Anda di halaman 1dari 58

Dakwah dengan seni lantunan

Penjelasan
dakwah
Pengertian dakwah:
Kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak,
dan memanggil orang untuk beriman dan
taat kepada alloh azza wajalla dengan jalan
yang benar dengan mengikuti jalannya para
ulama ash salaf ash sholeh yang berada di
jalan nya dari pada manhaj nabi, para
sahabat nabi, para imam tabi’in, para imam
tabi’ut tabi’in, dan para imam generasi
seterusnya

Nabi salatuwassalam berkata:


“Sebaik-baik manusia ialah pada
generasiku, kemudian generasi berikutnya,
kemudian generasi berikutnya.” (Hadits
shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no.
3651, dan Muslim, no. 2533)
Abdulloh bin abbas mengatakan:
“Sesungguhnya Allah memperhatikan hati para
hamba-Nya. Allah mendapati hati Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hati yang
paling baik, sehingga Allah memilihnya untuk diri-
Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-
Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba-
Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati
para sahabat beliau adalah hati yang paling baik.
Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai
para pendukung Nabi-Nya yang berperang demi
membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik
oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di
sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh
mereka, pasti buruk di sisi Allah.” (Diriwayatkan
oleh Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no. 3600.
Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa
sanadnya shohih).
Dalil wajibnya berdakwah:
Allah Ta’ala berfirman,

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan


untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah” (QS. Ali Imron: 110).

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada


orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan
amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS.
Fushshilat: 33).

“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik


dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS.
Luqman: 17).
Dalil wajibnya berdakwah:
Nabi salatuwassalam berkata:
“Barangsiapa di antara kalian melihat suatu
kemungkaran, maka ubahlah dengan
tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah
dengan lisannya. Dan jika tidak mampu,
maka ingkarilah dengan hatinya. Ini
menunjukkan serendah-rendahnya iman”
(HR. Muslim no. 49).

“Barangsiapa yang menunjuki kepada


kebaikan maka dia akan mendapatkan
pahala seperti pahala orang yang
mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893).
Bahkan pahala orang yang didakwahi tidak
berkurang sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Dalil wajibnya berdakwah:
“Barangsiapa memberi petunjuk pada
kebaikan, maka ia akan mendapatkan
pahala seperti pahala orang yang
mengikuti ajakannya tanpa mengurangi
pahala mereka sedikit pun juga” (HR.
Muslim no. 2674).

“Sesungguhnya para malaikat, serta


semua penduduk langit-langit dan bumi,
sampai semut-semut di sarangnya,
mereka semua bershalawat (mendoakan
dan memintakan ampun) atas orang yang
mengajarkan kebaikan kepada manusia”
(HR. Tirmidzi no. 2685. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Fungsi dakwah:
1.Menyebarkan agama islam
ke masyarakat dan merasakan
islam sebagai rahmatan lil
a’lamin

2.Melestarikan nilai nilai islam


dari generasi seterusnya

3.Berfungsi korektif sebagai


pembeda antara yang haq dan
bathil
Tujuan dakwah:
Alloh azza wajalla berkata:
Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha
Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang
yang musyrik“(Q.S.Yusuf 108).

Katakanlah -wahai Rasul- kepada orang yang


engkau dakwahi, "Inilah jalanku yang
kudakwahkan kepada umat manusia. Aku sendiri
mendakwahkannya berdasarkan hujah yang jelas.
Begitu juga orang yang mengikuti jejakku,
mengikuti petunjukku dan mengikuti sunahku
mendakwahkannya berdasarkan hujah yang jelas.
Dan aku bukanlah golongan orang-orang yang
menyekutukan Allah, tetapi aku adalah golongan
orang-orang yang mengesakan-Nya.“(Tafsir Al
muyassar).
Ruang lingkup dakwah:
1.Beriman kepada
alloh,rosulnya,malaikat,kitabnya,qodh
o dan qodar, dan kiamat (yakni
pelajaran islam yang sangat di
pertamakan dari sisi tauhid, aqidah,
dan manhaj karena para sahabat nabi
pertama yang diajarkan oleh nabi
adalah tentang beriman dan
menegakan tauhid)

2.Akhlaq

3.Syariah
Penjelasan seni
dan musik
Menurut KBBI adalah
pengertian menyusun nada atau suara
musik dalam urutan, kombinasi,
dan hubungan temporal
untuk menghasilkan
komposisi (suara) yang
mempunyai kesatuan dan
kesinambungan
Mengakui Kita mengakui bahwasannya
semua adalah islam agama yang
syariat islam telah sempurna tambah
ditambah ataupun dikurangi
tanpa ragu sebab jika ditambahkan atau
sekalipun dikurangkan suatu syariat
ritual ibadah dalam islam
maka ini sangat di tentang
dan menyebabkan kemurkaan
alloh azza wa jalla
Mengakui Alloh azza wajalla berkata:
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas
semua kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap

syariat islam kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan
ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali”(Q.S.An nisaa 115).
tanpa ragu
Tafsir al muyassar:
sekalipun “Barangsiapa menentang ajaran yang dibawa oleh rasul
setelah ia mengetahui kebenaran dengan jelas dan
mengikuti jalan di luar jalan yang diikuti oleh orang-orang
mukmin, niscaya Kami akan membiarkannya bersama
pilihannya sendiri dan Kami tidak akan membimbingnya
ke jalan yang benar, karena ia telah berpaling darinya.
Dan Kami akan memasukkannya ke dalam neraka
Jahanam yang akan menderita karena saking panasnya
dan merupakan tempat yang sangat buruk bagi
penghuninya”
Mengakui Imam abu ya’kub Ishaq bin ibrohim rohawaih at
tamimi (guru al imam al bukhori) berkata:
semua “Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja
(baik seorang muslim atau pun tidak) yang
syariat islam mencela alloh, rosulnya, dan menolak sedikit saja
apa yang telah diturunkan oleh alloh azza wajalla,
tanpa ragu atau membunuh seorang nabi maka dia telah kafir.
Meskipun dia mengimani seluruh wahyu alloh azza
sekalipun wajalla (dan menjalaninya kecuali yang dia tolak
itu)”
[Syarimul maslul ala Syatimir ar rosul (pedang
yang terhunus bagi para penghina nabi
salatuwassalam), pustaka Al qowam hal 12, karya
al imam taqiyyudin abul abbas ahmad bin abdul
halim bin abdus salam bin abdulloh bin al khodr bin
Muhammad bin al khodr bin ali bin abdulloh bin
taimiyyah al haroni ad dimasqy al hambaly]
Pandangan Para ulama telah sepakat bahwasannya musik adalah
haram secara mutlak
Alloh azza wajalla berkata:
islam “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan
perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia)
tentang dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan
Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab

musik yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-


ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri
seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada
sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah
padanya dengan azab yang pedih.” (QS. Luqman: 6-7)

Abdulloh bin mas’ud berkata:


“Demi alloh ini adalah nyanyian,demi dzat yang tidak ada
yang disembah kecuali alloh(3x)”
-[tafsir imam abu ja’far Muhammad bin jarir ath thobari
pustaka azzam jilid 20 hal 727]
-[imam al mawardi dalam an nukat wa al uyun (4/328)]
-[imam ibnul jauzi dalam zadul ma’asir (6/316)]
Pandangan Dan beberapa ulama lainnya seperti
abbdulloh bin abbas, jabir, imam said
islam bin jubair, imam laits bin sa’ad, imam
tentang mujahid, imam ikrimah, imam adh
dhohak, imam qotadah bin diamah as
musik sadusi, imam al hasan al bashri, dan
yang lain lainnya ia mereka semua
berkata itu adalah nyanyian dan
sejenisnya
[tafsir al imam al hafidz abu ja’far
Muhammad bin jarir bin yazid bin gholib
bin katsir ath thobari pustaka azzam jilid
20 di surat luqman ayat 6]
Pandangan Nabi salatuwassalam berkata:
“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku
sekelompok orang yang menghalalkan (yang telah apa yang
islam aku haramkan) yaitu zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan
beberapa kelompok orang akan singgah di lereng gunung

tentang dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir


mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka
berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah
musik mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan
gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian
mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat.”(H.R.Al
bukhori 5590).

Para ahli hadist dari al imam al-Bukhâri, Ibnu Hibban, al-


Barqan, Abu ‘Abdillah al-Hâ Ibnu ash Shalâh, ahmad Ibnu
Taimiyyah, al-Isma’ili, Abu Dzarr al-Harawi, Ibnul Qayyim, an-
Nawawi ,Ibnu Rajab al-Hanbali, Ibnu Hajar al asqolani, asy-
Syaukani, ad-Dahlawi dan yang lainnya mereka semua
mengatakan hadist ini shohih tanpa cacat dan bersambung
imam bukhori dengar langsung dari gurunya yaitu imam abul
walid hisyam bin ‘ammar
Pandangan Dan dalil tentang
islam keharaman musik bukan
tentang hanya 1 ataupun 2 banyak
musik akan keharaman musik
dari hadist nabi, khobar
para sahabat nabi, dan
atsar para imam tabi’in
dan seterusnya
Pandangan Imam Abu Hanifah. Beliau membenci nyanyian dan
menganggap mendengarnya sebagai suatu perbuatan dosa.
[Lihat Talbis Iblis, pustaka azzam hal 341.]
islam Imam Malik bin Anas. Beliau berkata, “Barangsiapa membeli
tentang budak lalu ternyata budak tersebut adalah seorang biduanita
(penyanyi), maka hendaklah dia kembalikan budak tadi

musik karena terdapat ‘aib.”


[Lihat Talbis Iblis, pustaka azzam hal 341.]

Imam Asy Syafi’i. Beliau berkata, “Nyanyian adalah suatu hal


yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah
seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan
mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.”
[Lihat Talbis Iblis, pustaka azzam hal 341.]

Imam Ahmad bin Hambal. Beliau berkata, “Nyanyian itu


menumbuhkan kemunafikan dalam hati dan aku pun tidak
menyukainya.”
[Lihat Talbis Iblis, pustaka azzam hal 338.]
Pandangan Al imam ahmad bin Taimiyah
rahimahullah mengatakan, “Tidak ada
islam satu pun dari empat ulama madzhab
tentang yang berselisih pendapat mengenai
haramnya alat musik.”
musik [Majmu’ Al Fatawa al imam ahmad bin
taimiyyah, 11/576-577.]

Imam ismail bin ishaq ats tsaqofi


berkata:
“aku menghukuminya makruh, itu bid’ah
dan mereka (para penyanyi kasidah)
tidak perlu ditemani
[talbis iblis pustaka azzam hal 338]
Pandangan Yang menghalalkan secara mutlak adalah al imam ali
bin Hazm rahimahullah (wafat th. 456 H) dan al imam
Muhammad bin Thahir al-Maqdisi rahimahullah (wafat
islam th. 507 H) mendha’îfkan hadits ini karena menyangka
ada cacat dalam hadits ini, yaitu sanadnya terputus
tentang antara al-Bukhâri dan Hisyâm bin ‘Ammar dan juga
shahabat yang ada dalam hadits ini (yaitu Abu ‘Amir
musik atau Abu Malik) tidak dikenal. Padahal para Imam ahli
hadits yang lainnya telah menyatakan bahwa sanad
hadits ini bersambung, di antara mereka adalah Ibnu
Hibbân rahimahullah dalam Shahîhnya, ath-Thabrani
rahimahullah dalam al-Mu’jamul Kabîr, dan selain
keduanya. Selain itu, Hisyâm bin ‘Ammar termasuk
guru Imam al-Bukhâri. Adapun shahabat Rasûlullâh
Abu ‘Amir atau Abu Malik yang dikenal, maka kita
katakan bahwa seluruh shahabat Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah adil, sebagaimana
telah menjadi kesepakatan kaum Muslimin.
Yang menghalalkan secara mutlak adalah al imam ali
bin Hazm rahimahullah (wafat th. 456 H) dan al imam
Muhammad bin Thahir al-Maqdisi rahimahullah (wafat
ketergelincir th. 507 H) mendha’îfkan hadits ini karena menyangka
ada cacat dalam hadits ini, yaitu sanadnya terputus
an antara al-Bukhâri dan Hisyâm bin ‘Ammar dan juga
shahabat yang ada dalam hadits ini (yaitu Abu ‘Amir
atau Abu Malik) tidak dikenal. Padahal para Imam ahli
hadits yang lainnya telah menyatakan bahwa sanad
hadits ini bersambung, di antara mereka adalah Ibnu
Hibbân rahimahullah dalam Shahîhnya, ath-Thabrani
rahimahullah dalam al-Mu’jamul Kabîr, dan selain
keduanya. Selain itu, Hisyâm bin ‘Ammar termasuk
guru Imam al-Bukhâri. Adapun shahabat Rasûlullâh
Abu ‘Amir atau Abu Malik yang dikenal, maka kita
katakan bahwa seluruh shahabat Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah adil, sebagaimana
telah menjadi kesepakatan kaum Muslimin.
Pada saat membantah Muhammad al-
Ghazali (Mesir) yang taklid kepada imam ali
ketergelincir bin Hazm dalam hal ini, Syaikh al-Albâni
rahimahullah mengatakan, “Dia (al-Ghazali)
an tidak mengetahui bahwa Hisyâm bin
‘Ammar termasuk guru Imam al-Bukhâri.
Sehingga perkataan al-Bukhâri, “Telah
berkata Hisyâm bin ‘Ammar.’’ bukanlah
sekedar ta’lîq (adanya pemisah antara al-
Bukhâri dengan Hisyâm) bahkan
sebenarnya muttashil (bersambung) karena
bagi Imam al-Bukhâri tidak ada beda antara
perkataannya, “Hisyâm telah berkata,” atau
“Hisyâm telah mengabarkan kepadaku.”
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata, “Tidak ada upaya yang
komentar dilakukan oleh orang-orang yang
menganggap cacat hadits di atas
-seperti Ibnu Hazm- untuk
mempertahankan pendapatnya yang
bathil tentang dibolehkannya
nyanyian dan musik. Dia menyangka
hadits itu tidak sah, karena munqathi’
(terputus sanadnya) karena al-
Bukhâri -katanya- tidak memiliki
sanad yang bersambung dalam hal
hadits di atas !
1.Telah disepakati bahwa al-Bukhâri telah bertemu Hisyâm bin
‘Ammar dan mendengar (hadits) darinya. Sehingga apabila al-
Bukhâri berkata, ‘Hisyâm telah berkata,’ maka kedudukan
perkataan itu sama dengan, ‘Dari Hisyâm.’”
Syarah 2. Jika al-Bukhâri tidak mendengar (langsung) hadits ini dari
Hisyâm, maka dia tidak akan membolehkan dirinya untuk
memastikan bahwa riwayat ini darinya, kecuali kalau telah
shahîh bahwa Hisyâm (benar-benar) telah meriwayatkan hadits
ini. Hal ini (keberanian seorang rawi untuk menyatakan bahwa
seorang syaikh telah meriwayatkan sebuah hadits padahal dia
tidak mendengar langsung dari syaikh tersebut-pen) -biasanya-
karena banyaknya orang yang meriwayatkan hadits itu dari
syaikh tersebut dan karena masyhur (terkenal)nya hal tersebut.
Dan al-Bukhâri adalah makhluk Allâh yang paling jauh dari
penipuan.

3. Bahwasanya al-Bukhâri telah memasukkan hadits tersebut


dalam kitabnya yang terkenal dengan ash-Shahîh, dengan
berhujjah (berargumen) dengannya, seandainya hadits itu
bukan hadits shahîh, tentu beliau tidak akan melakukan yang
demikian.
4. al-Bukhâri memberikan ta’lîq (lafazh yang menunjukkan
terputusnya sanad-pen) dalam hadits itu dengan ungkapan yang
menunjukkan jazm (kepastian), tidak dengan ungkapan yang
menunjukkan tamrîdh (cacat). Dan bahwasanya jika beliau

Syarah bersikap tawaqquf (tidak berpendapat) dalam suatu hadits atau


hadits itu tidak atas dasar syaratnya maka beliau akan
mengatakan, ‘Diriwayatkan dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ,’ dan juga dengan ungkapan, ‘Disebutkan dari beliau,’ atau
dengan ungkapan yang Tetapi jika beliau berkata, ‘Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’ maka berarti dia telah
memastikan bahwa hadits itu disandarkan kepada Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

5. Seandainya kita mengatakan berbagai dalil di atas tidak ada


artinya, maka cukuplah bagi kita bahwa hadits tersebut shahîh dan
muttashil (bersambung sanadnya) menurut perawi hadits yang
lain.”

[Lihat Ighâtsatul Lahfân (I/465-466), Mawâridul Amân (hlm. 329)


dan Tahdzîbus Sunan (IV/1801-1803). Untuk mengetahui lebih
lengkap jalan-jalan periwayatan hadits ini, lihat Tahrîm Âlâtith Tharb
(hlm. 40-41 dan 80-91) dan Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no.
91)].
Yang “Aku datang ke sebuah acara pernikahan bersama
Qurazah bin Ka’ab dan Abu Mas’ud Al Anshari. Di sana
para budak wanita bernyanyi. Aku pun berkata, ‘Kalian
membolehka berdua adalah sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dan juga ahlul badr, engkau membiarkan ini
n secara semua terjadi di hadapan kalian?’. Mereka berkata:
‘Duduklah jika engkau mau dan dengarlah nyanyian
benar bersama kami, kalau engkau tidak mau maka pergilah,
sesungguhnya kita diberi rukhshah untuk
mendengarkan al lahwu dalam pesta pernikahan’” (HR.
Ibnu Maajah 3383, dihasankan oleh Al Albani dalam
Shahih Ibni Maajah)

“Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam datang ketika acara


pernikahanku. Maka beliau duduk di atas tempat
tidurku seperti duduknya engkau (Khalid bin
Dzakwaan) dariku. Datanglah beberapa anak
perempuan yang memainkan/memukul duff” (HR.
Bukhari 4001)
Yang “Abu Bakar radhiallaahu’anhuma masuk menemuinya
’Aisyah. Di sampingnya terdapat dua orang anak
perempuan di hari Mina yang menabuh duff. Nabi
membolehka shallallaahu’alaihi wasallam ketika itu menutup
wajahnya dengan bajunya. Ketika melihat hal tersebut,
n secara Abu Bakar membentak kedua anak perempuan tadi.
Nabi shallallaahu’alaihi wasallam kemudian membuka
benar bajunya yang menutup wajahnya dan berkata :
”Biarkan mereka wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari
ini adalah hari raya”. Pada waktu itu adalah hari-hari
Mina” (HR. Bukhari 987)

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Apa yang


dilakukan Fulanah?’ (terhadap anak yatim yang tinggal
bersama ‘Aisyah). Aisyah berkata: ‘Aku hadiahkan
kepada suaminya’. Nabi berkata: ‘Mengapa engkau
mengutus dia bersama anak-anak perempuan yang
menabuh duff?’” (HR Thabrani 3/315)
Yang “Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam datang ketika
acara pernikahanku. Maka beliau duduk di atas
membolehka tempat tidurku seperti duduknya engkau (Khalid
bin Dzakwaan) dariku. Datanglah beberapa anak
n secara perempuan yang memainkan duff sambil
menyebut kebaikan-kebaikan orang-orang yang
benar terbunuh dari nenek-moyangku pada waktu
Perang Badr”(HR. Bukhari 5147)

“Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam masuk ke


rumah Aisyah. Di dalamnya terdapat dua anak
perempuan memainkan duff. Abu Bakar lalu
membentak mereka. Nabi shallallaahu ’alaihi
wasallam lalu berkata: ‘Biarkan mereka, karena
setiap kaum itu memiliki hari raya’” (HR. Ahmad
dan An Nasa-i)
Yang “Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam melewati sebagian kota
Madinah. Ada budak-budak yang memainkan duff ketika itu,
sambil bernyanyi” (HR. Ibnu Maajah)
membolehka “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pergi untuk
n secara berperang. Ketika beliau pulang, ada seorang budak
perempuan berkata kepadanya, ‘wahai Rasulullah, aku

benar bernadzar jika engkau pulang dalam keadaan sehat (dalam


riwayat lain: selamat) aku akan menabuh duff untukmu
sambil bernyanyi’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
berkata kepadanya: ‘Kalau engkau memang sudah bernazar,
lakukanlah. Jika tidak maka jangan lakukan’. Akhirnya ia pun
memainkan duff. Lalu Abu Bakar datang dan ia masih
memainkannya. Ali datang, dan ia masih memainkannya.
Utsman datang, ia masih memainkannya. Namun ketika
Umar datang, rebana itu dilempar ke bawah dan sang budak
wanita pun duduk. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: ‘Sungguh setan itu akan takut kepadamu wahai
Umar’” (HR. Tirmidzi)
1.Imam Ahmad berkata: “Simak perkataan
Ibrahim: ‘Pernah suatu ketika murid-murid
Abdullah bin Mas’ud di sambut oleh anak-
penjelasan anak perempuan dengan rebana. Lalu
mereka merusak rebana tersebut’” (Al Amr
bil Ma’ruf karya Al Khallal, 1/172)

2.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:


“Wanita diberi keringanan untuk
memainkan duff dalam pesta pernikahan
dan acara gembira. Adapun laki-laki, tidak
seorang pun di masa Nabi yang
memainkan duff ataupun bertepuk tangan”
(Majmu’ Fatawa, 11/565)
4.Ibnul Qayyim berkata: “Setiap perkataan yang tidak
mengindahkan ketaatan kepada Allah, dan tiap suara yaraa’,
mizmar dan duff hukumnya haram” (Ighatsatul Lahfaan,
1/256)
penjelasan 5.Ibnu Rajab berkata: “Oleh karena itu mayoritas ulama
berpendapat bahwa memainkan duff sambil bernyanyi bagi
laki-laki hukumnya haram. Karena hal tersebut serupa
dengan perbuatan wanita yang dilarang oleh agama. Ini
pendapat Al Auzai’, Imam Ahmad, dan juga pendapat Al
Halimi dan selainnya dari Syafi’iyyah. Adapun bernyanyi
tanpa menabuh duff, dalam rangka membangkitkan
semangat, hukumnya boleh. Telah diriwayatkan dari para
sahabat tentang adanya rukhshah dalam hal ini” (Fathul
Baari, 6/82)
6.Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Mereka berdalil dengan
lafadz hadits ‫ضربوا‬U‫ وا‬untuk mengatakan bahwa bolehnya
bermain duff tidak khusus bagi wanita. Namun hadits-hadits
tersebut dhaif semua. Hadits yang kuat menunjukkan hal ini
khusus bagi wanita, sehingga lelaki tidak boleh menyerupai
mereka berdasarkan keumuman larangan menyerupai
wanita” (Fathul Baari, 9/185)
7.Ahli fiqih madzhab Syafi’i, Ibnu Hajar Al Haitami berkata:
“Imam Al Baihaqi menukil perkataan gurunya, Imam Al
Halimi, dan ia menyetujuinya yaitu bahwa jika kita
membolehkan permainan duff, itu hanya untuk wanita”.
penjelasan Beliau juga mengatakan: “Menabuh duff itu hanya khusus
bagi wanita karena pada asalnya itu adalah perbuatan
wanita. Dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melaknat lelaki
yang menyerupai wanita” (Kaffur Ri’aa, 2/292)
Beliau juga berkata: “Mayoritas ulama madzhab kami
berpendapat haramnya menabuh duff pada selain pesta
pernikahan dan walimah khitan. Tidak sebagaimana yang
dirajihkan oleh Syaikhain yang membolehkan diluar kedua
acara itu. Karena telah ada nash (pendapat) dari Imam Asy
Syafi’i dan mayoritas ulama madzhab Syafi’i bahwa
hukumnya haram diluar kedua acara tersebut. Adapun
pembolehan secara mutlak, tidak ada dalil yang
mendasarinya. Jika berdalil dengan hadits tentang anak-
anak perempuan yang memainkan duff, ini pendalilan yang
lemah. Karena bagi mereka dimaafkan sesuatu yang tidak
dimaafkan bagi orang yang mukallaf” (Kaffur Ri’aa, 2/291)
Alat musik yang dibolehkan
Ringkasan hanyalah duff/rebana original
dari tanpa ada kencrengan atau
penjelasan tambahan lain dari itu yang
dimainkan hanya wanita dan
anak kecil dan hanya khusus
untuk hari raya islam,
pernikahan, dan kedatangan
kegembiraan. Jika selain
daripada itu maka haram
Al imam Muhammad bin sholeh al utsaimin berkata:
“Ada banyak pembicaraan tentang nasyid Islami. Dan saya belum pernah
mendengarnya kecuali dahulu kala, ketika awal-awal masa

Nasyid/syair kemunculannya. Dan hukumnya tidaklah mengapa. Selama nasyid


tersebut tidak diiringi dengan rebana, isi nasyidnya tidak ada membawa
kepada fitnah (misalnya, berisi tentang syahwat, pent.), dan tidak memakai

tanpa musik nada-nada (langgam-langgam) yang diharamkan.

Akan tetapi, nyanyian kini semakin berkembang dan jadilah sekarang


terdengar seperti ada ketukan-ketukan yang bisa jadi dari rebana dan bisa
jadi dari selainnya. Lalu berkembang lagi dengan adanya pilihan penyanyi
indah yang suaranya bisa menimbulkan fitnah. Kemudian berkembang lagi
sampai kepada tingkatan nyanyian tersebut mengandung hal yang
diharamkan. Sehingga menyisakan di dalam hati pendengarnya suatu
perasaan tertentu atau kegelisahan hati.

Dan tidak mungkin bagi seseorang menfatwakan bahwa nyanyian itu boleh
dalam segala kondisi. Juga tidak mungkin seseorang menfatwakan bahwa
nyanyian terlarang dalam segala kondisi. Akan tetapi yang benar, jika
nyanyian tersebut terbebas dari perkara-perkara yang terlarang seperti
yang telah kami sebutkan tadi, maka hukumnya adalah boleh-boleh saja.
Adapun jika nyanyian tersebut ada padanya suara-suara ketukan seperti
rebana, adanya suara-suara indah yang menimbulkan fitnah, dan
mengandung nada-nada yang hina, maka hal ini tidak diperbolehkan untuk
mendengarkannya … ” [selesai kutipan]
“Anas mengatakan, Rasulullah keluar menuju
Khandaq, ternyata kaum Muhajirin dan Anshar sedang
menggali (parit) di pagi yang sangat dingin. Mereka
Nasyid/syair tidak memiliki pembantu yang bekerja untuk mereka.
Ketika beliau melihat kepayahan dan kelaparan
tanpa musik mereka, beliau bersayair, ‘Ya Allah, sesungguhnya
kehidupan (yang hakiki) adalah kehidupan akhirat.
Ampunilah Anshar dan Muhajirin.’ Para sahabat
menjawab, ‘Kami orang-orang yang telah membaiat
Muhammad untuk berjihad selama hayat dikandung
badan.’” (Hr. Bukhari: 2622, Muslim: 3367, Tirmidzi:
3792, Ahmad: 11733)

Syekh Shalih al-Fauzan menjawab syubhat ini, dengan


berkata, “Syair-syair yang diucapkan Rasulullah tidak
diucapkan secara berjamaah seperti lagu, tidak pula
dinamakan nasyid islami. Akan tetapi hanyalah berupa
syair arab, mengandung banyak hikmah, pelajaran,
membangkitkan keberanian dan kedermawanan.
Para sahabat bersyair sendiri-sendiri dengan tujuan
seperti tadi. Mereka bersyair ketika melakukan pekerjaan
yang mamayahkan, seperti membangun dan bepergian di
Nasyid/syair malam hari. Maka, dibolehkan bersyair dengan syair
seperti ini, dan khusus dalam keadaan demikian. Bukan
tanpa musik dijadikan semacam ilmu dalam tarbiyah (pendidikan) dan
dakwah, seperti sekarang ini, dimana nasyid-nasyid itu
diajarkan dan dilatihkan kepada para murid, lantas
dinamakan nasyid islami atau nasyid diniyah.

Al imam Muhammad bin sholeh al Utsaimin berkata,


“Nasyid islami adalah bid’ah, sama seperti yang diadakan
orang-orang jahil. Oleh karena itu, wajib mengalihkan
kepada nasihat-nasihat al-Quran dan Sunnah. Kecuali
ketika dalam peperangan nasyid diucapkan untuk
meneguhkan hati dan dalam jihad di jalan Allah, maka ini
baik. Jika nasyid itu disertai duff (rebana), maka lebih jauh
lagi dari kebenaran.” (Al-Ajwibah al-Mufidah an-As`ilatil
Manahjil Jadidah, Syekh Shalih al-Fauzan, susunan
Jamal bin Furaihan, hlm. 3–4)
Ringkasan Dengan artian boleh jika tidak mengandung
hal hal yang haram
dari Semisal nada nya itu tentang keislaman
tentang keberanian, keimanan, dan lain lain
Nasyid/syair maka boleh, sedangkan jika ada nada yang
mengandung yang keharaman seperti
tanpa musik zina,mabok,riba,syirik,dan lain lain maka
haram.
juga tidak terlalu keseringan ber nasyid dan
juga dijadikan sebagai pendidikan dan
dakwah atau yang disebut nasyid islami
sebagai mana jaman sekarang ini karena
nasyid/syair untuk mengandung banyak
hikmah, penyemangat, dan kedermawanan
Bagaimana dengan musik islami?:
Yang telah haram maka haram lah hukum
itu, begitu pula yang telah halal maka halal
pertanyaan lah hukum itu. Kalaulah kita katakan musik
islami itu boleh Karena ada yang
bernuansa islami apapun itu maka kita
katakan bahwa kalau begitu kita boleh
bilang zina islami,miras islami,riba
islami,dan yang lainnya .Kita tidak bisa
menawar sebuah hukum yang telah jelas
dan ijma’ meskipun kita adalah seorang
nabi karena nabi hanya menyampaikan
dari apa yang alloh turunkan tanpa
adanya kurang tambah dari nabi
Bolehkah mengambil pendapat al imam ali bin hazm yang
membolehkan musik secara mutlak walaupun ini yang
ditinggalkan/lemah pendapatnya?
Tetap tidak boleh kita sebagai penuntut ilmu agama harus
pertanyaan selektif terhadap hukum islam kalaulah kita membolehkan
pendapat ini maka saya juga akan berpendapat bahwasannya
-minuman keras yang bukan berasal dari anggur itu boleh dari
pendapat al imam abu hanifa padahal hujjah telah jelas
bahwasannya sesuatu yang memabukan adalah khomr dan
segala khomr itu haram walaupun ada hasiatnya,
-boleh juga kita nikah mut’ah/kawin kontrak selama beberapa
hari dari pendapat abdulloh bin abbas padahal hujjah telah
jelas nabi salatuwassalam berkata:
“Aku dahulu telah mengizinkan kalian menikahi perempuan
dengan mut’ah dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan
cara itu hingga hari kiamat. Maka barangsiapa yang masih
mempunyai istri dari hasil nikah mut’ah, hendaknya ia
membebaskannya dan jangan mengambil apa pun yang telah
kamu berikan padanya.” (Diriwayatkan oleh Muslim, Abu
Daud, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban).
Dan lain sebagainya
Dalam Bab ini hanya ambil
contoh baiknya saja dan ambil
faedah setiap faedah dan Bab ini
hanya berisikan tentang
pengetahuan siapapun boleh
mengambil dan siapapun boleh
tidak mengambil terserah
siapapun dia karena setiap
yang kita perbuat akan di
pertanggung jawabkan di hari
esok (kiamat) nanti
Alloh azza wajalla berkata:
“Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian
perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar Kami
pegang dia pada tangan kanannya, Kemudian benar-benar
Renungan Kami potong urat tali jantungnya, Maka sekali-kali tidak ada
seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari
pemotongan urat nadi itu, Dan sesungguhnya Al Quran itu
benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang
bertakwa”(Q.S.Al haqqoh 44-48).

Asy syaikh wahbah az zuhaili berkata:


“Ketahuilah wahai orang-orang musyrik, kalo saja Muhammad
‫ ﷺ‬mengada-ngada (memalsukan) sebagian
perkataan-perkataan (Allah), sungguh Allah akan
membalasanya dengan balasan yang pedih. Dan Allah juga
akan menariknya dengan kuat dan sangat. Kemudian akan
Allah potong urat jantungnya dan mematikannya. Dan kalian
tak akan mungkin dapat mencegah adzab Allah dan
melindunginya. Kemudian Allah mengabarkan bahwa Al Qur’an
ini cahaya, petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang
bertakwa yang ia mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan
menjauhi larangan-Nya”(Tafsir Al wajiz surat al haqqoh 44-48).
Al imam ahmad bin taimiyyah berkata:
“Seorang hamba jika sebagian waktunya telah tersibukkan
dengan amalan yang tidak disyari’atkan, dia pasti akan
kurang bersemangat dalam melakukan hal-hal yang
Renungan disyari’atkan dan bermanfaat. Hal ini jauh berbeda dengan
orang yang mencurahkan usahanya untuk melakukan hal
yang disyari’atkan. Pasti orang ini akan semakin cinta dan
semakin mendapatkan manfaat dengan melakukan amalan
tersebut, agama dan islamnya pun akan semakin
sempurna.”

Lalu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ”Oleh


karena itu, banyak sekali orang yang terbuai dengan
nyanyian (atau syair-syair) yang tujuan semula adalah untuk
menata hati. Maka, pasti karena maksudnya, dia akan
semakin berkurang semangatnya dalam menyimak Al
Qur’an. Bahkan sampai-sampai dia pun membenci untuk
mendengarnya.”
[Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim li Mukholafati Ash-haabil
Jahiim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Tahqiq & Ta’liq: Dr.
Nashir ‘Abdul Karim Al ‘Aql, 1/543, Wizarotusy Syu’un Al
Al imam ahmad bin taimiyyah berkata:
“Oleh karena itu, kita dapati pada orang-
orang yang kesehariannya dan
Renungan santapannya tidak bisa lepas dari
nyanyian, mereka pasti tidak akan begitu
merindukan lantunan suara Al Qur’an.
Mereka pun tidak begitu senang ketika
mendengarnya. Mereka tidak akan
merasakan kenikmatan tatkala
mendengar Al Qur’an dibanding dengan
mendengar bait-bait sya’ir (nasyid).
Bahkan ketika mereka mendengar Al
Qur’an, hatinya pun menjadi lalai, begitu
pula dengan lisannya akan sering keliru.”
[Majmu’ Al Fatawa, 11/567].
Seni yang di
perbolehkan
1.Membaca al quran
Nabi salatuwassalam berkata:
“Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al
Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Abu Daud no. 1469
dan Ahmad 1: 175. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits
ini shahih).

“Allah tidak pernah mendengarkan sesuatu seperti mendengarkan


Nabi yang indah suaranya melantunkan Al Qur’an dan
mengeraskannya.” (HR. Bukhari no. 5024 dan Muslim no. 792).

Dikatakan kepada Shahibul Qur`an (di akhirat): “Bacalah Al-Qur`an


dan naiklah ke surga serta tartilkanlah (bacaanmu) sebagai mana
engkau tartilkan sewaktu di dunia. Sesungguhnya kedudukan dan
tempat tinggalmu (di surga) berdasarkan akhir ayat yang engkau
baca”. [HR. Imam Tirmidzi, Abu Dawud, dari Abdillah bin Amru bin
Ash Radhiyallahu ‘anhuma]
[Hadits ini dihasankan oleh Syeikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun
Nazhirin II/230, no:1001-Red]
Alloh azza wajalla
“Dan bacalah al-Qur’an dengan tartil” [al-Muzzamil/73 : 4]

Dengan syarat:
- Irama yang mengikuti tabiat asli manusia, tanpa memberat-
beratkan diri, belajar atau berlatih khusus. Melagukan bacaan Al-
Qur’an seperti ini dibolehkan.

- Irama yang dibuat-buat, bukan dari tabiat asli, diperoleh dengan


memberat-beratkan diri, dibuat-buat dan dibutuhkan latiham
sebagaimana para penyanyi berlatih untuk mahir dalam
mendendangkan lagu. Melagukan semacam ini dibenci oleh para
ulama salaf, mereka mencela dan melarangnya. Para ulama salaf
dahulu mengingkari cara membaca Al-Qur’an dengan dibuat-buat
seperti itu.
2.Seni kaligrafi/tulis (jepang:shodo seoye & cina:Shufa/yi shu)

3.Seni beladiri
-membela kebenaran dan keadilan
-ketauhidan

4.Seni melipat kertas/origami (tidak ternodai najis)

5.Seni arsitektur

6.Seni berpidato,orasi, dan khutbah

7.Seni sastra
Alquran adalah seni sastra yang tertinggi

8.Seni memasak (gastronomi)

9.Seni merajut (untuk menenangkan pikiran dari jenuh)

10.Seni kriya/kerajinan tangan


Seni yang tidak
di perbolehkan
1.Seni rupa yang menggambar makhluk hidup atau membuat patung
makhluk hidup
Nabi salatuwassalam berkata:
“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah
pada hari kiamat adalah tukang penggambar.” (HR. Bukhari no. 5950
dan Muslim no. 2109)

“Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan


disiksa pada hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka,
“Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.” (HR. Bukhari no. 5961 dan
Muslim no. 5535)

“Barangsiapa yang membuat gambar, ia akan disiksa hingga ia bisa


meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Namun kenyataannya ia
tidak bisa meniupnya.” (HR. An Nasai no. 5359 dan Ahmad 1: 216.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
“Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda,
“Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk
sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya
kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu
menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami
para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat
gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)

“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak


lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani
mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no.
1921)

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim


daripada orang yang berkehendak mencipta seperti ciptaan-Ku.
Coba mereka menciptakan lalat atau semut kecil (jika mereka
memang mampu)!” (HR. Bukhari no. 5953 dan Muslim no. 2111, juga
Ahmad 2: 259, dan ini adalah lafazhnya)
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim
daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka
menciptakan semut kecil, biji atau gandum (jika mereka memang
mampu)! ” (HR. Bukhari no. 7559)

Dari Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata, “Aku dahulu pernah berada di
sisi Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-. Ketika itu ada seseorang
yang mendatangi beliau lantas ia berkata, “Wahai Abu ‘Abbas, aku
adalah manusia. Penghasilanku berasal dari hasil karya tanganku.
Aku biasa membuat gambar seperti ini.” Ibnu ‘Abbas kemudian
berkata, “Tidaklah yang kusampaikan berikut ini selain dari yang
pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku
pernah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang membuat
gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh
pada gambar yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan ruh
tersebut selamanya.” Wajah si pelukis tadi ternyata berubah menjadi
kuning. Kata Ibnu ‘Abbas, “Jika engkau masih tetap ingin melukis,
maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki
ruh.” (HR. Bukhari no. 2225)
Bagaimana dengan kamera?
-Syaikh Muhammad nashiruddin bin hajj nuh bin adam al albanni
berpendapat bahwasannya jepretan kamera dan rekaman video
haram
-Al imam syaikh abdul aziz bin abdulloh bin Muhammad bin baz
berpendapat dahulu dia mengharamkan rekaman video tapi dia
merujuk menjadi membolehkan tapi jepretan kamera haram
-Al imam Muhammad bin sholeh al utsaimin berpendapat ke 2 nya
diperbolehkan jika dia sedang dokumentasi

Syarah:
Yang mengatakan haram berpendapat:
Hadits yang membicarakan hukum gambar itu umum, baik dengan
melukis dengan tangan atau dengan alat seperti kamera. Lalu ulama
yang melarang membantah ulama yang membolehkan foto kamera
dengan menyatakan bahwa alasan yang dikemukakan hanyalah
logika dan tidak bisa membantah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Mereka juga mengharamkan dengan alasan bahwa foto hasil
kamera masih tetap disebut shuroh (gambar) walaupun dihasilkan
dari alat, tetapi tetap sama-sama disebut demikian
[Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah guru penulis
sendiri, Syaikh Sholeh Al Fauzan –hafizhohullah-. Kami mendengar
langsung ketika beliau menjelaskan mengenai hukum gambar dari
kitab Ad Durun Nadhid karya Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, 18
Muharram 1433 H].
Yang berpendapat boleh:
Foto dari kamera bukanlah menghasilkan gambar baru yang
menyerupai ciptaan Allah. Gambar yang terlarang adalah jika
mengkreasi gambar baru. Namun gambar kamera adalah gambar
ciptaan Allah itu sendiri. Sehingga hal ini tidak termasuk dalam
gambar yang nanti diperintahkan untuk ditiupkan ruhnya. Foto yang
dihasilkan dari kamera ibarat hasil cermin. Para ulama bersepakat
akan bolehnya gambar yang ada di cermin.
[Syaikh Sa’ad Asy Syatsri menyampaikan hal ini dalam sesi tanya
jawab Dauroh sehari mengenai masalah fitnah, 20 Muharram 1433 H
di Masjid Jaami’ ‘Utsman bin ‘Affan, Riyadh, KSA. Beliau menjadi
pemateri ketiga dengan materi “Qowa’id wa Dhowabith Ta’amul
‘indal Fitnah”. Tanya jawab ini di rekaman penulis berada pada menit
83 – 85].
2.Menyanyi

3.Musik

4.Tarian (terlebih lagi kepada ritual ke syirikan)

5.Vandalisme/corat coret (merusak lingkungan)

6.Narsisme/bebas berekspresi (suka menyendiri)

7.Tindik dan tato

8.Opera/seni pertunjukan (terlebih lagi campur baur lelaki dan


wanita yang seksi)
ringkasan

Dakwah memang perlu ditegakan dengan sebisa kita/semampu kita dan


jangan sampai kita tidak mendakwahkan padahal kita mengetaui bahwa ini
adalah kemungkaran dan kita menyembunyikan ilmu kita padahal masyarakat
saat membutuhkan ilmu agar tidak bodoh terhadap agamanya.
Dan juga sesuatu yang benar jangan dicampurkan dengan yang batihil
(syubhat) al imam Muhammad bin ahmad bin utsman bin qoiymaz bin abdulloh
adz zhohabi berkata: “…….karena sesungguhnya hati ini lemah sedangkan
syubhat itu menyambar nyambar” layaknya seperti kisah al imam ayyub bin abi
tamimah kaisan as sikhtiyani ketika datang seorang jahil dan dia berkata:
“saya akan membacakan mu sebuah al quran” sang imam menjawab: saya
tidak mau mendengar
Kurang lebihnya mohon maaf alloh ta’ala a’lam
assalamualaikum warohmatulloh wabarokatuh

Anda mungkin juga menyukai