Anda di halaman 1dari 28

Tata cara Berdzikir Setelah Shalat

1. Berdzikir setelah shalat dilakukan sendiri-sendiri


Perlu diketahui bahwa berdoa dan berdzikir secara jama’i (berjama’ah)
tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan
para sahabatnya. Demikian para tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para imam
umat Islam. Asy Syathibi rahimahullah mengatakan:

‫الدعاء بهيئة االجتماع دائما ً لم يكن من فعل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬

“Berdoa dengan cara bersama-sama dan dilakukan terus-menerus, tidak


pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (Al
I’tisham, 1/129).

Syaikhul Islam mengatakan:

‫الة‬UU‫روج من الص‬UU‫د الخ‬UU‫دعو بع‬UU‫اس ي‬UU‫لم ينقل أحد أن النبي صلى هللا عليه وسلم كان إذا صلى بالن‬
‫ بل قد ثبت‬U،‫ وال في غيرهما من الصلوات‬،‫ وال في العصر‬،‫ ال في الفجر‬،ً‫هو والمأمومون جميعا‬
‫عنه أنه كان يستقبل أصحابه ويذكر هللا ويعلمهم ذكر هللا عقيب الخروج من الصالة‬

“Tidak ternukil dari seorang pun bahwa Nabi Shallallahu’alaihi


Wasallam ketika shalat mengimami orang-orang lalu setah itu beliau
berdoa bersama para makmum bersama-sama. Tidak dalam shalat
subuh, shalat ashar, atau shalat lainnya. Namun memang, terdapat hadits
shahih bahwa beliau berbalik badan menghadap kepada para makmum
lalu berdzikir dan mengajarkan dzikir kepada para sahabat setelah
shalat” (Majmu Al Fatawa, 22/492).
Baca Juga: Bolehkah Orang Junub Berdzikir dari Al Quran?

Ditambah lagi para sahabat mengingkari orang-orang yang melakukan


dzikir jama’i. Dari Abul Bukhtari ia mengatakan:

‫ل‬UU‫ فيهم رج‬،‫رب‬UU‫د المغ‬UU‫جد بع‬UU‫ون في المس‬UU‫ا ً يجلس‬U‫ه أن قوم‬UU‫أخبر رجل ابن مسعود رضي هللا عن‬
:‫د هللا‬UU‫ قال عب‬.‫ واحمدوه كذا وكذا‬،‫ واحمدوه كذا وكذا‬،‫ وسبحوا هللا كذا وكذا‬،‫ كبروا هللا كذا‬:‫يقول‬
‫د هللا‬UU‫اء عب‬UU‫ فج‬.‫ فأخبره‬،‫ أتاه الرجل‬،‫ فلما جلسوا‬.‫ فأخبرني بمجلسهم‬،‫فإذا رأيتهم فعلوا ذلك فأتني‬
.ً‫ا‬U ‫د علم‬UU‫حاب محم‬UU‫لتم أص‬UU‫ أو قد فض‬،ً‫ لقد جئتم ببدعة ظلما‬،‫ والذي ال إله غيره‬:‫ فقال‬،‫بن مسعود‬
‫لن‬UU‫ ولئن أخذتم يمينا ً وشماالً لتض‬،‫ عليكم الطريق فالزموه‬:‫ فقال‬.‫ نستغفر هللا‬:‫فقال عمرو بن عتبة‬
ً‫ضالالً بعيدا‬

“Seseorang mengabarkan kepada Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu bahwa


ada sekelompok orang yang duduk-duduk di masjid setelah Maghrib.
Diantara mereka ada yang berkata: bertakbirlah sekian, bertasbihlah
sekian, bertahmidlah sekian! Maka Abdullah bin Mas’ud berkata: Jika
nanti engkau melihat mereka lagi, datanglah kepadaku dan kabarkanlah
dimana majelis mereka. Kemudian suatu saat datang orang mengabarkan
beliau tentang majelis tesebut. Maka beliau datangi dan berkata: Demi
Allah, sungguh kalian telah melakukan kebid’ahan yang zalim. Atau
kalian telah memiliki ilmu yang lebih daripada para sahabat Nabi? Maka
salah seorang dari mereka yang bernama Amr bin Utbah berkata: kami
hanya beristighfar kepada Allah. Ibnu Mas’ud menjawab: Hendaknya
kalian ikuti jalan yang benar, dan pegang erat itu. Kalau kalian berbelok
ke kanan atau ke kiri kalian akan sesat sejauh-jauhnya” (Al Amru bil
Ittiba wan Nahyu anil Ibtida’, 81-85).

Maka yang benar, berdzikir setelah shalat dilakukan sendiri-sendiri


bukan bersama-sama dengan satu suara.
Adapun riwayat dari Imam Asy Syafi’i bahwa beliau membolehkan
dzikir jama’i, sangat jelas maksud beliau adalah sekedar untuk
mengajarkan, bukan untuk dilakukan terus-menerus. Beliau mengatakan:

‫ون‬UU‫ذكر إال أن يك‬UU‫ان ال‬UU‫ ويخفي‬،‫الة‬UU‫راف من الص‬UU‫واختار لإلمام والمأموم أن يذكرا هللا بعد االنص‬
ُّ‫إماما ً يجب أن يُتعلم منه فيجهر حتى يرى أنه قد تُ ُعلِّم منه ثم يُ ِسر‬

“Imam dan makmum silakan memilih dzikir yang ia amalkan setelah


shalat selesai. Dan hendaknya ia merendahkan suara ketika dzikir,
kecuali jika imam ingin mengajarkan para makmum, maka silakan
dikeraskan suaranya hingga terlihat para makmum sudah
mengetahuinya. Setelah itu lalu kembali lirih” (Al Umm, 1/111).

2. Dianjurkan dengan suara keras


Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:

“Membaca tasbih dan tahlil setelah shalat itu disyari’atkan untuk semua
orang. Setiap orang mengeraskan suara mereka dalam membacanya,
tanpa diselaraskan sehingga suaranya bersamaan. Masing-masing orang
mengeraskan suaranya tanpa perlu menyelaraskan dengan suara orang
lain.

Ibnu Abbas Radhiallahu’ahu berkata:

‫كان رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة على عهد النبي صلى هللا عليه وسلم‬
“Di zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, orang-orang biasa
mengeraskan suara dalam berdzikir setelah selesai shalat wajib” (HR.
Bukhari no.841).

Beliau juga berkata:

‫كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته‬

“Aku tahu bahwa mereka telah selesai shalat ketika aku mendengar
suara (dzikir) mereka” (HR. Bukhari no.841).

Dalam riwayat ini Ibnu Abbas menjelaskan bahwa mereka (para


sahabat) mengangkat suara mereka dalam berdzikir setelah shalat
sampai-sampai orang yang berada di sekitar masjid mengetahui bahwa
mereka sudah selesai salam. Inilah yang merupakan sunnah.

Namun bukan berarti dilakukan secara bersamaan dengan dipimpin.


Bukan demikian. Bahkan yang benar itu, satu orang berdzikir sendiri
dan yang satu lagi demikian. Cukup demikian, Walhamdulillah. Tanpa
perlu menyelaraskan dengan suara orang banyak” (Fatawa Nurun ‘alad
Darbi, no.992).

3. Cara menghitung tasbih, tahmid dan takbir


Dari Yasirah bintu Yasir radhiallahu’anha, Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
َ‫قات وال ت ْغفَ ْلن‬
ٌ َ‫تنط‬UU‫ئوالت ُمس‬U
ٌ ِ U‫ ِل والتَّق‬U ‫بيح والتَّهلي‬U
U‫إنهن َمس‬UU‫ ِل ف‬U ‫ ْدنَ باألنام‬U ِ‫ديس واعق‬U ِ U‫عليكن بالتّس‬
َّ
َ‫فتن ِسين الرَّحمة‬

“Hendaknya kalian bertasbih, bertahlil, ber-taqdis, dan buatlah ‘uqdah


dengan jari-jari. Karena jari-jari tersebut akan ditanya dan akan bisa
bicara (di hari Kiamat) maka janganlah kalian lalai sehingga lupa
terhadap rahmat Allah” (HR. Tirmidzi no. 3583, dishahihkan Al Albani
dalam Shahih At Tirmidzi).

Dalam riwayat Abu Daud:

‫ل‬UU‫ والتهليل وأن يعقدن بًاألنام‬U‫ي صلى هللا عليه وسلم أمرهن أن يراعين بًالتكبير والتقديس‬ ّ
َّ ‫أن النب‬
‫فإنهن مسئوالت مستنطقات‬

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan mereka untuk


memperhatikan takbir, taqdis dan tahlil, dan hendaknya mereka
membuat ‘uqdah dengan jari-jari. Karena jari-jari tersebut akan ditanya
dan akan bisa bicara (di hari Kiamat)” (HR. Abu Daud no. 1501,
dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dalam hadits disebutkan َ‫ واعقِ ْدن‬yaitu membentuk ‘uqdah, menekuk jari-


jari ketika berdzikir.

Contohnya:
Membaca “subhanallah” kemudian tekuk jari kelingking
Membaca “subhanallah” lagi, kemudian tekuk jari manis
Membaca “subhanallah” lagi, kemudian tekuk jari tengah
dst.

Boleh juga dengan cara:

Membaca “subhanallah” 5x lalu tekuk jari kelingking


Membaca “subhanallah” 5x lagi lalu tekuk jari manis, dst.

Sebagaimana penjelasan Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdul


Muhsin Az Zamil, Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini dan para ulama yang
lainnya. Namun cara-cara lain dengan jari bagaimana pun caranya juga
boleh, karena ini perkara yang longgar.

Penjelasan berdzikir menggunakan biji tasbih


Adapun berdzikir dengan menggunakan biji tasbih, ulama berbeda
pendapat mengenai hal ini:

Pendapat pertama, hukumnya bid’ah, karena tidak pernah dilakukan oleh


Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat padahal mereka
mampu melakukannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani.
Pendapat kedua, hukumnya boleh sekedar untuk sarana menghitung
tanpa diyakini ada keutamaan khusus. Mereka mengqiyaskan hal ini
dengan perbuatan sebagian salaf yang bertasbih dengan kerikil. Syaikh
Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
‫بيح‬UU‫لف التس‬UU‫حابيات وعن بعض الس‬UU‫ه ورد عن بعض الص‬UU‫ك؛ ألن‬UU‫رج في ذل‬UU‫ه ال ح‬UU‫راجح أن‬UU‫ال‬
‫بالحصى وبالنوى والعقد ال بأس لكن األصابع أفضل‬

“Yang rajih, tidak mengapa menggunakan biji tasbih. Karena terdapat


riwayat dari sebagian sahabiyat dan sebagian salaf bahwa mereka
bertasbih dengan kerikil, kurma atau tali. Maka menggunakan tasbih
tidak mengapa. Namun menggunakan jari itu lebih utama” (Sumber:
binbaz.org.sa/fatwas/11614).

Pendapat ketiga, hukumnya makruh. Ini pendapat yang dikuatkan oleh


Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, beliau mengatakan:
، ‫ى‬UU‫حابة بالحص‬UU‫بيح بعض الص‬UU‫التسبيح بالمسبحة تركه أولى وليس ببدعة ألن له أصال وهو تس‬
‫ولكن الرسول صلى هللا عليه وسلم أرشد إلى أن التسبيح باألصابع أفضل‬

“Bertasbih dengan biji tasbih, meninggalkannya lebih utama. Namun


bukan bid’ah, karena ada landasannya yaitu sebagian sahabat bertasbih
dengan kerikil. Namun Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
membimbing kita kepada yang lebih utama yaitu bertasbih dengan jari
jemari” (Liqa Baabil Maftuh, 3/30).

Pendapat ketiga ini yang nampaknya lebih menenangkan hati, wallahu


a’lam.

Berdoa setelah shalat


Dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu’anhu, Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

Uِ ‫ و ُدبُ َر الصلوا‬، ‫ َجوْ فَ اللي ِل اآل ِخ ِر‬: ‫يا رسو َل هللاِ أيُّ الدعا ِء َأ ْس َم ُع ؟ قال‬
ِ ‫ت ال َم ْكتُوبا‬
‫ت‬

“Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh
Allah? Beliau bersabda: “Di akhir malam dan di akhir shalat wajib”
(HR. Tirmidzi, no. 3499, dihasankan Al Albani dalam Shahih At
Tirmidzi).

Atas dasar hadits ini, sebagian ulama menganjurkan untuk berdoa


setelah shalat. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan:

ً ‫ وذكره بعض الشافعية اتفاقا‬،‫واستحب أيضا ً أصحابنا وأصحاب الشافعي الدعاء عقب الصلوات‬

“Ulama madzhab Hambali dan juga madzhab Syafi’i menganjurkan


untuk berdoa setelah shalat, bahkan sebagian Syafi’iyyah menukil
adanya ittifaq (sepakat dalam madzhab Syafi’i)” (Fathul Baari, 5/254).

Namun Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaadul Ma’ad (1/305)


menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘akhir shalat wajib’ adalah sebelum
salam. Dan tidak terdapat riwayat bahwa Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam dan para sahabat merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah
salam pada shalat wajib. Ahli fiqih masa kini, Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata: “Apakah berdoa setelah shalat
itu disyariatkan atau tidak? Jawabannya: tidak disyariatkan. Karena
Allah Ta’ala berfirman:
َ ‫ض ْيتُ ُم الصَّالةَ فَ ْاذ ُكرُوا هَّللا‬
َ َ‫فَِإ َذا ق‬

“Jika engkau selesai shalat, berdzikirlah” (QS. An Nisa: 103). Allah


berfirman ‘berdzikirlah’, bukan ‘berdoalah’. Maka setelah shalat
bukanlah waktu untuk berdoa, melainkan sebelum salam” (Fatawa Ibnu
Utsaimin, 15/216).

Syarat berdoa setelah shalat


Yang rajih, jika seseorang ingin berdoa setelah shalat, hukumnya boleh
sebagaimana kandungan hadits di atas. Namun dengan syarat:

Tidak mengangkat tangan


Sendiri-sendiri, tidak berjama’ah
Dengan suara sirr (lirih)
Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan, “Setelah menyelesaikan dzikir-
dzikir di atas, boleh berdoa secara sirr (lirih) dengan doa apa saja yang
diinginkan. Karena doa setelah melakukan ibadah dan dzikir-dzikir yang
agung itu lebih besar kemungkinan dikabulkannya. Dan tidak perlu
mengangkat tangannya ketika berdoa setelah shalat fardhu, sebagaimana
yang dilakukan sebagian orang, karena ini adalah kebid’ahan. Namun
boleh mengangkat tangannya setelah shalat sunnah kadang-kadang. Dan
tidak perlu mengeraskan suara ketika berdoa, yang benar adalah dengan
melirihkan suaranya. Karena itu lebih dekat pada keikhlasan dan
kekhusyukan serta lebih jauh dari riya’.
Adapun apa yang dilakukan sebagian orang di beberapa negeri Islam,
yaitu berdoa secara berjama’ah setelah shalat fardhu dengan suara keras
dan mengangkat tangan, atau imam memimpin doa lalu diamini oleh
para hadirin sambil mengangkat tangan mereka, ini adalah bidah
munkarah. Karena tidak ternukil dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bahwa beliau shalat mengimami orang-orang lalu berdoa setelahnya
dengan tata cara seperti ini. Baik dalam shalat subuh, shalat ashar, atau
shalat-shalat yang lain. Dan tidak ada pada imam yang menganjurkan
tata cara seperti ini” (Al Mulakhash Al Fiqhi, hal. 86).
Bacaan-bacaan dzikir setelah shalat
1. Istighfar 3x, dan membaca doa “Allahumma antas salam…”
Dari Tsauban radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:

َ‫ اللَّهُ َّم َأ ْنت‬:‫ال‬U


َ U‫ا َوق‬UUً‫تَ ْغفَ َر ثَاَل ث‬U‫اس‬
ْ ‫اَل تِ ِه‬U‫ص‬َ ‫ َرفَ ِمن‬U‫ص‬ َ ‫ إ َذا ا ْن‬،‫لَّ َم‬UU‫ه وس‬UU‫لَّى هَّللا ُ علي‬U‫ص‬
َ ِ‫و ُل هللا‬UU‫كانَ َرس‬
‫الجاَل ِل َواِإل ْك َر ِام‬
َ ‫ار ْكتَ َذا‬ َ ‫ال َّساَل ُم َو ِم ْن‬
َ َ‫ تَب‬،‫ك ال َّساَل ُم‬

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika selesai shalat,


beliau beristighfar 3x, lalu membaca doa:

/Alloohumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali


wal ikroom/

(Ya Allah Engkau-lah as salam, dan keselamatan hanya dari-Mu, Maha


Suci Engkau wahai Dzat yang memiliki semua keagungan dan
kemulian)” (HR. Muslim no. 591).

2. Membaca tahlil dan doa “Allahumma laa maani’a lima a’thayta…”


Dari Al Mughirah bin Syu’bah radhiallahu’anhu, ia berkata:

َّ ‫صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم يقو ُل خ َْلفَ ال‬


‫ اللَّهُ َّم ال‬،‫ه‬UU‫ ِريكَ ل‬U‫ َدهُ ال َش‬Uْ‫هَ إاَّل هَّللا ُ وح‬Uَ‫ ال إل‬U:‫صاَل ِة‬ َ ‫ي‬ ُ ‫َس ِمع‬
َّ ‫ْت النب‬
‫ واَل يَ ْنفَ ُع َذا ال َج ِّد ِم ْنكَ ال َج ُّد‬، َ‫ْط َي لِما َمنَعْت‬
ِ ‫ واَل ُمع‬، َ‫َمانِ َع لِما أ ْعطَيْت‬
“Aku mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam setelah shalat beliau
berdoa:

/laa ilaha illallooh wahdahu laa syarika lahu, lahul mulku wa lahul
hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir. Alloohumma laa maani’a lima
a’thoyta wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal
jaddu/

(tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Segala pujian dan kerajaan adalah milik Allah. Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang
Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah.
Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan (bagi pemiliknya). Dari Engkau-
lah semua kekayaan dan kemuliaan” (HR. Bukhari no.6615, Muslim
no.593).

3. Membaca doa “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lahu…”


Sebagaimana riwayat dari Abdullah bin Zubair radhiallahu’anhu:

ُ ‫ له ال ُم ْل‬،‫ك له‬
ُ‫ه‬UUَ‫ك َول‬ َ ‫صاَل ٍة ِحينَ يُ َسلِّ ُم ال إلَهَ إاَّل هَّللا ُ َوحْ َدهُ ال َش ِري‬ َ ِّ‫ في ُدب ُِر ُكل‬:ُ‫الزبَي ِْر يقول‬ ُّ ‫ابن‬ ُ َ‫كان‬
‫ه‬UU‫ ل‬،ُ‫ ُد إاَّل إيَّاه‬Uُ‫ َواَل نَ ْعب‬،ُ ‫هَ إاَّل هَّللا‬Uَ‫ ال إل‬،ِ ‫ َّوةَ إاَّل باهَّلل‬Uُ‫وْ َل َواَل ق‬UU‫ ال َح‬،ٌ‫ ِدير‬Uَ‫ي ٍء ق‬UU‫لِّ ش‬UU‫ال َح ْم ُد َوهو علَى ُك‬
َ U‫افِرُونَ َوق‬UU‫رهَ ال َك‬U
:‫ال‬U ِ U‫صينَ له ال ِّدينَ ولو َك‬ ِ ِ‫ ال إلَهَ إاَّل هَّللا ُ ُم ْخل‬،‫ َولَهُ الثَّنَا ُء ال َح َس ُن‬،ُ‫النِّ ْع َمةُ َولَهُ الفَضْ ل‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ عليه وسلَّ َم يُهَلِّ ُل ب ِه َّن ُدبُ َر ُك ِّل‬
‫صاَل ٍة‬ َ ِ‫كانَ َرسو ُل هللا‬

Biasanya (Abdullah) bin Zubair di ujung shalat, ketika selesai salam


beliau membaca:
/laa ilaha illalloohu wahdahu laa syarika lahu. Lahul mulku wa lahul
hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir. Laa haula wa laa quwwata illa
billaah. Laa ilaha illallooh wa laa na’budu illa iyyaah. Lahun ni’matu wa
lahul fadhlu wa lahuts tsanaa-ul hasanu. Laa ilaha illallooh mukhlishiina
lahud diin wa lau karihal kaafiruun/

(Tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Segala pujian dan kerajaan adalah milik Allah. Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan
pertolongan Allah. Tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah.
Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Semua nikmat, anugerah
dan pujian yang baik adalah milik Allah. Tiada ilah yang berhak
disembah kecuali Allah, dengan memurnikan ibadah hanya kepadaNya,
sekalipun orang-orang kafir tidak menyukainya” (HR. Muslim, no. 594).

Jika Setelah Selesai Shalat Maghrib dan Shubuh


.ُ‫ ِد ْير‬Uَ‫ ْي ٍء ق‬U‫ ِّل َش‬U‫و َعلَى ُك‬U ُ ‫ ُد يُحْ يِ ْي َويُ ِمي‬U‫هُ ْال َح ْم‬Uَ‫ك َول‬
َ Uُ‫ْت َوه‬ ُ U‫ لَهُ ْال ُم ْل‬،ُ‫الَ ِإلَـهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْيكَ لَه‬
‫× بعد صالة المغرب والصبح‬10

Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu
yuhyi wa yumiit wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir .

“Tiada Rabb yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada
sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan, bagi-Nya segala puja. Dia-lah yang
menghidupkan (orang yang sudah mati atau memberi roh janin yang
akan dilahirkan) dan yang mematikan. Dia-lah Yang Mahakuasa atas
segala sesuatu.” (Dibaca 10 x setiap sesudah shalat Maghrib dan Subuh).
4. Membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil
Mengenai bacaan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil setelah shalat ada 4
bentuk yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Yaitu:

Tasbih 33x, tahmid 33x, takbir 33x, tahlil 1x, total 100 dzikir
Sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

، َ‫ا َوثَاَل ثِين‬UUً‫ َو َكبَّ َر هللاَ ثَاَل ث‬، َ‫ َو َح ِم َد هللاَ ثَاَل ثًا َوثَاَل ثِين‬، َ‫صاَل ٍة ثَاَل ثًا َوثَاَل ثِين‬ َ ِّ‫َم ْن َسبَّ َح هللاَ فِي ُدب ُِر ُكل‬
‫ ُد‬U‫هُ ْال َح ْم‬Uَ‫ك َول‬
ُ U‫هُ ْال ُم ْل‬Uَ‫ ل‬، ُ‫ه‬Uَ‫ك ل‬
َ ‫ ِري‬U‫ اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش‬: ‫ َوقَا َل تَ َما َم ْال ِماَئ ِة‬، َ‫فَ ْتلِكَ تِ ْس َعةٌ َوتِ ْسعُون‬
‫َت ِم ْث َل َزبَ ِد ْالبَحْ ِر‬ْ ‫ت َخطَايَاهُ َوِإ ْن َكان‬ ْ ‫َوهُ َو َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر ُغفِ َر‬

“Barangsiapa yang berdzikir setelah selesai shalat dengan dzikir berikut:

/Subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar (33 x). Laa ilaha illallah
wahda, laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli
syai-in qodiir/

(“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar (33 x).
Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata. Tidak ada
sekutu bagiNya. Semua kerajaan dan pujaan adalah milik Allah. Dia-lah
Yang Mahakuasa atas segala sesuatu)
Maka akan diampuni semua kesalahannya walaupun sebanyak buih di
lautan” (HR. Muslim no. 597).

Tasbih 33x, tahmid 33x, takbir 34x, total 100 dzikir


Sebagaimana riwayat dari Ka’ab bin Ujrah radhiallahu’anhu, dari Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam:

‫ث‬ٌ ‫ َوثَاَل‬، ً‫بِي َحة‬U‫ث َوثَاَل ثُونَ ت َْس‬ َ ِّ‫ات اَل يَ ِخيبُ قَاِئلُه َُّن – َأوْ فَا ِعلُه َُّن – ُدب َُر ُكل‬
ٌ ‫ ثَاَل‬، ‫صاَل ٍة َم ْكتُوبَ ٍة‬ ٌ َ‫ُم َعقِّب‬
ً‫ َوَأرْ بَ ٌع َوثَاَل ثُونَ تَ ْكبِي َرة‬، ً‫َوثَاَل ثُونَ تَحْ ِمي َدة‬

“Dzikir-dzikir yang tidak akan merugi orang yang mengucapkannya


setelah shalat wajib: yaitu 33x tasbih, 33x tahmid, 34 takbir” (HR.
Muslim no. 596).

Tasbih 25x, tahmid 25x, takbir 25x, tahlil 25x, total 100 dzikir
Sebagaimana riwayat dari Zaid bin Tsabit radhiallahu’anhu, ia berkata:

‫ا‬UUً‫ َويُ َكبِّرُوا َأرْ بَع‬، َ‫ا َوثَاَل ثِين‬UUً‫ ُدوا ثَاَل ث‬UU‫ َويَحْ َم‬، َ‫ا َوثَاَل ثِين‬UUً‫اَل ٍة ثَاَل ث‬UU‫ص‬ َ ‫بِّحُوا ُدب‬UU‫ رُوا َأ ْن ي َُس‬UU‫ُأ ِم‬
َ ِّ‫ل‬UU‫ر ُك‬UUُ
‫لَّ َم‬U ‫ ِه َو َس‬U‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬U ‫ص‬ َ ِ ‫و ُل هَّللا‬U ‫ َأ َم َر ُك ْم َر ُس‬: ُ‫يل لَه‬ َ ِ‫ فَق‬، ‫ار فِي َمنَا ِم ِه‬
ِ ‫ص‬َ ‫ فَُأتِ َي َر ُج ٌل ِمنَ اَأْل ْن‬، َ‫َوثَاَل ثِين‬
: ‫ َوتُ َكبِّرُوا َأرْ بَعًا َوثَاَل ثِينَ ؟ قَا َل‬، َ‫ َوتَحْ َم ُدوا ثَاَل ثًا َوثَاَل ثِين‬، َ‫صاَل ٍة ثَاَل ثًا َوثَاَل ثِين‬ َ ِّ‫َأ ْن تُ َسبِّحُوا ُدبُ َر ُكل‬
ُ‫لَّى هللا‬U‫ص‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫بَ َح َأتَى النَّب‬U‫ص‬
ْ ‫ فَلَ َّما َأ‬، ‫ َل‬U‫ا التَّ ْهلِي‬UUَ‫وا فِيه‬UUُ‫ َواجْ َعل‬، َ‫ فَاجْ َعلُوهَا خَ ْمسًا َو ِع ْش ِرين‬: ‫ال‬ َ َ‫ ق‬، ‫نَ َع ْم‬
)‫ك‬ َ ِ‫ ( اجْ َعلُوهَا َك َذل‬:‫ال‬ َ َ‫ فَق‬، ُ‫ك لَه‬ َ ِ‫ فَ َذ َك َر َذل‬، ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬

“Mereka (para sahabat) diperintahkan untuk bertasbih selepas shalat


sebanyak 33x, bertahmid 33x, bertakbir 34x. Lalu seorang lelaki dari
Anshar bermimpi dan dikatakan kepadanya: Apakah Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam telah memerintahkan kalian untuk bertasbih
sebanyak 33x, bertahmid 33x, bertakbir 34x? Ia menjawab: benar. Orang
yang ada di dalam mimpi mengatakan: jadikanlah semua itu 25x saja
dan tambahkan tahlil. Ketika ia bangun di pagi hari, lelaki Anshar ini
menemui Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan menceritakan
mimpinya. Nabi bersabda: hendaknya kalian jadikan demikian!” (HR.
An Nasa-i, no. 1350, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).

Tasbih 10x, tahmid 10x, takbir 10x, total 30 dzikir


Sebagaimana dalam riwayat dari Abdullah bin Amr radhiallahu’anhu,
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ا‬UU‫ل بهم‬UU‫ ومن يعم‬، ‫ير‬UU‫ا يس‬UU‫ هم‬، ‫ة‬UU‫ل الجن‬UU‫ أو خلتان ال يحافظ عليهما عبد مسلم إال دخ‬، ‫خصلتان‬
‫ة‬U‫ون ومائ‬U‫ذلك خمس‬U‫ ف‬، ‫را‬U‫بر عش‬U‫ ويك‬، ‫را‬U‫د عش‬UU‫ ويحم‬، ‫را‬UU‫الة عش‬U‫ يسبح في دبر كل ص‬، ‫قليل‬
‫ا‬UU‫د ثالث‬UU‫ ويحم‬، ‫جعه‬UU‫ذ مض‬UU‫ا وثالثين إذا أخ‬UU‫ ويكبر أربع‬، ‫ وألف وخمسمائة في الميزان‬، ‫بًاللسان‬
‫ وألف في الميزان‬، ‫ فذلك مائة بًاللسان‬، ‫ ويسبح ثالثا وثالثين‬، ‫وثالثين‬

“Ada 2 perbuatan yang jika dijaga oleh seorang hamba Muslim maka
pasti ia akan masuk surga. Keduanya mudah namun sedikit yang
mengamalkan. Yaitu (pertama) bertasbih disetiap selepas shalat
sebanyak 10x, bertahmid 10x, bertakbir 10x, maka itulah 150x dzikir di
lisan (dalam 5 shalat waktu) namun 1500x di timbangan mizan. Dan
(kedua) bertakbir 34x ketika hendak tidur, bertahmid 33x, dan bertasbih
33x, maka itulah 100x dzikir di lisan namun 1000x di timbangan mizan”
(HR. Abu Daud no. 5065, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi
Daud).

5. Membaca ayat Kursi


Sebagaimana hadits dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu’anhu, Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ُ
‫الموت‬ ‫ إاَّل‬، ‫دخول الجنَّ ِة‬
ِ ‫ لم يمنَعهُ ِمن‬، ‫الكرسي دب َُر ك ِّل صال ٍة َم ْكتوب ٍة‬
ِّ َ‫َمن قرَأ آية‬

“Barangsiapa membaca ayat kursi setiap selesai shalat wajib, maka tidak
ada yang bisa menghalanginya untuk masuk surga kecuali kematian”
(HR. An Nasa-i no. 9928, Ath Thabrani no.7532, dishahihkan Al Albani
dalam Shahih Al Jami’ no.6464).

6. Membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas


Sebagaimana hadits dari Uqbah bin ‘Amir radhiallahu’anhu, ia berkata:

ِ ‫أمرني رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ علي ِه وسلَّ َم أن أقرَأ بال ُمع ِّوذا‬
‫ت ُدبُ َر ك ِّل صال ٍة‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkanku untuk


membaca al mu’awwidzar (an naas, al falaq, al ikhlas) di penghujung
setiap shalat” (HR. Abu Daud no. 1523, dishahikan Al Albani dalam
Shahih Abu Daud).

Berdo’a Ketika selesai shalat


7. Membaca doa “Allahumma inni as-aluka ilman naafi’an…” (Khusus
Untuk Shubuh saja)
Dari Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah radhiallahu’anha, ia
berkata:
َ ُ‫كانَ يقو ُل إذا صلَّى الصُّ ب َح حينَ يسلِّ ُم اللَّه َّم إنِّي أسأل‬
‫ك ِعل ًما نافعًا ورزقًا طيِّبًا وعماًل متقبَّاًل‬

“Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika shalat subuh,


ketika setelah salam beliau membaca:

/alloohumma inni as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon thoyyiban, wa


‘amalan mutaqobbalan/

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang


bermanfaat, rezeki yang baik dan amalan yang diterima” (HR. Ibnu
Majah no. 762, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

8. Membaca doa “Rabbighfirli wa tub ‘alayya…”


Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya:

‫رْ لِي‬UUِ‫و ُل َربِّ ا ْغف‬UUُ‫و يَق‬U َ Uُ‫اَل ٍة َوه‬U‫ص‬َ ‫لَّ َم فِي‬U ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس‬
َ ‫ي‬َّ ِ‫ار اَنَّهُ َس ِم َع النَّب‬
ِ ‫ص‬َ ‫ال َر ُج ٌل ِم ْن ااْل َ ْن‬
َ َ‫ق‬
‫ك َأ ْنتَ التَّوَّابُ ْال َغفُو ُر ِماَئةَ َم َّر ٍة‬ َّ َ‫قَا َل ُش ْعبَةُ اَوْ قَا َل اللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لِي َوتُبْ َعل‬
َ َّ‫ي اِن‬

“Berkata seorang dari kaum Anshar, bahwa ia mendengar Nabi


Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat beliau berdoa:

/Rabbighfirli (atau: Allahummaghfirli) wa tub ‘alayya innataka antat


tawwaabul ghafur/
(Wahai Rabbku, terimalah taubatku, sungguh Engkau Dzat yang banyak
menerima taubat, lagi Maha Pengampun)

sebanyak 100x” (HR. Ahmad no.23198, dishahihkan Al Albani dalam


Silsilah Ash Shahihah no. 2603).

9. Membaca doa “Allahumma a’inni ‘ala dzikrika…”


Dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, ia berkata:

‫ال‬UU‫ا ُذ وهللاِ إني ُأَلحبُّك وهللاِ إني ُأَلحبُّك فق‬UU‫ا مع‬UU‫ال ي‬UU‫أن رسو َل هللاِ صلَّى هللاُ علي ِه وسلَّ َم أخذ بيده وق‬
َّ
‫وشكرك وحس ِن عبادتِك‬ ِ ِ ‫أوصيك يا معا ُذ ال تَ َدع ََّن في ُدب ُِر كلِّ صال ٍة تقول الله َّم أ ِعنِّي على‬
‫ذكرك‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menarik tanganku sambil


berkata: wahai Mu’adz, Demi Allah aku mencintaimu sungguh aku
mencintaimu. Aku wasiatkan engkau wahai Muadz, hendaknya jangan
engkau tinggalkan di setiap dubur/akhir shalat untuk berdoa:

/Alloohumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika/

(Ya Allah, tolonglah aku agar bisa berdzikir kepada-Mu, dan bersyukur
kepada-Mu, serta beribadah kepada-Mu dengan baik)” (HR. Abu Daud
no.1522, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Penjelasan tentang berdo’a Ketika selesai shalat


َ ‫صالَ ٍة تَقُو ُل اللَّهُ َّم َأ ِعنِّى َعلَى ِذ ْك ِركَ َو ُش ْك ِر‬
َ‫ك َو ُح ْس ِن ِعبَا َدتِك‬ ِ ‫ُأ‬
َ ِّ‫وصيكَ يَا ُم َعا ُذ الَ تَ َدع ََّن فِى ُدب ُِر ُكل‬

“Aku wasiatkan padamu wahai Mu’adz. Janganlah engkau tinggalkan


untuk berdo’a setiap dubur shalat (akhir shalat) : Allahumma a’inni ‘ala
dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik. [Ya Allah, tolonglah aku untuk
berdzikir pada-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-
Mu].” (HR. Abu Daud no. 1522. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shohih)

Namun apakah yang dimaksud dengan dubur shalat (akhir shalat)?


Apakah sebelum salam atau sesudah salam?

Untuk memahami hal ini, alangkah baiknya kita memperhatikan


penjelasan Syaikh Ibnu Baz berikut (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 11/194-
196) yang kami sarikan berikut ini. Serta ada sedikit penjelasan dari
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dan ulama lainnya yang
kami sertakan.

Dubur shalat kadang bermakna sebelum salam dan kadang pula


bermakna sesudah salam.
Terdapat beberapa hadits yang menunjukkan hal ini. Mayoritasnya
menunjukkan bahwa yang dimaksud dubur shalat adalah akhir shalat
sebelum salam jika hal ini berkaitan dengan do’a. Sebagaimana dapat
dilihat dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkannya tasyahud padanya,
lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ثُ َّم لِيَتَ َخيَّرْ ِم ْن ال ُّدعَا ِء بَ ْع ُد َأ ْع َجبَهُ ِإلَ ْي ِه يَ ْد ُعو بِ ِه‬


“Kemudian terserah dia memilih do’a yang dia sukai untuk berdo’a
dengannya.” (HR. Abu Daud no. 825).

Dalam lafazh lain,

‫ثُ َّم ْليَتَ َخيَّرْ بَ ْع ُد ِمنَ ْال َم ْسَألَ ِة َما َشا َء‬

“Kemudian terserah dia memilih setelah itu (setelah tasyahud) do’a yang
dia kehendaki (dia sukai).” (HR. Muslim no. 402, An Nasa’i no. 1298,
Abu Daud no. 968, Ad Darimi no. 1340)

Di antara contoh do’a yang dibaca sebelum salam adalah yang terdapat
dalam hadits Mu’adz bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berwasiat padanya,

َ ‫صالَ ٍة تَقُو ُل اللَّهُ َّم َأ ِعنِّى َعلَى ِذ ْك ِركَ َو ُش ْك ِر‬


َ‫ك َو ُح ْس ِن ِعبَا َدتِك‬ َ ِّ‫الَ تَ َدع ََّن فِى ُدب ُِر ُكل‬

“Janganlah engkau tinggalkan untuk berdo’a setiap dubur shalat (akhir


shalat)[1] : Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni
‘ibadatik. [Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir pada-Mu, bersyukur
pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu].” (HR. An Nasa’i no.
1286, Abu Daud no. 1301. Sanad hadits ini shohih)

Contoh lain dari do’a yang dibaca sebelum salam adalah do’a yang
diajarkan oleh Sa’ad bin Abi Waqosh radhiyallahu ‘anhu.
‫و ُذ‬UU‫ك ِم ْن َأ ْن ُأ َر َّد ِإلَى َأرْ َذ ِل ْال ُع ُم ِر َوَأ ُع‬
َ ِ‫ك ِمنَ ْال ُجب ِْن َوَأ ُعو ُذ ب‬
َ ِ‫اللَّهُ َّم ِإنِّى َأ ُعو ُذ بِكَ ِمنَ ْالب ُْخ ِل َوَأ ُعو ُذ ب‬
‫ب ْالقَب ِْر‬
ِ ‫ك ِم ْن فِ ْتنَ ِة ال ُّد ْنيَا َو َع َذا‬
َ ِ‫ب‬

“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung
pada-Mu dari hati yang lemah, aku berlindung dari dikembalikan ke
umur yang jelek, aku berlindung kepada-Mu dari musibah dunia dan aku
berlindung pada-Mu dari siksa kubur.”[2]

Adapun letak bacaan dzikir adalah setelah shalat, setelah salam


berdasarkan hadits-hadits shohih yang ada.

Contoh yang dimaksud adalah ketika selesai salam kita membaca :

Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah. Allahumma antas salam wa


minkas salam tabarokta yaa dzal jalali wal ikrom.

Dzikir ini dibaca oleh imam, makmum ataupun orang yang shalat
sendirian (munfarid). Kemudian setelah itu imam berbalik ke arah
makmum sambil menghadapkan wajahnya ke arah mereka. Setelah itu
imam, makmum, atau orang yang shalat sendirian membaca dzikir :

Laa ilaha illalah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu
wa huwa ‘ala kulli sya’in qodir, laa hawla quwwata illa billah. Laa ilaha
illallah wa laa na’budu illa iyyah, lahun ni’mah wa lahul fadhlu wa
lahuts tsana’ul hasan. Laa ilaha illallah mukhlishina lahud din wa law
karihal kaafirun. Allahumma laa mani’a lima a’thoita wa laa mu’thiya
lima mana’ta, wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu.

Inilah yang dianjurkan bagi muslim dan muslimah untuk membaca


dzikir-dzikir ini setelah shalat lima waktu. Lalu setelah itu dia membaca
tasbih (subhanallah), membaca tahmid (alhamdulillah), dan membaca
takbir (Allahu Akbar). Lalu dia menggenapkan bacaan dzikir ini menjadi
seratus dengan membaca : Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah,
lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli sya’in qodir.

Semua dzikir ini terdapat dalam hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Lalu dianjurkan setelah membaca dzikir-dzikir ini agar
membaca ayat kursi sekali secara lirih (sir). Lalu setelah itu membaca
qul huwallahu ahad dan al maw’idzatain (Al Falaq dan An Naas)
masing-masing sekali setelah selesai shalat; kecuali untuk shalat
maghrib dan shubuh, ketiga surat ini dibaca masing-masing sebanyak
tiga kali.

Dianjurkan pula bagi setiap muslim dan muslimah setelah selesai shalat
maghrib dan shubuh untuk membaca dzikir :

Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu
yuhyi wa yumit wa huwa ‘ala kulli sya’in qodir, dibaca sebanyak
sepuluh kali sebagai tambahan dari bacaan-bacaan dzikir tadi, sebelum
membaca ayat kursi, sebelum membaca tiga surat tadi. Amalan seperti
ini terdapat dalam hadits yang shohih. Wallahu waliyyut taufiq.

Kesimpulan :
Yang dimaksud dengan dubur shalat adalah :

Setelah tasyahud, sebelum salam. Ini adalah letak kita dianjurkan untuk
berdo’a (Yang dimaksudkan di sini adalah pada akhir shalat sebelum
salam). Setelah shalat, sesudah salam. Ini adalah letak kita dianjurkan
untuk berdzikir [HR. An Nasa’i no. 5479. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shohih.]
Kalau Ingin Berdo’a, Sebaiknya Dilakukan Sebelum Salam
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah (Liqo’at Al
Bab Al Maftuh, kaset no. 82) berkata :

Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa apabila engkau ingin berdo’a
kepada Allah, maka berdo’alah kepada-Nya sebelum salam. Hal ini
karena dua alasan :

Alasan pertama : Inilah yang diperintahkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi


wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan tentang
tasyahud, “Jika selesai (dari tasyahud), maka terserah dia untuk berdo’a
dengan do’a yang dia suka.”

Alasan kedua : Jika engkau berada dalam shalat, maka berarti engkau
sedang bermunajat kepada Rabbmu. Jika engkau telah selesai
mengucapkan salam, berakhir pula munajatmu tersebut. Lalu manakah
yang lebih afdhol (lebih utama), apakah meminta pada Allah ketika
bermunajat kepada-Nya ataukah setelah engkau berpaling (selesai) dari
shalat? Jawabannya, tentu yang pertama yaitu ketika engkau sedang
bermunajat kepada Rabbmu.
Adapun ucapan dzikir setelah menunaikan shalat (setelah salam) yaitu
ucapan astagfirullah sebanyak 3 kali. Ini memang do’a, namun ini
adalah do’a yang berkaitan dengan shalat. Ucapan istighfar seseorang
sebanyak tiga kali setelah shalat bertujuan untuk menambal kekurangan
yang ada dalam shalat. Maka pada hakikatnya, ucapan dzikir ini adalah
pengulangan dari shalat.

Hukum Mengangkat Tangan untuk Berdo’a Sesudah Shalat Fardhu


Pembahasan berikut adalah mengenai hukum mengangkat tangan untuk
berdo’a sesudah shalat fardhu. Berdasarkan penjelasan yang pernah
kami angkat, kita telah mendapat pencerahan bahwa memang
mengangkat tangan ketika berdo’a adalah salah satu sebab terkabulnya
do’a. Namun, apakah ini berlaku dalam setiap kondisi? Sebagaimana
penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin bahwa hal ini tidak berlaku pada setiap
kondisi. Ada beberapa contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menunjukkan bahwa beliau tidak mengangkat tangan ketika
berdo’a. Agar lebih jelas, mari kita perhatikan penjelasan Syaikh Ibnu
Baz mengenai hukum mengangkat tangan ketika berdo’a sesudah shalat.

Beliau –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) mengatakan :

Tidak disyari’atkan untuk mengangkat kedua tangan (ketika berdo’a)


pada kondisi yang kita tidak temukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengangkat tangan pada saat itu. Contohnya adalah berdo’a
ketika selesai shalat lima waktu, ketika duduk di antara dua sujud
(membaca do’a robbighfirli, pen) dan ketika berdo’a sebelum salam,
juga ketika khutbah jum’at atau shalat ‘ied. Dalam kondisi seperti ini
hendaknya kita tidak mengangkat tangan (ketika berdo’a) karena
memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian
padahal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suri tauladan kita
dalam hal ini. Namun ketika meminta hujan pada saat khutbah jum’at
atau khutbah ‘ied, maka disyariatkan untuk mengangkat tangan
sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka ingatlah kaedah yang disampaikan oleh beliau –rahimahullah-


dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) berikut :

“Kondisi yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


tidak mengangkat tangan, maka tidak boleh bagi kita untuk mengangkat
tangan. Karena perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam termasuk
sunnah, begitu pula apa yang beliau tinggalkan juga termasuk sunnah.”

Bagaimana Jika Tetap Ingin Berdo’a Sesudah Shalat?


Ini dibolehkan setelah berdzikir, namun tidak dengan mengangkat
tangan. Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya
(11/178) mengatakan :

“Begitu pula berdo’a sesudah shalat lima waktu setelah selesai berdzikir,
maka tidak terlarang untuk berdo’a ketika itu karena terdapat hadits
yang menunjukkan hal ini. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak perlu
mengangkat tangan ketika itu. Alasannya, karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian. Wajib bagi setiap muslim
senantiasa untuk berpedoman pada Al Kitab dan As Sunnah dalam
setiap keadaan dan berhati-hati dalam menyelisihi keduanya. Wallahu
waliyyut taufik.”
Bahkan Berdo’a Sesudah Shalat dan Dzikir adalah Perkara yang
Dianjurkan
Dianjurkan seseorang berdo’a sesudah shalat dan setelah dzikir
disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagaimana yang
dinukil oleh Syaikh Ali Basam dalam Tawdihul Ahkam (1/776-777).
Syaikhul Islam –rahimahullah- mengatakan :

“Dianjurkan bagi setiap hamba sesudah shalat dan setelah membaca


dzikir semacam istigfar, tahlil, tasbih, tahmid dan takbir, lalu dia
bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dia boleh
berdo’a sesuai yang dia inginkan. Karena berdo’a sesudah melakukan
aktivitas ibadah semacam ini adalah waktu yang tepat untuk terkabulnya
do’a, apalagi sesudah berdzikir kepada-Nya dan menyanjug-Nya, juga
setelah bershalawat kepada Nabi-Nya. Ini adalah sebab yang sangat
ampuh untuk tercapainya manfaat dan tertolaknya mudhorot (bahaya). ”

Namun yang perlu diperhatikan sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh


Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawanya (11/168) bahwa do’a sesudah shalat
boleh dilakukan, namun tanpa mengangkat tangan dan tidak bareng-
bareng (jama’i). Beliau mengatakan bahwa hal ini tidak mengapa.

Mengangkat Tangan Untuk Berdo’a Sesudah Shalat Sunnah


Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181)
mengatakan :

Adapun shalat sunnah, maka aku tidak mengetahui adanya larangan


mengangkat tangan ketika berdo’a setelah selesai shalat. Hal ini
berdasarkan keumuman dalil. Namun lebih baik berdo’a sesudah selesai
shalat sunnah tidak dirutinkan. Alasannya, karena tidak terdapat dalil
yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
hal ini. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya,
maka hal tersebut akan dinukil kepada kita karena kita ketahui bahwa
para sahabat –radhiyallahu ‘anhum jami’an- rajin untuk menukil setiap
perkataan atau perbuatan beliau baik ketika bepergian atau tidak, atau
kondisi lainnya.

Adapun hadits yang masyhur (sudah tersohor di tengah-tengah umat)


bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di dalam shalat,
seharusnya engkau merendahkan diri dan khusyu’. Lalu hendaknya
engkau mengangkat kedua tanganmu (sesudah shalat), lalu katakanlah :
Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!” Hadits ini adalah hadits yang dho’if
(lemah), sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Ibnu Rajab dan ulama
lainnya. Wallahu waliyyut taufiq.

Demikian pembahasan kami tentang hukum bedo’a sesudah shalat.


Masalah ini adalah masalah ijtihadiyah, yang masih terdapat perselisihan
ulama di dalamnya. Namun demikianlah pendapat yang kami pilih dan
lebih menenangkan hati kami. Kami pun masih menghormati pendapat
lainnya dalam masalah ini.

Anda mungkin juga menyukai