Adab tarbiyah
Adab ini perlu untuk kesempurnaan ilmu yang kita terima.
Adab-adab majelis:
1.
(memilih majelis)
Kita harus memilih majelis (tidak semua majelis yang dibuat manusia sekarang ini perlu untuk
kita hadiri dan kita semarakkan)
Kita perlu mengajarkan mereka dari awal untuk selektif dalam memilih majelis dan itu telah
dijelaskan sendiri oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Hadits Abu Musa Al Asyari yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
:
()
Perumpamaan antara teman duduk yang baik dengan teman duduk yang buruk seperti
perumpamaan penjual minyak wangi dan tukang batu atau semacamnya. Intinya, ketika
berteman dangan teman yang shalih maka kita akan mendapatkan 3 kebaikan:
1. Ia akan menghadiahkan kepada kita minyak wanginya, (ia akan memberikan kita faedah
tanpa diminta)
2. Kita akan membeli dari dia minyak wanginya karena dia teman kita; tidak membeli di
tempat lain; dimana kalau kita beli dari teman maka ada hadiah khusus. Maksudnya tidak
begitu sulit bagi kita untuk meminta faidah darinya, contohnya nasehatnya, dll.
3. Kita akan mendapatkan darinya bau yang harum artinya mungkin ia tidak langsung
memberikan nasehat kepada kita dan kita mungkin yang agak segan langsung memintanya
tetapi paling tidak posisi kita yang dekat dengannya itu bisa membantu diri kita untuk bisa
istiqamah. (tidak mau macam-macam selama berada di sisinya).
Jadi, sangat penting untuk mengkondisikan kita berkumpul dan bermajelis bersama dengan
orang yang beriman dengan majelis yang baik.
Hadits dari Abu Hurairah Radiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
( )
Seseorang itu sangat bergantung pada agama temannya, maka perhatikanlah kepada siapa
kamu berteman(HR. Tirdmidzi dan Abu Dawud)
Dalil tersebut jelas memerintahkan kepada kita untuk memilih teman (tidak sembarang dalam
memilih teman dalam bermajelis) pilih teman yang bisa membantumu untuk istiqamah. Bukan
dengan melihat penampilan saja, seperti majelis-majelis yang banyak melucu, dst.
Berinfak
Hal ini didapatkan dalam buku-buku tentang adab, sehingga berinfak dalam majelis bukan
merupakan bagian dari adab tetapi bagian dari kebutuhan dan pelengkap karena dalil yang
digunakan dahulu itu adalah dalil umum.
QS. Al Mujadilah
Sehingga infak bisa disebutkan dalam sisi lain namun bukan disebutkan dalam sisi adab.
2. Memperbanyak dzikir kepada Allah
Ini perlu kita lakukan agar majelis kita tidak berubah fungsinya menjadi sekedar pertemuan
melepaskan kerinduan yang akhirnya bahan obrolannya kesana kemari. Sehingga kita perlu
mengkondisikan diri kita dan mutarabbiyah kita untuk senantiasa berdzikir kepada Allah.
Imam Abu Daud, Imam At Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abdullah Bin Umar Radiyallahu
Anhuma berkata
( )
Dari Ibnu Umar ra berkata, Jika kami menghitung dalam satu majelis Rasulullah menyebut
sebanyak 100x : Ya Rabbku ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Ancaman majelis yang kosong dengan dzikir disebutkan Imam Abu Daud dalam sunannya
hadits riwayat Abu Hurairah
( )
Tidaklah dari suatu kaum yang berdiri dari suatu majelis tapi majelisnya tidak ada zikirnya
kecuali mereka yang bangkit adalah bangkai-bangaki keledai, bagi mereka adalah kerugian.
Diantara dzikir yang penting yakni memperbanyak shalawat. Dari Abu Hurairah RA, Nabi
Shallallhu alaihi wa sallam mengatakan
( )
( )
Tidaklah duduk suatu kaum dalam majelis lalu di dalamnya mereka tidak mengingat Allah dan
tidak bershalawat kepada nabi mereka kecuali bagi mereka kerugian. Kalau Allah
menginginkan Allah siksa mereka dan kalau Allah menginginkan Allah mengampuni dosa-dosa
mereka.
Karena itu hal yang perlu kita ingatkan kepada mutarabbiyah kita terutama dengan
adanya syubhat-syubhat dzikir berjamaah mereka yang menyebarkan pemahaman dzikir
berjamaah kebanyakan membawa hadits-hadits tentang .
Padahal kita perlu memahamkan kembali dan menegaskan kepada para mutarabbiyah
kita bahwa majelis ilmu itu adalah majelis dzikir. Oleh karena itu, Atho bin Rabah, muftinya
orang Mekkah mengatakan tentang majelis dzikir yang disebutkan dalam banyak hadits, beliau
berkata yang dimaksud adalah majelis ilmu. Jadi hendaknya tidak menghadiri majelis yang tidak
sesuai dengan sunnah.
3. Berpenampilan yang sebaik-baiknya
Perlu juga diajarkan diawal kepada para mutarabbiyah kita agar penampilannya dalam
menghadiri majelis yang didalamnya ada tarbiyah tsaqafiyah berbeda ketika ia menghadiri
majelis yang di dalamnya ada tarbiyah jasadiyah.
Dalil: QS. Al Araaf: 30
Ayat ini salah satu dalil yang digunakan para fuqaha dalam mewajibkan menutup aurat pada saat
shalat.
Makna .. yang artinya tutuplah auratmu secara bahasa adalah pakailah perhiasanmu.
Artinya pakaian yang kita gunakan jangan cuma menutup aurat selama kita bisa memakai
pakaian yang terbaik.
Ayat ini tidak hanya mengkhususkan pada persoalan shalat ketika masuk mesjid walaupun
asalnya untuk perbuatan shalat tetapi diantara hikmah mengapa Allah menyebutkan di masjid
karena di masjid begitu banyak ibadah yang bisa kita kerjakan.
Hadits Jibril alaihis salam (hadits ke 2 dalam hadits Arbain Annawawiyah) ketika beliau datang
mengunjungi para sahabat untuk menjelaskan persoalan bagaimana cara bermajelis yang baik.
Diantaranya penampilan Jibril yang patut untuk menjadi perhatian kita adalah apa yang
disifatkan oleh Umar bin Khattab RA, beliau mengatakan
Berpenampilan yang terbaik, pakaian yang sangat putih, rambut yang sangat hitam
Intinya pembahasan para ulama, Jibril memakai pakaian yang terbaik. Bahkan sebagian
riwayat beliau alaihis salam meminyaki rambutnya.
Dalam buku-buku ulama ada yang sangat detail dalam menyebutkan persoalan ini,
memotong kuku, merapikan janggut dsb pada saat menghadiri majelis ilmu. Tapi tanpa
menjelaskan lebih detail para mutarabbiyah dapat mengambil manfaat atau pelajaran dari
murabbiyahnya. Karena murabbiyah itu adalah contoh yang terbaik bagi mutarabbiyahnya.
4. Penghormatan/ Mengucapkan salam pada saat tiba di masjid dan pada saat pulang
Ucapan salam adalah ucapan yang disyariatkan pada saat menghadiri majelis (masuk dan pada
saat meninggalkannya). Dan ini tidak bertentangan dengan pendapat sebagiannya. Para ulama
memandang tidak mesti mengucapkan salam pada saat memulai majelis dzikir karena telah
mengucapkan salam pada saat memasuki majelis.
Tetapi tidak masalah ketika kita memulai majelis dengan salam, namun perlu diingat
hadits-hadits yang menunjukkan disyariatkannya salam hanya pada saat masuk dan ketika
hendak meninggalkan majelis.
Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
()
Jika salah seorang diantara kalian masuk majelis maka ucapkanlah salam, dan apabila mau
duduk maka dipersilahkan, dan jika ia berdiri ingin pulang maka hendaklah ia memberi salam
yang kedua.
Rasulullah masuk masjid pada saat sudah mau khutbah, maka pada saat masuk majelis
beliau langsung mengucapkan Assalamu alaikum lalu beliau duduk, adzan dan ketika selesai
adzan beliau memulao ceramahnya tanpa mengucapkan salam kembali karena sebelumnya
beliau telah salam pada saat masuk majelis. Dan mengakhiri khutbahnya beliau tidak salam
karena memang beliau belum mau pergi (masih di masjid), beliau mengucapkan salam pada saat
mau meninggalkan masjid
Salam kepada hadirin peserta tarbiyah boleh tetapi boleh juga kepada orang-orang yang
didekatnya saja (kalau dikhawatirkan akan mengganggu jika setiap orang yang baru datang
mengucapkan salam). 1 sunnah yang juga perlu diangkat adalah berjabat tangan, hadits-hadits
yang menunjukkan syariat berjabat tangan yang hanya pada saat kita bertemu dan tidak ada
hadits yang tegas pada saat berpisah, hanya ada sebuah hadits saja yaitu:
Kesempurnaan ucapan salam adalah berjabat tangan.
Hadits ini dihasankan oleh sebagian ulama kita, dan syaikh Al Albani berkata hadits ini
sanadnya lemah tapi maknanya benar sehingga beliau memandang tidak mengapa bahkan baik,
beliau anjurkan saat berpisah kita mengucapkan salam.
Faedahnya: eratnya hubungan, menghilangkan dengki dan merupakan salah satu
menambah rasa cinta kepada saudara kita.
5. Dimakruhkannya membangunkan atau menyuruh berdiri seseorang dari majelis tempat
duduknya kemudian ia duduk di tempat temannya tersebut.
( )
Tidaklah boleh seseorang menyuruh orang lain untuk berdiri lalu ia mengambil tempat
duduknya
Kalau kita mau maka kita minta dilapangkan tapi kalau sempit maka kita minta kepada
yang paling kecil untuk bergantian duduk. Kecuali jika seseorang memberikan kita kesempatan
sebelumnya kepada kita tanpa kita menyuruh dia.
6. Berlapang-lapang dalam majelis
Sebaik-baik majelis adalah yang paling luas dan paling lapang. Maksudnya pertama kita
berusaha mencari tempat yang paling luas yang dapat memuat para hadirin. Karena masalah
kelapangan majelis mempengaruhi kondisi hati kita. Hanya saja jika tempatnya memang tidak
muat maka pada saat itu kita harus berlapang-lapang dalam majelis(memberi tempat kepada
saudari kita)
Hal yang perlu untuk diingat: jika ada seseorang yang bangkit dari tempat duduknya
kemudian dia akan kembali di tempat duduk itu, maka ia lebih berhak untuk duduk di majelis
tersebut.
7. Anjuran untuk berkumpul di dalam sebuah majelis dan tidak berpencar pada saat bermajelis.
- -
.
Hadits Riwayat Imam Muslim Ketika nabi Shallallahu alaihi wasallam melihat halaqah yang
banyak Nabi berkata:Mengapa kalian berpencar pada saat bermajelis?
Ada riwayat mengatakan bahwa jika sekiranya ada daun jatuh maka daunnya tidak akan jatuh ke
tanah.
" :
: ) (
( )
Hadits dari Abdullah bin Amr bi Ash radi, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata:tidak
halal bagi seseorang, memisahkan dua orang kecuali atas izin keduanya. Meskipun ada tempat
yang agak lowong di antar keduanya. Dengan kata lain kita harus meminta izin kepada
keduanya.
9. Kita duduk ditempat pemberhentian majelis atau akhir dari majelis.
()
Dari Abu Daud berkata: Kami para sahabat jika kamu mendatangi Rasulullah, salah seorang
diantara kami duduk ditempat perhentiannya. maka sunnah, barangsiapa yang datang di awal
mengambil posisi di depan.
10. Bolehnya kedepan bagi yang melihat di depannya ada tempat yang lowong tanpa menyakiti
orang lain.
( )
Dari hadits riwayat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang ksaih tiga orang pemuda
yang datang melewati majelis Rasulullah tersebut. Tiga orang tersebut adalah:
1. Melihat tempat/majelis Rasulullah langsung bergabung dan melihat yang kosong maka ia
langsung ke depan. Maka ia nanti
2. Bergabung juga di tempat lowong tapi ia agak malu-malu, maka ia menyelinap di majelis
dengan agak malu-malu .
3. Yang tidak peduli dengan majelis ilmu, dia melihat majelis Rasulullah tapi ia tidak
mempunyai keinginan dan minat dengan majelis tersebut.
Nabi ketika melihat ke tiga orang tersebut mengatakan:
Orang pertma adalah orang yang berlindung kepada Allah, maka Allah melindunginya, orang
yang kedua bergabung dalam majelis tapi malu-malu, maka Allah juga malu terhadapnya,
sedangkan orang yang ketiga ia berpaling maka Allah juga bepaling darinya.
Imam Bukhari ketika menjelaskan hazdits ini memberikan judul bolehnya ke depan jika melihat
ada lowong di depan, tetapi sekali lagi jangan sampai menyakiti orang lain sebagaimana ketika
nabi melihat adanya orang yang mau ke depa, beliau berkata:Duduk saja, kamu telah
menyakiti banyak orang.
11. Menjauhkan diri dari duduk yang dilarang
Duduk yang paling bagus adalah duduk iftirasy atau seperti duduknya Jibril alaihis salam
dihadapan rasulullah ketika datang untuk menjelaskan konsep keimanan kepada para sahabat.
Duduk yang dilarang oleh Rasulullah pada saat bermajelis adalah ada dua, yaitu:
1. duduk dimana seseorang meletakkan tangan kirinya ke belakang lalu ia bersandar pada
tangan kirinya tersebut atau bertopang dengannya.
( )
Hadits Rasulullah dari Sunan Abu Daud dari Syahid bin Fulaid, beliau berkata Rasulullah
melewati aku dan pada waktu itu aku duduk di sini, saya meletakkan tangan kiriku di
belakang punggungku dan saya bertopang dengannya. Kemudian Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam bersabda: Apakah kamu mau duduk dengan duduknya orangyang Allah
murkai?
Syaikh Utsaimin mengatakan: Hadits ini menunjukkan bahwa jika kita menggunakan tangan
kanan maka itu tidak mengapa atau kedua-duanya jika kita memiliki hajat namun tidak untuk
dilakukan terus-menerus.
2. Duduk di tempat yang sebagian badannya terkena matahari dan sebagian lainnya terlindungi.
( )
Sunan Abu Daud dari Abu Hurairah RA, Abul Qasim Shallallahu alaihi wasallam
bersabda: Jika salah seorang diantara kamu berada di matahari dan sebagian lainnya
dinaungi, maka ia harus bangkit darinya.
12. Menutup majelis dengan doa kafaratul majelis.
( (
( )
Abdullah bin Umar Radiyallahu Anhuma mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah sama
sekali atau jarang berdiri dari majelisnya kecuali membaca doa Allahummagfirlana
minkhasyatika...
Menjaga kehormatannya
Dari Ubadah bin Shomit bahwa Rasulullah bersabda, Tidak termasuk golongan kami seorang
yang tidak menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda serta tidak
mengenali hak dari orang alim diantara kami (HR. Ahmad dan Hakim serta haditsnya dinyatakan hasan
oleh Syaikh Albani dalam Shohih Al Jami Ash Shoghir).
Abdullah bin Abbas radhiyallohu anhuma pernah memegang kendali tali kekang hewan tunggangan
Zaid bin Tsabit , ketika Zaid menegurnya karena merasa risih dengan perbuatan dari sepupu
Rasulullah tersebut yang menurutnya agak berlebihan maka Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma
menyela, Beginilah kami diperintahkan untuk berlaku di hadapan ulama dan orang yang lebih tua
dari kami 1
Imam Syubah bin Hajjaj (wafat tahun 160 H) berkata, Jika saya telah mendengar sebuah hadits
dari seseorang maka saya menjadi seperti budaknya selama dia masih hidup 2
Abdullah bin Abbas mengatakan kami diperintahkan bersikap baik kepad ulama dan orang tua
kami.
Ini sebagai bentuk rasa terima kasih atau syukur kita akan ilmu yang telah merela sampaikan.
2.
Menulis apa yang dikatakan murabbi
Dari Abdullah bin Umar, dari Anas bin Malik dari Umar bin Khattab Rasulullah bersabda
Ikatlah ilmu dengan menulis HR. Imam Baihaqi.
Asy Syadi mengatakan Bila kau mendengarkan satu ilmu maka tulislah walaupun itu di
dinding atau di tembok. Jangan pernah engkau meninggalkan suatu ilmu kecuali engkau telah
menulisnya
3. Mendengarkan apa yang disampaikan oleh murabbi
Umar bin Khattab mengatakan: Jadilah kamu orang alim atau mutaallim atau mustami
(pendengar) dan jika kamu menjadi yang ke empat maka kamu celaka. Abu Darda mengatakan
Tidak apa-apa menjadi orang yang keempat, tapi orang yang keempat adalah simpatisan. Dan
jangan menjadi orang yang kelima karena kamu akan binasa. Mustami artinya mendengarkan
murabbiyah dengan kesan menempatkannya di tempat yang tinggi (menghormatinya). Salah satu
sikap tersebut adalah bersikap tawadhu seperti Abdullah bin Abbas yang begitu tawadhu
terhadap guru-gurunya, meskipun gurunya sendiri kadang risih sebab mereka tahu bahwa Ibnu
Abbas lebih alim dari mereka, namun ibnu abbas sendiri tidak mau memberikan kesan seperti
itu. Dan inilah yang juga harus senantiasa diingatkan kepada mutarabbiyah-mutarabbiyah kita
tentang bagaimana menghormati murabbinya.
4. Memuliakan dan bersungguh-sungguh dalam berkhikmad kepada murabbi
5. Tidak mendahului dari ustadz-ustadznya (jangan menimpali jika ada yang disampaikan oleh
murabbiyah), ini dijelaskan oleh para ulama dengan mengambil firman Allah
Walaupun posisi Rasulullah tidaklah persisi sama dengan posisi guru sekarang namun paling
tidak seorang murid tidak boleh mendahului ustadznya dalam segala sesuatu. Ini juga
dicontohkan oleh sikap nabi Musa terhadap nabi Khidr dimana beliau selalu meminta izin dulu,
sampai-sampai ketika mau belajar kepada nabi Khidr pun beliau meminta izin terlebih dahulu.
6.
Beradab pada saat duduk di depan murabbi dengan cara mengkonsentrasikan pemikiran kita
kepadanya, menghadirkan seluruh panca indra kita. Hasan bin Ali (cucu Rasulullah) pernah
menasehati anaknya dengan mengatakan wahai anakku jika engkau menghadiri majelis para
ulama maka hendaknya engkau lebih bersemangat mendengar daripada berbicara, jangan
mengambil sikap diam dan jangan engkau memotong pembicaraan seseorang hingga dia
berhenti berbicara. Jadi hendaknya kita duduk dengan cara yang terbaik yang menunjukkan
perhatian kita terhadap apa yang disampaikan.
8.
Bersikap sabar terhadap murabbi dalam segala hal. Termasuk dalam hal penyampaian ilmu dari
murabbi, sebab terkadang ada murabbi yang menahan ilmunya atau menunda penjelasannya
meski tetap akan disampaikan. Ini dicontohkan dengan kesabaran Umar bin Khattab ketika
terjadi peristiwa Jibril. Beliau mengetahui tentang siapa yang datang setelah tiga hari, padahal
sebenarnya beliau sangat ingin mengetahuinya namun beliau bersabar hingga Rasulullah sendiri
yang menyampaikannya.
9.
Mendengarkan dengan baik
Satu perkataan dari Atha bin Abi Rabah (thabiin yang hidup di Mekah) beliau mengatakan
sesungguhnya aku kadang mendengarkan hadits dari seseorang padahal aku lebih
mengetahuinya dari dia, namun aku menampakkan seolah-olah aku tidak mengetahui hadits
tersebut sama sekali, dalam perkataan yang lain beliau menyampaikan sesungguhny aku
kadang mendengarkan seorang pemuda berbicara tentang suatu hadits lalu saya
memperhatikan perkataannya seakan-akan belum pernah mendengarkan hadits itu sebelumnya
padahal sya telah mendengarkan hadits itu sebelum anak muda itu lahir. Ini perlu diajarkan
kepada mutarabbiyah, kadang dalam tarbniyah murabbiyah menyampaikan sesuatu yang
mungkin sudah pernah ia dengar sebelumnya maka seorang mutarabbi jangan menunjukkan
kesan tidak membutuhkannya lagi. Firman Allah, dan berilah peringatan, sesungguhnya
peringatan itu selalu saja dibutuhkan oleh orang yang beriman.