Anda di halaman 1dari 87

TUGAS PENGELOLAAN

MURABBIYAH TAKWIN

JUDUL:
1. AL INTIMA’ LIL HARAKAH
2. HARAKATUL INQADZ
3. PENTINGNYA ILMU SYAR’I DI MEDAN DAKWAH
4. METODE YANG BENAR DALAM MENEGAKKAN AD DIN
5. FIQH DAKWAH
6. FANNU AT TA’AMUL
7. HAKIKAT GHURABA’ DAN KEUTAMAANNYA
8. AQIDATU AL ASMA WA ASH SHIFAT
9. SULUKIYATU AHLI AS SUNNAH WA AL JAMA’AH
10. AQIDATU AHLI AS SUNNAH FI ASH SHAHABAH
11. AQIDATUNA WA MANHAJUNA

PENGIRIM: RUSNI / GRUP 2 / JAKARTA SELATAN


Al intima' lil Harakah
(Ust.Jahada Mangka, Lc)

Tujuan umum:
1. Agar mutarabbiyah memahami kewajiban dalam memperjuangkan islam (sehingga
dia tidak hanya mementingkan diri sendiri)
2. Agar mutarabbiyah memiliki sifat - sifat orang yang hidup untuk islam
3. Agar mutarabbi memahami tentang kewajiban amal jama'i (sehingga tidak berjuang
sendiri - sendiri)
4. Agar mutarabbiyah memahami kriteria umum jama'ah yang ideal sebagai wadah
perjuangan.
5. Agar mutarabbiyah memiliki tsiqah kepada tanzhim dan jama'ah

Dakwah itu harus dikelola secara amal jama'i karena ia adalah tugas berat bukan tugas
ringan yang tidak akan mampu kita kerjakan sendiri – sendiri. Oleh karena itulah kita perlu
bergabung dalam sebuah lembaga pergerakan (intima’ lil harakah).
Dalam berintima’ kepada harakah ada beberapa hal yang harus kita pahami, diantaranya
I. Saya hidup untuk islam

1) Pembagian Manusia di dunia :


 Kelompok manusia yang hidup hanya untuk dunia
Mereka mengabdikan hidupnya hanya untuk kehidupan dunia seperti kaum
materialistic, paham komunisme, sekulerisme dan eksistesialisme yang tidak
beriman kepada hari akhirat. Sehingga mereka hidup hanya untuk mengejar
dunia tanpa peduli dengan kehidupan akhirat. Allah Ta’ala berfirman:

ِ ‫مِب‬ ُّ ‫َو قَ الُوا ِإ ْن ِه َي ِإ اَّل َح يَ ا ُت نَ ا‬


َ‫الد ْن يَ ا َو َم ا حَنْ ُن َ ْب عُ وث ني‬
Dan tentu mereka akan mengatakan (pula): "Hidup hanyalah kehidupan kita di
dunia ini saja, dan kita sekali-sekali tidak akan dibangkitkan". (Al An’am:29)

 Kelompok manusia yang hidupnya tidak jelas (tenggelam antara 2 hal).


Mereka tahu bahwa ada kehidupan setelah kehidupan dunia tapi kemudian
mereka terpengaruh oleh paham yang pertama sehingga mereka terombang-
ambing pada kehidupan dunia. Dan tidak sedikit dari mereka adalah orang -
orang muslim. Mereka beriman kepada hari akhir, hari pembalasan tapi
imannya hanya sekedar teori sehingga kehidupannya di dunia digunakan
hanya untuk memenuhi kepuasan kebutuhan biologis dan kebutuhan
perutnya. Allah Ta’ala berfirman:

‫حَتْ تِ َه ا‬ ‫َّات جَتْ ِر ي ِم ْن‬ٍ ‫ات ج ن‬ ِ ‫َّذ ين آم نُ وا و ع ِم لُ وا الصَّا حِل‬ ِ ِ


َ َ َ َ َ َ ‫ِإ نَّ اللَّهَ يُ ْد خ ُل ال‬
ِ
‫َّار‬
ُ ‫َو الن‬ ُ ‫ون َك َم ا تَ ْأ ُك ُل اَأْل ْن َع‬
‫ام‬ َ ُ‫ون َو يَْأ ُك ل‬
َ ُ‫ين َك َف ُر وا َي تَ َم تَّع‬
َ ‫ار ۖ َو الَّذ‬ُ ‫اَأْل ْن َه‬
‫َم ْث ًو ى هَلُ ْم‬

Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh “

ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang

kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya

.binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka”. (Muhammad: 12)

 Kelompok manusia yang menganggap bahwa kehidupan dunia ini adalah


ladang kehidupan akhirat (kelompok ini sangat sedikit).
Mereka beranggapan bahwa seseorang tidak bisa masuk surga kalau tidak
berjuang di dunia ini untuk menanam dan menanam kebaikan sehingga ia
harus berusaha dengan sebaik baiknya di dunia ini untuk bekal kehidupan
akhirat.

ِ ِ ِ ِ ‫ا حْل ي اةُ ُّ ِإ‬


ۗ ‫ون‬
َ ‫َّق‬
ُ ‫ين َي ت‬ ٌ ‫الد ْن يَ ا اَّل لَ ع‬
َ ‫ب َو هَلْ ٌو ۖ َو لَ لدَّ ُار ا آْل خ َر ةُ َخ ْي ٌر ل لَّذ‬ ََ ‫َو َم ا‬
َ ُ‫َت ْع ِق ل‬
‫ون‬ ‫َأفَ اَل‬
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau
belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang
bertakwa ?, maka tidakkah kamu memahaminya”. (Al’ An’am: 32)

Orang yang beramal untuk kehidupan akhirat ibarat orang yang menanam
padi yang secara otomatis rumputnya pun ikut tumbuh. Adapun yang bekerja
untuk dunia diibaratkan seperti orang yang menanam rumput tapi
mengharapkan memanen padi dan itu tidak mungkin terjadi.

2) Bagaimana cara mengabdikan hidup untuk islam ?


 Mengetahui tujuan hidup
Tujuan hidup manusia adalah untuk ibadah. AllahTa’ala berfirman:

ِ ‫و م ا خ لَ ْق ت ا جْلِ نَّ و ا ِإْل نْ س ِإ اَّل لِي ع ب ُد‬


‫ون‬ ُْ َ َ َ ُ َ ََ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. (Adz Dzariyat: 56)

Jadi tujuan kita bukan untuk makan dan minum tetapi untuk beribadah. Kita
makan dan minum untuk hidup bukan hidup untuk makan dan minum.

 Mengetahui nilai dunia jika dibandingkan dengan akhirat


Nilai dunia jika dibandingkan dengan akhirat tidaklah ada apa-apanya. Allah
Ta’ala berfirman;

ِ ْ‫يل هَّللا ِ َّاثا َق ْل ُت ْم ِإلَى اَأْلر‬


‫ض ۚ َأ َرضِ ي ُت ْم ِب ْال َح َيا ِة‬ ِ ‫ِين آ َم ُنوا َما لَ ُك ْم ِإ َذا قِي َل لَ ُك ُم ا ْنفِرُوا فِي َس ِب‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬
‫ال ُّد ْن َيا م َِن اآْل خ َِر ِة ۚ َف َما َم َتا ُع ْال َح َيا ِة ال ُّد ْن َيا فِي اآْل خ َِر ِة ِإاَّل َقلِي ٌل‬

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu,


“Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allâh” kamu merasa berat dan ingin
tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai
ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) akhirat kecuali hanya sedikit”. (At Taubah;
38)

‫﴾ َواآْل خ َِرةُ َخ ْي ٌر َوَأ ْب َق ٰى‬١٦﴿ ‫ُون ْال َح َيا َة ال ُّد ْن َيا‬


َ ‫َب ْل ُتْؤ ِثر‬
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedang
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. [al-A’la/87:16-17].

‫ َوهَّللا ِ َما ال ُّد ْن َيا فِى اآلخ َِر ِة ِإالَّ م ِْث ُل َما َيجْ َع ُل َأ َح ُد ُك ْم‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ِ ‫َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
َ ‫ِإصْ َب َع ُه َه ِذ ِه – َوَأ َش‬
ُ ‫ار َيحْ َيى ِبال َّسبَّا َب ِة – فِى ْال َي ِّم َف ْل َي ْن‬
‫ظرْ ِب َم َيرْ ِج ُع‬

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Demi Allâh, tidaklah dunia


dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kamu yang
mencelupkan jari tangannya ini –perawi bernama Yahya menunjuk jari
telunjuk- ke lautan, lalu hendaklah dia perhatikan apa yang didapat pada jari”.
[HR.Muslim]

َ ‫ت ال ُّد ْن َيا َتعْ ِد ُل عِ ْندَ هَّللا ِ َج َن‬


‫اح‬ َ ِ ‫ْن َسعْ ٍد َقا َل َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ْ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَ ْو َكا َن‬ ِ ‫َعنْ َسه ِْل ب‬
‫ُوض ٍة َما َس َقى َكا ِفرً ا ِم ْن َها َشرْ َب َة َما ٍء‬
َ ‫َبع‬

Dari Sahl bin Sa’ad, dia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Seandainya dunia di sisi Allâh sebanding dengan satu sayap
nyamuk, niscaya Allâh tidak akan memberikan minum seteguk air kepada
orang kafir”. [HR Tirmidzi, no. 2320 dan ini lafazhnya; juga Ibnu Majah, dan
dishahihkan oleh Syeikh Al Albani]

 Mengetahui bahwa kematian itu pasti dan mengambil pelajaran darinya.


‫ور ُك ْم َي ْو َم الْ ِق يَ َام ِة ۖ فَ َم ْن‬َ ‫ُأج‬ُ ‫َّو َن‬ ْ ‫ُت َو ف‬ ‫َو ِإ مَّنَ ا‬ ۗ ‫الْ َم ْو ِت‬ ُ‫س َذ ا ِئ َق ة‬ ٍ ‫ُك ُّل َن ْف‬
‫الد ْن يَ ا ِإ اَّل‬
ُّ ُ‫َف َق ْد فَ َاز ۗ َو َم ا ا حْلَ يَ اة‬ َ‫ا جْلَ نَّة‬ ‫ُأد ِخ َل‬
ْ ‫َو‬ ِ ‫ُز ْح ِز َح َع ِن الن‬
‫َّار‬
ِ‫َم تَ اعُ الْ غُ ر ور‬
ُ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh
ia telah beruntung. Dan tidaklah kehidupan dunia ini kecuali
kesenangan yang menipu”.(Ali ‘Imran: 185)

 Mengetahui hakikat islam dan berusaha memahami, belajar, dan mengerti


segenap prinsip aqidah, hukum dan hal yang halal dan haram
Islam itu adalah minhajul hayah bukan hanya sekedar ajaran ceremony saja.
 Mengetahui hakikat jahiliyah dengan memahami segenap pemikiran, aliran
dan strateginya.
Kalau tidak paham dengan hakikat jahiliyah maka akan terjebak dalam
konspirasi dan strateginya dalam menghancurkan umat islam. Diantara
paham-paham jahiliyah, seperti yahudi yang menggerakkan organisasi besar
seperti freemasonry, Nashrani dengan gerakan kristenisasi, gerakan
orientalisme, komunisme dan aliran - aliran barat lainnya yang semuanya
bergerak untuk menghancurkan islam.

3) Karakter manusia yang hidup untuk islam


a. Komitmen beramal untuk islam
Artinya komitmen beramal bukan hanya sekedar angan-angan karena iman
itu bukan sekedar angan-angan tapi iman adalah keyakinan dalam hati
yang diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan.
b. Memberi perhatian terhadap maslahat islam
c. Teguh memegang kebenaran dan percaya pada Allah
d. Komitmen beramal untuk islam dan bekerjasama dengan aktivis lainnya

II. Saya meyakini kewajiban berjuang untuk islam


 Wajib dari segi prinsip
Anda sebagai muslim, berarti wajib untuk berjuang untuk islam. Dia bukan
sunnah dan juga bukan afdhal tapi ia adalah kewajiban.
 Wajib secara hukum

‫ب ِإالَّ بِِه َف ُه َو َو ِاجب‬ ِ ‫ما الَ يتِ ُّم‬


ُ ‫الواج‬
َ َ َ
“Perkara wajib yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka perantara itu
menjadi wajib.”

 Wajib secara darurat


Karena banyak hal-hal dalam islam yang tidak bisa dijalankan kecuali jika
islam itu tegak maka penegakan islam itu secara darurat adalah kewajiban
yang mendesak.
 Wajib dalam skala individu dan jama'ah
Bekerja untuk islam adalah kewajiban baik secara individu maupun secara
jama’ah.
 Orang yang berjihad pada hakikatnya dia berjihad untuk kebaikan dirinya
sendiri ( Al Ankabut: 69)

ِ ِ ِ َّ
َ‫اه ُد وا ف ينَ ا لَ َن ْه د َي َّن ُه ْم ُس ُب لَ نَ ا ۚ َو ِإ َّن اللَّ هَ لَ َم ع‬
َ ‫ين َج‬َ ‫َو ال ذ‬
‫ين‬ ِ ِ ‫ال‬
َ ‫ْم ْح س ن‬
ُ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.

Ayat ini menerangkan janji yang mulia dari Allah kepada orang-orang
mukmin yang berjihad di jalan-Nya dengan mengorbankan jiwa dan
hartanya serta menanggung siksaan dan rintangan. Oleh karena itu,
Allah akan memberi mereka petunjuk, membantu mereka
membulatkan tekad, dan memberikan bantuan, sehingga mereka
memperoleh kemenangan di dunia serta kebahagiaan dan kemuliaan
di akhirat kelak.

Semakin banyak kontribusi yang dilakukan untuk perjuangan islam,


semakin banyak pahala yang diperoleh. Namun perlu dipahami bahwa
kitalah yang butuh pada perjuangan dakwah ini, bukan dakwah ini yang
butuh kepada kita sehingga tidak tertipu dengan apa yang kita lakukan,
tidak merasa bangga dengan semua itu.
Ketika kita berdakwah, pada dasarnya kita berdakwah untuk kebaikan diri
sendiri. Sehingga tidak kecewa ketika tidak mendapatkan apresiasi dari
apa yang telah kita lakukan untuk perjuangan ini.

III. Harakah Islamiyah


Sebelum berkomitmen dengan sebuah harakah Islamiyah, kita harus memahami
terlebih dahulu tentang harakah Islamiyah supaya tidak asal masuk di dalamnya,
diantaranya:

 Tugas harakah
a. secara global: mengajak manusia agar menyembah Allah
b. secara terperinci:
Harakah Islamiyah secara khusus bertugas untuk mewujudkan
 Sistem pemerintahan internal
 Sistem hubungan internasional
 Sistem kehakiman
 Sistem pertahanan dan kemiliteran
 Sistem ekonomi
 Sistem pendidikan
 Sistem keluarga dan rumah tangga

Selain mengetahui tugas dari harakah Islamiyah,ada hal - hal pokok dari
pergerakan dakwah Islamiyah sebagai dasar harakah dakwah itu berada di atas
kebenaran atau tidak, diantaranya:
 Berada di atas manhaj yang benar (aqidah, ibadah, akhlak dan mu'amalah)
 Punya tujuan yang jelas (meninggikan kalimat Allah)
 Ada tanzhim dan program kerja yang jelas secara bertahap
 Terwujudnya ukhuwah diantara anggotanya

 Kriteria dasar (prinsip) dari harakah islamiyah


 Rabbaniyah
Pijakan-pijakannya berdasarkan Al Quran dan Sunnah
 Indefenden (berdiri sendiri tidak tergantung dengan lembaga lain dan orang
lain)
 Modern
selalu ada perkembangan (kemajuan) kedepan baik sisi jumlah kader maupun
sisi kualitas. Terbuka dalam menggunakan uslub atau sarana - sarana baru
(selama tidak bertentangan dengan syari’at)
 Komprehensif (lengkap dan menyeluruh)
Bergerak secara menyeluruh, tidak sebatas memperbaiki satu aspek saja
tetapi seluruh aspek kehidupan.
 Menghindari permasalahan - permasalahan khilafiyah dalam bidang fiqh
Tidak mau masuk terlalu jauh pada permasalahan khilafiyah dalam fiqhiyah
karena ada maslahat besar yang ingin dicapai dan lebih utama untuk
diprioritaskan.

 Karakteristik Pergerakan dari harakah islamiyah


1) Jauh dari kendali penguasa
Tujuan dakwah jauh lebih besar dari sekedar kekuasaan dan kepentingan
dunia. Ketika lembaga dakwah sudah berada di bawah kendali penguasa
maka akan mudah ditarik kemana – mana sesuai dengan kepentingan
penguasa.

2) Bertahap
Karena itulah dalam lembaga dakwah dikenal istilah marhalah, yaitu:
 Marhalah ta’rif ula
 Marhalah ta’rif tsaniyah
 Marhalah ta’kwin ula
 Marhalah takwin tsaniyah
 Marhalah tanfidz
 Marhalah itqan
3) Lebih banyak beramal dan berkarya daripada melakukan propaganda dan
publikasi.
Jangan sampai ada lembaga dakwah yang lebih mementingkan masalah
publikasi walaupun kerjanya sangat sedikit dan lemah. Sebuah pergerakan
dakwah yang ideal adalah sebuah pergerakan dakwah yang lebih
memperhatikan kerja - kerja dakwah

4) Taktik bernafas Panjang


Jalan perjuangan ini Panjang, ia adalah pekerjaan yang berat sehingga aktivis
dakwah harus menyiapkan kesabaran dalam menjalaninya dan tidak tergesa-
gesa untuk melihat hasil.
5) Terbuka dalam aktivitas dan tertutup dalam persiapan
Tidak semua hal dalam lembaga pergerakan dibuka secara umum. Ada hal -
hal yang sifatnya sekret yang diketahui oleh yang berkompeten saja karena
kalau semua kondisi dalam lembaga dipublikasikan keluar maka akan mudah
untuk dihancurkan oleh musuh.
Rasulullah pun melakukan hal yang sama dalam gerakan dakwahnya. Bahkan
ketika sudah hijrah ke madinah pun Rasulullah tidak mempublikasikan semua
aktivitas kaum muslimin, ada hal - hal sekret yang hanya orang - orang
tertentu yang mengetahui.

6) Uzlah secara maknawi bukan jasadi


Uzlah disini adalah uzlah kejiwaan (perasaan) bukan uzlah fisik.Tidak boleh
mengasingkan diri dari masyarakat karena tujuan dakwah kita adalah
mengajak manusia (mendakwahi manusia). Bagaimana kita bisa mengajak
mereka kalau kita menjauhinya.

7) Tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan


Contohnya: menghalalkan musik kemudian masuk pada istilah nada dan
dakwah.

 Bekal Harakah Islamiyah


a. Beriman kepada Allah berikut pertolongan dan bantuanNya
b. Beriman (yakin) kepada manhaj beserta keistimewaan dan kemaslahatannya
(relevansinya).
Yaitu meyakini bahwa islam ini adalah manhaj yang bisa memperbaiki
kehidupan manusia di segala tempat dan zaman.
c. Keyakinan yang dalam terhadap ukhuwah beserta hak – hak dan kesuciannya
d. Beriman kepada balasan beserta keagungan dan kebesarannya
e. Tsiqah (percaya) kepada jama’ah
f. Jihad

IV. Saya harus memahami lika liku perjuangan islam dan alasan memilih harakah
Islamiyah
Kita memilih perjuangan islam dan memilih harakah islamiyah bukan pergerakan
politik karena:
1) Orientasi pada aspek rohani
2) Orientasi pada aspek intelektual
3) Orientasi pada aspek sosial
4) Orientasi politik murni
5) Kesempurnaan pada harakah Islamiyah
Saling melengkapi antara satu dan yang lainnya

V. Memahami dimensi - dimensi dalam komitmen kepada harakah islamiyah


a. Komitmen aqidah
b. Komitmen keanggotaan

VI. Memahami pilar - pilar perjuangan islam


1) Tujuan yang jelas
2) Jalan yang jelas
3) Tabiat perubahan
4) Tabiat totalitas
5) Tabiat universalitas
Bahwa gerakan harakah islamiyah itu alamiyah (mendunia). Pergerakannya
bermula dari internal kemudian berlanjut pada internasioanal (seluruh alam).

VII. Saya harus memahami syarat –syarat keanggotaan


1) Mengutamakan kualitas bukan kuantitas
2) Berdasarkan hukum syari’at
3) Memperhatikan masalah ketaatan dan hukumnya dalam islam
4) Rukun – rukun keanggotaan
a. Paham
b. Ikhlas
c. Amal
 pembentukan pribadi muslim
 pembentukan keluarga muslim
 pembentukan masyarakat islami
 pembentukan pemerintahan islami
 pembentukan khilafah islamiyah kubra
d. Jihad
e. Pengorbanan
f. Ketaatan
Seorang aktivis tentunya harus taat kepada Allah kemudian sebagai
anggota dia wajib taat pada kebijakan - kebijakan lembaga selama tidak
bermaksiat pada Allah.
g. Keteguhan (istiqamah)
h. Totalitas
i. Ukhuwah
j. Tsiqah
 Kepada Allah
 Jama’ah
 Ikhwah

5) Kewajiban – kewajiban seorang muslim


a. Membaca wirid harian dari kitabullah
b. Tilawah Al Qur’an, mendengarkan dan mentadabburinya
c. Mengontrol kesehatan secara umum
d. Menjauhi sikap berlebih – berlebihan dalam perkara minum dan makan
e. Memperhatikan kebersihan dalam segala hal
f. Jujur dalam perkataan sehingga pantang untuk berdusta
g. Berani dan tabah
h. Tampil berwibawabah dan selalu bersunggug – sungguh
i. Memiliki rasa malu yang kuat dan perasaan yang peka (empati)
j. Adil dan benar dalam menetapkan keputusan di setiap kondisi
k. Memiliki semangat yang tinggi dan terlatih dalam melayani kebutuhan
orang banyak
l. Memiliki hati yang penuh kasih sayang, terbuka dan lapang dada
m. Dsb.

Maraji’:
Al Intima’ Lil Islam (Dr.Fathi Yakan)

Harakatul Inqadz
(Ust.Jahada Mangka, Lc)
Tujuan materi:
1. Agar mutarabbi mengetahui bahwa dosa dan kemaksiatan adalah sebab kehancuran
dan bencana
2. Agar mutarabbi berperan secara aktif dalam dakwah dan memperbaiki masyarakat
3. Agar mutarabbi menjaga amal jama'i dalam dakwah

Muqaddimah
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam memberikan permisalan kehidupan dunia ini seperti orang - orang yang
hendak menaiki satu bahtera untuk menyeberangi lautan. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:

‫مثل القائم في حدود هللا والواقع“ فيها كمثل قوم استهموا على سفينة فصار بعضهم“ أعالها وبعضهم‬
‫أسفلها وكان الذين في أسفلها إذا استقوا من الماء مروا على من فوقهم فقالوا لو أنا خرقنا في نصيبنا‬
‫خرقا ولم نؤذ من فوقنا فإن تركوهم“ وما أرادوا“ هلكوا جميعا وإن أخذوا على أيديهم“ نجوا ونجوا“ جميعا‬
“Permisalan orang-orang yang menegakkan batasan-batasan Allah (amar ma’ruf nahi
mungkar) dan orang-orang yang bermaksiat padanya, seperti satu kaum yang melakukan
undian untuk mendapatkan posisi dia atas kapal. Maka sebagian mereka mendapat posisi
bagian atas, sedang yang lainnya mendapat posisi bagian bawah. Pada saat itu, orang-
orang yang mendapat posisi bagian bawah, jika hendak mengambil air minum, maka
mereka harus naik pada bagian atas kapal melewati orang-orang yang berada pada
tempat tersebut. Sayangnya, orang-orang yang berada pada bagian atas kapal merasa
terganggu, hingga orang-orang yang berada di bagian bawah berkata, “Jika saja kita
melubangi kapal pada bagian kita, niscaya kita tidak akan mengganggu orang-orang yang
berada di atas kita”. Seandinya orang-orang yang berada di atas kapal itu membiarkan
apa yang mereka inginkan (melubanginya) niscaya mereka semua akan binasa, namun
jika mereka mengambil tangan-tangan mereka niscaya mereka semua akan selamat”
(HR. Bukhari)

 Agar bahtera tidak tenggelam maka


Perlu adanya gerakan penyelamat (harakatul inqadz). Apa harakatul inqadz itu ?, tidak
lain adalah gerakan dakwah (harakatud dakwah) yang akan menyelamatkan masyarakat
dari kebinasaan akibat kemaksiatan. Gerakan penyelamat ini adalah refleksi dari surat Ali
Imran ayat 102 - 104 bahwa untuk menyelamatkan masyarakat dari kebinasaan dan
adzab karena kemaksiatan, harus ada yang namanya harakatul inqadz (gerakan
penyelamat).
 Tugas dari gerakan penyelamat
1. Mengajak pada kebaikan
2. Amar ma'ruf
3. Nahi mungkar
Allah berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 104
ٓ
َ َ‫ُون ِب ْٱل َمعْ رُوفِ َو َي ْن َه ْو َن َع ِن ْٱلمُن َك ِر ۚ َوُأ ۟و ٰل‬
‫ِئك ُه ُم ْٱل ُم ْفلِحُون‬ َ ‫ُون ِإلَى ْٱل َخي ِْر َو َيْأ ُمر‬
َ ‫َو ْل َت ُكن مِّن ُك ْم ُأم ٌَّة َي ْدع‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.
Kata “wal takun minkum” pada surat Ali ‘Imran ayat 104 adalah shigah amr
(perintah) dan asal sebuah perintah adalah wajib. Ada 2 perintah dalam ayat ini:
1) Perintah berdakwah (amar ma’ruf nahi mungkar)
2) Gerakan amal jama'i dalam berdakwah berdasarkan penjelasan dari awal
ayat “wal takun minkum ummatan”
Dan di akhir ayat dijelaskan bahwa “wa ulaika humul muflihum” (mereka adalah
orang – orang yang beruntung). Kata “ulaika” yang artinya mereka dan hum juga
berarti mereka. Pengulangan kata (uslubut tikrar) pada ayat ini dipakai untuk
membatasi. Hal ini menunjukkan bahwa seakan - akan ayat ini mengatakan “hanya
orang - orang beruntunglah yang melakukan aktivitas dakwah atau tidak ada jalan
keselamatan kecuali hanya dengan berdakwah”.
Dari sini kita bisa mengambil mafhumul mukholafah (antonim) dari kalimat itu yang
artinya bahwa ketika seseorang tidak berdakwah maka ia tidak akan beruntung dan
orang yang tidak beruntung berarti dia merugi atau tidak selamat.
Dalam surat Al Ashr juga dijelaskan betapa pentingnya yang namanya dakwah. Allah
berfirman:

ِ ‫) ِإاَّل الَّ ِذين آَمنُوا وع ِملُوا َّ حِل‬2( ‫) ِإ َّن اِإْل نْسا َن لَِفي خس ٍر‬1( ‫والْعص ِر‬
َ ‫اص ْوا بِاحْلَ ِّق َوَت َو‬
‫اص ْوا‬ َ ‫الصا َات َو َت َو‬ ََ َ َ ُْ َ َْ َ
َّ ِ‫ب‬
ِ‫الصرْب‬

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Di dalam surat ini Allah menjelaskan bahwa semua manusia berada dalam kerugian
dan dikecualikan 4 orang yaitu yang beriman, beramal sholih, nasehat menasehati
dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran. Ada 4 golongan yang
dikecualikan sebagai orang yang merugi dan 2 diantaranya adalah perkara dakwah.
Maka tidak ada jalan lain kecuali menjadikan dakwah sebagai jalan hidup kita karena
Rasulullah pun diperintahkan dalam surat Yusuf: 108 untuk mengatakan inilah
(dakwah) jalanku. Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫ير ٍة َأ َن ۠ا َو َم ِن ٱ َّت َب َعنِى ۖ َو ُسب ٰ َْح َن ٱهَّلل ِ َو َمٓا َأ َن ۠ا م َِن ْٱل ُم ْش ِرك‬
‫ِين‬ َ ِ‫قُ ْل ٰ َه ِذهِۦ َس ِبيل ِٓى َأ ْدع ُٓو ۟ا ِإلَى ٱهَّلل ِ ۚ َعلَ ٰى بَص‬
Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku
tiada termasuk orang-orang yang musyrik"

 Yang akan diraih oleh orang - orang yang berdakwah adalah:


Al Falah (kemenangan) dunia dan akhirat sebagaimana penjelasan di akhir ayat dari
surat Ali ‘Imran ayat 103.

Dalam ayat lain QS. Ash Shaf : 10 – 13 Allah berfirman:

َ ‫) ُتْؤ ِم ُن‬10( ‫ب َأل ٍِيم‬


‫ون ِباهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه‬ ٍ ‫ار ٍة ُت ْن ِجي ُك ْم مِنْ َع َذا‬ َ ‫ِين آ َم ُنوا َه ْل َأ ُدلُّ ُك ْم َعلَى ت َِج‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬
‫) َي ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذ ُنو َب ُك ْم‬11( ‫ُون‬ َ ‫مْوالِ ُك ْ“م َوَأ ْنفُسِ ُك ْم َذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ِإنْ ُك ْن ُت ْم َتعْ لَم‬
َ ‫يل هَّللا ِ ِبَأ‬
ِ ‫ون فِي َس ِب‬ َ ‫َو ُت َجا ِه ُد‬
)12( ‫ت َع ْد ٍن َذل َِك ْال َف ْو ُز ْالعَظِ ي ُم‬ ِ ‫ت َتجْ ِري مِنْ َتحْ ِت َها األ ْن َها ُر َو َم َساك َِن َط ِّي َب ًة فِي َج َّنا‬ ٍ ‫َوي ُْدخ ِْل ُك ْم َج َّنا‬
َ ‫َوُأ ْخ َرى ُت ِحبُّو َن َها“ َنصْ ٌر م َِن هَّللا ِ َو َف ْت ٌح َق ِريبٌ َو َب ِّش ِر ْالمُْؤ ِمن‬
‫ِين‬
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang
lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-
dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn.
Itulah kemenangan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai
(yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman"
Ayat ini menjelaskan bahwa perdagangan yang bisa menyelamatkan dari adzab Allah
adalah beriman kepada Allah dan jihad dengan harta dan jiwa. Dakwah adalah
bagian dari jihad karena perjuangan yang paling penting di zaman ini di saat umat
jauh dari agama adalah berdakwah. Sebagaimana penjelasan ayat "wa jahidhum
biha jihadan katsiran"
Al fauzu Al azhim bermakna kemenangan yang besar dengan diampuni dosa –
dosanya, dimasukkan ke dalam surga dan diberikan tempat tinggal di surga adn dan
di dunia akan diberikan nashrun minallahi wa fathun qarib (pertolongan dari Allah dan
kemenangan yang dekat waktunya).
Al falah fid dunya wal akhirah benar - benar akan diraih meskipun kemenangan itu
bisa saja tidak semua dari kita menikmatinya di dunia. Ada yang sudah lebih dahulu
meninggalkan kita sebelum sempat menikmati kemenangan tersebut.
 Latar belakang terbentuknya gerakan penyelamat:
1. Takwinul fardhi/pembentukan pribadi (3: 102)

‫وا ٱهَّلل َ َح َّق ُت َقا ِتهِۦ َواَل َتمُو ُتنَّ ِإاَّل َوَأن ُتم مُّسْ لِمُون‬
۟ ُ‫وا ٱ َّتق‬ َ ‫ٰ َٓيَأ ُّي َها ٱلَّذ‬
۟ ‫ِين َءا َم ُن‬

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa


kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam.

Harus ada usaha untuk melakukan gerakan penyelamatan dengan cara


pembentukan pribadi muslim dan yang perlu diperhatikan dalam pembentukan
pribadi ini adalah:
 Takwinul iman
 Takwinut taqwa (3: 133 )

‫ِين‬ ْ ‫ت َوٱَأْلرْ ضُ ُأعِ َّد‬


َ ‫ت ل ِْل ُم َّتق‬ ُ ْ‫ارع ُٓو ۟ا ِإلَ ٰى َم ْغف َِر ٍة مِّن رَّ ِّب ُك ْم َو َج َّن ٍة َعر‬
ُ ‫ض َها ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ ِ ‫َو َس‬

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa
 Istiqamah

ُ‫َّك َح َّت ٰى َيْأ ِت َي َك ْٱل َيقِين‬


َ ‫َوٱعْ ب ُْد َرب‬
“Sembahlah Allah sampai datang kepadamu al yaqin (ajal)”. [Al Hijr: 99]

۟ ‫وا َوَأبْشِ ر‬
‫ُوا ِب ْٱل َج َّن ِة‬ ۟ ُ‫ُوا َت َت َن َّز ُل َعلَي ِْه ُم ْٱل َم ٰ ٓلَِئ َك ُة َأاَّل َت َخاف‬
۟ ‫وا َواَل َتحْ َز ُن‬ ۟ ‫وا َر ُّب َنا ٱهَّلل ُ ُث َّم ٱسْ َت ٰ َقم‬
۟ ُ‫ِين َقال‬
َ ‫ِإنَّ ٱلَّذ‬
‫ون‬َ ‫وع ُد‬ َ ‫ٱلَّتِى ُكن ُت ْم ُت‬

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah"


kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun
kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah
merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan
Allah kepadamu". )Quran Surat Fussilat Ayat 30(

2. Takwinul jama'ah (3: 103)


Kita diperintahkan untuk berdakwah secara berjama’ah maka harus ada jama’ah
tempat beriltizam di dalamnya untuk mengarahkan potensi dan membangun
dakwah bersama-sama.
Hal yang harus diperhatikan pada pembentukan jama’ah disini adalah:

 berpegang teguh kepada agama Allah dengan amal jama'i


 ukhuwah islamiyah
Amal jama'i tidak akan sukses kalau ukhuwah islamiyah tidak terwujud. Ia adalah
jalan kekuatan dan jalan menyatukan potensi kaum muslimin. Oleh karena itu
setiap dari kita harus menjadi bagian penting yang menguatkan ukhuwah di dalam
jama'ah bukan melemahkan apalagi meruntuhkan ukhuwah tersebut. Kita pasti
akan mengalami tantangan dan tribulasi dalam amal jama'i karena amal jama'i
rentan dengan perbedaan pendapat. Ada banyak penyakit yang bisa melanda para
aktivis dakwah namun penyakit yang paling berbahaya adalah pertikaian dan
perpecahan. (Baca buku Aids Harakah).
Tingkatan dalam ukhuwah Islamiyah:
1) Tingkatan terendah: Bersihnya hati dari sifat hasad dengki dll.
2) Tingkatan pertengahan: Mencintai saudara seperti mencintai diri sendiri
3) Tingkatan tertinggi: Al Itsar (mendahulukan saudara dari diri sendiri)

Bahaya/akibat meninggalkan amar ma'ruf nahi mungkar:


Ketika amar ma'ruf ditinggalkan, akan ada akibat yang dirasakan di dunia ini, diantaranya:
1. Akan banyak keburukan
Kemungkaran yang terjadi di dunia ini adalah karena disebabkan hawa nafsu,
memperturutkan syahwat dan juga karena karakter dasar manusia yang sering lalai dan
lupa. Maka ketika tidak ada yang memperingati, akan banyak terjadi keburukan yang
dilakukan oleh manusia baik karena memperturutkan hawa nafsu, syahwat maupun
karena sifat dasarnya yang sering lalai dan lupa. Mereka bisa tersadar kalau ada
'amaliyatut tadzkir (gerakan dakwah/saling memperingati).
Jika di sebuah masyarakat atau kampung ada gerakan dakwah maka akan mengurangi
kemaksiatan sebaliknya jika tidak ada gerakan dakwah maka akan banyak keburukan
dan kemaksiatan. Oleh karena itu perkuatlah gerakan dakwah dengan memperbanyak
da’I dan memanfaatkan semua wasilah yang bisa memperkuat gerakan dakwah.
2. Adzab dan kebinasaan yang menyeluruh
Imam Malik dalam kitab Al Muwaththo’ menulis dalam bab “ Maa jaa’a minal adzaabi bi
‘amalin khoshshoh (apa yang datang dari adzab disebabkan amalan khusus)”

‫وحدثين مالك عن إمسعيل بن أيب حكيم أنه مسع عمر بن عبد العزيز يقول كان يقال إن اهلل‬
‫تبارك وتعاىل ال يعذب العامة بذنب اخلاصة ولكن إذا عمل املنكر جهارا استحقوا العقوبة‬
‫كلهم‬
“Bercerita kepadaku Malik, dari Isma’il bin Abi Hakim bahwa sesungguhnya ia
mendengar Umar bin ‘Abdil ‘Aziz berkata; dikatakan bahwa sesungguhnya Allah
Tabaraka wa Ta’ala tidak mengadzab suatu kaum secara menyeluruh disebabkan dosa
khusus akan tetapi jika kemungkaran dilakukan terang-terangan maka mereka semua
berhak mendapatkan adzab”
Allah berfirman dalam surat Al A'raf ayat; 96
‫ض َوٰلَ ِك ْن َك َّذبُوا‬
ِ ‫اَأْلر‬ ِ َّ ‫ات ِمن‬
ٍ ‫َأن َأهل الْ ُقر ٰى آمنُوا و َّات َقوا لََفتَحنَا علَي ِهم بر َك‬
ْ ‫الس َماء َو‬ َ ََ ْ ْ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ َّ ‫َولَ ْو‬
‫ْسبُو َن‬ِ ‫فََأخ ْذنَاهم مِب َا َكانُوا يك‬
َ ُْ َ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:


“Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum karena perbuatan
khusus (yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang) hingga mereka melihat
kemungkaran di tengah-tengah mereka, mereka mampu mengingkarinya, namun
mereka tidak mengingkarinya. Jika itu yang mereka lakukan, Allah mengazab yang
umum maupun yang khusus”. (HR.Ahmad)

Al Anfal: 25

ُ ‫َأن اللَّهَ َش ِد‬


ِ ‫يد الْعِ َق‬ َّ ‫ين ظَلَ ُموا ِمْن ُك ْم َخ‬
َّ ‫اصةً ۖ َو ْاعلَ ُموا‬ ِ َّ ِ ِ
‫اب‬ َ ‫َو َّات ُقوا فْتنَةً اَل تُصينَب َّ الذ‬

"Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya."

Ibnu katsir ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa:


Musibah datang yamg disebabkan oleh kemaksiatan akan menimpa orang yg terlibat
secara langsung maupun yang tidak terlibat secara langsung.
Hadits dari Ummu Salamah radhiallahu anha, bahwa beliau mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Apabila perbuatan maksiat dilakukan secara terang-terangan pada umatku, maka
Allah akan menimpakan adzab-Nya secara merata." Aku bertanya, "Ya Rasulullah,
bukankah di antara mereka saat itu ada orang-orang saleh? Beliau bersabda, "Benar."
Ummu Salamah kembali bertanya, "Lalu apa yang akan diterima oleh orang ini? Beliau
menjawab, "Mereka mendapatkan adzab sebagaimana yang dirasakan masyarakat,
kemudian mereka menuju ampunan Allah dan ridha-Nya." (HR. Ahmad 6:304)

Penilaian orang sholih dan tholih akan dinilai nanti di akhirat adapun ketika datang
adzab datang, maka semua akan ditimpa adzab tersebut.
3. Akan terjadi perselisihan dan perpecahan (3:105)
Sebuah komunitas masyarakat ketika tidak ada amar ma'ruf nahi mungkar maka yang
mendominasi adalah godaan syaithan yang menyuruh untuk melakukan kemaksiatan
seperti pertikaian dan perselisihan. Sangat rentan terjadi pertikaian dan perpecahan
ketika masyarakat itu tidak pernah tersentuh dengan dakwah.

ٰ ‫َّذ ين َت َف َّر قُ وا و اخ َت لَ ُف وا ِم ن ب ع ِد م ا ج اء ه م الْ ب يِّنَ ات ۚ و‬


َ ‫ُأولَ ِئ‬
‫ك هَلُ ْم‬ ِ
َ ُ َ ُ َُ َ َ َْ ْ ْ َ َ ‫اَل تَ ُك ونُوا َك ال‬
ِ
ٌ‫اب َع ظ يم‬
ٌ ‫َع َذ‬
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang
mendapatkan siksa yang berat
4. Dikuasai musuh
Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

ًّ‫ َسلَّ َط اهللُ َعلَْي ُك ْم ذُال‬،‫الز َر ِع َوَتر ْكتُ ُم اجْلِ َه َاد‬


َّ ِ‫َأخ ْذمُتْ َأ ْذنَاب الْب َق ِر ور ِضْيتُم ب‬
ْ َ َ َ َ َ ‫و‬ َ ‫ة‬ِ َ‫ِإذَا َتبايعتُم بِالْعِين‬
ْ ْ َْ َ
َ
‫الَ َيْن ِزعُهُ َحىَّت َت ْر ِجعُ ْوا ِإىَل ِديْنِ ُكم‬
‘Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah, dan kalian telah disibukkan
memegang ekor-ekor sapi, dan telah senang dengan bercocok tanam dan juga kalian
telah meninggalkan jihad, niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan kuasakan/timpakan
kehinaan kepada kalian, tidak akan dicabut/dihilangkan kehinaan tersebut hingga kalian
kembali kepada agama kalian’.
5. Do'a tidak diterima

ِ ‫والَّ ِذي نَ ْف ِسي بِي ِد ِه لَتْأمر َّن بِالْمعرو‬


َ ‫ف َولََتْن َه ُو َّن َع ْن الْ ُمْن َك ِر َْأو لَُي ْو ِش َك َّن اللَّهُ َأ ْن َيْب َع‬
‫ث َعلَْي ُك ْم‬ ْ ُْ َ ُُ َ َ َ
‫ب لَ ُك ْم‬ ِ ِِ ِ ِ ِ
ُ ‫ع َقابًا م ْن عْنده مُثَّ لَتَ ْدعُنَّهُ فَالَ يَ ْستَجْي‬
Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, hendaknya kalia n melaksanakan amar ma’ruf
dan nahi mungkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah
akan mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya (agar
supaya dihindarkan dari siksa tersebut) akan tetapi Allah Azza wa Jalla tidak
mengabulkan do’a kalian. (HR Ahmad dan Tirmidzi dan dihasankan oleh Albâni dalam
Shahîhul Jâmi’).
6. Krisis ekonomi
Orang awam kadang mengatakan bahwa krisis ekonomi terjadi karena ini dan itu.
Padahal teori - teori ekonomi itu bukanlah faktor utama yang menjadi sebab resesi atau
krisis ekonomi. Tapi itu semua terjadi karena kemaksiatan. Allah Ta’ala beerfirman:
ِ ‫ت َأيْ ِدى ٱلن‬
‫َّاس‬ ْ َ‫اد ىِف ٱلَْب ِّر َوٱلْبَ ْح ِر مِب َا َك َسب‬
ُ ‫ظَ َه َر ٱلْ َف َس‬
“Telah tampak kerusakan di daratan dan lautan disebabkan ulah perbuatan manusia”
(QS. ar-Rum [30]: 41).

Alangkah benarnya ucapan Syaikh Ibnu Utsaimin tatkala berkata dalam khutbahnya
tentang dampak kemaksiatan: “Demi Allah, sesungguhnya kemaksiatan itu sangat
berpengaruh pada keamanan suatu negeri, kenyamanan, dan perekonomian rakyat.
Sesungguhnya kemaksiatan menjadikan manusia saling bermusuhan satu sama lain.”
(Atsarul Ma’ashi wa Dzunub).

7. Terjatuh dalam syahwat dan tenggelam di dalamnya


Syahwat itu ada pada diri setiap orang. Siapa yang bisa mengalahkan syahwatnya dan
mengarahkan kepada kebaikan maka dia selamat. Oleh karena itu perlu adanya orang
yang selalu menasehati dan mengingatkan.
8. Lalai dalam mempersiapkan kekuatan
Ketika dakwah tidak berjalan di masyarakat maka kita akan lalai dalam mempersiapkan
kekuatan untuk melawan serangan musuh. Jangankan untuk mempersiapkan kekuatan
untuk melawan musuh, hal-hal wajib saja bisa dilalaikan ketika tidak ada gerakan
dakwah apatahlagi mempersiapkan kekuatan dalam menghadapi tantangan. Kita bisa
lihat bagaimana sejarah bosnia beberapa tahun yang silam ketika di serang oleh
pasukan serbia dimana mereka berada dalam kelalaian, lebih mementingkan dunia
sehingga ketika musuh datang menyerang, mereka dibantai tanpa ada kekuatan untuk
melawan. Begitupun di negeri Kasmir, Miammar, di negara kita sendiri (Ambon) dan di
negara muslim lainnya.
Kekuatan yang dimaksud adalah:
 Kekuatan yang sifatnya maknawi seperti keberanian, kekuatan hati dan iman.
 kekuatan yang sifatnya materil untuk menghadapi musuh.

Maraji':
- tafsir surat Ali 'Imran ayat 102 - 104
- Hatta la taghriqas safinah (salman al audah)
- Aids Haraki
Pentingnya Ilmu Syar’i dalam Berdakwah
(Ust. Syaiful Yusuf, Lc., MA.)
Tujuan Materi:
Mengingatkan Kembali kepada para mutarabbi untuk tetap semangat dalam menuntut
ilmu

A. Urgensi materi

 Adanya fenomena futur/kemalasan dalam menuntut ilmu di kalangan para aktivis.


Hal ini bisa dilihat pada fenomena kader - kader kita yang sudah lama tarbiyah,
menjadi malas – malasan untuk menuntut ilmu. Padahal menuntut ilmu kata para
ulama’ adalah minal mahdi ilal lahdi (dari buaian sampai ke liang lahat).
Kata Sufyan Ats Tsauri:
“Dahulu para ulama’ ketika menuntut ilmu, mereka memperdalam dulu ibadah
dan adab selama 20 tahun”
Imam ibnu Al Mubarak berkata:
“Saya dulu belajar adab selama 20 tahun dan belajar ilmu selama 20 tahun”
Imam ibnu mandah berkeliing mengambil ilmu selama 45 tahun.
Dan masih banyak lagi contoh-contoh bagaimana para ulama’ menghabiskan
waktunya untuk menuntut ilmu. Karena itulah Imam As-Syafii menyampaikan
nasihat kepada muridnya;

“Akhi, kalian tidak akan pernah mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara
ini, akan aku kabarkan kepadamu secara terperinci
yaitu  dzakaaun (kecerdasan),  hirsun  (semangat),  ijtihaadun  (cita-cita yang
tinggi),  bulghatun  (bekal),  mulazamatul ustadzi  (duduk dalam majelis bersama
ustadz),  tuuluzzamani (waktu yang panjang).

Seorang kader sebaiknya mencari tambahan ilmu di taklim - taklim para


asatidzah karena pendalaman ilmu di halaqah tarbiyah tidak terlalu mendalam,
yang lebih banyak ditanamkan dan diutamakan adalah penanaman nilai (maka
perlu untuk ditambah dengan mengikuti ta’lim- ta’lim)
Salah satu program tarbiyah adalah peningkatan ilmu. Karena itu jangan
mencukupkan diri dengan halaqah tarbiyah saja (meskipun halaqah tarbiyah
adalah yang utama) tapi tingkatkan pemahaman ilmu dengan mengikuti taklim -
taklim asatidzah. Jangan sampai semakin tinggi marhalah, semakin malas untuk
belajar dan merasa cukup dengan ilmu yang ada pada dirinya.
(Mungkin ke depan, kaderisasi harus mewajibkan semua kader untuk
mengikuti taklim salah seorang asatidzah kita dan dikontrol oleh
murabbiyah).

 Banyaknya kesibukan, boleh jadi menjadi penghalang untuk melakukan proses


menuntut ilmu.
Terkadang banyaknya amanah, menjadikan kita tidak lagi punya kesempatan
untuk menuntut ilmu. Hari ini mengisi tarbiyah di sini, besok mengisi di situ, pagi
amanah ini, siang amanah itu, hingga mungkin karena banyaknya amanah
membuat kita jadi kurang semangat dalam menuntut ilmu dan yang lebih parah
adalah jika tidak sempat lagi untuk membaca Al Qur'an padahal Al Quran adalah
pokok dari ilmu.

 Zuhud dengan ilmu dan merasa cukup dengan ilmu yang sedikit
Zuhud dengan ilmu adalah hal yang tercela dan ia adalah musibah yang besar.
Ibnul Jauzi rahimahullahu berkata, "Suatu musibah yang besar adalah ketika
seorang insan merasa ridha dengan keadaan dirinya dan merasa cukup dengan
ilmunya, dan ini adalah ujian yang telah merata pada keadaan mayoritas orang.
Karena sifat zuhud dengan ilmu inilah sehingga ada seorang murabbi yang
kadang keteteran dengan mutarabbinya yang sangat semangat belajar sehingga
ketika dia mendengarkan murabbinya menjelaskan tentang suatu hal di halaqah
tarbiyah dan terdengar beda dari apa yang pernah dia dengar dari salah seorang
ustadz, dia sebagai seorang murabbi tidak bisa menjelaskan karena keilmuannya
(wawasannya) yang kurang. Karena itulah seorang murabbi harus berpacu
dengan mutarabbinya dalam hal menuntut ilmu dan itu bukan sesuatu yang aib,
karena Imam Bukhari juga meriwayatkan hadits dari muridnya. Kata beliau:
“Tidak akan menjadi muhaddits ketika seseorang tidak mengambil ilmu dari orang
yang lebih tua dari dia maupun yang lebih kecil dari dia”

B. Mengapa aktivis dakwah membutuhkan ilmu

 Mengikuti manhaj nabi dalam berdakwah


Apa manhaj nabi dalam berdakwah ?, yaitu berdakwah di atas bashirah
(yusuf :108 )

ۖ ‫ير ٍة َأنَا َو َم ِن َّات َب َع نِ ي‬ ِ ِ َّ


َ ‫لَ ى الل ه ۚ َع لَ ٰى بَص‬
‫ِإ‬ ْ ‫قُ ْل َٰه ِذ ِه َس بِ يلِ ي‬
‫َأد عُ و‬
ِ ِ ‫ان اللَّ ِه َو َم ا َأنَا‬
َ ‫ْم ْش ِر ك‬
‫ين‬ ُ ‫م َن ال‬ َ ‫َو ُس ْب َح‬
Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang
yang musyrik".
Ada 3 ilmu yang perlu dipahami, diantaranya:
1) Pengetahuan tentang apa yang dia dakwahkan
Dengan menghafalkannya dan memahaminya. Pahami dan hafalkan dalil -
dalilnya (fiqh ilmu)
2) Pengetahuan tentang kondisi mad'u (fiqh dakwah
Pahami kondisi mad'u dan apa masalah yang sedang kita hadapi dalam
kondisi sekarang ini (fiqh waqi’).
3) Pemahaman tentang metode berdakwah (Fiqh dakwah)

 Keutamaan ilmu, majelis ilmu dan penuntut ilmu sendiri


 Keutamaan majelis ilmu:
- Dinaungi para malaikat
- Diliputi oleh rahmat Allah
- Akan turun kepadanya ketenangan
- Allah menyebut mereka di hadapan siapa – siapa yang berada di dekat Nya.

‫اب اللَّ ِه َويَتَ َد َار ُسونَهُ بَْيَن ُه ْم‬ ِ ِ ِ ِ ٍ


َ َ‫اجتَ َم َع َق ْو ٌم ىِف بَْيت م ْن بُيُوت اللَّه يَْتلُو َن كت‬ ْ ‫َو َما‬
‫ِئ‬ َّ ‫الس ِكينَةُ َو َغ ِشيَْت ُه ُم‬
ُ‫الرمْح َةُ َو َحف َّْت ُه ُم الْ َمالَ َكةُ َوذَ َك َر ُه ُم اللَّه‬ َّ ‫ت َعلَْي ِه ُم‬ ْ َ‫ِإالَّ نَ َزل‬
‫يم ْن ِع ْن َده‬ ِ
َ‫ف‬
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah
Allah (masjid) membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya, melainkan
akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka akan dinaungi
rahmat, mereka akan dilingkupi para malaikat dan Allah akan menyebut-
nyebut mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya” (HR.
Muslim no. 2699).

 Keutamaan ilmu:
- Merupaka amal jariyah

‫ َْأو ِع ْل ٍم‬، ‫ص َدقٍَة َجا ِريٍَة‬ ِ ٍ ِ


َ ‫ ِإال م ْن‬: ‫ات اِإْل نْ َسا ُن ا ْن َقطَ َع َعْنهُ َع َملُهُ ِإال م ْن ثَالثَة‬
َ ‫ِإ َذا َم‬
ِ ‫ َأو ولَ ٍد‬،‫يْنت َفع بِِه‬
ُ‫صال ٍح يَ ْدعُو لَه‬ َ َ ْ ُ َُ
“Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1)
sedekah jariyah, (2) ilmu yang diambil manfaatnya, (3) anak shalih yang
selalu mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim, no. 1631)

- Pondasi amal
Imam Bukhari rahimahullah berkata dalam kitabnya “Berilmu sebelum
beramal”, beliau menafsirkan dari firman Allah:
ِ ‫ك ولِْلمْؤ ِمنِ والْمْؤ ِمن‬
‫ٰتۚ َوال ٰلّهُ َي ْعلَ ُم‬ ِ ِ ِ ْ ‫اعلَم اَنَّهٗ اَل ٓ اِٰلهَ اِاَّل ال ٰلّهُ و‬
ُ َ َ ‫اسَت ْغف ْر ل َذنْۢب َ َ ُ نْي‬ َ ْ ْ َ‫ف‬
‫ُمَت َقلَّبَ ُك ْم َو َم ْث ٰوى ُك ْم‬
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada illah (sesembahan,
Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa)
orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui
tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (QS. Muhammad : 19).

Ayat tersebut memerintahkan kepada Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi


wasallam untuk berilmu terlebih dahulu dengan firman-Nya “Maka
ketahuilah (berilmulah) …” sebelum berucap dan berbuat yaitu memohon
ampunan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Imam Bukhari menjelaskan dalam kitab Shahih Bukhari dalam Bab
“Al-‘Ilmu Qabla Al-Qaul wa Al-‘Amal” (ilmu sebelum berkata dan beramal).
Tidaklah sesuatu amalan itu dianggap sah tanpa di dasari dengan ilmu.
Maka dari itu, jangan beramal sebelum mengetahui tentang ilmunya,
karena perbuatan ini lebih mendekati perbuatan orang-orang Nasrani yang
beramal tanpa mengetahui ilmunya sehingga mereka terjerumus ke dalam
kesesatan.

- Saudara (setara) dengan jihad


Allah berfirman dalam surat Al Furqan ayat 51-52:

)52( ‫اه ْد ُه ْم بِِه ِج َه ًادا َكبِ ًريا‬


ِ ‫) فَاَل تُ ِط ِع الْ َكافِ ِرين وج‬51( ‫ولَو ِشْئ نا لَبع ْثنا يِف ُكل َقري ٍة نَ ِذيرا‬
َََ ً َ ْ ِّ َ ََ َ ْ َ

Dan andaikata Kami menghendaki benar-benarlah Kami utus pada “ -


tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan (rasul). Maka janganlah
kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka
”dengan Al Quran dengan jihad yang besar

:Dalam surat At Taubah ayat 122

ٌ‫َن َف َر ِم ْن ُك لِّ فِ ْر قَ ٍة ِم ْن ُه ْم طَ ا ِئ َف ة‬ ‫ون لِ َي ْن ِف ُر وا َك افَّةً ۚ َف لَ ْو اَل‬


َ ُ‫ان الْ ُم ْؤ ِم ن‬
َ ‫َو َم ا َك‬
‫ون‬
َ ‫َّه ْم حَيْ َذ ُر‬ ُ ‫َر َج عُ وا ِإ لَ ْي ِه ْم لَ َع ل‬ ‫ين َو لِ ُي ْن ِذ ُر وا َق ْو َم ُه ْم ِإ َذ ا‬
ِ ِّ‫َّه وا يِف الد‬ ِ
ُ ‫ل يَ َت َف ق‬
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

- Makanan ruh
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Kebutuhan manusia terhadap ilmu
(syar’i) itu melebihi kebutuhannya terhadap makanan dan minuman. Hal itu
karena seseorang membutuhkan makanan dan minuman hanya sekali atau
dua kali (saja), adapun kebutuhannya terhadap ilmu (syar’i) itu sebanyak
tarikan nafasnya.”

 Keutamaan penuntut ilmu


- Mereka adalah yang paling takut pada Allah

‫ِإ‬ ِِ ِ ِ ‫ِإ‬
ٌ ‫مَّنَا خَي ْ َشى اللَّـهَ م ْن عبَاده الْعُلَ َماءُ ۗ َّن اللَّـهَ َع ِز ٌيز َغ ُف‬
‫ور‬
“Hanyalah para ulama yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan takut yang sebenarnya dikalangan manusia, sesungguhnya Allah
Subhanahu wa Ta’ala Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS.
Fatir[35]: 28)

- pewaris para nabi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 ‫فَ َم َن‬ ‫الْعِْل َم‬ ‫ َو َّرثُوا‬ ‫ِإمَّنَا‬ ً‫ ِد ْرمَه ا‬ َ‫ َوال‬ ً‫ ِدينَارا‬ ‫يُ َو ِّرثُوا‬ ْ‫مَل‬ َ‫اَأْلنْبِيَاء‬ ‫ِإ َّن‬ ،‫اَأْلنْبِيَ ِاء‬ ُ‫ َو َرثَة‬ َ‫الْعُلَ َماء‬ ‫ِإ َّن‬
‫ظوافِ ٍر‬ ‫ حِب‬ ‫َأخ َذه‬
َ َ  ‫َأخ َذ‬ َ ُ َ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak
mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu.
Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang
banyak.” (HR. al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no.
2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), ad-Darimi di dalam Sunan-
nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimah-nya,
serta dinyatakan sahih oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh al-
Albani rahimahullah mengatakan, “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih
Sunan Abu Dawud no. 3096, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2159, Shahih
Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih at-Targhib, 1/33/68)

- Dimintakan ampun oleh seluruh penduduk langit dan bumi.


Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda;

‫ِئ‬ ِ ِ ِِ ِ
َ َ‫ َوِإ َّن الْ َمـالَ ـ َكةَ لَت‬،‫ك طَ ِريْـ ًقـا َي ْبـتَغي ف ْيه علْ ًما َس َّه َـل اهللُ لَهُ طَ ِريْـ ًقـا ِإىَل اجْلَنَّـة‬
‫ض ُع‬ َ َ‫َم ْن َسل‬
ِ ‫السمـا و‬ ِ ‫مِل‬ ‫ِإ‬ ِ ِ‫َأجـنِ َح َـت َها لِطَال‬
‫ب الْعِلْ ِم ِر ً مِب‬
‫ات َو َم ْن‬ َ َ َّ ‫ َو َّن الْ َعا َ لَيَ ْـس َـت ْغـف ُـر لَهُ َم ْن يِف‬،‫صنَ ُع‬ ْ َ‫ضا َا ي‬ ْ
ِ ‫ض حىَّت احْلِـيتـا ُن يِف الْم‬
‫ـاء‬ َ َْ َ ِ ‫اَألر‬ْ ‫يِف‬
Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka
Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya para Malaikat
membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha
atas apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya orang yang berilmu
benar-benar dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan
oleh ikan-ikan yang berada di dalam air.” [Hadits shahih, diriwayatkan
oleh Abu Dawud (no. 3641), Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223),
Ahmad (V/196), Ad-Darimi (I/98), Ibnu Hibban (88 – Al-Ihsan dan 80 – Al-
Mawarid), Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/275-276, no. 129), Ibnu
‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/174 ,no. 173), dan Ath-Thahawi
dalam Musykilul Atsar (I/429), dari Abud Darda’ radhiyallahu’anhu]

- Dijauhkan dari murka dan laknat Allah

‫الد ْنيَا َم ْلعُونَةٌ َم ْلعُو ٌن َما فِ َيها ِإاَّل ِذ ْك ُر اللَّ ِه َو َما َوااَل هُ َو َعامِلٌ َْأو ُمَت َعلِّ ٌم‬
ُّ ‫ِإ َّن‬
Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun
terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan
ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR.
Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan
hadits ini hasan)
Dari semua penjelasan tentang keutamaan majelis ilmu, keutamaan ilmu
dan penuntut ilmu seharusnya memotivasi kita untuk semangat dalam
menuntut ilmu.

 Aktifis (murabbi) adalah qudwah


Salah satu fungsi murabbi adalah guru maka selayaknya seorang murabbi
meningkatkan pemahaman keilmuannya jangan sampai dikalahkan oleh semangat
- semangat mutarabbinya dalam menuntut ilmu.
Jika sebagai murabbi tidak ada qudwah dalam semangat menuntut ilmu maka
mutarabbinya juga akan mencukupkan ilmunya dengan apa yang didapatkan di
halaqah tarbiyah.

Kata ulama’: “Kami dulu belajar dari guru-guru kami adab dan ilmunya”

 Menjaga perjalanan dakwah ini agar berjalan di atas manhaj yang lurus.

Hal ini hanya akan terwujud jika kita memiliki kader-kader ulama yang banyak. Jika
kader thalibul ilmi (ulama’) di lembaga dakwah ini semakin sedikit maka dakwah
ini akan melenceng kesana kemari dan tidak ada yang mengarahkan.

 Nabi sendiri minta tambahan ilmu bukan tambahan harta


Allah subhanahu wata’ala berfirman:

‫ب ِز ْديِن ِع ْل ًما‬
ِّ ‫َوقُ ْل َر‬
dan katakanlah :”Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan“.
[Thâhâ/20:114]
Ayat di atas, dinyatakan oleh al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitabnya
(al-Fath, 1/187), sangat jelas berindikasi tentang keutamaan ilmu yang sangat
besar. Sebab, Allah Azza wa Jalla tidak pernah memerintahkan Nabi-Nya untuk
meminta tambahan apapun selain tambahan ilmu.
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan alasan mengapa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , hamba Allah yang paling berilmu tentang Allah Azza
wa Jalla , diperintahkan untuk berdoa memohon tambahan ilmu. Kata beliau, “
Sesungguhnya ilmu adalah kebaikan. Dan limpahan kebaikan memang
dibutuhkan. Ilmu itu sendiri berasal dari Allah Azza wa Jalla . Dan cara untuk
menggapainya ialah dengan keseriusan, antusiasme besar kepada ilmu,
memintanya dan memohon bantuan kepada Allah Azza wa Jalla serta
menghinakan diri kepada-Nya pada setiap saat. Demikian penuturan beliau dalam
tafsirnya (hal. 551)
Dan sejarahpun telah mencatat bagaimana perjalanan para salaf dalam mencari
ilmu seperti Abu Dzar Al Ghifari yang rela menempuh perjalanan jauh ke Mekkah
hanya untuk bertemu Rasululullah, panas terik dan perjalanan yang meletihkan
tidak menghilangkan semangatnya untuk mencari kebenaran (ilmu) tentang agama
islam yang dia dengar.
Kisah Salman Al Farisi dalam mencari kebenaran, berpindah dari satu pendeta ke
pendeta yang lain hingga diarahkan ke Madinah dan berakhir pada pertemuannya
dengan Rasulullah. Dan masih banyak kisah – kisah tentang semangat para
sahabat yang lain dalam mencari ilmu (menuntut ilmu).

Dari ‘Uqbah bin Haarits radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya beliau menikah


dengan anak perempuan dari Abu Ihab bin ‘Aziiz. Kemudian datanglah seorang
wanita kepadanya seraya berkata,”Sesungguhnya aku telah menyusui ‘Uqbah
dan wanita yang dinikahinya!”  Maka ‘Uqbah berkata kepadanya,”Aku tidak tahu
kalau Engkau menyusuiku dan Engkau pun tidak memberi tahu aku”.  ‘Uqbah
kemudian pergi (dari Makkah) menemui Rasulullah di Madinah. ‘Uqbah
bertanya kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam  bersabda,”Bagaimana lagi, sudah dikatakan demikian”.  ‘Uqbah pun
menceraikan istrinya, dan menikah dengan wanita yang lainnya. 

Lihatlah semangat ‘Uqbah bin Haarits radhiyallahu ‘anhu  untuk mengadakan


perjalanan dalam rangka menanyakan suatu permasalahan ilmu.

Alqamah bin Qais An-Nakha’i dan Aswad bin Yazid An-Nakha’i rahimahumallah  –


keduanya penduduk Irak- mendengar hadits dari ‘Umar bin
Khaththab radhiyallahu ‘anhu  di Madinah. Mereka berdua tidak merasa puas
sehingga mereka pergi ke Madinah dan mendengar hadits tersebut langsung dari
‘Umar. 

III. Pengaruh dari bermalas-malasan/meremehkan menuntut ilmu terhadap dakwah


 Penyimpangan (hukum – hukum islam)
Dakwah itu akan menyimpang jika kita puas dengan ilmu yang kita dapatkan
puluhan tahun lalu apalagi jika satu jama;ah sudah kurang semangat menuntut
ilmu dari para jama’ah/kadernya maka tunggulah akan terjadinya penyimpangan
karena tidak ada ulama’ yang mengarahkan.

 Perpecahan
Semakin sedikit ilmu semakin dikuasai nafsu sehingga mudah terpecah. Berbeda
pemahaman sedikit akan menjadikan dia mudah memisahkan diri dan berpecah
dengan saudaranya. Semakin luas ilmu maka semakin sedikit kemungkinan untuk
berpecah karena kita bisa mentolerir perbedaan pendapat. Para salaf dulu ketika
berbeda pendapat, mereka dengan lapang dada menerima pendapat yang lain.

Dikisahkan suatu ketika Umar bin Khattab mendengarkan Hisyam bin Hakim
membaca Al-Qur’an surah al-Furqan. Maka ia pun mendengarkan bacaan Hisyam
bin Hakim dengan seksama. Umar bin Khattab kaget bukan kepalang ketika ia
mendengar bacaan Al-Qur’an Hisyam bin Hakim berbeda dengan bacaan yang ia
dapatkan dari Rasulullah.

Hampir saja Umar bin Khattab menegur Hisyam bin Hakim yang sedang membaca
Alquran di dalam salatnya. Namun Umar bin Khattab dengan sabar menunggu
Hisyam bin Hakim selesai melakukan salat. Kemudian, Umar bin Khattab menarik
sorban Hisyam bin Hakim seraya berkata, “Siapa yang mengajarkanmu bacaan Al-
Qur’an yang kudengarkan tadi ?”

Hisyam bin Hakim menjawab, “Aku mendapatkan bacaan Al-Qur’an dari


Rasulullah.” “Engkau berbohong, sungguh Rasulullah membacakan kepadaku
dengan bacaan yang berbeda dengan bacaanmu tadi.”

Umar bin Khattab pun menyeret Hisyam bin Hakim untuk menemui Rasulullah
Saw. Umar bin Khattab ingin mengadukan kepada Rasulullah terkait perbedaan
bacaan Al-Qur’an di antara mereka.

“Duhai Rasulullah, sungguh Hisyam bin Hakim membaca Al-Qur’an dengan


bacaan yang tidak pernah engkau ajarkan kepadaku.” ujar Umar bin Khattab.

Rasulullah menjawab, “Lepaskanlah ia,” kemudian Rasulullah menoleh kepada


Hisyam bin Hakim, “Wahai Hisyam, bacalah Alquran!” Maka, Hisyam bin Hakim
membacakan kepada Rasulullah bacaan Alquran yang tadi didengar oleh Umar
bin Khattab. Setelah Hisyam bin Hakim selesai membaca Al-Qur’an, Rasulullah
tersenyum seraya mengatakan, “Seperti itulah Al-Qur’an diturunkan.
Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah Al-Qur’an
dengan apa yang paling mudah bagi kalian.”

 Ta'ashshub (taklid buta)


Hal ini terjadi karena kita tidak memiliki ilmunya dan ini adalah sikap yang keliru.
Jangan mengikuti suatu pendapat karena pendapat seseorang tapi ikutilah karena
mengetahui dalilnya. Imam Abu Hanifah berkata;
"Tidak halal salah seorang mengikuti pendapat saya sampai dia tahu dalil yang
saya pakai".

Silahkan ikuti madzhab tapi pahami dalilnya, ikuti fatwa dengan memahami
dalilnya.
 Terburu – buru/tergesa-gesa
Karena tidak memiliki ilmunya sehingga dia ingin melihat dengan cepat hasil dari
perjuangannya dan akhirnya menghancurkan kemaksiatan dengan membuat
keonaran yang besar. Padahal menghilangkan kemungkaran tidak dibenarkan
dengan membuat kekacauan. Sunnatullah perjuangan adalah membutuhkan waktu
yang panjang dan inilah jalan yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para salafush
shalih.
Metode yang Benar dalam Menegakkan Ad
Din
(Ust. Jahada Mangka’ Lc)

Tujuan materi:
1. Agar mutarabbi mengetahui tahapan - tahapan dalam berdakwah
2. Agar mutarabbi bisa terhindar dari sikap isti'jal dalam berdakwah

Secara umum sirah rasulullah dibagi dalam tiga marhalah besar sejak diangkatnya beliau
menjadi nabi dengan turunnya wahyu pertama yaitu QS. Al Alaq ayat 1 - 5 sampai beliau
meninggal dunia. Sangat penting untuk mengetahui metode – metode di setiap marhalah
tersebut agar kita bisa meneladani beliau dalam berdakwah. Adapun tahapan – tahapan
yang dilakukan oleh Rasulullah dalam menegakkan ad din (berdakwah):
1. Marhalah ta'sis
Marhalah ini adalah marhalah makkiyah/pembangunan pondasi.Yang dilakukan
Rasulullah dalam periode ini adalah:
1) Penyebaran pokok/prinsip prinsip ajaran islam (fase dakwah) diantaranya:
 Aqidah
Ia adalah pondasi dalam islam sehingga sangat penting untuk memulai
membenahi hal ini.Ketika aqidah ini tidak beres maka persoalan yang lain pun
akan menjadi tidak beres.
 Ibadah
Ini yang sering salah kaprah di kalangan umat islam, mereka memahami bahwa
nabi di Mekkah hanya konsen pada masalah aqidah. Padahal di fase makkah
sudah ada pensyariatan ibadah. Bahkan di surat Al Muzzammil ada perintah
untuk mendirikan shalat.
 Akhlak
Pada periode Makkah, Rasulullah pun sudah konsen pada pembentukan akhlak.
Sebagaimana penjelasan dalam surat al muddatstsir (surat makkiyah) yang
intinya adalah Akhlak.

‫الر ْج َز‬
ُّ ‫) َو‬4( ‫ك فَطَ ِّه ْر‬َ َ‫) َوثِيَاب‬3( ‫ك فَ َكِّب ْر‬َ َّ‫) َو َرب‬2( ‫) قُ ْم فََأنْ ِذ ْر‬1( ‫يَا َُّأي َها ال ُْم َّد ِّث ُر‬
)8( ‫) فَِإ ذَا نُِق َر فِي النَّاقُو ِر‬7( ‫اصبِ ْر‬
ْ َ‫ك ف‬ َ ِّ‫) َولَِرب‬6( ‫) َواَل تَ ْمنُ ْن تَ ْستَ ْكثِ ُر‬5( ‫فَ ْاه ُج ْر‬
)10( ‫ين غَْي ُر يَ ِسي ٍر‬ ِ ِ ٍ ‫فَ َذلِ َ ِئ‬
َ ‫) َعلَى الْ َكاف ِر‬9( ‫ك َي ْو َم ذ َي ْو ٌم َعس ٌير‬
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah
peringatan (kepada manusia) dan Tuhanmu agungkanlah, dan
pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah
berhala) tinggalkanlah! dan janganlah kamu memberi (dengan
maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk
(memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. Apabila ditiup
sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang
sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.

2) Membangun pondasi yang kokoh dengan melahirkan rijal dakwah dan rijal aqidah.

Pada fase ini, nabi konsen juga pada pengkaderan dan pembinaan (tarbiyah). Yang
merespon islam pada fase Makkah, dibina dan dibimbing Rasulullah untuk menjadi
bagian dari rijal aqidah dan rijal dakwah.
Perhatian Rasulullah pada periode Makkah bukan konsen untuk memperbesar
pengikut sebanyak - banyaknya. Tapi Rasulullah konsen dalam pembinaan dan
pengkaderan sehingga lahirlah kader-kader yang kokoh dalam aqidah dan dakwah.
Ini dibuktikan dengan jumlah kaum muslimin yang hijrah ke Madinah tidak sampai
100 orang. Dari 10 orang yang dijamin masuk surga, 6 orang diantaranya adalah
hasil dari pembinaan di periode Makkah.

3) Membangun jama'ah
Secara otomatis di zaman Rasulullah terbentuk yang namanya komunitas jama’ah
karena pentingnya kedudukan jama’ah dalam perjuangan.
4) Dakwah dan pergerakan
Sangat terasa dinamika pergerakan dakwah di zaman Rasulullah karena semua
yang dibina Rasulullah di fase awal tidak ada yang tinggal diam, mereka semua
bergerak mengajak orang lain untuk masuk islam.

5) bersabar di atas siksaan dan ujian dakwah


Kita lihat bagaimana kondisi Rasulullah dan para sahabat pada periode Makkah,
dimana mereka bersabar dengan semua siksaan dan ujian dari para kafir quraisy.
Mereka tidak melakukan perlawanan karena kondisi kaum muslimin pada waktu itu
masih lemah dan pengikutnya masih sedikit.
Pada periode ini, Rasulullah hanya bisa menyabarkan dan menguatkan para
sahabatnya ketika melihat mereka disiksa oleh pembesar Quraisy di Makkah, bukan
karena tidak peduli ataupun tidak kasihan melihat penyiksaan yang dialami oleh
para sahabatnya tapi kondisi mereka belum memungkinkan untuk melawan.

‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhuma, mereka adalah hamba sahaya dari Bani
Makhzum. ‘Ammar masuk Islam bersama kedua orang tuanya. Orang-orang musyrik
menggiring mereka ke padang pasir. Apabila matahari sudah panas, kemudian
mereka disiksa dengan panas matahari itu. Dalam kondisi seperti itu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat, beliau berkata, “Bersabarlah wahai
keluarga Ammar dan keluarga Yasir karena bagi kalian adalah surga.” Yasir
meninggal karena siksaan dan Sumayyah meninggal karena Abu Jahal
menancapkan tombak di kemaluannya. Dia adalah syahid pertama dalam Islam.
(Ceritakan kisah - kisah sahabat yang mengalami penyiksaan di periode
Makkah).

Berbeda pada waktu nabi sudah berada pada marhalah tamkin (sudah ada di
Madinah) dan kaum muslimin sudah eksis. Suatu ketika ada wanita muslimah yang
dilecehkan di pasar yahudi yang dikuasai oleh Bani Qainuqa’,ketika Rasulullah
mendengar berita tersebut, Rasulullah memerintahkan untuk menyerang bani
Qainuqa'. Hal ini dilakukan Rasulullah karena kondisi mereka pada waktu itu sudah
kuat.

6) Menghindari konfrontasi (menahan tangan)


Menahan tangan artinya menahan diri dari berperang (4:77)

ِ ِ ِ ‫َّذ‬ ِ ‫ِإ‬
‫اة َف لَ مَّ ا‬َ ‫الز َك‬
َّ ‫يم وا الصَّ اَل َة َو آتُوا‬ ُ ‫يل هَلُ ْم ُك ُّف وا َأيْ د يَ ُك ْم َو َأق‬ َ ‫ين ق‬ َ ‫أمَلْ َت َر ىَل ال‬
َّ‫َأش د‬
َ ‫َّه َْأو‬ ِ ‫ال ِإ ذَ ا فَ ِر يق ِم ْن ه م خَي ْ َش و َن النَّاس َك خ ْش ي ِة الل‬
َ َ َ ْ ُْ ٌ ُ َ‫ب َع لَ ْي ِه ُم الْ ِق ت‬ ِ
َ ‫ُك ت‬
ۗ ‫يب‬ ٍ ‫َأج ٍل قَ ِر‬ ‫ِإ‬ َ َ‫ت َع لَ ْي نَ ا الْ ِق ت‬ ‫مِل‬
َ ٰ ‫َّر َت نَ ا ىَل‬ ْ ‫ال لَ ْو اَل َأخ‬ َ ‫َخ ْش يَ ةً ۚ َو قَ الُ وا َر بَّنَ ا َ َك تَ ْب‬
‫ون فَ تِ ي اًل‬ َ ‫يل َو ا آْل ِخ َر ةُ َخ ْي ٌر لِ َم ِن ا ت‬
َ ‫َّق ٰى َو اَل تُ ظْ لَ ُم‬ ِ ُّ ُ‫قُ ْل َم تَ اع‬
ٌ ‫الد ْن يَ ا قَ ل‬
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah
tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah
diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan
munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan
lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau
wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban
berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah:
"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-
orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.

Allah pasti memenangkan islam ini sebagaimana janji Allah dalam Al Quran. Allah
subhanahu wata’ala berfirman:

َ ‫ڪلِّهِۦ َو َل ۡو‬ ۡ ۡ ‫ُدَى َود‬


ٰ ‫ِى َأ ۡر َس َل َرسُو َل ُه ۥ ِب ۡٱله‬
ٓ ‫ه َُو ٱلَّذ‬
‫ڪ ِر َه‬ ِ ‫ِين ٱل َح ِّق لِيُظ ِه َرهُ ۥ َع َلى ٱل ِّد‬
ُ ‫ين‬ ِ
َ ‫ۡٱلم ُۡش ِر ُك‬
‫ون‬

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran)

dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun

orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. At-Taubah [9] ayat 33).

Janji Allah itu pasti dan Allah tidak pernah melanggar janjiNya, namun kita harus
bersabar. Sabar dalam berdakwah agar tidak terburu - buru ingin melihat hasil
sehingga menempuh jalan pintas dengan jalan kekerasan seperti penyerangan
membabi buta, pengeboman atau pengrusakan.

2. Marhalah hijrah
Marhalah hijrah ini sangat singkat karena ia adalah proses peralihan dari periode
Makkah ke Madinah. Hijrah ini terbagi 2:
1). Hijrah maknawiyah (non fisik)
Artinya berhijrah dari keburukan kepada kebaikan.

 “Seorang muslim adalah seseorang yang menghindari menyakiti muslim lainnya


dengan lidah dan tangannya. Sedangkan orang yang berhijrah adalah orang yang
meninggalkan semua apa yang dilarang oleh Allah.” (Shahih Al Bukhari, Kitabul
Iman, Bab 4 Hadits No 10)
Hijrah maknawiyah diantaranya:
 Dari kufur kepada iman
 Dari kesyirikan kepada ikhlas dan tauhid
 Dari keraguan kepada keyakinan
 Dari jahiliyah kepada islam
 Dari bid’ah kepada Sunnah
 Dari maksiat kepada taat
2). Hijrah teritorial (perpindahan tempat)
Inilah yang dilakukan oleh Sahabat Rasulullah yaitu berhijrah dari Makkah ke
Habasyah (hijrah pertama) dan ke Madinah (hijrah ke dua). Ada beberapa syarat
yang harus terpenuhi untuk melakukan hijrah tersebut, diantaranya:
 Adanya kelompok survei
Ketika Rasulullah akan berhijrah ke Madinah, beliau memerintahkan kepada
sahabatnya untuk mensurvei kelayakan dari madinah untuk dijadikan tempat
hijrah.
 Adanya penolong – penolong
Di masa Rasulullah, ada kaum Anshar yang menjadi penolong – penolong
mereka di tempat berhijrah ketika kaum muslimin berhijrah ke Madinah.
Begitupun ketika sahabat diperintahkan berhijrah ke Habasyah, ada raja Najasyi
yang dikenal sangat adil dan menyambut baik kaum muslimin di negerinya.
 Adanya wilayah yang indefenden (merdeka)
 Hijrah yang pertama yaitu ke habasyah
Rasulullah perintahkan kepada sahabat – sahabatnya yang lemah dan
tertindas di Mekkah dalam rangka menjaga keamanan karena di Mekkah
mereka disiksa, diintrogasi, ditekan dsb.
 Hijrah yang kedua yaitu ke Madinah
Dilakukan dalam rangka menjaga keimanan karena di Mekkah permusuhan
semakin dahsyat dan kencang sehingga Rasulullah memerintahkan
sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah dan diperuntukkan bagi seluruh
kaum muslimin secara umum. Kondisi Madinah pada waktu itu tidak
berada di bawah kekuasaan kabilah tertentu. Madinah pada waktu itu
kosong dari kepemimpinan.

3. Marhalah tamkin
Marhalah ini adalah marhalah kemenangan dimana kondisi umat islam pada waktu itu
sudah mulai kuat. Yang dilakukan Rasulullah pada periode ini adalah:
1) Mempersaudarakan (kaum Anshar dan Muhajirin)
2) Membangun masjid
3) Jihad fi sabilillah
Dimulai pada tahun ke-2 H yaitu dimulai dari perang badar kemudian perang
Uhud kemudian perang Ahzab.
4) Penaklukan – penaklukan
Tahun ke 9 H seluruh kabilah-kabilah arab datang ke Madinah dan mengatakan
bahwa seluruh pengikutnya mengakui islam hingga umat islam menguasai
jazirah Arab sebelum nabi meninggal dunia dan umat islam menjadi siyadatul
alam (pemimpin bangsa-bangsa di dunia).

.
Maraji’:
Sirah Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam
Fiqh Dakwah (Lanjutan)
(ust.Muhammad Qasim Saguni, MA)

Tujuan Materi:
1. Memberikan pemahaman dan wawasan tentang konsep dakwah islam
2. Menumbuhkan kesadaran dan semangat untuk berdakwah
3. Memberikan taujih (arahan) agar dapat mengaplikasikan da’wah bil hikmah
4. Memberikan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya akhlak dan sifat – sifat
mulia dalam berdakwah

A. Defenisi Fiqh Da’wah

 Al Fiqh artinya pemahaman


 Ad Da’wah:
 Secara etimologi/Bahasa: Seruan/panggilan, permintaan, permohonan
 Secara terminology/istilah:
- Meminta/mengajak masuk ke dalam islam dan istiqamah (berpegang
teguh) terhadap islam
- Mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah dan al mau’izhotu al
hasanah (pengajaran yang baik) sampai mereka beriman kepada Allah
dan mengingkari thagut dan mengeluarkan mereka kegelapan jahiliyah
menuju cahaya islam.

B. Urgensi Fiqh Da’wah


 Mengarahkan kebangkitan islam (agar tidak salah arah)
 Diantara factor yang mempengaruhi keberhasilan dakwah
 Tidak memahami metode dakkwah akan mengantarkan pada sikap:
 Sembrono
 Keras
 Perpecahan
 Membuat lari manusia (mad’u)

C. Keutamaan Da’wah dan Da’i Ilallah
 Memiliki kedudukan yang agung
Bahwa da’wah dalam islam dia adalah islam itu sendiri
 Kebutuhan manusia terhadap da’wah
 Bahkan kebutuhan kita pada dakwah lebih besar daripada kebutuhan kita kepada
makanan dan minuman
 Pekerjaan para nabi dan rasul
 Merupakan sebab kekalnya kebanyakan dari perintah-perintah Allah dan
kebaikan
 Jalan menuju kepada kemuliaan islam dan kaum muslimin
 Manusia yang paling baik perkataan dan perbuatannya
 Pahalanya yang agung
 Merupakan salah satu sebab keberuntungan
 Diantara sebab yang agung untuk memperbanyak dzikrullah dan sholawat atas
Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam
 Memperoleh An Nadharah
 Jalan keselamatan dari adzab Allah di dunia dan akhirat
 Merupakan sebab memperoleh amal sholih dan ilmu yang bermanfa’at
 Merupakan sebab bertambahnya ilmu syar’i
 Membantu seorang muslim memanfaatkan waktunya
 Dengan ketaatan kepada Allah
 Menyibukkannya dari menyia-nyiakan waktunya
 Melindungi dari terjatuh kapada kemaksiatan
 Merupakan sebab yang agung untuk tsabat di atas din ini

D. Hukum Berda’wah
Wajib bagi setiap muslim sesuai kondisinya
E. Tujuan Da’wah
Kepada Allah bukan untuk:
Ilayya: Popularitas, kultus individu
Ilayna: Jama’ah, kelompok,yayasan
Ilayhim: Thagut

F. Tujuan (Antara) Da’wah


 Merealisasikan tujuan penciptaan manusia yaitu beribadah kepada Allah
semata dan tidak mempersekutukanNya
 Tegaknya hujjah Allah atas hambaNya
 Melaksanakan amanah dan pelepas tanggungjawab di hadapan Allah
 Mewujudkan mu’min shalih
 Mewujudkan ummat shalihah
 Menyelamatkan manusia dari sebab-sebab kehancuran dan kebinasaan
 Memperlihatkan keindahan islam
 Memenangkan islam di atas semua agama
Tahapan perealisasiannya:
Pribadi muslim -- Keluarga muslim -- Masyarakat islami -Daulah
Islamiyah - Khilafah Islamiyah kubra

G. Rukun – Rukun Da’wah


1. Da’i
 Iman yang dalam dan harapkan pahalaPercaya pada Allah bahwa:
- Di dunia ia akan mendapatkan kemenangan
- Di akhirat ia akan dimasukkan ke dalam surga
 Ilmu
 Beramal dengan apa yang dida’wahkan
 Memiliki hubungan yang erat dengan Allah
 Bersabar di atas:
- Dakwah  Berkesinambungan dalam da’wahnya sesuai
kemampuannya. Ia tidak berhenti dan tidak bosan
- Hal – hal yang merintangi da’wah
- Penderitaan
Dia menyadari bahwa rintangan dan penderitaan dalam berda’wah
adalah sunnatullah.
 Al hikmah  Al Mau’izhatul hasanah
 Berakhlak dengan akhlak mulia  Karena seorang da’i adalah qudwah
 Menghilangkan penghalang antara dirinya dengan manusia
 Berlapang dada terhadap yang tidak sepaham  Berdebat dengan cara
yang ahsan
 Loba terhadap yang didakwahi (agar mendapat hidayah)

2. Mad’u
Risalah yang universal (seluruh alam) yaitu:
 Jin
 Manusia
- Ummatudda’wah
- Ummatulistijabah

3. Al Mad’u ilayhi (apa yang didakwahkan) yaitu:


ISLAM berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman salafush
Shalih yaitu manhaj yang sempurna untuk kehidupan manusia.

4. Uslub Da’wah
 Menggunakan Al Hikmah dengan akhlak yang utama
 Tarbiyah dan ta’lim
 Motivasi dan ancaman
 Sembunyi-sembunyi dan terang-terangan
 Menggunakan beberapa dalil akal untuk menetapkankebenaran beberapa
hukum (islam)
 Dsb

5. Wasilah da’wah
 Khutbah
 Pelajaran
 Pengajian umum
 Diskusi dan debat
 Seminar dan pelatihan
 Fatwa-fatwa syar’i
 Perilaku yang baik
 Media social modern
 Camping dan rihlah
 Aturan-aturan dan organisasi
 Berusaha membantu kebutuhan-kebutuhan manusia (saha-usaha social):
- Mengobati orang sakit seperti ruqyah,bekam dll.
- Memberi hadiah
- Membantu orang yang kesulitan
 Kisah-kisah
 Dsb

H. Karakteristik Dakwah
 Rabbaniyyah (bersumber dari wahyu Allah subhanahu wata’ala)
- Rabbaniyah dalam ajaran
- Rabbaniyah dalam pelaku-pelaku da’wah
 Salafiyyah (merujuk pada pemahaman salaf demi menjaga orisinalitas dalam
pemahaman aqidah)
 Wasathiyyah (pertengahan)
 Waqi’iyyah (realistis)
 Akhlaqiyyah (menggunakan akhlak mulia)
 Sumuliyyah (menyeluruh dan lengkap)
 ‘Alamiyyah (mendunia)
 Syuriyyah (menjunjung tinggi musyawarah)
 Jihadiyyah (kesungguhan dan militansi)

I. Sifat dan Akhlak Da’i


 Ikhlas
 Meniatkan ketaatan untuk taqarrub ilallah
 Membersihkan amal dari segala cacat
 Amanah
 Menyebarkan agama ini  Dakwah dan tarbiyah
 Ilmu:
- Menuntut ilmu
- Menyampaikan ilmu
- Berfatwa
- Mengutip perkataan-perkataan

 Jujur dalam:
- Memikul addin
- Perkataan
- Perbuatan
 Mengikuti nabi shallallahu ‘alayhi wasallam dalam:
- Aqidah
- Jenis-jenis ibadah
- Manhaj da’wah
- Dsb
 Sabar
- Dalam menanggung kesulitan-kesulitan da’wah
- Meninggalkan ketergesa-gesaan
- Kontinyu dalam berda’wah
 Adil
- Terhadap lawan dan kawan
- Dalam menilai buku-buku
- Dalam menghukumi da’wah dan pergerakan
- Dalam berinteraksi dengan nash-nash syar’i
- Dalam berinteraksi dengan perbedaan pendapat

 Tawadhu ’lawan dari sombong


 Lemah lembut lawan dari keras
 Kasih sayang
 Banyak beristikharah dan bermusyawarah
 Malu
 Menjauhi hal – hal yang condong pada perbedaan
 Teliti/berhati-hati (terhadap kabar yang diterima)
 Senantiasa bermuhasabah (introspeksi diri) dan muraja’ah (meninjau ulang)
 Loba terhadap orang yang didakwahi
 Percaya diri dan yakin
 Tidak dendam kepada orang lain
 Memiliki semangat yang tinggi dalam berdakwah

J. Qaidah Sukses dalam Berda’wah


Sekarang bukan lagi saatnya berda’wah sekedar menyampaikan saja. Tapi da’wah itu
diharapkan bisa memberi manfaat dan diterima oleh mad'u. Da’wah adalah perkataan
yang berat. Berat karena perkataannya berbobot dan berat untuk ditolak. Diantara
qaidah dakwah sukses:

1. Keteladanan sebelum mengajak


 Rasulullah adalah qudwah dalam hal ini
Betapa banyak ayat-ayat yang menerangakan tentang keteladanan
Rasulullah. Ternyata keteladanan Rasulullah ini menjadi faktor utama
keberhasilan da’wah beliau.
 Mulai dari diri sendiri
Minimal kita sudah menerima (mengamalkan) lebih dulu apa yang kita
da’wahkan. Langkah memulai dari diri kita adalah salah satu sebab orang
lain mau mengikuti apa yang kita dakwahkan dan ayat-ayat dalam Al
Qur’an juga memerintahkan untuk mengamalkan apa yang kita
dakwahkan. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah: 144

“َ ُ ‫اب َأ َفاَل َتعْ قِل‬


‫ون‬ “َ ُ ‫اس ِب ْال ِبرِّ َو َت ْن َس ْو َ“ن َأ ْنفُ َس ُك ْم َوَأ ْن ُت ْم َت ْتل‬
َ ‫ون ْال ِك َت‬ “َ ‫أ َتْأ ُمر‬
َ ‫ُون ال َّن‬

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu


melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab
(Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al Baqarah: 44)

Dalam surat Ash Shaf: 2-3, Allah berfirman:


“‫ون َكب َُر َم ْق ًتا عِ ْن َد هَّللا ِ َأنْ َتقُولُوا“ َما اَل َت ْف َعلُون‬
“َ ُ ‫ون َما اَل َت ْف َعل‬ َ ‫ياَأ ُّي َها الَّذ‬
“َ ُ ‫ِين آ َم ُنوا لِ َم َتقُول‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu


yang tidak kamu kerjakan. Hal (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika
kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.

 pentingnya qudwah dalam berda’wah


Keteladanan membawa pengaruh yang kuat dalam berdakwah dan itulah
yang dicontohkan oleh Rasulullah. Orang yang tidak memiliki keteladanan
atau lalai dalam memperhatikan keteladanan maka perkataannya akan
sulit diikuti.

2. Mengikat hati sebelum memberi peringatan


Mengikat hati adalah modal awal dalam mendakwahi orang lain. Kenapa hati yang
perlu untuk diikat ?, karena hati adalah rajanya anggota tubuh. Seluruh anggota
tubuh digerakkan oleh hati, Ketika kita sudah mengikat hati seseorang sama
seperti sudah memegang remot control. Sehingga ini menjadi kunci dari dakwah
efektik. Dan penting untuk menggunakan wasilah-wasilah ta’liful qulub untuk
mengikat hati orang lain, diantaranya:
 Memberikan perhatian misalnya mengucapkan selamat Ketika dia sedang
berbahagia atau mengucapkan takziyah Ketika dia sedang ditimpa
musibah dll.
 Jauhkan kesan bahwa kita ingin memanfaatkan
 Memberikan pujian
 Memberikan hadiah
 Dsb
3. Memahamkan sebelum memberikan beban
Sebelum datang perintah-perintah yang berupa pembebanan syariat atau
pelarangan, sebaiknya perkenalkan dulu tentang hal tersebut. Memperkenalkan
maksudnya memberitahukan manfaat dari perintah atau larangan tersebut, bukan
datang mendakwahi dengan memberikan beban tapi terlebih dahulu memberikan
edukasi misalnya; Ketika kita ingin menyuruh dia untuk melaksanakan sholat
maka perkenalkan dahulu tentang sholat itu, kenapa diwajibkan sholat lima waktu,
apa manfaatnya dan hal lain yang berkaitan dengan sholat tersebut.
4. Bertahap dalam pembebanan
Berproses dalam memberikan pembebanan syariat, selangkah demi selangkah,
setahap demi setahap, sedikit demi sedikit.
5. Mempermudah bukan mempersulit
Perlihatkan bahwa islam itu mudah (bukan memudah-mudahkan). Jangan
membawa agama ini dengan kesan menyulitkan. Sebagaiman pesan khusus nabi
kepada Muadz bin Jabal:

“Berilah kemudahan dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan
membuat mereka lari…” [HR. Bukhari dan Muslim]

Dari Abu Hurairah, Rasululullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:


“‫“ َواسْ َتعِي ُنوا“ بال ُغ ْدوة‬،‫اربُوا َوَأبْشِ رُوا‬ ‫َ َأ‬
ِ ‫ ف َس ِّددوا َو َق‬،ُ‫الدين َح ٌد ِإاَّل َغلَ َبه‬ ‫“ َولَنْ َيشا َّد‬،‫ين يُسْ ر‬
َ ‫ِإنَّ ال ِّد‬
) ُّ‫ َو َشيْ ٍء م َ“ِن ال ُّدلَجة” (رواه البخاري‬،ِ‫َوالرَّ ْو َحة‬

“Sesungguhnya agama (Islam) mudah, tidaklah agama ini dipersulit oleh


seseorang kecuali ia akan kalah, dan dalam beramal hendaklah pertengahan
dan dekatkanlah dan gembiraknlah dan mintalah pertolongan (di dalam ketaatan
kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat”.
[HR.Bukhari]

Dan setiap orang pasti suka jika dimudahkan begitupun dengan syariat dalam
agama kita, Allah menginginkan kemudahan untuk hambaNya, sebagaimana
firmanNya dalam surat Al Baqarah: 185

‫ات ِم َن ا هْلُ َد ٰى‬


ٍ َ‫َّاس و ب يِّن‬ ِ ُ ‫َّذ ي ُأنْ ِز َل فِ ِيه الْ ُق ْر‬
ِ ‫ان ال‬
َ َ ِ ‫آن ُه ًد ى ل لن‬ َ ‫ض‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
ِ ِ
‫يض ا َْأو َع لَ ٰى‬ ً ‫ان َم ِر‬
َ ‫ص ْم هُ ۖ َو َم ْن َك‬ ْ ‫َو الْ ُف ْر قَ ان ۚ فَ َم ْن َش ِه َد م ْن ُك ُم الش‬
ُ َ‫َّه َر َف ْل ي‬
‫يد بِ ُك ُم الْ عُ ْس َر‬
ُ ‫يد اللَّهُ بِ ُك ُم الْ يُ ْس َر َو اَل يُ ِر‬ُ ‫ُأخ َر ۗ يُ ِر‬
َ ‫َّام‬ ٍ ‫س َف ٍر فَ عِ دَّ ةٌ ِم ن َأي‬
ْ َ
‫ون‬
َ ‫َّك ْم تَ ْش ُك ُر‬
ُ ‫اك ْم َو لَ َع ل‬
ُ ‫ِّر وا اللَّهَ َع لَ ٰى َم ا َه َد‬ ِ َ ‫و لِ ت ْك ِم لُ وا الْ عِ د‬
ُ ‫َّة َو ل تُ َك ب‬ ُ َ
Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.

6. Yang pokok sebelum yang cabang


Dalam persoalan furu’ banyak perbedaan pendapat maka dahulukan dulu yang
pokok. Pilihlah tema-tema yang tidak banyak khilaf di dalamnya Ketika
memberikan tema-tema taklim kepada mad’u yang baru belajar. Supaya ia lebih
dahulu memahami perkara-perkara yang pokok dalam agama ini yang tidak teralu
banyak pertentangan di dalamnya. Jangan sampai mad’u baru belajar, ia sudah
belajar mentahdzir, sudah berani mencari -cari kesalahan-kesalahan dari saudara
muslim atau kelompok lain.
7. Menggembirakan sebelum memberi peringatan
8. Memahamkan bukan mendikte
Mendikte adalah sikap komandan kepada prajuritnya. Kadangkala seorang prajurit
(tentara) dengan terpaksa mengikuti perintah karena itu adalah perintah
komandan meskipun melanggar aturan. Posisi kita adalah da’I bukan komandan
dan mad’u dakwah juga bukan tentara. Maka pahamkanlah mereka jika ada hal
yang harus mereka kerjakan bukan mendiktenya untuk melakukan hal tersebut.
9. Mendidik bukan menelanjangi
Mendidik artinya merubah. Seorang da’I adalah pendidik yang menanamkan nilai
dan seorang pendidik adalah teladan. Dakwah bukan untuk menelanjangi pribadi-
pribadi tertentu atau kelompok-kelompok tertentu. Orang-orang yang berdakwah
yang suka menelanjangi (kesalahan-kesalahan seseorang atau kelompok
tertentu) akan dijauhi oleh mad’u.
10. Jadilah murid seorang guru bukan muridnya buku
Seorang da’I harus belajar pada guru bukan mencukupkan belajar pada buku
karena belajar pada buku bisa saja akan ada banyak kesalahan.Syeik Al
Utsaimin rahimahullah berkata:

“Barangsiapa yang bukunya adalah gurunya maka kesalahannya lebih banyak


dari benarnya”

Seorang qari’ul Qur’an misalnya, ia harus punya guru yang membenarkan


bacaannya, karena jika dia tidak punya guru yang mengoreksi bacaannya maka
dia akan selalu merasa benar.

Maraji’:

Fiqih Dakwah oleh Jum’ah Amin Abdul Aziz


Fannut Ta’amul (Lanjutan)
Seni Berinteraksi dengan Orang Lain

(Ust. Qasim Saguni)

A. KAIDAH DASAR KOMUNIKASI DAKWAH

1. Sentuh kemudian raih hatinya, dia akan menjadi budakmu atau engkau akan
jadi rajanya
2. Kenali mad’u sehingga dia merasa dihargai dan membangun kedekatan

Bisa dilakukan dengan perkenalan diri (nama, asal, satatus social, hobby)

 Bagaimana berinteraksi dengannya ?. Ada 3 model interaksi:

 Interaksi ke atas (dengan orang yang berada di atas kita baik dari
segi umur, social, politik dll)
 Interaksi ke samping (dengan orang yang sejajar/setara dengan kita
baik usia, status social, Pendidikan dll)
 Interaksi ke bawah (dengan orang yang berada di bawah kita baik
dari segi umur, status social, Pendidikan dll).

Bagaimana menggunakan metode interaksi ini ? yaitu dengan


mengenali terlebih dahulu siapa orang yang kita ajak berinteraksi.
Kenali statusnya baik ekonomi, Pendidikan, social, politik dan
sebagainya, sehingga bisa menentukan model interaksi yang kita
yang tepat untuk orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wasallam bersabda:

‫س ِمنَّا‬ ِ ْ ‫صغِْيَرنَا َو َي ْع ِر‬


َ ‫ف َح َّق َكب َرينَا َفلَْي‬ َ ‫َم ْن مَلْ َي ْر َح ْم‬
“Barang siapa tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak
mengenal hak orang tua kami, dia bukan termasuk golongan
kami.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adab Mufrad, lihat Shahih al-Adab
al-Mufrad no. 271)

 Tekhnik memperkenalkan diri

- Menggunakan kartu nama


- Menggunakan CV
- Menyebutkan nama orang yang dia kenal
 Bagaimana mengenal mad’u

- Bertanya kepada orang lain yang lebih mengenal dia


- Mencari di internet tentang dirinya

3. Hindari perbedaan dan temukan persamaan

‫اب َت َع الَ ْو ا ِإ ىَل ٰ َك لِ َم ٍة َس و ٍاء َب ْي َن نَ ا َو َب ْي نَ ُك ْم َأاَّل نَ ْع بُ َد ِإ اَّل‬


ِ َ‫َأه ل الْ ِك ت‬
َ َ ْ ‫قُ ْل يَا‬
ِ ‫ون الل‬ ِ ‫ض ا َأر ب اب ا ِم ن د‬ ِ ِ
ۚ ‫َّه‬ ُ ْ ً َ ْ ً ‫ض نَ ا َب ْع‬ ُ ‫اللَّهَ َو اَل نُ ْش ِر َك بِ ه َش ْي ًئ ا َو اَل َي تَّخ َذ َب ْع‬
َ ‫اش َه ُد وا بِ َأنَّا ُم ْس لِ ُم‬
‫ون‬ ْ ‫َّو ا َف ُق ولُ وا‬ ‫ِإ‬
ْ ‫فَ ْن َت َو ل‬
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak
kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun
dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan
selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:
"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)". (Ali Imran: 64)

Apa kalimat yang sama itu ? yaitu tidak menyembah kecuali Allah dan tidak
mempersekutukanNya dengan sesuatupun.

Bimbingan Allah kepada Rasulullah dalam berinteraksi dengan ahlul kitab


(Yahudi) adalah dengan mencari persamaan. Tujuan dari hal ini adalah untuk
membangun kedekatan dalam interaksi karena persamaan adalah sumber
kedekatan dan perbedaan adalah sumber konflik.

4. Bertahap dalam merubah (tidak tergesa-gesa dalam memperbaiki)


5. Mudahkan dan jangan mempersulit (tabiat manusia senang dimudahkan dan
tidak suka dipersulit)
6. Gembirakan dan jangan membuat lari (tabiat manusia)
7. Gunakan 5 kata ajaib: Maaf, permisi, tolong, terima kasih
8. Menerapkan 5 prinsip dasar komunikasi efektif

 Respect (rasa haormat)


 Emphaty (kepedulian)
 Audible (mampu mendengarkan/pendengar)
 Clarity (jelas)
 Humble (rendah hati)

Kebutuhan setiap manusia:

- Dicintai
- Dipahami
- Dihargai
- Dinilai
- Rasa aman
9. Lakukan hal-hal yang disukai (mulailah dengan percakapan), diantaranya:

 Memberikan perhatian (memberi salam, bertanya kabar,


memperhatikan pembicaraannya, menjenguk ketika ia sakit, memberi
hadiah)
 Dipuji dan dihargai
 Memberikan peluang kepada orang lain untuk maju dan menghilangkan
hasad di hati
 Berterima kasih dan membalas kebaikan
 Memperbaiki kesalahan tanpa menyakiti perasaannya

10. Hindari hal-hal yang tidak disukai, diantaranya:

 Menasehati langsung di depan umum


 Membuka
 Sombong dan merendahkan orang lain
 Terburu-buru dalam menghukumi orang lain
 Terus menerus dalam kesalahan dan tidak mau memperbaikinya
 Menisbatkan kebaikan kepada dirinya dan menisbaskan keburukan
kepada orang lain.

B. KIAT-KIAT KHUSUS TA’AMUL

1. Perbaiki hubungan dengan Allah dan bersihkan hati maka Allah akan
memperbaiki hubunganmu dengan orang lain
2. Berpakaian dan berpenampilan yang baik
3. Tidak eksklusif dalam penampilan dan sikap
4. Jangan remehkan:
5. Menggunakan kata-kata yang lembut dan santun serta hindari:
6. Membiasakan sikap al itsar
7. Pandai memahami tabiat dan fikrah orang lain (melatih sikap toleran)
8. Menyenangkan perasaannya dengan cara;
9. Memperbanyak silaturrahim dan memberi hadiah
10. Tidak reaktif dan emosional, tapi penyabar dan rasional
11. Mengalah untuk kemaslahatan, terkhusus pada hal-hal yang tidak prinsip
12. Jujur dan setia kawan
13. Tidak mengambil haknya atau menahannya tanpa keridhaannya
14. Menjaga adab-adab lainnya
Hakikat Ghuraba’ dan Keutamaannya
(Ust. Syaiful Yusuf, Lc., MA)

Tujuan Materi:

1. Agar mutarabbi memahami makna hadits tentang ghuraba’ (keutamaan orang yang
dianggap asing, tidak dijadikan sebagai alasan untuk mempertahankan keterasingan
tersebut biar asing terus karena dia bukanlah tujuan. Dan Rasulullah pun berjuang
untuk keluar dari keterasingan tersebut. Hadits tentang ghuraba’ ini adalah hiburan
bagi kaum muslimin)
2. Agar mutarabbi memahami keutamaan dari ghuraba’

Mengenai ghuraba’ ini, ada hadits dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alayhi wasallam bersabda:

‫َريبًا فَطُوبَى لِ ْل ُغ َربَا ِء‬


ِ ‫َريبًا َو َسيَعُو ُد َك َما بَ َدَأ غ‬
ِ ‫بَ َدَأ اِإل ْسالَ ُم غ‬

Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing.
Sungguh beruntungnlah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).
Kata “thuubaa” dalam hadits imam Ahmad dan At Tirmidzi adalah sebuah pohon di surga
dimana pakaian ahlil Jannah terbuat dari pohon tersebut. “Thuubaa” berarti
keberuntungan atau keselamatan.

Konteks hadits ini diriwayatkan dengan lafadz yang berbeda-beda, diantaranya:

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

ِ ‫اس سو ٍء َكثِ ٍري من يع‬


‫صي ِه ْم‬ ‫ال ُأنَاس َ حِل ىِف‬ ِ َ ‫طُو لِْلغُرب ِاء فَِقيل م ِن الْغُرباء يا رس‬
َْ ْ َ ْ َ ِ َ‫صا ُو َن ُأن‬ ٌ َ َ‫ول اللَّه ق‬ ُ َ َ ُ ََ َ َ َ َ ‫ىَب‬
‫َأ ْكَث ُر مِم َّْن يُ ِطيعُ ُه ْم‬

“Beruntunglah orang-orang yang terasing.” “Lalu siapa orang yang terasing wahai
Rasulullah”, tanya sahabat. Jawab beliau, “Orang-orang yang shalih yang berada
di tengah banyaknya orang-orang yang jelek lalu orang yang mendurhakainya
lebih banyak daripada yang mentaatinya.” (HR. Ahmad 2: 177. Hadits ini hasan
lighoirihi, kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)

ِ ِ ِ ِ ُ ُ‫ « ِإ َّن اِإل ْسالَ َم بَ َدَأ َغ ِريبًا َو َسَيع‬ ‫ول اللَّ ِه‬


ُ‫يل َو َم ِن الْغَُربَاءُ قَ َال النَُّّزاع‬
َ ‫ قَ َال ق‬.» ‫ود َغريبًا فَطُوىَب ل ْلغَُربَاء‬ ُ ‫قَ َال َر ُس‬
‫ صحيح دون قال قيل‬: ‫ قال الشيخ األلباين‬.‫ِم َن الْ َقبَاِئ ِل‬

“Sesungguhnya Islam muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali asing
seperti saat  kemunculannya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing”.
Seseorang bertanya : “Siapakah orang-orang yang terasing itu ya Rasulallah .
Rasulullah bersabda: Mereka yang berseberangan dari kaumnya”. [HR.Ibnu
Majah, Ahmad dan Ad Darimi dan dinyatakan shahih oleh syeikh Al Albani].

Dalam hadits lain:

‫َّاس ِم ْن‬ ِ ‫قَ َال «ِإ َّن الدِّين ب َدَأ َغ ِريبا وير ِجع َغ ِريبا فَطُو لِْلغُرب ِاء الَّ ِذين ي‬ ‫ول اللَّ ِه‬ َّ
ُ ‫صل ُحو َن َما َأفْ َس َد الن‬
َُْ َ َ ‫ً َ َ ْ ُ ً ىَب‬ ََ َ ‫َأن َر ُس‬
‫يح‬ ِ ‫يث حسن‬ ِ ِ ‫َب ْع ِدى ِم ْن ُسنَّىِت‬
ٌ ‫صح‬َ ٌ َ َ ٌ ‫يسى َه َذا َحد‬ َ ‫ قَ َال َأبُو ع‬.»
“Sesungguhnya Islam muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali asing seperti saat
kemunculannya. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing”. Seseorang bertanya :
“Siapakah orang-orang yang asing itu ya Rasulullah ? “Orang-orang yang selalu
memperbaiki (melakukan ishlah) di saat manusia merusak sunnah-sunnah ku”, jawab
Rasulullah (HR. At Tirmidzi, dinyatakan Hasan Shahih oleh Imam At Tirmidzi)
A. Defenisi Al Ghuraba’

 Secara Bahasa:Ghuraba’ adalah bentuk jamak dari kata “al gharib” bermakna “al
ghurbah” yang memiliki banyak arti, diantaranya:

- Jauh dari kampung/negerinya


- Orang yang bukan bagian dari kaum dimana dia tinggal
- Tidak jelas, tersembunyi dan tidak terkenal
- Pergi dan menjauh dari manusia

 Penggunaan dalam hadits nabi shallallahu ‘alayhi wasallam:

 Bermakna keterasingan lahiriyah (fisik):


Tinggal bukan di negerinya sebagaimana hadits  Ibnu Umar radhiyallahu’anhu
berkata :

‫يب َْأو َعابُِر َسبِ ٍيل‬ٌ ‫َّك َغ ِر‬ ُّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم مِب َْن ِكيِب َف َق َال ُك ْن يِف‬
َ ‫الد ْنيَا َكَأن‬ ِ ُ ‫َأخ َذ رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ
‫ت فَاَل َتْنتَ ِظ ْر الْ َم َساءَ َو ُخ ْذ ِم ْن‬ ْ ‫اح َوِإذَا‬
َ ‫َأصبَ ْح‬ َّ ‫ت فَاَل َتْنتَ ِظ ْر‬
َ َ‫الصب‬ َ ‫ول ِإذَا َْأم َسْي‬ُ ‫َو َكا َن ابْ ُن عُ َمَر َي ُق‬
ِ ِ‫ِص َّحتِك لِمر ِضك و ِمن حيات‬
َ ِ‫ك ل َم ْوت‬
‫ك‬ َ ََ ْ َ َ َ َ َ

Rasulullah pernah memegang pundakku dan bersabda: “Jadilah kamu


di dunia ini seakan akan orang asing (Ghuroba) atau seorang
pengembara`. Ibnu Umar juga berkata; Bila kamu berada di sore hari,
maka jangan kamu menunggu datangnya pagi hari, dan bila kamu
berada di pagi hari, maka jangan menunggu waktu sore,
pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu
sebelum matimu.”  (HR. Bukhari)

 Bermakna keterasingan maknawiyah:

Istiqomah menetapi perkara-perkara yang membutuhkan kesungguhan dan


pengorbanan, menghindari fitnah serta menetapi jalan yang ditempuh oleh
generasi awal dari umat ini (para salaf, khususnya sahabat). Makna ini sesuai
dengan hadits yang kita baca: “islam datang dalam keadaan asing…”
[HR.Muslim]

B. Keutamaan Al Ghuraba’

1. Mereka adalah golongan yang selamat


‫ فواحدة يف اجلنة و سبعني يف النار و‬، ‫افرتقت اليهود على إحدى و سبعني فرقة‬
‫افرتقت النصارى على اثنني و سبعني فرقة فواحدة يف اجلنة و إحدى و سبعني يف‬
‫ فواحدة يف اجلنة و‬، ‫ و الذي نفسي بيده لتفرتقن أميت على ثالث و سبعني فرقة‬، ‫النار‬
‫ هم اجلماعة‬: ‫ قيل يا رسول اهلل من هم ؟ قال‬، ‫ثنتني و سبعني يف النار‬
“Yahudi telah berpecah-belah menjadi 71 golongan, maka satu di Surga dan
tujuh puluh di Neraka, dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan,
maka satu di Surga dan tujuh puluh satu di Neraka, dan demi yang jiwaku di
tangan-Nya sungguh ummatku akan berpecah belah menjadi 73 golongan,
maka satu di Surga dan tujuh puluh dua di Neraka, dikatakan “Wahai
Rasulullah siapa mereka itu?”, beliau berkata: “Mereka adalah al-Jama’ah.””
(HR Ahmad, shahih).

2. Mereka adalah kelompok yang mendapatkan pertolongan

‫اه ِريْ َن ِإىَل َي ْوِم‬


ِ َ‫اَل َتز ُال طَاِئَفةٌ ِمن َُّأمىِت ي َقاتلُو َن علَى احْل ِّق ظ‬
َ َ ْ ُ ْ َ
‫الْ ِقيَ َام ِة‬

“Selalu ada satu kelompok dari umatku yang berperang atas kebenaran, dalam

keadaan menang, sampai hari kiamat” [HR.Muslim]

3. Allah mengabulkan doa dan mewujudkan sumpah mereka


4. Penghuni surga

‫َريبًا فَطُوبَى لِ ْل ُغ َربَا ِء‬


ِ ‫َريبًا َو َسيَعُو ُد َك َما بَ َدَأ غ‬
ِ ‫بَ َدَأ اِإل ْسالَ ُم غ‬
Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan
asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).

C. Keterasingan yang Pertama

 Sebab-sebab

a. Lemahnya pengaruh kenabian di Jazirah Arab


Sejak wafatnya nabi Ismail alayhissalam tidak ada lagi nabi yang diutus ke
bangsa rab dalam rentang waktu yang sangat Panjang sampai diutusnya
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Allah berfirman dalam surat Yasin: 6

َ ُ‫لِ ُت ْن ِذ َر َق ْو ًم ا َم ا ُأنْ ِذ َر آبَا ُؤ ُه ْم َف ُه ْم َغ افِ ل‬


‫ون‬

Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka


belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai.

Pada awalnya, mereka masih mmengikuti dakwah yang dibawa oleh nabi
Isma’il ‘alayhissalam yaitu mengikuti agama nabi Ibrahim ‘alayhissalam
sampai kemudian Amru bin Luhay, pemimpin bani khuza’ah yang membawa
berhala dari Syam ke Jazirah Arab dan mengajak penduduk Makkah untuk
menyembah berhala tersebut. Sehingga ketika Rasulullah diutus dan
mengajak mereka ke agama tauhid, hal itu dianggap asing karena tidak
mereka dapatkan dari nenek moyang mereka. Yang dikenal adalah agama
berhala yang pencetusnya adalah Amru bin Luhay.

b. Ta’ashshub terhadap tradisi nenek moyang

Mereka berpegang teguh dengan apa yang dipegang oleh bapak-bapak


mereka dan mempertahankan hal tersebut.

ۗ ‫آبَاءَ نَا‬ ‫يل هَلُ ُم اتَّبِ عُ وا َم ا َأ ْن َز َل اللَّهُ قَ الُ وا بَ ْل َن تَّبِ ُع َم ا َألْ َف ْي نَ ا َع لَ ْي ِه‬ ِ ‫ِإ‬
َ ‫َذ ا ق‬
‫ون‬
َ ‫ون َش ْي ًئ ا َو اَل َي ْه تَ ُد‬ َ ُ‫ان آبَا ُؤ ُه ْم اَل َي ْع ِق ل‬ َ ‫ََأو لَ ْو َك‬
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang
telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (AlBaqarah: 170)

‫آبَاءَ نَا‬ ‫يل هَلُ ُم اتَّبِ عُ وا َم ا َأ ْن َز َل اللَّهُ قَ الُ وا بَ ْل َن تَّبِ ُع َم ا َو َج ْد نَا َع لَ ْي ِه‬ ِ ‫ِإ‬
َ ‫َو َذ ا ق‬
ِ‫اب السَّعِ ري‬ ِ ‫وه م ِإ ىَل ٰ َع َذ‬
ْ ُ ُ‫ان يَ ْد ع‬ ُ َ‫َّي ط‬ْ ‫ان الش‬ َ ‫ۚ ََأو لَ ْو َك‬
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah".
Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti
bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa
api yang menyala-nyala (neraka)? ( Luqman: 21)

c. Sikap ahlul kitab yang mendukung penyembahan berhala

Seharusnya ahlul kitab itu mendukung Rasulullah karena sudah jelas


disebutkan dalam dalam kitab mereka tentang Rasulullah. Akan tetapi karena
kedengkian mereka kepada Rasulullah yang bukan berasal dari Bani Israil
sehingga mereka tidak mau mengikutinya.

ِ ُ‫ت و الطَّاغ‬ ِ ِ ِ َ ُ‫اب ي ْؤ ِم ن‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ِإ‬


‫وت‬ َ ‫ون ب ا جْل ْب‬ ُ َ‫ين ُأوتُوا نَص يبً ا م َن الْ ك ت‬ َ ‫َأ مَلْ َت َر ىَل الَّذ‬
‫آم نُ وا َس بِ ي اًل‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ ُ‫و ي ُق ول‬
َ ‫ين‬ ْ ‫ين َك َف ُر وا َٰه ُؤ اَل ء‬
َ ‫َأه َد ٰى م َن الَّذ‬ َ ‫ون ل لَّذ‬ ََ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al
kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada
orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya
dari orang-orang yang beriman. (An Nisa’: 51)

d. Tradisi kesukuan

 Kepemimpinan dalam qabilah

Kerabat beliau tidak mengikuti karena dianggap bahwa dia bukan dari
pembesar kaum, karena masih ada yang lebih dituakan dari beliau yaitu
pamannya, Abu Thalib.

 Fanatisme terhadap qabilah

Dari suku sendiri tidak diikuti karena dianggap ia bukan pembesar kaum,
dan dari suku yang lain tidak diikuti karena tradisi di Arab ada yang
disebut dengan fanatisme terhadap qabilah. Mereka tidak mengikuti
kecuali dari sukunya sendiri.

Abu Jahal pernah ditanya, kenapa dia tidak mau mengikuti Muhammad
shallallahu ‘alayhi wassallam ?, dia menjaawab bahwa antara bani
Makhzum dan bani Hasyim ada persaingan, mereka bertugas memberi
minum para jama’ah haji, kitapun bertugas untuk itu. Ketika kita mengikuti
beliau sebagai nabi maka bani Makhzum tidak punya nabi sedangkan
mereka punya nabi.

Sama halnya dengan bani Hanifah. Muzailamah Al Kadzdzab dari bani


Hanifah dan Rasulullah dari bani Mudhar (kakek beliau yang lebih jauh ke
ataas). Orang bani Hanifah mengetahui bahwa Muzailamah itu kadzdzab
tapi mereka berkata: pendusta bani Hanifah lebih kami sukai daripada
orang jujurnya bani Mudhar.

e. Pengaruh sikap Quraisy terhadap dakwah islam di Arab

Semua suku-suku Arab menjadikan Quraiys sebagai panutan dalam masalah


agama, sehingga sikap Quraiys dalam menolak dakwah Rasulullah diikuti
oleh suku arab lainnya karena mereka hanya mengikuti sikap Quraiys
tersebut.

 Ciri-ciri

a. Dakwah sembunyi-sembunyi

 Mengajak secara sembunyi-sembunyi orang yang dapat dipercaya dan


diyakini mau menerima islam
 Berhubungan dengan para pengikutnya secara sembunyi-sembunyi

b. Sedikit pengikut
c. Tekanan dan penyiksaan

Pada periode ini, para sahabat banyak yang mengalami tekanan dan
penyiksaan, khususnya mereka dari kalangan lemah seperti Bilal bin Rabah
yang disiksa oleh majikannya. Abu Bakar menemukan Bilal bin Rabah di
bawah terik matahari. Saat itu, dia sedang mendapat hukuman dari
majikannya bernama Umayyah di tengah padang pasir yang sangat panas dan
lehernya pun diikat. Bilal ditelentangkan menghadap matahari dan dadanya
ditindih dengan batu yang sangat besar sehingga membuat napas Bilal terasa
sesak.
Kemudian keluarga Yasir yang juga disiksa oleh tuannya hingga Yasir dan
istrinya Sumayyah menemui syahidnya karena penyiksaan tersebut. Dan
masih banyak lagi para sahabat yang mendapatkan penyiksaan pada masa-
masa awal islam di Makkah. Termasuk pemboikotan yang Rasulullah dan para
sahabat selama 3 tahun hingga mereka harus bertahan di syibhu abi Thalib
dengan hanya memakan dedaunan.

d. Dakwah terbatas pada satu lingkungan saja

Pada periode awal, dakwah hanya ada di Makkah. Islam ditolak dimana-mana.

 Bagaimana menghadapinya:

 Dakwah terang-terangan

Risalah beliau adalah risalah ‘alamiyah (mendunia) sehingga tidak mungkin


selamanya disampaikan secara sirriyah. Islam akan cepat tersebar ke seluruh
tempat dengan melakukan dakwah secara terbuka, sehingga jalan itu harus
ditempuh meskipun rintangannya berat.

 Dakwah keluar Makkah


 Membai’at kaum Anshar, berhijrah dan membangun daulah

Hal ini dilakukan untuk memperkuat dukungan pada Rasulullah. Pada periode
ini, nabi berusaha menghilangkan keterasingan, terbukti dengan menjadikan
islam mayoritas di Madinah. Oleh karena itu, untuk memenangkan islam harus
memayoritaskan jumlah kaum muslimin yang berkualitas dan menghilangkan
keterasingan.

 Jihad fi sabilillah

Negeri-negeri yang tidak menerima islam harus didobrak dengan jihad untuk
mengenalkan islam kepada mereka.

 Menghadapi Yahudi Makkah


Orang-orang Yahudi selalu menjelekkan citra islam sehingga mereka juga
harus dibereskan. Oleh karena itu, nabi melakukan perjanjian dengan kaum
Yahudi.

 Fathu Makkah
 Internasionalisasi dakwah

- Dengan perkataan

Sebagaimana kisah di perang khandaq, Ketika para sahabat


mendapatkan batu besar yang tidak bisa dipecahkan, maka Rasûlullâh
mulai memukul batu tersebut. Beliau memulainya dengan membaca,
“Bismillah.” Lalu memukul dan berhasil menghancurkan sepertiganya
dan beliu n mengucapkan, “Allâhu akbar ! aku telah di beri kunci-kunci
Syam. Demi Allâh, sekarang saya melihat istana yang merah.” Beliau
melanjutkan dengan pukulan kedua. Kali ini, , beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam juga berhasil menghancurkan sepertiga berikutnya dan
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan, “Allâhu akbar ! aku
telah di beri kunci-kunci Paris. Demi Allâh ! Saya melihat istananya
yang putih.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan dengan
pukulan ketiga dan akhirnya batu yang tersisa berhasil dipecahkan.
Setelah pukulan ketiga, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan, “Allâhu akbar ! aku telah di beri kunci-kunci Yaman.
Demi Allâh aku melihat pintu-pintu Shan’a dari tempatku ini.” [Musnad
Imam Ahmad]

- Dengan perbuatan

 Mengirim surat ke raja-raja di zaman tersebut seperti Kisra di


Persia, Kaisar Romawi, raja Yaman, Raja Syam dan raja Mesir.
 Melancarkan jihad keluar Jazirah Arab (ini dilakukan karena
ada Sebagian negeri-negeri di luar Jazirah Arab yang tidak
menerima dakwah islam), diantaranya: perang mu’tah, perang
tabuk dan pasukan Usamah.

D. Bentuk-Bentuk Keterasingan

1. Keterasingan dari segi syari’at


2. Keterasingan dari segi tempat
Kondisi dimana agama islam dan pemeluknya menjadi asing di suatu tempat
namun mereka mulia dan tidak asing di tempat lain.

3. Keterasingan dari segi zaman

Kondisi dimana islam asing di seluruh dunia yaitu awal diutusnya Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wasallam dan sebelum hari kiamat

E. Keterasingan yang Ke Dua

1. Sebab-sebab

 Lemahnya dakwah dan tarbiyah

Ketika dakwah lemah, makai slam akan semakin terasing. Padahal kita tahu
bahwa musuh-musuh islam sangat gencar bekerja untuk menjauhkan umat
islam dari agamanya, maka seharusnya kitapun semakin termotivasi untuk
berjuang lebih keras dalam mendakwahkan agama ini.

 Lemahnya semangat menuntut ilmu


 Meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar

Ketika kebaikan-kebaikan tidak diperintahkan maka kebaikan akan dilupakan.


Sebaliknya, ketika kemungkaran-kemungkaran tidak dilsrsng, maka lama
kelamaan akan dianggap biasa bahkan yang melarangnya akan dianggap
asing.

 Meninggalkan jihad fi sabilillah

Jihad kita hari ini adalah dakwah.

 Runtuhnya kekuasaan islam (Salah satunya adalah khilafah)

Khilafah bukanlah tujuan tapi tujuan kita adalah menerapkan syari’at Allah di
muka bumi. Dan kekuasaan adalah sarana untuk menerapkan syari’at.
Apakah kekuasaan itu bentuknya republic, kerajaan ataupun khilafah, yang
penting syari’at islam ditegakkan di negeri tersebut.

 Tasyabbuh dengan orang-orang kafir


Semakin umat islam mengikuti kaum kafir maka semakin jauh umat ini dari
agamanya sendiri hingga lama-kelamaan, islam akan menjadi asing di tengah
pemeluknya sendiri.

 Konspirasi musuh-musuh islam

Musuh-musuh islam selalu berusaha menjauhkan umat islam dari agamanya.


Banyak cara ditempuh dalam rangka mencapai tujuannya. Sehingga umat
islam diperangi secara pemikiran dari segala sisi kehidupan untuk
menghancurkan umat islam, seperti ekonomi, pendidikan, politik, akhlak dll.

2. Keadaannya

a. Keterasingan pemeluk islam diantara pemeluk agama lainnya


b. Keterasingan ahlussunnah di tengah-yengah kaum muslimin

Kenapa kita sulit menerapkan syari’at islam di negara sendiri ? karena kita
masih minoritas di tengah-tengah kaum muslimin sendiri, seperti:

 Terasing dari segi aqidah karena berpegang teguh kepada sunnah di


tengah-tengah ahlul firqah dan ahlul hawa’
 Terasing dari segi penampilan
 Terasing dari segi ukhuwah
 Terasing dari segi persahabatan
 Terasing dari segi majelis
 Terasing dari segi pernikahan
 Terasing dari segi perdagangan
 Terasing dari segi kekhusyu’an
 Terasing dari segi ketundukan
 Terasing dari segi zuhud dan qana’ah
 Terasing dari segi tangisannya

Semua hal ini adalah bagian dari tantangan kita sehingga kita harus
berjuang untuk menghilangkan keterasingan tersebut.

3. Faktor-faktor yang dapat menghilangkan keterasingan

a. Aqidah dan prinsip-prinsipnya


b. Adanya penolong-penolong
Di masa nabi ada kaum Anshar yang selalu membantu perjuangan Rasulullah
dan para sahabatnya. Adapun kaum Anshar di zaman kita sekarang adalah
para kader-kader dakwah.

c. Adanya kepemimpinan

Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk mengarahkan para kader-kader


dakwah yang berkualitas dan jalannya adalah dengan tarbiyah. Kalau hanya
sekedar nasehat-nasehat secara umum, hanya akan melahirkan orang-orang
yang simpati yang tidak bisa terlibat langsung dalam perjuangan kita. Namun
kita tetap peerlu memadukan dua kekuatan dakwah ini yaitu dakwah umum
(taklim) dan dakwah khusus (tarbiyah).

4. Sarana-sarana untuk menghilangkan keterasingan

a. Menyebarkan dakwah
b. Membentuk jama’ah kaum muslimin (organisasi islam yang berkualitas)
c. Membangun daulah
d. Melakukan jihad
e. Amar ma’ruf nahi mungkar
f. Menjadi ustadz dan pengajar di seluruh dunia

Dengan Langkah-langkah ini, insya Allah islam akan jaya di seluruh dunia
sebagaimana kejayaannya di masa sebelumnya.Islam sudah pernah berkuasa
sebelumnya, sampai-sampai semua negara di dunia membayar jizyah kepada
kaum muslimin, seperti Amerika yang pernah membayar jizyah kepada negara
Turki.

Aqidah Asma wa Sifat


(Ust. Aswanto Muhammad Takwi,Lc)
Tujuan Materi:

1. Membekali mutarabbi dengan pemahaman yang benar tentang aqidah asma wa


sifat Allah
2. Membentengi mutarabbi dari berbagai syubhat-syubhat yang akhir-akhir ini
menyambar kesana kemari tentang asma wa sifat Allah
3. Agar mutarabbi semakin dekat kepada Allah dengan mengenal Nya sehingga
semakin menguatkan sisi ma’rifah dan ibadahnya kepada Allah

 Kedudukan ilmu tentang asma dan sifat Allah dalam agama

1) Memiliki kedudukan yang sangat tinggi karena merupakan ilmu berkaitan


dengan Allah, dzat yang paling mulia sehingga otomatis ilmu tentang hal itu
adalah sesuatu yang mulia
2) Merupakan perkara pertama yang wajib diketahui oleh seorang hamba
sebelum mengetahui yang lain-lainnya.

 Kaidah Memahami Asma Allah

1) Semua nama-nama Allah adalah husna


Kata husna adalah sighah mubalaghah yang artinya yang terindah. Nama-
nama Allah adalah semuanya yang terindah yang mencapai puncak
keindahannya dan tidak ada yang menyamai keindahannya. Misalnya:
Kata Ar Rahman, nama ini menunjukkan nama yang indah. Merupakan
nama yang indah yang tidak sama dengan nama nama Rahman pada
makhluk. Bedakan antara Ar Rahman dengan Rahman, atau Ar Rahim
dengan Rahim. Tentu makna ini Kembali pada kaidah bahasa arab dan
nama Ar Rahim, Ar Rahman, As Sami’ atau Al Ghaffar menunjukkan nama
yang indah berdasarkan kaidah dalam bahasa arab.

2) Nama-nama Allah adalah nama sekaligus sifat


Artinya bahwa semua nama Allah menunjukkan nama di satu sisi dan di
sisi lain menunjukkan sifat Allah, contoh:
- Al Hayyu, nama Allah sekaligus menunjukkan sifatNya yang Maha
Hidup
- As Sami’, nama Allah sekaligus menunjukkan sifat Allah yang Maha
Mendengar
- Ar Rahman, nama Allah sekaligus menunjukkan sifat Allah yang Maha
Pengasih
Adapun makhluk, maka bisa saja dia memiliki nama namun belum
tentu namanya itu sesuai dengan sifatnya, misalnya: ada orang yang
memiliki nama shalih namun tidak memiliki sifat shalih, atau namanya
rahim tapi tidak memiliki sifat penyayang.

3) Nama-nama Allah kadang disebutkan dalam bentuk:


 Kata kerja transitif (membutuhkan objek), Misal:
- Al Kholiq yang artinya Maha Pencipta (Al Kholiq adalah nama
Allah Adapun Pencipta adalah terjemahannya). Maka nama
Allah (Al Kholiq) membutuhkan objek yaitu makhluk. Allahu
kholiqu kulla syai’in (Allah pencipta segala sesuatu). Atau Allahu
kholiqu as sama’ (Allah pencipta langit)
- Al Bashir yang artinya Maha melihat. Maka nama Allah ini
membutuhkan objek seperti Allahu bashirun bima ta’malun
(Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan)

 Kata kerja intransitif (tidak membutuhkan objek)


- Al Hayyu yang artinya maha hidup. Nama ini tidak
membutuhkan objek
- Al Qayyum yang artinya maha berdiri sendiri
- Al ‘aliy yang artinya maha tinggi
Nama-nama Allah yang muta’addi (kata kerja transitif), maka
ada tiga hukum yang berlaku di dalamnya:
- Nama itu menunjukkan dzat Allah
- Menunjukkan sifat
- Kita menetapkan hukum atau konsekuensi dari sifat tersebut.
Misalnya, Al Kholiq (pencipta), dia adalah muta’addi maka tiga
hukum ini berlaku pada nama tersebut, bahwa Al Kholiq adalah
Allah, dia juga menunjukkan sifat dan kita menetapkan bahwa
segala sesuatu di dunia ini adalah hasil ciptaan Allah.

Contoh lain: At Tawwab (menerima taubat), maka ketika kita


mengatakan Allahu At Tawwab menunjukkan bahwa At Tawwab
itu adalah Allah, dia juga menunjukan sifat Allah dan
konsekuensi dari nama itu adalah bahwa Allah maha menerima
taubat dari hamba-hambaNya.

Adapun jika nama itu adalah ghairu muta’addi maka hanya


berlaku dua hukum di dalamnya yaitu:
- Nama itu menunjukan dzat Allah
- Menunjukkan sifat Allah
Misalnya: Al Hayyu, ia menunjukkan dzat Allah dan sifatNya
yang maha hidup.

4) Penunjukan nama-nama Allah terhadap dzat dan sifat Nya dilakukan


dengan cara muthabaqah (kesesuaian/kesamaan), tadhammun (cakupan)
dan iltizam (konsekuensi), Misalnya:
Al Kholiq, maka nama ini secara muthabaqah mmenunjukkan bahwa Al
Kholiq itu adalah dzat Allah dan menunjukkan sifat penciptaan, secara
tadhommun menunjukkan sifat Allah saja dan secara iltizam memiliki
konsekuensi bahwa karena Allah Al Kholiq maka Dia memiliki sifat Al Ilmu,
Al Qudrah dan Al Iradah karena untuk mencipta sesuatu harus ada
pengetahuan, kemampuan dan keinginan.

5) Nama-nama Allah adalah tauqifiyah sehingga akal tidak boleh ikut berperan
di dalamnya

ٓ
‫ان َع ۡن ُه َم ۡسـُٔواٗل‬ َ َ‫ص َ“ر َو ۡٱلفَُؤ ا َد ُك ُّل ُأ ْو ٰل‬
َ ‫ِئك َك‬ َ ‫ك ِبهِۦ عِ ۡل ۚ ٌم ِإنَّ ٱلس َّۡم َع َو ۡٱل َب‬ َ ‫َواَل َت ۡقفُ َما لَ ۡي‬
َ َ‫س ل‬
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena
pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya.” (QS.Al-Isra’:36)

Misalnya; ada ayat yang menyebutkan “wa makaruu wa makarallah wallahu


khoyrul maakiriin”, maka kita tidak boleh menetapkan nama Allah Al Maakir
karena tidak ada dalil yang menetapkan nama tersebut untuk Allah.

6) Nama-nama Allah tidak terbatas pada jumlah tertentu


Ini berdasarkan do’a Rasulullah yang menunjukkan bahwa nama Allah
tidak terbatas. Dari Abdullah bin Masud, dia berkata, Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, "Seorang yang sedang ditimpa gundah dan sedih, lalu ia
membaca, 

‫ َع ْد ٌل‬، ‫ك‬ ُ ‫اض يِف َّ ُحك‬


َ ‫ْم‬ ٍ ‫ َم‬، ‫اصيَيِت بِيَ ِد َك‬ ِ َ‫ ن‬، ‫ك‬ ِ
َ ِ‫ َوابْ ُن ََأمت‬، ‫ َوابْ ُن َعْبد َك‬، ‫اللَّ ُه َّم ِإيِّن َعْب ُد َك‬
ِ
،‫ك‬ َ ‫َأح ًدا ِم ْن َخ ْلق‬ َ ُ‫ َْأو َعلَّ ْمتَه‬، ‫ك‬ َ ‫ت بِِه َن ْف َس‬
َ ‫ك مَسَّْي‬ ْ ‫ك بِ ُك ِّل‬
َ َ‫اس ٍم ُه َو ل‬ َ ُ‫َأسَأل‬
ْ ، ‫ضاُؤ َك‬ َ َ‫يِف َّ ق‬
ِ ِ ‫ َأو استَْأثَرت بِِه يِف ِع ْل ِم الْغَي‬، ‫ك‬ ِ
َ ِ‫ َأ ْن جَتْ َع َل الْ ُق ْرآ َن َرب‬، ‫ب عْن َد َك‬
، ‫يع َق ْليِب‬ ْ َ ْ ْ ْ َ ِ‫َْأو َأْنَزلْتَهُ يِف كتَاب‬
ِ
‫اب مَهِّي‬ َ ‫ َوذَ َه‬، ‫ َوجاَل ءَ ُح ْزيِن‬، ‫ص ْد ِري‬ َ ‫ور‬ َ ُ‫َون‬
"Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu,
anak dari hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu,
keputusan-Mu kepada telah berlaku, ketetapan-Mu terhadapku adalah
adil. Aku mohon kepada-Mu dengan seluruh nama yang Engkau sendiri
tetapkan nama bagi-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang
makhluk-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang
Engkau simpan dalam ilmu gaib yang ada pada-Mu. Mohon Engkau
jadikan Al-Quran bersemi di hatiku, bercahaya di dadaku dan pengusir
kesedihan serta gundahku."

Adapun hadits tentang 99 nama Allah maka maksudnya adalah


barangsiapa yang menghafal, mengetahui maknanya dan melakukan
konsekuensi dari nama tersebut. Bukan pembatasan dari nama-nama
Allah. Misal nama Allah As Sami’ (maha mendengar), maka kita
menghafalkan nama tersebut, kemudian memahami maknanya bahwa
Allah maha mendengar segala sesuatu dan konsekuensinya kita tidak
boleh memperdengarkan Allah sesuatu yang tidak disenangi sehingga
berusaha mengontrol semua ucapan.

7) Penyimpangan terhadap nama-nama Allah adalah Tindakan


penyelewengan nama Allah yang semestinya
Diantara bentuk penyimpangan itu adalah:
 Mengingkari nama-nma Allah atau mengingkari sifat-sifatNya
sebagaimana orang-orang yang mengingkari nama-nama dan sifat-
sifat Allah
 Melakukan tasybih (penyerupaan) dengan nama Allah misal,
menamakan seseorang denga Ar Rahim dengan makna yang sama
dengan nama Allah. Adapun jika dia memberi nama Rahim kepada
seseorang sesuai dengan makna kekurangannya sebagai makhluk
maka itu tidak mengapa.
 Memberikan nama kepada Allah yang tidak Allah tetapkan untuk
dirinya
 Menggunakan nama-nama Allah kepada nama-nama berhala seperti
orang jahiliyah dahulu yang menamakan berhala mereka dengan lata
diambil dari nama Allah Al Ilah, uzza yang diambil dari nama Allah Al
Aziz.

4. Kaidah dalam Memahami Sifat-sifat Allah

1) Sifat-sifat Allah semuanya adalah sempurna tidak ada kekurangan


sedikitpun dari segala aspek

Artinya bahwa sifat Allah adalah sifat yang sempurna yang tidak ada
kekurangan di dalamnya dari sisi manapun. Ia merupakan sifat sempurna
yang tidak ada aib di dalamnya, misalnya:

- sifat Al Haya’ artinya bahwa Allah memiliki sifat hidup yang sempurna,
tidak didahului dengan sifat ‘adamun (tidak ada), tidak ada sakitnya
dan tidak ada matinya. Berbeda dengan makhluk yang didahului
dengan sesuatu yang tidak ada, ia mengalami sakit dan akan
mengalami kematian.
- Sifat Al ‘Ilmu (maha mengetahui) yang artinya bahwa Allah memiliki
sifat ilmu yang sempurna, tidak didahului dengan ketidak tahuan, tidak
lupa dan tidak sesat. Sebagaimana kisah Musa ‘alayhissalam yang
ditanya oleh Fir’aun tentang siapakah Tuhannya.
ِ ‫ب اَل ي‬ ِ ۡ ِ ۡ ِ َ َ‫ال ا ۡل ُقر ۡو ِن ا ۡلاُ ۡو ٰل ق‬
‫ض ُّل‬ َ ‌ٍ ۚ ‫ال عل ُم َها عن َد َرىِّب ۡى ىِف ۡى كٰت‬ ُ ُ َ‫قَ َال فَ َما ب‬

‫َرىِّب ۡى َواَل يَ ۡن َسى‬

“Dia (Fir‘aun) berkata, "Jadi bagaimana keadaan umat-umat yang


dahulu?" Dia (Musa) menjawab, "Pengetahuan tentang itu ada pada
Tuhanku, di dalam sebuah Kitab (Lauh Mahfuzh), Tuhanku tidak akan
salah ataupun lupa”. (Thaha: 51-52)

2) Pembahasan tentang sifat Allah lebih luas daripada pembahasan tentang


nama Nya

Artinya bahwa semua nama Allah menunjukkan sifat Nya tapi tidak semua
sifat Allah menunjukkan nama Nya, misalnya firman Allah:

- ”Wamakaruu wamakarallah wallahu khoyrul maakiriin” tapi kita tidak


boleh menetapkan nama Allah Al Makir
- “inna bathsya rabbika lasyadiid” maka tidak boleh kita mengatakan
Allah Al Bathiisy

3) Sifat-sifat Allah terbagi menjadi:

- Tsubutiyah: segala sifat yang Allah tetapkan untuk diriNya dalam Al


Qur’an dan disebutkan oleh Rasulullah dalam haditsnya. Dan semua
sifat ini adalah sifat yang sempurna, misalnya; “innallaaha qad ahaatha
bikulli syai’in ‘ilmaa” (Allah menetapkan sifat Al ‘Ilmu pada diriNya),
begitu juga “innallaaha samii’un ‘aliim” (Allah menetapkan sifat Al ‘Ilmu
dan As Sami’).
- Salbiyah: sifat yang dinafikan Allah terhadap diriNya karena ia adalah
sifat kekurangan (yang tidak pantas untuk Allah yang Maha sempurna),
seperti sifat tidur, sifat mengantuk, sifat lupa, sifat capek dsb.

Maka dalam sifat salbiyah ini, yang wajib dilakukan adalah menafikan
sifat salbiyah tersebut untuk Allah kemudian menetapkan lawan dari
sifat tersebut. Misalnya: sifat yamuut (mati) maka kita nafikan sifat mati
pada diri Allah yaitu Allah tidak mati kemudian menetapkan lawan dari
itu yaitu Al Hayyu (Maha Hidup), sifat zhalim, maka kit nafikan sifat
zhalim pada diri Allah bahwa Allah tidak zhalim kemudian menetapkan
lawannya bahwa Allah Maha ‘Adil.
4) Sifat tsubutiyah adalah sifat yang terpuji dan sempurna

Sifat tsubutiyah lebih banyak disebutkan dalam Al Qur’an dan hadits


karena ia adalah sifat yang sempurna. Adapun sifat salbiyah, terkadang
disebutkan untuk menunjukkan kesempurnaan Allah dari kekurangan,
misal sifat tidak zhalim, ketika disebutkan bahwa Allah tidak zhalim maka
sifat itu benar-benar sesuai dengan Allah yang memiliki sifat Maha ‘Adil.
Berbeda dengan makhluk, ketika disebutkan bahwa “fulan tidak zhalim”,
belum tentu itu adalah sifat sempurna baginya, kapan ia menjadi
sempurna ?, ketika dikatakan bahwa “fulan tidak zhalim tapi ia adil”

5) Sifat tsubutiyah terbagi menjadi dua:

- Dzatiyah:

Yaitu sifat yang senantiasa melekat pada dzat Allah dan tidak pernah
terlepas dari dzat Allah, diantaranya: Allah memiliki sifat Al ‘Ilmu,
artinya Allah memiliki sifat ilmu terus menerus tanpa berhenti sekejap
pun. Allah As Sami’, artinya Allah memiliki sifat mendengar terus
menerus.

- Fi’liyah

Yaitu sifat yang berkaitan dengan kehendak Allah, kapan Allah


berkehendak maka Allah melakukannya dan kapan Allah tidak
berkehendak maka Allah tidak melakukannya, misalnya; sifat Al Istiwa’,
sifat turun.

6) Dalam menetapkan sifat Allah harus menghindari tamtsil (menyerupakan


Allah dengan makhluk) dan takyif (mempertanyakan kaifiyat)

‫اج ا َو ِم َن‬ ِ ِ ِ ‫ات َو اَأْل ْر‬


ً ‫ض ۚ َج َع َل لَ ُك ْم م ْن َأ ْن ُف س ُك ْم َْأز َو‬
ِ ‫اط ر السَّم او‬
َ َ
ِ
ُ َ‫ف‬
ِ ِِ ِ ِ ِ‫اَأْل ْن ع ِام َْأز و اج ا ۖ ي ْذ ر ُؤ ُك م ف‬
ُ‫س َك م ثْ ل ه َش ْي ءٌ ۖ َو ُه َو السَّم يع‬ َ ‫ي‬
ْ ‫ل‬
َ ۚ ‫يه‬ ْ َ َ ً َ َ
ِ
ُ‫الْ بَ ص ري‬
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-
pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha
Mendengar dan Melihat. (Asy Syura:11)

7) Sifat-sifat Allah tauqifiyah sehingga akal tidak boleh ikut berperan dalam
menentukan

5. Kaidah-Kaidah Mengenai Dalil Asma dan Sifat Allah

1) Dalil penetapan nama dan sifat Allah adalah Al Qur’an dan Sunnah
2) Wajib mengambil dalil nash-nash Al Qur’an dan hadits sesuai dzahirnya
tanpa tahrif, terutama nash-nash tentang sifat dan akal tidak boleh ikut
berperan dalam menentukan.

Dalil yang menetapkan nama dan sifat Allah adalah adalah Al Qur’an dan
sunnah yang berbahasa arab sehingga wajib mengambil nash-nash sesuai
zhahirnya tanpa tahrif (menyelewengkan dari makna yang sebenarnya)
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang mentakwil sifat Allah
bahwa Allah memiliki tangan, kemudian mereka menafsirkan tangan Allah
itu dengan adalah kekuatan.

Yang wajib adalah memahami makna dari nash tersebut sesuai dengan
makna bahasa arabnya, tidak boleh mengartikan dengan makna lain.

3) Dzahir nash-nash sifat Allah dalam satu segi bisa diketahui namun dari
segi yang lain tidak bisa diketahui

Maksudnya bahwa tidak diketahui dari sisi kaifiyatnya, misalnya: Allah


beristiwa’, maka dipahami bahwa Allah memiliki sifat istiwa’, Adapun
bagaimana kaifiyat (tata cara) beristiwa’ nya tidak diketahui karena tidak
ada dalil yang menjelaskan tentang hal tersebut.

Begitu juga dengan sifat Allah pada ayat “wa jaa’a Rabbuka…” bahwa Allah
memiliki sifat datang, Adapun bagaimananya kaifiyatnya, tidak diketahui.

4) Yang diambil dari dzahirnya tentang sifat Allah adalah pengertian yang
langsung dipahami akal dan inipun berbeda sesuai dengan konteks
kalimatnya.

Ada Sebagian orang yang mentakwilkan sifat Allah, padahal yang benar
adalah memahami zhahir tentang sifat Allah langsung dari awal apa yang
terlintas pada pemahaman akal kiat, misalnya: tangan, maka yang terlintas
di awal tentang tangan itu adalah zhahirnya yang langsung dipahami oleh
akal.

Namun makna ini, terkadang berbeda sesuai dengan konteks dari kalimat
tersebut. Satu kalimat terkadang berbeda maknanya tergantung dengan
kalimat yang menyertainya karena itulah, kita memahaminya sesuai
dengan yang pertama kali terlintas dalam akal kita, misalnya:

- Datang singa memburu mangsanya. Yang pertama kali terlintas bahwa


singa itu adalah hewan. Berbeda ketika dikatakan “datang singa
mimbar”, yang pertama kali terlintas bahwa singa yang dimaksud itu
bukan hewan tetapi juru dakwah.
- Saya akan membumi hanguskan kampung ini, maka yang dimaksud
dalah orangnya bukan gedungnya, bukan kampungnya
- Kata tangan misalnya, ketika disandarkan pada Allah maka berbeda
ketika disandarkan pada makhluk. Seperti pada kisah anak nabi Adam
keyika ia mengatakan kepada saudaranya “laaqtulannaka biyadii”
(saya akan membunuhmu dengan tanganku) berbeda dengan
perkataan Allah pada ayat “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu
sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku…”

Tangan yang pertama yang disandarkan pada anak nabi Adam adalah
tangan makhluk sedangkan makna tangan yang kedua adalah tangan
Allah yang tentunya sesuai dengan keagunganNya.

Maraji’: Al Qawa’idu Al Mutsla karya Syeikh Al Utsaimin

Sulukiyah Ahlussunnah wal Jama’ah


(Ust. Muhammad Yani Abdul Karim, Lc)

Tujuan:

1. Agar mutarabbi mengetahui bagaimana karakter perilaku (sulukiyah) ahlussunnah


waljama’ah
2. Agar mutarabbi memahami bahwa menisbatkan diri kepada ahlussunnah wal
jama’ah bukan sekedar pengakuan belaka
Muqaddimah

Suluukiyah berasal dari kata suluuk yang berarti jalan hidup, orientasi, cara pandang atau
pandangan atau madzhab seseorang.

Dari pengertian ini, bisa dipahami bahwa suluuk itu bisa baik bisa buruk, yang dilakukan
dengan sadar atau tidak sadar, bisa dilakukan karena pilihan ataupun paksaan.

Lalu apa perbedaan antara suluk dengan akhlak ?. Karena dua-duanya berasal dari
bahasa arab, meskipun sering kali digunakan pada makna yg sama.

Akhlak lebih ke sifat bathin, ia tersimpan dalam bathin dan dialah yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu yang sifatnya nyata, baik atau buruk secara spontan
tanpa pikir panjang. Sedangkan suluk adalah bagian luar yang tampak, yaitu perbuatan
yang mengejewantahkan hal-hal yang ada dalam bathin tersebut, dia adalah hal-hal yang
sifatnya tampak bukan sesuatu yang abstrak.

Sulukiyah adalah karakter perilaku, semacam himpunan dari perilaku-perilaku tertentu


yang terbentuk menjadi sebuah karakter dalam suatu komunitas/kelompok tertentu. Oleh
karena itulah, sulukiyah ahlussunnaah wal jama’ah lebih kepada karakter perilaku
kelompok tertentu bukan kembali ke pribadi.

Bebicara tentang sulukiyah ahlussunnah wal jama’ah, ada beberapa hal yang perlu
diketahui, diantaranya:

1. Berqudwah kepada suluk/akhlak Rasulullah

Sulukiyah ahlussunnah wal jama’ah memiliki sebuah konsep yang jelas karena tidak
membutuhkan susunan konsep baru. Ia semata mata mengacu pada perikehidupan
Rasulullah, baik dalam hal ilmu, hujjah (argumentasi), maupun akhlak beliau kepada
manusia. Dan diantara akhlak beliau kepada manusia adalah:

 Berbuat baik kepada manusia


 Rahmat dan kasih sayang beliau (beliau adalah bentuk kasih sayang Allah yang
dihadiahkan untuk manusia)
 Bagaimana kesabara beliau dalam menanggung siksaan dan cobaan
 Kelemah lembutan (mengendalikan emosi)
 Kedermawanan beliau
5 hal ini adalah akhlak beliau yang tampak (sulukiyah beliau) dan inilah yang
menjadi sulukiyah dari ahlussunnah wal jama’ah.

2. Sulukiyah Ahlussunnah wal Jama’ah dalam mengenal kebenaran dan berdakwah

 Memegang teguh kebenaran meskipun harus menggenggam bara api

Kebenaran yang dimaksud adalah Al Qur’an dan sunnah. Teguh memegang


kebenaran merupakan prinsip dan secara karakter berada dalam prinsip
ahlussunnah wal jama’ah.

Syeikh Abdul Aziz bin Baz berkata:

“Ahlussunnah wal jama’ah merekalah orang-orang yang benar-benar berpegang


teguh pada al hak dan berhimpun di atas al hak itu”

 Loba dalam menyampaikan hidayah kepada manusia dan memperbaiki mereka

Syeikh Abdul Sattar: “ Ahlussunnah waal jama’ah adalah mereka bergembira


dengan taubat seseorang, menerima udzur dan mereka berdo’a memintakan
hidayah kepada orang-orang yang beermaksiat karena mereka dalam hal ini tidak
kepentingan pribadi, semata-mata hanya mengharapkan wajah Allah dan
memiliki keinginan besar dalam membimbing manusia kepada hidayah”.

Hidayah ada dua:

- Hidayah dalalah (hidayah mengenalkan kebenaran)


- Hidayah taufiq (hak progratif Allah)

 Memaafkan dan mengabaikan gangguan orang lain, seolah-olah tidak pernah


terjadi
 Mendoakan mereka supaya mendapatkan hidayah

Selain memaafkan orang-orang yang menzhalimi, mereka bahkan mendo’akan


kebaikan untuk orang-orang yang menzhalimi mereka agar mendapatkan
hidayah.

Karena perhatian mereka kepada manusia, sehingga ahlussunnah wal jama’ah


dikatakan sebagai khoyrunnasi (sebaik-baik manusia).
‫ وال خير‬، ‫ « المؤمن يألف ويؤلف‬: ‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬: ‫عن جابر قال‬
‫ وخير الناس أنفعهم للناس‬،‫ وال يؤلف‬، ‫» فيمن ال يألف‬

Dari Jabir, ia berkata,”Rasulullah Saw bersabda,’Orang beriman itu bersikap


ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan
sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR.
Thabrani dan Daruqutni)
Salah satu tafsiran khoiru ummah adalah sebaik-baik manusia yang dihadirkan untuk
umat manusia karena bentuk perhatian mereka kepada manusia.

3. Sulukiyah Ahlussunnah wal Jama’ah dalam amar ma’ruf nahi mungkar

Dalam islam, mar ma’ruf nahi mungkar adalah salah satu cabang keimanan. Ia
pembuktian keimanan seseorang bahkan bagian penting dari perjuangan dakwah dan
salah satu hal yang penting dan menjadi prasyarat dicapainya khoira ummah (sebaik-
baik ummat). Allah Ta’ala berfirman:

ۗ ‫وف َوَتْن َه ْو َن َع ِن ٱلْ ُمن َك ِر َو ُتْؤ ِمنُو َن بِٱللَّ ِه‬ ِ ‫َّاس تَْأمرو َن بِٱلْمعر‬ ِ ‫ُكنتم خير َُّأم ٍة ُأخ ِرج‬
ُْ َ ُُ ِ ‫ت للن‬ ْ َ ْ ََْ ْ ُ
‫ب لَ َكا َن َخْيًرا هَّلُم ۚ ِّمْن ُه ُم ٱلْ ُمْؤ ِمنُو َن َوَأ ْكَث ُر ُه ُم ٱلْ َٰف ِس ُقو َن‬ِ َ‫ولَ ْو ء َامن َْأهل ٱلْ ِكٰت‬
ُ َ َ َ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik” (Ali ‘Imran: 110)

Dikedepankan kata amar ma’ruf daripada keimanan karena urgensi dari amar
ma’ruf nahi mungkar tersebut. Keimanan hanya bisa dibuktikan dengan
melakukan amar ma’ruf nahi mungkar sehingga bisa sampai pada derajat khoira
ummah. Karena itulah, ahlussunnah wal jama’ah adalah orang yang paling
semangat dalam beramar ma’ruf nahi mungkar.

Diantara karakteristik ahlussunnah wal jama’ah dalam beramar ma’ruf nahi mungkar:

 Diatas manhaj Al Qur’an dan sunnah


Artinya mereka melakukan itu semua sesuai apa yang digariskan syari’at karena
itulah, ada qawaid dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar (sesuai petunjuk
Al Qur’an dan sunnah) seperti: tidak boleh meerubah kemungkaran dengan cara
yang mungkar, tidak boleh merubah kemungkaran jika menimbulkan
kemungkaran yang lebih besar (mudharat yang lebih besar).

 Menjaga keutuhan jama’ah

Ahlussunnah wal jama’ah adalah orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi
mungkar di atas manhaj Al Qur’an dan sunnah dengan tetap menjaga persatuan
jama’ah. Mereka berusaha untuk tidak mengoyak-oyak persatuan jama’ah

 Loba untuk menyatukan kalimat (persatuan) kaum muslimin dan membuang jauh-
jauh perpecahan dan perbedaan

Ahlussunnah wal jama’ah selalu menimbang bagaimana dakwah disampaikan,


bagaimana ilmu diajarkan, tapi di sisi lain tetap menjaga persatuan. Berbeda
dengan firqah-firqah sesat dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.

4. Ahlussunnah wal Jama’ah dalam perkara al wala’ dan al bara’

 Al Wala’:

Al wala’ wal bara’ adalah konsekuensi dari aqidah . Syahadat laa ilaha illallah
memiliki konsekuensi al wala’ wal bara’ dan Al Qur’an sudah menegaskan
hal tersebut bahwa wala’ (loyalitas) kaum muslimin hanya ditujukan kepada:

 Allah Ta’ala
 Rasulullah
 Orang-orang beriman

ِ ‫َّذ‬ ِ ِ ِ
‫ون‬
َ ‫يم‬
ُ ‫ين يُق‬
َ ‫آم نُ وا ال‬ َ ‫مَّنَ ا َو ل يُّ ُك ُم اللَّهُ َو َر ُس ولُ هُ َو الَّذ‬
َ ‫ين‬
‫الز َك اةَ َو ُه ْم َر اكِ عُ ون‬
َّ ‫ون‬ َ ُ‫الصَّ اَل ةَ َو يُ ْؤ ت‬

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan


orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan
zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah) [Al Maidah: 55]
Wala’ kepada Allah dan Rasul Nya bersifat mutlak. Adapun wala’
kepada orang-orang beriman bersifat nisbi disesuaikan dengan
kekuatan keimanan mereka yang tampak yaitu bahwa kita berwala’
kepada keimanannya dan bara’ (berlepas diri) dari kemaksiatannya.

 Tidak boleh ta’ashshub terhadap:

 Qabilah
 Negara
 Madzhab
 Kelompok
 Jama’ah
 Syeih/guru

Oleh karena itu:

- Ahlussunnah wal jama’ah berwala’ kepada Allah, Rasul Nya


dan kepada orang-orang beriman. Berwala’ dan berkasih
sayang di atas asas agama dan tidak berta’ashshub terhadap
nama-nama dan juga syi’ar-syi’ar dan bukan pula terhadap
jama’ah
- Syeikhul Islam berkata:

“Ahlussunnah wal jama’ah tidak menguji manusia denga napa-


apa yang bukan merupakan bagian dari perkara-perkara
agama dan mereka tidak menguji manusia dengan apa-apa
yang Allah tidak menurunkan hujjah atasnya”.

5. Ahlussunnah wal Jama’ah ketika berbeda pendapat

Perlu dipahami bahwa dalam islam ada persoalan-persoalan yang sudah jelas dan
menjadi kesepakatan kaum muslimin dan seluruh imam-imam telah bersepakat
dengan masalah tersebut, seperti: masalah pokok-pokok aqidah dan ibadah. Tapi
dalam maasalah furu’, bisa terjadi ikhtilaf. Oleh karena itu, dalam islam ada ruang
untuk memahami hal seperti itu.

Manhaj ahlussunnah adalah manhaj yang sangat luas, berbeda dengan firqah lain
yang ketika berbeda sedikit, bisa menyebabkan perpecahan. Ahlussunnah wal
jama’ah punya prinsip dan karakter dalam menyikapi itu, diantaranya:

 Kembali kepada Al Qur’an dan sunnah


 Loba terhadap persatuan kaum muslimin

Sebagaiman dalam masalah amar ma’ruf nahi mungkar, dalam hal perbedaan
pendapatpun selalu mengedepankan persatuan kaum muslimin . Jangan sampai
perbedaan itu menciderai persatuan.

 Menjaga ukhuwah dan persatuan

Karena itulah, tidak pernah didapati dalam kehidupan ahlussunnah wal jama’ah
terjadi kekacauan. Mereka berbeda pendapat tetapi sangat menghargai dan
sangat toleran selama bukan masalah pokok dalam agama. Sehingga
ahlussunnah selalu berjuang bagaimana menyatukan hati kaum muslimin dan
kesatuan kalimat (menyatukan barisan kaum muslimin). Meskipun terkadang
mereka berdiskusi dalam masalah tertentu bahkan berdebat namun tetap
menjaga keterpaduan hati di atas bingkai ad din.

Syeikh Al Islam berkata:

“Mereka berdiskusi dalam perkara ilmiyah dan amaliyah tapi mereka menjaga
keterpaduan hati mereka dan persaudaraan di atas bingkai islam”.

Marajai’ :

Mu’allim Al Intilaqati Al Qubra


Aqidah Ahlussunnah Terhadap Sahabat
(Ust.Aswanto Muhammad Takwi,Lc)

Tujuan Materi:

1) Memantapkan aqidah mutarabbi untuk memberikan hak yang sepantasnya kepada


sahabat
2) Membentengi mutarabbi dari penyimpangan terhadap hak sahabat
3) Menumbuhkan kecintaan kepada sahabat

1. Urgensi Materi

 Kedudukan sahabat dalam islam

Tidak ada yang bisa menandingi kedudukan sahabat sampai hari kiamat.
Kedudukan ini adalah pemberian Allah subhanahu wata’ala, karena itu Ibnu
Umar pernah berkata:

‫ َي ْعيِن َم َع‬-ً‫اعة‬ ِ ِ ‫ َفلَم َقام‬، ‫ال تَسُّبوا َأصحاب حُم َّم ٍد صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم‬
َ ‫َأحده ْم َس‬ َ ُ َ َ َ َ َْ ُ َ َ َ َ ْ ْ ُ
ً‫َأح ِد ُك ْم َْأربَعِنْي َ َسنَة‬ ِ ِ
َ ‫ َخْيٌر م ْن َع َم ِل‬-‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
ِ ِ
َ ‫َر ُس ْول اهلل‬
Janganlah kalian mencela para Sahabat Muhammad shollallahu alaihi
wasallam. Sungguh masa berdiri mereka sesaat – yaitu bersama Rasulullah
shollallahu alaihi wasallam- lebih baik dibandingkan amalan salah seorang
dari kalian selama 40 tahun (riwayat Ahmad)

Bagaimanapun seseorang itu beramal, tidak akan menyamai amalan para


sahabat. Rasulullah bersabda:

ِ ِ ِ ‫َأن َأح َد ُكم َأْن َفق ِمثْل ُأح ٍد َذهبا ما بلَغ م َّد‬
َ ُ َ َ َ ً َ ُ َ َ ْ َ َّ ‫َأص َحايِب َفلَ ْو‬
ُ‫َأحده ْم َواَل نَصي َفه‬ ْ ‫اَل تَ ُسبُّوا‬
Janganlah kalian mencela para Sahabatku. Kalau seandainya salah seorang
dari kalian menginfaqkan emas sebesar (gunung) Uhud, hal itu tidak bisa
menyamai shodaqoh mereka (para Sahabat) sebanyak 1 mud (2 genggaman
tangan), bahkan tidak pula bisa menyamai setengahnya (H.R al-Bukhari dari
Abu Said al-Khudriy dan Muslim dari Abu Hurairah)

 Berkaitan dengan aqidah al wala’ wa al bara’

Kita diperintahkan untuk mencintai para sahabat, berloyal kepada mereka dan
mengikuti mereka. Rasulullah bersabda:

ٍ ‫اج ِرين واَأْلنْصا ِر والَّ ِذين اتَّبعوهم بِِإحس‬


ُ ‫ان َر ِض َي اللَّهُ َعْن ُه ْم َو َر‬
‫ضوا‬ ِ ِ َّ ‫السابُِقو َن‬
َ ْ ْ ُ ُ َ َ َ َ َ َ ‫اَأْلولُو َن م َن الْ ُم َه‬ َّ ‫َو‬
ِ ِ ِ ‫َّات جَت ِري حَت تها اَأْلْنهار خالِ ِد‬
ٍ
‫يم‬ َ ‫ين ف َيها َأبَ ًدا ۚ َٰذل‬
ُ ‫ك الْ َف ْو ُز الْ َعظ‬ َ َ ُ َ َ َْ ْ ‫َأع َّد هَلُ ْم َجن‬ َ ‫َعْنهُ َو‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara


orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha terhadap mereka dan mereka ridha kepada Allah.
Allah menyediakan bagi mereka Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan
yang besar.” [At-Taubah: 100]

Rasulullah bersabda:

‫ وإن كان عبدا حبشيا فإنه من يعش‬، ‫أوصيكم بتقوى اهلل والسمع والطاعة‬
، ‫ فعليكم بسنيت وسنة اخللفاء الراشدين املهديني‬، ‫منكم فسريى اختالفا كثريا‬
‫ وإياكم وحمدثات األمور فإن كل حمدثة‬، ‫فتمسكوا هبا وعضوا عليها بالنواجذ‬
‫) بدعة وكل بدعة ضاللة‬
“Aku wasiatkan kalian agar bertaqwa kepada Allah. Lalu mendengar dan taat
kepada pemimpin, walaupun ia dari kalangan budak Habasyah. Sungguh
orang yang hidup sepeninggalku akan melihat perselisihan yang banyak.
Maka wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnnahku dan sunnah khulafa ar
raasyidin yang mereka telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dan
gigitlah ia dengan gigi geraham. Serta jauhilah perkara yang diada-adakan,
karena ia adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat” (HR. Abu Daud no.4609,
Al Hakim no.304, Ibnu Hibban no 5)

 Kejahilan Sebagian kaum muslimin terhadap posisi sahabat

Kebanyakan dari kaum muslimin hanya mengetahui para khulafaur Rasyidin.


Ketika mereka ditanya tentang sahabat yang lain,kebanyakan umat islam tidak
mengetahuinya apatahlagi mengetahui keutamaan mereka.

 Adanya fenomena pencelaan kepada sahabat dan mengurangi hak mereka


(seperti syi’ah, khawarij)

2. Defenisi Sahabat

 Secara Bahasa: Kata sahabat adalah bentuk jamak dari shahabiyyun. Kata
shahabat disandarkan kepada kata “Ash Shuhbah” (pertemana) yang
artinya al mula’amah dan al mulazamah (menyertai).
 Secara istilah: Sahabat (shahabat) adalah siapa saja yang pernah bertemu
dengan Rasulullah, beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan
muslim.

Kata ibnu Hajar dan Al Iraqi, inilah defenisi yang dekat yang bisa mencakup
sahabat Rasulullah. Ada beberapa poin yang bisa disimpulkan dari defenisi
tersebut:

 Man (siapa):

Sesuatu yang berakal, baik jin maupun manusia karena ada juga
dari kalangan jin yang pernah bertemu dengan Rasulullah dan
mendengarkan bacaan Al Qur’an dari beliau, Allah berfirman di
surat Al Jin:

‫ٱستَ َم َع َن َفٌر ِّم َن ٱجْلِ ِّن َف َقالُ ٓو ۟ا ِإنَّا مَسِ ْعنَا ُق ْرءَانًا َع َجبًا‬ ِ
ْ ُ‫قُ ْل ُأوح َى ِإىَلَّ َأنَّه‬
Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu
bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran),
lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al
Quran yang menakjubkan, (Al-Jin Ayat 1)

Malaikat juga ada pernah bertemu dengan Rasulullah, tapia da


khilaf di kalangan ulama’, apakah malaikat termasuk sahabat atau
bukan

 Laqiya (bertemu):

Yaitu berjumpa secara fisik bukan mimpi bertemu Rasulullah tapi


bertemu secara langsung, baik berjumpa sesaat ataupun lama, baik
bisa melihat maupun tidak bisa melihat karena ada juga sahabat
Rasulullah yang buta seperti ibnu ummi maktum, dan berjumpa
Rasulullah dalam keadaan Rasulullah masih hidup hidup bukan
ketika beliau sudah wafat, karena ada juga yang datang ke Madinah
berjumpa dengan Rasulullah dalam keadaan beliau sudah wafat
dan mensholatkan Rasulullah tapi mereka tidak dikategorikan
sahabat.

 Beriman kepada Rasulullah

Karena ada yang bertemu Rasulullah tapi tidak beriman kepadanya


seperti kaum kafir dan musyrik, ada juga yang bertemu, belum
beriman kepadanya tapi mengakui kenabian beliau seperti bakhirah
dan waraqah.

 Meninggal dalam keadaan muslim

Artinya dia tidak murtad. Jika dia murtad maka tidak dikategorikan
sebagai sahabat. Beda halnya kalau dia bertemu Rasulullah,
beriman kepadanya kemudia dia murtad tapi setelah itu masuk
islam kembali dan meninggal dalam keadaan muslim, maka dia
tetap dikategorikan sebagai sahabat seperti, Abdullah bin Sa’ad
(saudara sesusuan Utsman bin ‘Affan).

Adapun raja Najasyi, maka dia termasuk tabi’in meskipun hidup di


zaman Rasulullah, beriman kepadanya dan meninggal dalam
keadaan muslim tapi tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah.
Dan raja Najasyi inilah yang mengislamkan salah seorang sahabat,
yaitu Amr bin Ash. Tapi karena raja najasyi tidak pernah bertemu
Rasululllah sehingga ia tidak dikategorikan sebagai sahabat tetapi
tabi’in.

3. Kedudukan Sahabat

 Mereka adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia

‫ين َيلُو َن ُه ْم‬ ِ َّ ِ َّ ‫خير الن ِ يِن‬


َ ‫ين َيلُو َن ُه ْم مُثَّ الذ‬
َ ‫َّاس َق ْر مُثَّ الذ‬ َُْ
“Sebaik-baiknya manusia adalah generasiku, lalu generasi berikutnya kemudian
generasi sesudahnya.” [HR. Bukhari dan Muslim].

‫ون ِبٱهَّلل ِ ۗ َولَ ْو‬


َ ‫ُون ِب ْٱل َمعْ رُوفِ َو َت ْن َه ْو َن َع ِن ْٱلمُن َك ِر َو ُتْؤ ِم ُن‬ َ ‫اس َتْأ ُمر‬ ْ ‫ُكن ُت ْم َخي َْر ُأ َّم ٍة ُأ ْخ ِر َج‬
ِ ‫ت لِل َّن‬
ٰ
‫ون َوَأ ْك َث ُر ُه ُم ْٱل َفسِ قُون‬
َ ‫ان َخيْرً ا لَّهُم ۚ ِّم ْن ُه ُم ْٱلمُْؤ ِم ُن‬ ِ ‫َءا َم َن َأهْ ُل ْٱل ِك ٰ َت‬
َ ‫ب لَ َك‬

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik (Ali Imran:110)

Abdullah Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu  berkata:

‫ فإهنم‬,‫وسلم‬ ِ ِ ِ
َ ‫ِاهلل صلى اهللُ عليه‬ ‫رسول‬ ‫فليتأس بأصحاب‬ َّ ً‫ ُمتأسيا‬ ‫منكم‬ ‫من كا َن‬
،‫وأقومها َهديَا‬ ِ ِ ِ َّ ‫كانوا‬
ُ ،‫ وأقلـَُّها تكلـَُّفا‬،ً‫ وأعمقـُها علما‬،ً‫أبر هذه األمة قلوبا‬
،‫وإقام ِة دينِ ِه‬ ِ ِ ِ ِ‫ اختارهم اهلل ل‬،ً‫وأحسنـها حاال‬
َ ‫وسلم‬ َ ‫صحبة نبيِّه صلى اهللُ عليه‬ ُ ُ َُُ ُ
‫ فإهنم كانوا على اهلُدى املستقيم‬،‫ واتـَّبـِعُوهم يف آثا ِر ِهم‬،‫فاعرفوا هلم فضلـَُهم‬
ُ
“Siapa saja yang mencari teladan, teladanilah para sahabat
Rasulullah  Shallallahu’alaihi Wasallam. Karena merekalah orang yang
paling baik hatinya diantara umat ini, paling mendalam ilmu agamanya,
umat yang paling sedikit dalam berlebihan-lebihan, paling lurus
bimbingannya, paling baik keadaannya. Allah telah memilih mereka untuk
mendampingi Nabi  Shallallahu’alaihi Wasallam dan menegakkan agama-
Nya. Kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jalan mereka. Karena
mereka semua berada pada shiratal mustaqim  (jalan yang lurus)”
 Mereka adalah kelompok manusia yang terpercaya (adil) berdasarkan
penetapan Allah dan Rasul Nya

Adil artinya tidak zhalim. Adapun maksud adil disini adalah sebagaimana
yang disebutkan oleh ulama’ sebagai syarat-syarat perawi yang diterima
periwayatannya, yaitu orang yang senantiasa melakukan ketaatan, tidak
sengaja melakukan dosa besar, tidak larut dalam dosa kecil dan menjaga
muru’ah.

‫َّج َر ِة َف َع لِ َم َم ا‬
َ ‫ت الش‬ َ ْ‫حَت‬ ‫ك‬ َ َ‫ني ِإ ْذ يُ بَ ايِ عُ ون‬ ِِ
َ ‫اللَّهُ َع ِن الْ ُم ْؤ م ن‬ ‫لَ َق ْد َر ِض َي‬
‫َف ْت ًح ا قَ ِر يبً ا‬ ِ ‫فَ َأ ْن ز َل الس‬
‫َّك ينَ ةَ َع لَ ْي ِه ْم َو َأثَ َاب ُه ْم‬ ‫يِف ُق لُ و هِبِ ْم‬
َ
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika
mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui
apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas
mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang
dekat (waktunya). (Al Fath: 18)

ٍ ‫اج ِرين واَأْلنْصا ِر والَّ ِذين اتَّبعوهم بِِإحس‬


‫ان َر ِض َي اللَّهُ َع ْن ُه ْم‬ ِ ِ َّ ‫السابِ ُقو َن‬
َ ْ ْ ُ ُ َ َ َ َ َ َ ‫اَأْلولُو َن م َن الْ ُم َه‬ َّ ‫َو‬
ِ ِ ِ ‫َّات جَت ِري حَت تها اَأْل ْنهار خالِ ِد‬
ٍ
‫يم‬
ُ ‫ك الْ َف ْو ُز الْ َعظ‬ َ ‫ۚ ٰذَل‬ ‫ين ف َيها َأبَ ًدا‬
َ َ َُ َ َْ ْ ‫َأع َّد هَلُ ْم َجن‬
َ ‫ضوا َع ْنهُ َو‬
ُ ‫َو َر‬
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada
Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah: 100)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam  pun memuji dan memuliakan para


sahabatnya. Beliau bersabda:

‫ال تزالون خبري ما دام فيكم من رآين وصاحبين ومن رأى من رآين ومن رأى من رأى من رآين‬

“Kebaikan akan tetap ada selama diantara kalian ada orang yang pernah
melihatku dan para sahabatku, dan orang yang pernah melihat para
sahabatku (tabi’in) dan orang yang pernah melihat orang yang melihat
sahabatku (tabi’ut tabi’in)” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim Al Ashabani
dalam Fadhlus Shahabah.  Di-hasan-kan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani
dalam Fathul Baari (7/7)]

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:


“Sebaik-baik manusia adalah yang ada pada zamanku, kemudian setelah
mereka, kemudian setelah mereka” [HR.Bukhari dan Muslim]

‫َأح ِد ِه ْم َواَل‬ ٍ ‫َأن َأح َد ُكم َأْن َفق ِمثْل‬


ُ َ َ ْ َ َّ ‫َأص َحايِب َفلَ ْو‬
َ ‫ُأحد ذَ َهبًا َما َبلَ َغ ُم َّد‬ ْ ‫اَل تَ ُسبُّوا‬
ِ
ُ‫نَصي َفه‬
Janganlah kalian mencela para Sahabatku. Kalau seandainya salah
seorang dari kalian menginfaqkan emas sebesar (gunung) Uhud, hal itu
tidak bisa menyamai shodaqoh mereka (para Sahabat) sebanyak 1 mud (2
genggaman tangan), bahkan tidak pula bisa menyamai setengahnya (H.R
al-Bukhari dari Abu Said al-Khudriy dan Muslim dari Abu Hurairah)

 Islam pertama kali tersebar melalui usaha mereka

Dikisahkan bahwa para sahabat ada yang sampai ke negeri cina, Afrika,
Eropa dan belahan bumi lainnya untuk mendakwahkan agama ini.
Menunjukkan bahwa islam tersebar pertama kali melalui usaha-usaha
mereka.

4. Kewajiban Terhadap Sahabat

 Mencintai mereka

Wajib mencintai para sahabat secara umum (ijma’ ulama’)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya:

‫جَتْ َع ْل‬ َ ‫اغفِرْ لَ َنا َوِإِل ْخ َوا ِن َنا الَّذ‬


ِ ‫ِين َس َبقُو َنا ِباِإْلي َم‬
‫ان َواَل‬ َ ُ‫ِين َجاءُوا مِنْ َبعْ ِد ِه ْم َيقُول‬
ْ ‫ون َر َّب َنا‬ َ ‫َوالَّذ‬
ِ ٌ ‫َّك رء‬ ‫ِإ‬ ِِ ِ ‫يِف‬
‫يم‬
ٌ ‫وف َرح‬ َ ‫ُقلُوبِنَا غاًّل للَّذ‬
ُ َ َ ‫ين َآمنُوا َربَّنَا ن‬
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar),
mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau
membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang
beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi
Maha penyayang” (Al Hasyr:10)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


‫صا ِر‬ ِ ِّ ُ‫ وآية‬،‫ب اَأْلنْصا ِر‬ ِ َ‫آيةُ اِإْل مي‬
َ ْ‫ض اَأْلن‬
ُ ‫الن َفاق بُ ْغ‬ ََ َ ُّ ‫ان ُح‬ َ
Tanda keimanan ialah mencintai kaum Anshar, dan tanda kemunafikan
ialah membenci kaum Anshar” [HR.Bukhari]

Dalam hadits lain disebutkan bahwa:

“Bertakwalah kepada sahabat-sahabatku dan janganlah menjadikan


mereka sebagai target”

Ath-Thahâwi dalam ‘Aqidah-nya mengatakan:

“Kami (yakni Ahlus Sunnah wal-Jama’ah) menyintai sahabat Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kami tidak berlebih-lebihan dalam menyintai
salah seorang dari mereka. Dan kami tidak berlepas diri dari mereka. Kami
membenci orang yang membenci mereka dan yang menyebut mereka
dengan sebutan yang tidak baik. Kami tidak menyebut mereka kecuali
dengan kebaikan. Menyintai mereka adalah ketaatan, keimanan dan
kebaikan, sedangkan membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan
dan kesesatan”.

 Menyertai kandungan nash-nash (Al Qur’an dan Sunnah) dalam


memposisikan mereka dan menetapkan keutamaan mereka

Ahlussunnah waljama’ah memposisikan para sahabat sesuai dengan


urutannya berdasarkan nash-nash yang shahih (Al Qur’an dan sunnah).

Sahabat yang paling mulia secara mutlak adalah Abu Bakar ash-Shiddiq
Radhiyallahu anhu , kemudian ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu ,
kemudian ‘Utsmân bin ‘Affân Radhiyallahu anhu, kemudian Ali bin Abi
Thâlib Radhiyallahu anhu . Kemudian sepuluh orang lainnya yang dijamin
masuk Surga , kemudian yang ikut bai’at Ar Ridwan kemudian yang ikut
perang Badr dari kalangan Muhâjirin, kemudian yang menyaksikan perang
Badr dari kalangan Anshâr, kemudian sahabat yang lainnya. [Musnad
Imam Ahmad]

 Menahan diri dari membicarakan perselisihan yang terjadi diantara mereka


dan berhati-hati terhadap semua riwayat yang berbicara tentang hal
tersebut.
Artinya bahwa tidak boleh mengungkit-ungkit peperangan atau peristiwa
perselisihan yang terjadi di antara mereka seperti peristiwa perang shiffin.
Kalaupun perlu mengangkat tentang hal tersebut, maka harus selektif
dalam memilih riwayat yang memiliki sanad yang kuat, karena kisah-kisah
sejarah itu sudah banyak tambahan-tambahan tulisan di dalamnya yang
sudah dimodifikai yang dilakukan oleh orang-orang yang membenci
sahabat.

Umar bin Abdul Aziz ketika ditanya tentang peristiwa perang shiffin, beliau
menjawab: “Itu adalah darah yang tertumpah, yang Alhamdulillah Allah
sudah menghindarkan kita dari terlibat dalam peristiwa tersebut. Maka kita
jangan sampai mengotori lidah kita untuk mengungkit-ungkit hal tersebut”

 Menjaga lisan dan hati dari memburuk-burukkan sahabat

Kewajiban kita adalah menjaga lisan dan hati dari mencela sahabat. Hati
kita bersih dari memburuk-burukkan sahabat, baik kepada Ali, kepada
Mu’awiyah dan kepada sahabat secara umum. Allah subhanahu wata’ala
berfirman:

‫جَتْ َع ْل‬ َ ‫اغفِرْ لَ َنا َوِإِل ْخ َوا ِن َنا الَّذ‬


ِ ‫ِين َس َبقُو َنا ِباِإْلي َم‬
‫ان َواَل‬ َ ُ‫ِين َجاءُوا مِنْ َبعْ ِد ِه ْم َيقُول‬
ْ ‫ون َر َّب َنا‬ َ ‫َوالَّذ‬
ِ ٌ ‫َّك رء‬ ‫ِإ‬ ِِ ِ ‫يِف‬
‫يم‬
ٌ ‫وف َرح‬ َ ‫ُقلُوبِنَا غاًّل للَّذ‬
ُ َ َ ‫ين َآمنُوا َربَّنَا ن‬
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar),
mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau
membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang
beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi
Maha penyayang” (Al Hasyr:10)
‫‪Aqidatuna wa Manhajuna‬‬
‫)‪(Ust.Muhammad Yani Abdul Karim, Lc‬‬

‫‪Terjemahan Draft Naskah Aqidah dan Manhaj Dakwah Wahdah Islamiyah‬‬

‫َﻋ َﻤﺎﻟِﻨَﺎ‪َ ،‬ﻣ ْﻦ‬‫ﺎﻪﻠﻟ ِﻣ ْﻦ ُﺷ ُﺮﻭْﺭِ ﺃَ ْﻧ ُﻔ ِﺴﻨَﺎ ﻭ َِﻣ ْﻦ َﺳﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃ ْ‬‫ﺇِﻥَّ ﺍﺤْﻟ ﻤ َﺪ ﻟِﻠَّ ِﻪ ﺤَﻧْﻤ ُﺪﻩ ﻭَﻧَﺴﺘَﻌِﻴﻨُﻪ ﻭَﻧَﺴَﺘ ْﻐ ِﻔﺮﻩ ﻭَ َﻧﻌﻮﺫُ ﺑِ ِ‬
‫َ ُ ْ ْ ُ ْ ُْ ُ‬ ‫َْ‬
‫ﻀ َّﻞ ﻟَﻪ ﻭَﻣﻦ ﻳ ْ ِ‬‫ﻳﻬ ِﺪ ِﻩ ﺍﻪﻠﻟ ﻓَﻼَ ﻣ ِ‬
‫ﻀﻠ ْﻞ ﻓَﻼَ َﻫﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ‪ .‬ﺃَ ْﺷ َﻬ ُﺪ ﺃَﻥَّ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻪﻠﻟ ﻭَﺃَ ْﺷ َﻬ ُﺪ ﺃَﻥَّ ﺤُﻣَ َّﻤ ًﺪﺍ َﻋْﺒ ُﺪﻩُ‬ ‫ُ َْ ُ‬ ‫َْ ُ ُ‬
‫َﺳ ْﻮﻟُﻪُ‬
‫‪.‬ﻭَﺭ ُ‬

‫َﺍﻣﻨُﻮﺍ َّﺍﺗ ُﻘﻮﺍ ﺍﻪﻠﻟَ َﺣ َّﻖ ُﺗ َﻘﺎﺗِِﻪ ﻭَﻻَ ﻤَﺗُْﻮﺗُ َّﻦ ﺇِﻻَّ ﻭَﺃَﻧﺘُ ْﻢ ُّﻣ ْﺴﻠِ ُﻤ ْﻮﻥَ‬ ‫ِ‬
‫‪.‬ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬﺎَ ﺍﻟَّﺬﻳْ َﻦ ﺀ َ‬

‫ِﺟﺎﻻً‬ ‫َﺍﺣ َﺪﺓٍ ﻭَﺧﻠَﻖ ِﻣْﻨﻬﺎ ﺯَﻭْﺟﻬﺎ ﻭَﺑ َّ ِ‬


‫ﺚ ﻣْﻨ ُﻬ َﻤﺎ ﺭ َ‬ ‫َ َ َ ََ َ‬
‫ﺲﻭِ‬ ‫ﻳَﺎﺃَﻳُّ َﻬﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ َّﺍﺗ ُﻘ ْﻮﺍ ﺭَﺑَّ ُﻜ ُﻢ ﺍﻟَّ ِﺬﻱْ َﺧﻠَ َﻘ ُﻜ ْﻢ ِّﻣ ْﻦ َﻧ ْﻔ ٍ‬
‫ْﺣﺎﻡَ ﺇِﻥَّ ﺍﻪﻠﻟَ َﻛﺎﻥَ َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ ﺭَﻗِْﻴﺒًﺎ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫َﺍﺗ ُﻘﻮﺍ ﺍﻪﻠﻟَ ﺍﻟَّﺬﻱْ ﺗَ َﺴﺂﺀَﻟُْﻮﻥَ ﺑﻪ ﻭَﺍْﻷَﺭ َ‬ ‫‪َ .‬ﻛﺜِْﻴًﺮﺍ ﻭَﻧِ َﺴﺂﺀً ﻭ َّ‬

‫َﻋ َﻤﺎﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻭ ََﻳ ْﻐ ِﻔ ْﺮ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺫُﻧُ ْﻮﺑَ ُﻜ ْﻢ ﻭ ََﻣ ْﻦ‬ ‫ﻳﺎﺃَﻳُّﻬﺎ ﺍﻟَّ ِﺬﻳﻦ ﺀَﺍﻣﻨﻮﺍ َّﺍﺗ ُﻘﻮﺍ ﺍﻪﻠﻟ ﻭَ ُﻗﻮﻟُﻮﺍ َﻗﻮﻻً ﺳ ِﺪﻳ ًﺪﺍ‪ .‬ﻳ ِ‬
‫ﺼﻠ ْﺢ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺃ ْ‬
‫َ ْْ ْ َ ْ ُْ‬ ‫َ َ ْ َ َُ‬
‫َﺳ ْﻮﻟَﻪُ َﻓ َﻘ ْﺪ ﻓَﺎﺯَ َﻓ ْﻮﺯًﺍ َﻋ ِﻈْﻴ ًﻤﺎ‬ ‫ِ‬
‫‪.‬ﻳُﻄ ِﻊ ﺍﻪﻠﻟَ ﻭَﺭ ُ‬
‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫َﺳﻠَّ َﻢ‪ ،‬ﻭ َ‬
‫َﺷَّﺮ‬ ‫ﺻ َّﻞ ﺍﻪﻠﻟُ َﻋﻠَْﻴﻪ ﻭ َ‬
‫َﺧْﻴَﺮ ﺍﻬْﻟَﺪﻱِ َﻫ ْﺪﻱُ ﺤُﻣَ َّﻤﺪ َ‬
‫َﺻ َﺪﻕَ ﺍﺤْﻟَﺪﻳْﺚ ﻛﺘَﺎﺏُ ﺍﻪﻠﻟ ﻭ َ‬ ‫ﺃ ََّﻣﺎ َﺑ ْﻌ ُﺪ؛ ﻓَِﺈﻥَّ ﺃ ْ‬
‫ﺿﻼَﻟٍَﺔ ﻲِﻓ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ‬ ‫ٍ‬ ‫ٍ‬ ‫ٍ‬
‫ﺍﻷ ُُﻣ ْﻮﺭِ ﺤُﻣَ َﺪﺛَﺎ ُﺗ َﻬﺎ‪ ،‬ﻭَ ُﻛ َّﻞ ﺤُﻣْ َﺪﺛَﺔ ﺑِ ْﺪ َﻋﺔٌ ﻭَ ُﻛ َّﻞ ﺑِ ْﺪ َﻋﺔ َ‬
‫ﺿﻼَﻟﺔ ﻭَ ُﻛ َّﻞ َ‬
‫‪Wahdah Islamiyah menyadari bahwa jalan terbaik dalam dakwah dan perjuangan‬‬
‫‪membawa perbaikan ke tengah ummat manusia adalah berpegang teguh kepada Al‬‬
‫‪Qur’an dan Sunnah Rasulullah berdasarkan pemahaman para ulama’ as salaf ash shalih‬‬
‫‪secara konsisten. As Salaf Ash Shalih yang dimaksud adalah generasi para sahabat yang‬‬
hidup pada masa Rasulullah dan generasi yang hidup paada dua masa berikutnya yaitu
kaum tabi’in dan tabi’ tabi’in. Ketiga generasi ini mendapatkan keutamaan dari Allah
dengan firmanNya dalam QS.At Taubah : 100

‫ُوا َع ْن ُه َوَأ َع َّد لَ ُه ْم‬


۟ ‫ِين ٱ َّت َبعُوهُم بِِإحْ ٰ َس ٍن رَّ ضِ َى ٱهَّلل ُ َع ْن ُه ْم َو َرض‬ َ ‫ار َوٱلَّذ‬ َ ‫ين َوٱَأْل‬
ِٰ ‫نص‬ َ ‫ون م َِن ْٱل ُم ٰ َه ِج ِر‬ َ ُ‫َوٱل ٰ َّس ِبق‬
َ ُ‫ون ٱَأْلوَّ ل‬
َ ‫ت َتجْ ِرى َتحْ َت َها ٱَأْل ْن ٰ َه ُر ٰ َخلِد‬
‫ِين فِي َهٓا َأ َب ًدا ۚ َذل َِك ْٱل َف ْو ُز ْٱل َعظِ ي ُم‬ ٍ ‫َج ٰ َّن‬

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di
dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.
Rasulullah juga telah memberikan pujian kepada mereka di dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud:

َ ‫ِين َيلُو َن ُه ْم ُث َّم الَّذ‬


‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫اس َقرْ نِي ُث َّم الَّذ‬
ِ ‫َخ ْي ُر ال َّن‬

Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang


yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya
(yaitu generasi tabi’ut tabi’in”. [HR.Bukhari dan Muslim]

Wahdah Islamiyah senantiasa berupaya untuk meniti jalan as salaf ash shalih dalam
segala persoalan agama sejak awal pendiriannya. Oleh karena itu’ Wahdah Islamiyah
menetapkan jalan perjuangannya pada permasalahan aqidah dan dakwah di dalam poin-
poin berikut ini:

Pertama:

Kedua:

Ketiga:

Keempat:

Kelima:

Keenam:

Ketujuh:

Kedelapan: Berdakwah di jalan Allah


1. Kami meyakini bahwa berdakwah di jalan Allah adalah misi yang paling
mulia’ dan bahwa sarana-sarananya (wasa’il) bermacam-macam sesuai
dengan kondisi dan pelakunya. Akan tetapi ia harus diikat dengan kaidah-
kaidah syariat baik yang bersifat fiqhiyah maupun I’tiqadiyah. Dan segala
sarana dalam dakwah yang menyelisihi kaidah-kaidah syara’ atau salah satu
dari nash-nash nya makai adalah sarana yang haram. Dan kamipun
berkeyakinan bahwa tujuan-tujuan dakwah itu ada empat, yaitu: (a)
menunjukkan hidayah kepada manusia, (b) menegakkan hujjah kepada orang
yang membangkang, (c) menunaikan amanah, (d) dan meninggika
kalimatullah di atas bumi ini. Dan bahwa buah dakwah itu adalah
mewujudkan pribadi dan masyarakat muslim yang shalih di dunia, dan
berhasil meraih ridha Allah di akhirat dengan tauhid.

Penjelasan:

Bahwa dakwah ilallah adalah semulia-mulia tugas karena:

 Karena dia adalah tugas yang pernah diemban oleh para nabi dan Rasul
 Ia adalah misi penyelamatan manusia dari kebinasaan.
 Dia merupakan pekerjaan yang syarat dengan keutamaa-keutamaan yang
disebutkan dalam Al Quran dan hadits.

Wasilah-wasilah dakwah itu variative sesuai dengan keragaman kondisi dan


pelakunya.

Hai orang yng beriman bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah menuju
kepada Allah.

Wasilah dakwah akan selalu pararel dengan keragaman kondisi dan pelakunya.
Oleh karena itu, setiap da’I memiliki wasilah tersendiri sesuai dengan kapasitas
dirinya sendiri dan kondisi yang dihadapi.

Akan tetapi wasilah ini terikat dengan kaidah-kaidah syari’at, diantaranya:

 Mengacu pada hukum-hukum syar’i. Artinya bahwa wasilah itu disyari’atkan


baik dalam Al Qur’an dan Sunnah maupun penggunaan istinbaq dalam
masalah itu.
 Tidak menimbulkan mafsadat (kerusakan)
 Bukan merupakan syi’ar orang-orang kafir
Setiap wasilah yang bertentangan dengan kaidah syariat atau bertentangan
dengan nash-nash makai a adalah wasilah yang haram. Dan kita meyakini
bahwa tujuan besar dakwah itu ada empat:

Dan banyak manusia yang berdakwah hanya membatasi dakwahnya untuk


memperbaiki manusia saja dan melupakan tujuan yang terakhir yaitu
meninggikan kalimat Allah di muka bumi.

Adapun buah dari dakwah ini adalah mewujudkan pribadi dan mayarakat yang
shalih di dunia dan berhasil meraih ridha Allah di akhirat.

2. Kami meyakini bahwa jalan untuk mewujudkan masyarakat muslim itu


bertitik tolak dari tarbiyah yang shahihah, komprehensif, ilmiyah, amaliyah,
wa’iyah dan bertahap bagi seluruh individu umat.

Penjelasan:

Maksudnya kita meyakini bahwa jalan untuk mewujudkan masyarakat islam


adalah tarbiyah yang benar (manhaj dan wasilahnya), komprehensif (mencakup
ruh, akal dan jasad yang implementasinya adalah benarnya aqidah dan lurusnya
suluk), ilmiyah (dibangun di atas ilmu berdasarkan Al Qur’an dan sunnah),
imaniyah (orientasinya adalah penguatan dan pemantapan iman pada setiap
pribadi), wa’iyah (membangun kesadaran dalam memahami realiatas ummat) dan
bertahap bagi seluruh ummat.

3. Kami meyakini bahwa wajib memulai dakwah dengan perkara yang


terpenting dan bahwa tauhid adalah tujuan awal dan akhirnya. Setiap perkara
harus dikaitkan dengan tauhid dan kami berlepas diri dari segala bentuk
dakwah yang tidak memperhatikan tauhid.

Penjelasan:

Wajib memulai dakwah dari yang paling penting kemudian yang lebih penting.
Artinya ada skala prioritas dan tauhid itu adalah hal yang harus diprioritaskan
sebagaimana hadits Mu’adz.

Dan segala sesuatu harus diwarnai dengan nilai-nilai ketauhidan dan berlepas diri
dari segala bentuk dakwah yang tidak peduli dengan ketauhidan

4. Kami berpandangan bahwa berbilangnya jama’ah-jama’ah dakwah dalam


perbedaan yang bersifat variatif (tanawwu’) namun tetap disertai kesatuan
aqidah, adalah hal yang boleh, dengan syarat tidak aadanya sikap
ta’ashshub (fanatic) terhadap satu kelompok. Adapun berbilangnya jama’ah
dakwah karena perbedaan aqidah maka ini adalah sesuatu yang dilarang dan
yang berssalah dalam hal ini adalah yang menyelisihi al haq. Dan merupakan
kewajiban bagi semua pihak untuk berkomitmen dengan aqidah salaf dalam
ilmu, amal dan dakwah.

Kami meyakini bahwa berbilangnya jama’ah-jama’ah organisai atau Lembaga


dakwah dalam bentuk bervariasi dengan tetap disertai esatuan aqidah, itu adalah
hal yang boleh (menurut para ulama’) dengan syarat tidak fanatic pada satu
kelompok dan melupakan kelompok yang lain.

Adapun berbilangnya jama’ah dakwah dan berbeda dalam aqidah adalah seuatu
yang terlarang dan yang berdosa adalah yang menyelisihi al haq. Dan wajib
dilakukan oleh semuanya adalah berpegang teguh pada aqidah salaf ash shalih,
baik dalam masalah ilmunya, amalnya dan dakwahnya.

5. Kami juga berkeyakinan bahwa prinsip dasar dalam Kerjasama antar jama’ah
adalah: ta’awun (saling menolong), tanashuh (saling menasehati), lalu
ta’ayusy (hidup Bersama tanpa saling mengganggu).

Penjelasan:

Bahwa prinsip dasar Kerjasama antar jama’ah adalah ta’awun (dalam kebaikan
dan dan taqwa), tanashuh (saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran),
dan juga beta’ayusy (berinteraksi).

Jadi bukan hanya bekerjasama dalam kebaikan tapi harus ada mu’amalah
diantara jama’ah lainnya.

6. Kami meyakini keharaman pemberian al wala’ dan al bara’ yang didasarkan


pada ikatan-ikatan yang menyelisihi syari’at dan juga keharaman untuk
mengangkat orang bodoh atau mubtadi’ sebagai pemimpin dan batilnya
segala bentuk bai’at bid’ah kepada orang tersebut.

Penjelasan:

Terjadi dalam golongan-golongan tertentu yang dimana mereka menegakkan al


wala’ dan al bara’ kepada kelompok mereka dan mengangkat pemimpin-pemimpin
mereka yang ditaati dan didengarkan secara mutlak serta membai’at pemimpin-
pemimpin mereka.
Bai’at-bai’at seperti ini adalah hak imam syar’I yang diangkat oleh kaum muslimin
dan syah menurut syari’at diangkat sebagai pemimpin mereka. Baik itu dalam
tatanan daulah ataupun khilafah.

7. Kami berlepas diri dari segala macam bentuk sikap ghuluw dalam dakwah,
seperti pengkafiran masyarakat islam, atau perintah untuk mengasingkan diri
dari mereka, atau melakukan tindakan kekerasan selain di medan jihad,
seperti: melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak sepaham, baik
dari kalangan kaum musliminmaupun orang kafir mu’ahad (yang terikat
perjanjian dengan kaum muslimin), atau melakukan peledakan sarana-sarana
fasilitas pemerintahan dan umum, atau yang semacamnya.

Penjelasan:

Bahwa kami berlepas diri dari segala macam bentuk ghuluw (ekstrim) dalam
dakwah seperti mengkafirkan masyarakat islam atau memisahkan diri dari
masyarakat muslim atau menempuh cara yang frontal seperti fenomena
radikalisme dan terorisme di luar medan jihad, seperti pembunuhan kepada orang-
orang yang dianggap tidak sama (menyimpang), atau kafir mu’ahad ( yang berada
dalam perjanjian damai dengan kaum muslimin) padahal Rasulullah dari
melakukan hal tersebut, atau meledakkan fasilitas-fasilitas pemerintah atau failitas
umum dsb.

8. Kami mengimani bahwa berjihad di jalan Allah melawan orang-orang kafir


adalah puncak kemegahan dan kejayaan islam serta tetap berlaku hingga
hari kiamat, Bersama imam kaum muslimin yang shalih atau fajir.
Barangsiapa yang mati dan belum pernah berperang di jalan Allah atau
belum pernah berniat untuk berperang di jalan Allah, makai a mati dalam
salah satu cabang kemunafikan.

Penjelasan:

Berjihad di jalan Allah adalah puncak kemegahan dan kejayaan islam serta tetap
berlaku hingga hari kiamat, baik itu dari pemimpin yang baik maupun pemimpin
yang pendosa. Artinya bahwa ketika pemimpin ini memimpin umat maka wajib
untuk diikuti.

Dan barangsiapa yang mati dan belum pernah berperang di jalan Allah atau
meniatkan dirinya untuk berperang makai a mati dalam salah satu cabng
kemunafikan. Kenapa ? Karena syari’at jihad ini tidak ada habisnya, ia akan
berlangsung terus sampai hari kiamat sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam.

9. Kami memandang bahwa kondisi Ahlussunnah wal Jama’ah tidak lepas dari
empat kondisi:

a. Berada di bawah imam syar’i yang mengikuti dan konsisten dengan


manhaj ahlussunnah wal jama’ah serta memperingatkan dan memerangi
segala bentuk penyimpangan terhadap manhaj ini. Dalam kondisi ini
ahlussunnah waljama’ah wajib mengikuti sang imam.

Penjelasan:

Ketika manusia memiliki imam syar’I yang mengikuti manhaj dan berpegang
teguh kepada ahlussunnah wal jama’ah dan mengjak manusia kepada manhaj
ahlussunnah wal jama’ah dan mengingatkan manusia untuk menghindari apa
yang menyelisihi dan imam syar’I juga memerangi segala bentuk
penyimpangan yaitu ahlul ahwa’ (bid’ah-bid’ah) maka wajib mengikuti imam
tersebut.

Harus dipahami bahwa makna jama’ah ada dua:

 Bersatunya kaum muslimin dalam satu manhaj yang benar (aqidah


ahlussunnah wal jama’ah)
 Bersatunya kaum muslimin dalam satu kepemimpinan yang sah.

Pada kondisi yang pertama, dua makna jama’ah terpadu menjadi satu
karena imamnya adalah imam yang bermanhaj ahlussunnah wal
jama’ah. Jadi jama’ah dalam artian bersatunya kaum muslimin
dibawah kepemimpinan imam yang bermanhaj ahlussunnah wal
jama’ah.

Apa yang menjadi sikap kaum muslimin adalah wajib untuk mengikuti
jama’ah yaitu berpegang teguh kepada manhaj ahlussunnah wal
jama’ah yang berada pada ketaatan kepada pemimpinnya dan dia
harus berpegang teguh dalam bentuk loyalitas dan keberpihakan
kepada pemimpinnyadan mengikuti apa yang diserukan oleh
pemimpinnya.

b. Berada di bawah imam syar’i yang tidak konsisten dengan manhaj


ahlussunnah wal jama’ah bahkan mungkin terpengaruh dengan manhaj-
manhaj ahlul bid’ah. Hanya saja masih terdapat kelompok ahlussunnah
wal jama’ah yang konsisten dengan manhaj ini dan memiliki pengaruh
dakwah. Maka dalam kondisi ini seorang muslim berkwajiban untuk: (1)
tetap tunduk kepada sang imam jika memerintahkan pada hal yang
ma’ruf, dan tidak mematuhi perintahnya yang maksiat pada Allah, (2)
bergabung dengan kelompok ahlussunnah wal jama’ah tersebut, serta
konsisten dengan manhaj dan dakwahnya.

Penjelasan:

Keadaan yang kedua adalah keadaan dimana ada imam syar’I tapi tidak
konsisten dengan manhaj ahlussunnah wal jama’ah (mengusung bid’ah
tertentu seperti mu’tazilah dsb). Dan di sisi lain, ada yang pemimpinnya
bermanhaj ahlussunnah wal jama’ah dan konsisten. Akan tetapi dalam kondisi
seperti ada dalam tubuh ummat sekelompok orang yang terpisah-pisah

Dalam kondisi seperti ini maka wajib melakukan dua hal:

 Tetap tunduk pada pemimpin yang syar’I akan tetapi tidak mengikuti
pemimpin tersebut dalam hal kemaksiatan yang diserukannya namun
dia juga tidak boleh memberontak.
 Bergabung dengan kelompok ahlussunnah wal jama’ah yang
menyerukan ahlussunnah wal jama’ah dan Bersama jama’ah tersebut
untuk berjuang melawan kebid’ahan tersebut.

c. Tidak berada di bawah imam syar’i (adil atau zhalim) namun terdapat
jama’ah dakwah yang konsisten dengan manhaj ahlussunnah wal
jama’ah, pribadi-pribadi atau berbentuk organisasi. Maka dalam kondisi
ini, seorang muslim beerkewajiban untuk mengikuti jama’ah dakwah
tersebut, bekerja Bersama untuk menegakkan kewajiban menjalankan
agama Allah.

Penjelasan:

Situasi dimana kaum muslimin tidak memiliki imam syar’i baik dia seorang
yang adil ataupun zhalim akan tetapi dalam kondisi seperti itu ada yang
menegakkan dakwah di atas manhaj ahlusunnah wal jama’ah baik secara
pribadi maupun melalui organisasi, maka wajib untuk berada dalam jama’ah
tersebut, bergabung dan berjuang dalam organisasi tersebut dan berdakwah
kepada Allah melalui organisasi tersebut.
Kuncinya adalah dua, yaitu dakwah dan persatuan. Melaksanakan dakwah
dan mencari orang-orang yang bisa diajak bekerjasama untuk berdakwah
kepada Allah.

d. Tidak berada di bawah imam syar’I dan tidak terdapat jama’ah dakwah
yang konsisten dengan manhaj ahlussunnah wal jama’ah. Dalam kondisi
ini, seorang muslim berkewajiban untuk mencari perkumpulan yang
komitmen dan konsisten dengan manhaj ahlussunnah wal jama’ah. Jika
ia tidak menemukan, maka ia wajib mendakwahkan dan mendirikan
perkumpulan tersebut. Jika tidak, maka ia tidak dibenarkan bersandar
kepada ahlul bid’ah, ia harus melakukan uzlah hingga Allah memutuskan
apa yang dikehendakiNya.

Penjelasan:

Kondisi dimana tidak ada pemimpin yang sah dan tidak ada juga satu
kelompok dari sebagian ummat yang melakukan dakwah di atas manhaj
ahlussunnah wal jama’ah, maka pada kondisi seperti ini wajib mencari suatu
perkumpulan untuk begabung pada perkumpulan tersebut dan jika sudah
mencari dan tidak menemukan perkumpulan orang-orang yang sama
manhajnya maka dia harus memastikan bahwa dirinya pribadi adalah jama’ah,
ia mendakwahkan dan mendirikan perkumpulan tersebut. Kemudian jika ia
tidak bisa berdakwah dan mendirikan perkumpulan maka ia harus beruzlah
(meninggalkan firqah-firqah bid’ah).

Anda mungkin juga menyukai