikh Al Albani mengemukakan sebuah hadits shahih, bahwa Nabi saw berkata kepada Fatimah ra, Sebaik-baik Salaf bagimu (wahai Fatimah) adalah aku (Nabi sendiri). (HR Muslim). Setelah membaca dalil ini, Al Thalibi merasa yakin Syaikh Albani telah menemukan dalil qathi (jelas dan tegas) yang telah membuktikan bahwa penggunaan istilah Salafi itu sesuai syariat Islam. Hingga ketika menulis buku DSDB, ia masih menerima sebutan Salafi. Dalam sebuah catatan kaki, Al Thalibi mengatakan, namun demikian, baik Fathimah maupun para sahabat, tidak ada satupun yang mengatakan kepada keluarganya atau orangorang yang akan mereka tinggalkan, bahwa mereka adalah salaf bagi yang akan ditinggalkan. Bahkan, tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan bahwa para sahabat menyebut diri mereka sebagai salaf ataupun Salafi.

Sekalipun penamaan salafi ini benar menurut kaidah bahasa, tapi mengklaim bahwa ini adalah sunnah, adalah sesuatu yang perlu dipertanyakan. Sebabm secara tidak langsung hal ini sama saja dengan mendeskreditkan para sahabat yang tidak menyebut diri mereka sebagai salaf ataupun salafi. Padahal mereka adalah orang-orang terbaik umat ini. Setelah menulis buku DSDB 2: Menjawab Tuduhan (MT), Al Thalibi sudah tidak lagi memakai istilah Salafi, tapi memilih istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaah (atau Ahlu Sunnah). Sepengetahuannya, istilah terakhir ini lebih memiliki dasar Syari daripada istilah Salafi. Namun, untuk istilah Salafiyah dengan pengertian ajaran Salafus Shalih, bukan sebutan bagi seseorang atau sekelompok orang dijaman sekarang, ia masih menerimanya. Salafi Hakiki adalah yang seperti dgambarkan oleh Rasulullah saw: bersikap tegas kepada orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang dengan sesama mereka (sesama mukmin) (QS AL-Fath: 29). Bila mengurai beberapa ayat Al-Quran tentang sifat-sifat para sahabat ra, maka dalam diri para Salafus Shalih memiliki sifat-sifat mulia berikut ini: 1. Berakidah lurus, beribadah kepada Allah, dengan tidak menjadikan bagi-Nya sekutu dalam bentuk apapun. 2. Mengimami Rasulullah Saw, membenarkan ajarannya, memuliakan Syariatnya, membela kemuliannya, serta berjalan di atas cahaya petunjuknya. 3. Sebagai konsekuensi tauhid ialah munculnya Al Wala Wal Bara, yaitu menetapkan Wala (Kesetiaan) kepada orang-orang yang beriman, dan menetapkan Bara (anti kesetiaan) kepada orang-orang kafir. 4. Mengerjakan shalat (berjamaah bagi laki-laki dewasa), menunaikan zakat, menginfakkan sebagian rezeki disaat lapang maupun sempit. 5. Sikap itsar, yang mendahulukan saudara mukmin, meskipun diri sendiri kukurangan dan membutuhkan. 6. Hidupnya bermanfaat bagi orang lain, ibarat pohon korma yang sellau mengeluarkan buah di setiap musim. 7. Senantiasa menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah dari perbuatan buruk (menunaikan amar makruf nahi munkar). 8. Berakhlak mulia, menjauhi kesia-siaan, memelihara kehormatan diri, menunai amanah dan jani-janji. Menahan amarah, memaafkan manusia, serta tidak melayanu perkataan orang-orang jahil. 9. Senantiasa berdzikir mengingat Allah di pagi dan petang, tidak lalain dari dzikir karena kesibukan perdagangan, jual beli, pekerjaan dll. 10. Menunaikan hak-hak persausaraan (ukhuwah), tidak menghina, tidak mencela, tidak memanggil dengan gelaran buruk, menghindari prasangka buruk, tajassus (mencari-cari kesalahan), dan ghibah (bergunjing). 11. Hatinya lembut untuk senantiasa bertaubat, memohon ampun atas dosa-dosa, dan lekas berhenti dari perbuatan keji. 12. Berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa, serta tidak melemah atau lesu menghadapi segala resiko jihad di jalan Allah. Desastian

Salah Kaprah soal Wahabi: Ketika Istilah Wahabi Menjadi Stigmatisasi


Histori (voa-islam) - Ingin tahu, apa itu Wahabi? Istilah Wahabi merujuk kepada paham atau ajaran dakwah yang dipelopori oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi

An-Najdi (selanjutnya disingkat Syaikh Muhammad). Namun istilah Wahabi itu bukanlah istilah yang dianut atau dipakai oleh para pengikut Syaikh Muhammad. Istilah Wahabi berasal dari kalangan muslim atau non muslim yang rata-rata membenci dakwah Syaikh Muhammad. Minimal bersikap sinis. Penggunaan istilah Wahabi pada awalnya ditujukan untuk stigmatisasi (membuat citra buruk). Adapun istilah yang resmi diakui di kalangan pengikut dakwah Syaikh Muhammad ialah Ahlu Sunah, Salafiyah, atau Salafi (Salafiyun). Tapi ada pula yang tidak menyandarkan pada istilah tertentu. Dalam perjalanan waktu, istilah Wahabi menjadi popular, khususnya di mata kalangan non-Wahabi. Karena begitu populernya, sehingga para pendukung Syaikh Muhammad pun memakai istilah itu juga. Misalnya ada perkataan, Ana Wahabi! atau Nahnu Wahabi! Istilah Wahabi pada mulanya bernada melecehkan, tetapi kemudian malah dibanggakan. Dalam buku "Bersikap Adil Kepada Wahabi", penulisnya (AM WAskito) mendefinisikan Wahabi sebagai: Ajaran, paham, atau gerakan dakwah yang dirintis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab pada abad ke-18. Beliau perjuangkan bersama pengikutnya di wilayah Najd, yang kemudian pengaruhnya meluas ke wilayah Kerajaan Saudi dan wilayah luar Saudi. Sedangkan kaum Wahabi didefinisikan sebagai: Setiap orang diantara kaum muslimin yang sepakat, mengikuti dan mendukung gerakan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan para ulama yang meneruskan dakwah beliau. Dakwah Syaikh Muhammad tidak hanya berhenti setelah beliau wafat, tetapi kemudian diteruskan oleh ulama-ulama selanjutnya. Maka otomatis sebutan dakwah Wahabi tetap eksis dan berkembang sampai saat ini. Karena dakwah Wahabi bersifat terbuka, bukan berbentuk badan atau organisasi resmi, maka keterikatan seseorang padanya lebih longgar atau dengan katalain s. tidak memiliki kartu anggota resmi. Seperti halnya Jamaah Tabligh di India atau gerakan Sanusi di Maghribi. Harus disadari dengan baik, bahwa hakekat gerakan Syaikh Muhammad adalah gerakan dakwah juga. Sama seperti gerakan Ikhwanul Muslimin, Ansharus Sunnah Muhammadiyah, Hizbut Tahrir, Jamaat Islami, gerakan Sanusi di Afrika Barat, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad dan lain-lain. Dakwah Syaikh Muhammad kerap dikritik, karena pengikutnya sering mudah menuduh orang lain syirik, bidah atau sesat. Hal itu membuat banyak orang marah dan sesak dada, lalu timbul kebencian. Bisa jadi para pengikut dakwah itu belum paham tentang kaidah dakwah yang benar. Atau mereka sedang semangat-semangatnya berdakwah, sehingga lepas kendali. Atau mereka memang telah terjerumus sikap ekstrem yang tidak sesuai koridor syariat. Di sini dakwah Syaikh Muhammad menampakkan cirinya yang khas. Sejak muncul pada abad 18 sampai abad 21 ini, dakwah tersebut bersikap terus terang, tegas dalam memegang prinsip, dan tidak komporomi terhadap penyimpangan. Karakter ini menimbulkan konflik internal maupun eksternal, tetapi juga mampu mengubah keadaan masyarakat, bahkan tatanan politik. Buktinya, di Saudi, Afghanistan dibawah Taliban, di Aljazair ketika kekuatan FIS mendominasi, di Yaman, Pakistan serta Sudan. Di negara-negara ini, dakwah Syaikh Muhammad memiliki pengaruh nyata.

Dakwah Syaikh Muhammad terinspirasi oleh kondisi masyarakat Muslim di Najd yang rusak secara akidah, syariat, dan akhlak. Ketika itu keamanan tidak terpelihara, kejahatan, pembegalan, dan bandit berkeliaran di padang pasir, terutama saat malam hari.Kebobrokan moral dan kemusyrikan luas melanda. Kondisi itu mendorong beliau untuk melakukan perbaikan. Sebagai penganut madzhab Hanbali, syaik Muhammad mengadopsi tajdid Ibnu Taimiyah. Ketika berdakwah Syaikh Muhammad menghadapi penentangan, kebencian dan permusuhan, maka beliau melengkapi dakwahnya dengan Jihad dan Siyasah. Alhasil dakwahnya tetap eksis dan berkembang dan memiliki fondasai kuat di Saudi. Gerakan Politik & Dakwah Banyak orang ketika bicara tentang gerakan dakwah Wahabi, sering salah kaprah. Mereka tidak membedakan antara gerakan Wahabi sebagai gerakan dakwah yang dirintis oleh Syaikh Muhammad dan murid-muridnya; dengan gerakan politik keluarga Ibnu Saud yang dirintis oleh Syaikh Muhammad bin Saud, pendiri Kerajaan Saudi. Padahal kedua gerakan ini, dakwah dan politik, memiliki posisi masing-masing. Kadang, keduanya saling sinergi, kadang berjalan sendiri, kadang saling berbenturan. Pada awal bangkitnya Kerajaan Saudi periode pertama, terjadi sinergi antara Syaikh Muhammad dengan Ibnu Saud. Syaikh Muhammad membutuhkan Ibnu Saud untuk membela dakwahnya. Sedangkan IBnu Saud membutuhkan dakwah Syaikh Muhammad untuk meraih kekuasaan di Jazirah Arabia. Keduanya saling sinergi, dengan izin Allah kemudian bangkit Kerajaan Arab Saudi periode pertama (1727-1817) selama 90 tahun. Setelah berhasil mendirikan Kerajaan Saudi, ada kesepakatan antara Syaikh Muhammad dan Raja Ibnu Saud. Syaikh Muhammad, keluarga, dan murid-muridnya konsentrasi mengurus urusan keislaman, sedangkan Raja Ibnu Saud mengurus urusan negara, politik, dan kerajaan. Kesepakatan ini berlaku hingga saat ini Gerakan dakwah yang awalnya berpusat di Najd, lalu menyebar ke seluruh Saudi, menyebar ke Jazirah Arab, bahkan kemudian ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia dan negeri-negeri Muslim lain. (Desastian/disadur dari buku Bersikap Adil Kepada Wahabi)

Anda mungkin juga menyukai